PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konseling sering juga disebut juga dengan penyuluhan. Konseling merupakan suatu proses. Konseling
bukanlah suatu kejadian tunggal melainkan melibatkan tindakan-tindakan beruntun dan berlangsung
maju berkelanjutan kearah suatu tujuan.
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua orang dalam mana
konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya,
menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya
sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan
potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli
dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang
akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional
antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau
seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk
membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga
dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa konseling adalah proses dengan berorientasi pada suatu
tujuan dan dilakukan antar individu ke individu yang lain atau dari teman keteman atau bahkan
melibatkan lebih dari satu orang.
Ada banyak kesempatan dimana konseling ditawarkan dalam konteks hubungan yang pada dasarnya
terfokus pada masalah konseling. Misalnya seorang murid mungkin saja menggunakan guru sebagai
seorang yang dianggap untuk berbagi kecemasan dan kekhawatiran. Hal ini wajar karena murid
merasa guru adalah sebagai tempat yang nyaman, aman, ketika ingin berbagi tentang masalah atau
ketakutan yang telah dialaminya, dan dari sinilah terjadi proses konseling.
Dalam makalah ini penulis sebagai konselor yang akan memberikan konseling kepada konseli terkait
dengan permasalahan yang dihadapi oleh konseli.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
I. Teori Konseling
1. Konseling Trait dan Factor (Wolter Bingham, John Darley, Donald G. Paterson, dan E. G.
Williemson)
Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu system sifat atau factor yang saling berkaitan satu
dengan yang lainnya seperti kecakapan,minat,sikap,dan tempramen.
2. Konseling Rational Emotive (Albert Ellis) dikenal dengan Rational Emotive Therapy (R.E.T)
Tujuan konseling Rasional-Emotif
1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri,
meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang
positif.
2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti : rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Konselor melatih dan mengajar
klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan,
nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
3. Konseling Behavioral (D. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosfor , Bandura, Wolpe dll)
Konsep behavioral : perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan
memanipulasi dan mengkresi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan
suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar
dapat memecahkan masalahnya.
4. Konseling Psikoanalisa (Sigmund Freud, Carl Jung, Otto Rank, William Reich, Karen Honey,
Adler. Harry Stack Sullivan,dll)
Konsep Freud yang anti rasionalisme menekankan motivasi tidak sadar, konflik, dan simbolisme
sebagai konsep primer. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dengan dorongan-
dorongan instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalan terhadap dorongan-
dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional dan tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya dan
orang lain. Energi psikis yang paling dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang
terarah kepada pencapaian kesenangan.
5. Konseling Psikologi Individual (Alfred Adler, Rudolph Dreikurs, Martin Son Tesgard, dan Donal
Dinkmeyer)
Konstruk utama psikologi individual adalah bahwa perilaku manusia dipandang sebagai suatu
kompensasi terhadap perasaan inferioritas (kurang harga diri). Istilah yang digunakan oleh Adler
adalah “inferiority complex” untuk menggambarkan keadaan perasaan harga diri kurang yang selalu
mendorong individu untuk melakukan kompensasi mencapai keunggulan. Perilaku merupakan suatu
upaya untuk mencapai keseimbangan.
Kompleks rasa rendah diri (inferiority complex) menurut Adler berasal dari tiga sumber :
1. Kekurangan dalam hal fisik
2. Anak yang dimanja
3. Anak yang mendapat penolakan
6. Konseling Analisis Transaksional (Eric Berne) pioner yang menerapkan analisa transaksional
dalam psikoterapi.
Dalam terapi ini hubungan konselor dan klien dipandang sebgai suatu transaksional (interaksi,
tindakan yang diambil, tanya jawab) dimana masing0masing partisipan berhubungan satu sama lain.
Sebagai fungsi tujuan tertentu. Transaksi menurut Berne merupakan manivestasi hubungan sosial.
