Anda di halaman 1dari 6

Nama : Dina Tiara Latifa

NIM : 220401110094

Kelas : Psikologi – C

“PENGANTAR PSIKOLOGI KONSELING”

A. Definisi Psikologi Konseling

Ditinjau dari kedua kata yang memiliki asal usul masing-masing, Psikologi
berasal dari bahasa Yunani (psyche) jiwa dan (logos) ilmu. Pada hakikatnya, sangat
abstrak jika psikologi mempelajari mengenai jiwa karena jiwa tidak dapat diketahui
secara jelas. Konteks jiwa merujuk pada fenomena-fenomena kejiwaan itu sendiri.
Mengenai mengapa manusia tertawa, menangis, marah, murung, dan berbagai fenomena-
fenomena lain. Psikologi merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tingkah laku
dan proses-proses mental. Garry (2014) menyatakan bahwa psikologi adalah sebuah
disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana
perilaku dan berbagai proses mental ini dipengaruhi oleh kondisi fisik, mental, dan
lingkungan eksternal organisme. Misalnya kondisi inflasi dalam hal ekonomi (finansial)
yang tengah terjadi di Indonesia saat ini. Banyak perusahaan atau pabrik yang
memberhentikan sementara bahkan permanen karyawan-karyawan disebabkan
menurunnya permintaan konsumen yang dapat menjadi salah satu faktor resesi ekonomi.
Kebutuhan sehari-hari seperti pangan, membayar pendidikan, membayar pajak, dan lain-
lainnya mengakibatkan banyak rakyat Indonesia yang terpuruk dan bingung harus
mencari kerja dimana dan apakah perusahaan masih membuka pekerjaan untuk orang-
orang yang tidak muda lagi? Kondisi ini menjadi salah satu faktor terganggunya psikis
seseorang.

Sedangkan konseling, (counsel) yang diambil dari bahasa latin “counselium”


berarti “bersama” atau “berbicara bersama”. Counselium berarti “people coming together
to gain an understanding of problem that beset them were evident” atau kegiatan dimana
orang-orang berkumpul untuk mendapatkan pemahaman dalam menyelesaikan masalah
yang tengah dihadapi, dalam buku An Introduction to The Counseling Profession yang
ditulis oleh Baruth dan Robinson. Kegiatan ini adalah interaksi atau percakapan antara
seorang konselor dengan konseli (klien) dimana konselor berperan sebagai orang ketiga
dalam membantu konseli menyelesaikan masalahnya (bimbingan). Konseling adalah
usaha untuk menolong dirinya sendiri. Percakapan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan, walaupun sering bertolak belakang dengan kondisi
yang dialami. Konselor membangun hubungan yang positif berdasarkan penghargaan dan
kepercayaan kepada klien tanpa syarat.

Jones dalam Ulfiah (2020: 4) menjelaskan bahwa, konseling merupakan suatu


hubungan profesional antara seorang konselor terlatih dengan konseli (klien). Hubungan
tersebut bersifat perorangan, meskipun terkadang melibatkan dua orang lebih yang
dirancang untuk membantu klien memahami dan meluaskan pandangan mengenai ruang
lingkup hidupnya. Keprofesionalan konseling secara definisi dikemukakan oleh
Pietrofesa bahwa hal tersebut merupakan upaya membantu orang lain dalam meraih
pemahaman diri (self-understanding), memutuskan, dan memecahkan masalah.
Keprofesionalan seorang konselor didukung oleh pemahaman tentang luasnya
pemahaman psikologi (banyak pengalaman, jam terbang tinggi, pengetahuan luas). Untuk
itu, psikologi dan konseling menjadi salah satu bentuk dari psikologi terapan menurut
British Psychological Society (BPS) pada tahun 1982 melalui pembentukan bagian
psikologi konseling.

Merujuk kepada beberapa definisi mengenai konseling diatas, dapat diambil


kesimpulan bahwa konseling adalah suatu layanan yang terdiri atas konselor dan konseli
(klien) yang melakukan interaksi untuk membantu konseli perihal pemecahan masalah,
memutuskan sesuatu, menangani masalah perkembangan, dan membimbing. Konseling
dapat dikatakan berhasil dilihat dari kualitas hubungan antara konselor dan konseli.

Apabila kedua definisi antara psikologi dan konseling dibaurkan, maka


didapatkan pemahaman bahwa psikologi konseling merupakan suatu ilmu yang berfokus
pada tingkah laku dan psikis klien dalam proses konseling. Psikologi konseling
melibatkan konselor terlatih dan klien yang berinteraksi untuk membantu permasalahan
klien dengan ilmu-ilmu yang telah diperoleh. Brammer dan Shostrom dalam Ulfiah
(2020: 6) mengartikan psikologi konseling sendiri sebagai sintesis dari berbagai
kecenderungan yang berkaitan dengan gerakan bimbingan, kesehatan mental, psikometri,
kasus-kasus sosial, dan psikoterapi. Sintesis disini berarti kesatuan dari berbagai hal yang
selaras.