Berne membagi psikoterapi konvensional menjadi dua kelompok
1. Kelompok yangh melibatkan sugesti, dukungan kembali (reassurence), dan fungsi parental lain.
2. Kelompok yang melibatkan pendekatan rasional, dengan menggunakan konfrontasi dan
interpretasi seperti terapi non direktif dan psiko analisa.
2. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir
bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku
attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu :
1. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan
keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.Contoh ungkapan empati
primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran
Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.
2. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran
keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut
dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk
mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk
penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda
rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
3. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan
pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis
refleksi, yaitu :
Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien
sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya
yang Anda katakan adalah ….”
Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.Contoh : ” Tampaknya yang Anda
katakan…”
Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang
Anda katakan suatu…”
4. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting
dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu
mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa
rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik
eksplorasi, yaitu :
Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan.
Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”
Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : ”
Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.
Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-
pengalaman klien. Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya
ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan
Anda”
5. Menangkap Pesan (Paraphrasing)
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan
klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan
sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons
klien terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama
dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang
dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4)
pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan? ”
9. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-
teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar
klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
5. Penguatan kemampuan kerja dapat dihimpun melalui jejaring pelayanan, kebijakan tempatkerja,
kebijakan nasional serta dukungan para stake holders
2. Mereka yang ingin mengetahui status HIVnya (merasa telah melakukan tindakan berisiko)
II. Konseling Humanistik
A. Konsep Dasar:
Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri apa yang ia kerjakan dan
yang tidak dia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Setiap orang bertanggung
Manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda, oleh karena itu manusia
mesti berani menghancurkan pola-pola lama dan mandiri menuju aktualisasi diri
Setiap orang memiliki potensi kreatif dan bisa menjadi orang kreatif. Kreatifitas merupakan
Gangguan jiwa disebabkan karena individu yang bersangkutan tidak dapat mengembangkan
2. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-
pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat
3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses
aktualisasi dirinya.
4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau
2. Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problem dan apa yang
diinginkannya.
3. Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku individu
4. Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakinan akan kemampuan
individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam hubungan konseling.
oleh konselor.
E. Teknik-Teknik Konseling
Teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client centered
Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat (1) memahami dan menerima
diri dan lingkungannya dengan baik; (2) mengambil keputusan yang tepat; (3) mengarahkan diri; (4)
mewujudkan dirinya.
Terapi Realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan tidak perlu melacak
sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang paling dipentingkan adalah bagaimana konseli
dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.
Adalah William Glasser sebagai tokoh yang mengembangkan bentuk terapi ini. Menurutnya, bahwa
tentang hakikat manusia adalah:
1. Bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang tunggal, yang hadir di seluruh kehidupannya,
sehingga menyebabkan dia memiliki keunikan dalam kepribadiannnya.
2. Setiap orang memiliki kemampuan potensial untuk tumbuh dan berkembang sesuai pola-pola
tertentu menjadi kemampuan aktual. Karennya dia dapat menjadi seorang individu yang sukses.
3. Setiap potensi harus diusahakan untuk berkembang dan terapi realitas berusaha membangun
anggapan bahwa tiap orang akhirnya menentukan nasibnya sendiri
B. Ciri-Ciri Terapi Realitas
1. Menolak adanya konsep sakit mental pada setiap individu, tetapi yang ada adalah perilaku
tidak bertanggungjawab tetapi masih dalam taraf mental yang sehat.
2. Berfokus pada perilaku nyata guna mencapai tujuan yang akan datang penuh optimisme.
3. Berorientasi pada keadaan yang akan datang dengan fokus pada perilaku yang sekarang yang
mungkin diubah, diperbaiki, dianalisis dan ditafsirkan. Perilaku masa lampau tidak bisa diubah
tetapi diterima apa adanya, sebagai pengalaman yang berharga.
4. Tidak menegaskan transfer dalam rangka usaha mencari kesuksesan. Konselor dalam
memberikan pertolongan mencarikan alternatif-alternatif yang dapat diwujudkan dalam perilaku
nyata dari berbagai problema yang dihadapi oleh konseli .