Berdasarkan prosesnya, psikologi konseling merupakan cabang khusus (lex


specialis) dari psikologi itu sendiri dalam kajian tentang aspek yang terlibat dalam proses
konseling. Aspek-aspek tersebut meliputi ciri-ciri konseling, konselor, konseli, dan
masalahnya, segala bentuk penghambat dan penunjang konseling, dan metode konseling.
Pada proses konseling, seluruh aspek-aspek tersebut berkesinambungan satu sama lain.

Pada kasus individu yang seringkali mendapati permasalahan yang rumit dan
dirasa sangat mengganggu kehidupan sehar-harinya. Pada situasi seperti ini individu
merasa bingung mengenai bagaimana memecahkan masalah yang sedang dihadapi
tersebut. Kesulitan memutuskan tersebut didasarkan pada pemikiran benar atau tidaknya
cara mengatasi masalah yang berujung pada kebimbangan. Maka dari itu konseling
menjadi salah satu cara pemecahan masalah dan penolong yang didampingi oleh konselor
terlatih. Seorang konselor terlatih membantu klien baik dalam hal memahami,
memperjelas pandangan mengenai ruang lingkup, membuat pilihan dan bagaimana untuk
bertindak, menjadi pendengar yang baik, mengenali potensi, dan bagaimana
menggunakan potensi tersebut secara efektif dan efisien.

B. Tujuan Konseling

Nelson dalam Daulay (2021: 2) mengenai konseling berdasarkan tujuannya yaitu


pernyataan yang menggambarkan segi-segi psikologis (perilaku) dalam diri konseli.
Beberapa tujuan konseling pun dapat dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus,
diantaranya sebagai berikut:
1. Tujuan umum (global)

Yaitu menolong individu yang tengah menghadapi masalah. Pada kasus ini,
konseling adalah sebuah layanan bantuan. W.S Wrinkle menjelaskan detail secara
detail bahwa layanan ini dimaksudkan agar orang atau kelompok dapat
menghadapi tugas perkembangan secara sadar dan bebas sehingga timbul
kebijaksanaan dalam mengambil tindakan penyesuaian diri. Menurut Aunur
Rohim Faqih, tujuan umum dalam konteks islam ialah membantu individu
mewujudkan potensi diri sebagaimana manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan sebagaimana penjelasan dari Carl Rogers
bahwasannya tujuan konseling adala melakukan perubahan diri (self-change)
kepada klien sebagai akibat dari hubungan konselor dan klien.

2. Tujuan khusus (menurut Aunur Rohim Faqih)

Tujuan ini terbagi menjadi tiga kategori sebagai berikut:

a. Membantu individu untuk memahami situasi dan potensi dirinya.


b. Membantu individu untuk mengatasi masalah yang tengah dihadapinya.
c. Membantu individu untuk memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik, sehingga tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya
dan orang lain.

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan


konseling adalah memperluas kemampuan klien dalam pemecahan masalah,
memiliki kemampuan untuk mencintai dan kerja keras, serta melakukan aktivitas
dengan rasa tanggung jawab dan percaya diri.

C. Asumsi Dasar Konseling

Dikutip dari penegasan Blacher, terdapat lima asumsi dasar sebagai pembeda konseling
dengan psikoterapi. Kelima asumsi tersebut sebagai berikut:

1. Dalam konseling, klien bukan orang yang sakit mental, namun dipandang memiliki
kemampuan untuk memilih tujuan, memutuskan, dan secara umum bertanggung jawab
atas tingkah lakunya dan perkembangan selanjutnya.
2. Konseling berfokus pada masa sekarang dan masa depan, bukan masa lalu.
3. Klien bukan pasien.konselor bukan figur yang memiliki otoritas, namun sebagai guru dan
partner untuk klien.
4. Konselor secara moral tidak netral, namun memiliki perasaan dan standar untuk dirinya.
Konselor tidak seharusnya menjauhkan hal-hal tersebut dan menyembunyikan dari klien.
5. Konselor berfokus pada tingkah laku dan tidak hanya membuat klien sadar.

D. Konseling sebagai Bidang Terapan Psikologi


Psikologi terapan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku kehidupan
manusia. Terdapat beberapa macam jenis cabang psikologi dalam psikologi terapan seperti
Psikologi pendidikan, Psikologi industri dan organisasi, Psikologi kerekayasaan, Psikologi
konseling, dan lain-lain. Pada konteks ini, fokus tertuju kepada konseling dan psikologi terapan
sebagaimana pengertian dari masing-masing kata, konseling dan psikologi terapan yang telah
dijabarkan yaitu konseling masuk pada psikologi terapan karena dalam konseling ditujukan
untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan dalam dirinya dengan interaksi antara
konselor dan konseli melalui pendekatan psikologi. Maka dari itu, konseling menjadi salah satu
cabang ilmu psikologi yang turut menjadi bagian dari psikologi terapan. Dalam konseling, fokus
utama adalah konseli yang harus diperhatikan, didengarkan, dan ditolong berdasarkan kasus
yang diceritakan. Psikologi terapan menjadi jembatan untuk konseling melakukan tugasnya.