5. Menekankan aspek kesadaran dari konseli yang harus dinyatakan dalam perilaku tentang apa
yang harus dikerjakan dan diinginkan oleh konseli . Tanggung jawab dan perilaku nyata yang
harus diwujudkan konseli adalah sesuatu yang bernilai dan bermakna dan disadarinya.
6. Menghapuskan adanya hukuman yang diberikan kepada individu yang mengalami kegagalan.,
tetapi yang ada sebagai ganti hukuman adalah menanamkan disiplin yang disadari maknanya dan
dapat diwujudkan dalam perilaku nyata.
7. Menekankan konsep tanggung jawab agar konseli dapat berguna bagi dirinya dan bagi orang
lain melalui perwujudan perilaku nyata.
C. Tujuan Terapi
1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan
melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada,
sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
4. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang
dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
D. Proses Konseling (Terapi)
Konselor berperan sebagai:
1. Motivator, yang mendorong konseli untuk: (a) menerima dan memperoleh keadaan nyata,
baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin dicapainya; dan (b) merangsang klien untuk
mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup selalu
dalam ketergantungan yang dapat menyulitkandirinya sendiri.
2. Penyalur tanggung jawab, sehingga: (a) keputusan terakhir berada di tangan konseli; (b)
konseli sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam menilai perilakunya sendiri.
3. Moralist; yang memegang peranan untuk menetukan kedudukan nilai dari tingkah laku yang
dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi pujian apabila konseli bertanggung jawab atas
perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila tidak dapat bertanggung jawab terhadap
perilakunya.
4. Guru; yang berusaha mendidik konseli agar memperoleh berbagai pengalaman dalam
mencapai harapannya.
5. Pengikat janji (contractor); artinya peranan konselor punya batas-batas kewenangan, baik
berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli yang dapat dijajagi maupun akibat yang
ditimbulkannya.
Teknik-Teknik dalam Konseling
1. Menggunakan role playing dengan konseli
2. Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dan relaks
3. Tidak menjanjikan kepada konseli maaf apapun, karena terlebih dahulu diadakan perjanjian
untuk melakukan perilaku tertentu yang sesuai dengan keberadaan klien.
4. Menolong konseli untuk merumuskan perilaku tertentu yang akan dilakukannya.
5. Membuat model-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik.
6. Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya
7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejekan yang pantas untuk mengkonfrontasikan
konseli dengan perilakunya yang tak pantas.
8. Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif.
Konsep Dasar
TUJUAN KONSELING
Tujuan utama :
Tujuan spesifik
a. Membantu klien agar dapat memper-oleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau
realitas, serta menda-patkan insight secara penuh
b. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
c. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke
mengatur diri sendiri (to be true to himself)
d. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat
diatasi dengan baik.
DESKRIPSI PROSES KONSELING
Fase pertama
konselor mengembangkan pertemuan konseling,agar tercapai situasi yang memungkinkan per
ubahan perubahan yang diharapkan pada klien
Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena masingmasing klien
mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah ya
ng harus dipecahkan
Fase kedua
Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah diteta
pkan sesuai dengan kondisi klien
Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu klien
tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab
atas tingkah lakunya.
Konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan
keadaan sekarang.
Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang.
Konselor tidak bertanya dengan pertanyaan “mengapa”.
•Orientasi Eksperiensial
konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingg
a klien mampu mengintegrasikan kembali dirinya:
klien mempergunakan kata ganti personal
klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan
klien mengambil peran dan tanggung jawab
klien menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau tingkah-lakunya
Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang
saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan
mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko
Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
Teknik untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada
memproyek-sikan perasaannya itu kepada orang lain.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien
menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “...dan saya bertanggung jawab atas hal
itu”. Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab
ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan
klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.•
Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang
dimilikinya
Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan
hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-
dorongan yang mendasarinya
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan
perasaan-perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya :
Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien
pemalu yang berlebihan
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak
menyenangkan dan ia sangat ingin menghindarinya
Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-
perasaan yang tidak menyenangkan
Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan
perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam
tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru :
KETERBATASAN PENDEKATAN