E. Konseling sebagai Hubungan Pembantu

Pada dasarnya, konseling adalah suatu hubungan pembantu (helping relationship)


profesional. Dalam hubungan ini terdapat pihak yang membutuhkan bantuan, pihak yang
memberi atau menawarkan bantuan (helper), dan dalam situasi yang tepat seperti waktu, ruang,
dan tempat konseling. Misalnya hubungan antara dokter dan pasien, guru dan siswa, dosen dan
mahasiswa, pekerja sosial dan masyarakat. Hubungan-hubungan tersebut memiliki ciri khas
tersendiri seperti halnya hubungan konselor dan konseli dalam konseling.

Individu mencari bantuan dikarenakan dua situasi, yaitu ketika individu tengah benar-benar
mengalami masalah, dan ketika individu sebenarnya sedang tidak mendapati masalah, namun
pergi ke konseling dengan tujuan mengenal diri sendiri dan mengembangkan potensi. George
dan Cristiani menjelaskan bahwa pemberian bantuan profesional merupakan proses dinamis dan
unik individu untuk membantu orang lain dengan sumber-sumber dalam (inner resources) agar
tumbuh ke arah yang positif dan potensi dapat diaktualisasikan untuk kehidupan yang berarti.

Pada helping relationship terdapat ciri-ciri yang menandai. Menurut Shertzer dan Stone ciri-
ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hubungan helping adalah penuh makna dan bermanfaat.


2. Afeksi sangat mencolok dalam hubungan helping.
3. Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan helping.
4. Hubungan helping terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang
terlibat.
5. Individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi, pelajaran, larangan, bantuan,
pemahaman dan/atau perawatan orang lain.
6. Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
7. Upaya yang bersifat kerja sama (collaborative) menandai hubungan helping.
8. Orang-orang dalam helping dapat dengan mudah ditemui atau didekati.
9. Perubahan merupakan tujuan hubungan helping.

Dalam proses menolong, menurut Egan dan Resse (2019) terdapat tiga tujuan yang harus
dicapai, yaitu:

1. Hasil yang meningkatkan kehidupan konseli (life enhancing outcomes).


2. Konseli belajar menolong diri sendiri (learning how to self-help).
3. Mengembangkan mentalitas pencegahan (developing a prevention mentality).

Kategori konselor atau helper menurut Egan dan Reese (2019) terdiri dari beberapa kategori,
yatu sebagai berikut:

1. Konselor atau penolong profesional (counselling & helping proffesionals).


2. Konselor atau penolong sukarela (voluntary counsellors & helpers).
3. Profesi yang membutuhkan keterampilan konseling guna menunjang profesinya, seperti
dosen, guru, dokter, perawat, dan lain-lain.
4. Konselor dan penolong informal, misalnya orangtua, kerabat, teman, dan sebagainya.

F. Perbedaan antara Konseling, Psikoterapi, dan Intervensi Psikososial


1. Perbedaan antara Konseling dan Psikoterapi
a. Konseling kurang mengintesifkan preventif sedangkan psikoterapi lebih
mengintesifkan kuratif.
b. Fokus konseling kepada edukasi, perkembangan, bimbingan sedangkan
psikoterapi adalah peneyembuhan dan adaptasi klien untuk mental yang sehat.
c. Penyebutan pihak yang dibantu. Pada konseling disebut klien, sedangkan
psikoterapi disebut pasien. Pada asumsi dasar point pertama telah dijelaskan
bahwa klien bukan pasien.
d. Konseling berada pada lingkungan Pendidikan dan non medis sedangkan
psikoterapi di lingkungan medis.
e. Konseling berhubungan dengan kesadaran sedangkan psikoterapi berhubungan
dengan ketidaksadaran.
2. Perbedaan antara Konseling dan Intervensi Psikososial
Konseling hanya dapat dilakukan oleh konselor-konselor profesional yang terlatih.
Sedangkan intervensi psikososial sifatnya lebih umum karena dapat dilaksanakan oleh
pihak-pihak dari kalangan profesional maupun non profesional. Ciri-cirinya adalah
perlakuan dimaksudkan untuk mengubah perilaku, pikiran, atau sikap individu atau
kelompok yang cakupannya sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA

Ariana, A. D., & Hartini, N. (2015). Psikologi Konseling: Perkembangan dan Penerapan

Konseling dalam Psikologi. Airlangga University Press.

Daulay, A. A. (2021). Psikologi Konseling.

Gillon, E. (2007). Person-Centred Counselling Psychology: An Introduction. SAGE Publications.

Mulawarman, & Munawaroh, E. (2016). Konseling Psikologi: Sebuah Pengantar bagi Konselor

Pendidikan.

Psikologi Konseling Teori & Implementasi. (2020). Prenada Media.

Rahayu, A. (2022). Psikologi Konseling: Teori dan Praktik. Mitra Wacana Media. ik. Mitra

Wacana Media.

Anda mungkin juga menyukai