Anda di halaman 1dari 6

Menilik Masalah-Masalah Konseli

Oleh: Siti Nurjanah Fatonah (2230130022)


Bimbingan Konseling Islam
Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Kota Bandung

A. Pendahuluan
Konseling adalah sebuah interaksi antara seorang konselor dan konseli. Interaksi antara
konselor dan konseli pada dasarnya merupakan interaksi antara konseli yaitu seorang
individu atau kelompok yang sedang menghadapi masalah, yang mencari bantuan pihak
ketiga (konselor) untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Konseli berupaya mencari
bantuan konselor ketika menghadapi masalah dan merasa tidak mampu menyelesaikan
masalahnya sendiri, sehingga berupaya mendapatkan bantuan orang lain untuk menemukan
alternatif penyelesaian atas masalah yang dihadapi.

Pada konseling dengan setting sekolah atau pendidikan yang dimaksud dengan konseli
adalah peserta didik yang mendapatkan pelayanan konseling. Sedangkan pada setting
diluar sekolah (counseling for all) yang dimaksud dengan konseli adalah seseorang atau
sekelompok orang sebagai anggota masyarakat yang memperoleh bantuan melalui layanan
konseling.

Mencermati dinamika konseling pada perkembangan terkini, definisi konseling dapat


dikelompokkan menjadi dua yakni definisi konvensional dan definisi modern. Menurut
terminology konvensional, konseling didefinisikan sebagai pelayanan professional
(professional service) yang diberikan oleh konselor kepada konseli secara tatap muka (face
to face) agar konseli dapat mengembangkan perilakunya ke arah lebih maju (progressive)1.
Sedangkan pada terminology modern, kegiatan konseling dipengaruhi oleh kemajuan
teknologi khususnya teknologi informatika dan memanfaatkanya sebagai media layanan.
Sehingga konseling bisa diberikan oleh konselor kepada konseli secara berjauhan tanpa
membatasi lokasi dan waktu untuk menjalankan berbagai fungsi pelayanan konseling.

Sehingga pada hakekatnya konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat membantu
untuk mencari pilihan solusi terbaik dari masalah yang sedang dihadapi. Baik secara
langsung maupun melalui media informatika. Selain itu, setiap konselipun memiliki
karakteristik serta tingkatan permasalahan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, pada
tulisan ini penulis akan membahas mengenai karakteristik konseli serta apa saja masalah
yang dihadapi oleh seorang konseli.

B. Pembahasan
1. Definisi Konseli
Konseli dalam istilah bahasa Inggris disebut client yang berarti individu yang
memperoleh pelayanan konseling. Sofyan S. Willis dalam bukunya menyebutkan
bahwa konseli merupakan semua individu yang diberi bantuan oleh seorang konselor
atas permintaan sendiri maupun orang lain2. Sedangkan menurut Dr.Hartono dan Boy
Soedarmadiji, mendefinisikan konseli sebagai seseorang atau sekelompok orang

1
Dr.Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2015). Hal.26
2
Sofyan.S Willis, Konseling Individu dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 111
individu yang mengalami masalah, sehingga mereka membutuhkan bantuan konseling
agar dapat menghadapi, memahami dan memecahkan masalahnya3.

Dalam terminologi modern, konseli diartikan sebagai siapa saja yang memperoleh
pelayanan. Konseli bisa berstatus sebagai peserta didik, pegawai perusahaan atau
lembaga pemerintah maupun swasta, ibu rumah tangga, ayah, pemuda atau remaja,
orang dewasa maupun lansia. Mereka secara sadar membutukan pelayanan konseling.

Dapat dikatakan bahwa konseli adalah orang yang perlu mendapatkan bantuan atau
perhatian terhadap permasalahan yang sedang dihdapinya. Namun, keberhasilan dalam
mengatasi masalah sangat ditentukan oleh pribadi dari konselinya sendiri. Seorang
konseli yang datang dengan sukarela atas kemauan sendiri maka konseli tersebut
mempunyai harapan terhadap konselor dan proses konseling.

2. Konseli dan Masalahnya


Konseli merupakan individu yang memiliki keunikan tersendiri, keunikan tersebut
mencangkup; keunikan kebutuhan, kepribadian, intelegensi, bakat, motif dan motivasi,
minat, keunikan perhatian, sikap dan keunikan kebiasaan yang secara khas
mempengaruhi perilakunya. Pada keunikan kebutuhan yang dimiliki oleh konseli ini,
terkadang menghadapi permasalahan yang dihadapinya.

Diantara permasalahan yang dihadapi tersebut, beberapa masalah dapat diselesaikan


sendiri ada pula yang memerlukan bantuan konselor untuk menyelesaikannya. Menurut
W.S. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah”
masalah adalah suatu yang menghambat, merintangi, mempersulit dalam mencapai
usaha untuk mencapai tujuan4. Adapun permasalahan yang dihadapi oleh konseli pada
umumnya berkenaan dengan emosi konseli dan cara penyelesaiannya membutuhkan
bantuan konseling, permasalahan yang dimaksud yakni:
a. Masalah Kecewa (Disappointed Problem)
Kecewa merupakan bentuk gangguan emosi yang ditimbulkan oleh ketidakserasian
antara apa yang diinginkan konseli dan kenyataan yang terjadi. Konseli yang
mengalami kekecewaan berlarut-larut tanpa penyelesaian dapat menimbulkan
kompleks terdesak yang dapat mengakibatkan kegelisahan, frustasi, dan mimpi
sesuatu sebagai wujud adanya keinginan yang tidak terpenuhi.

b. Masalah Frustasi (Frustration Problem)


Frustasi merupakan sutau bentuk kekecewaan yang tidak terselesaikan akibat
kegagalan yang sering terjadi di dalam mengerjakan sesuatu atau akibat tidak
berhasil dalam mencapai cita-cita. Konseli yang mengalami frustasi, biasanya
menampakkan gejala minat kerjanya menurun, tidak mau melakukan usaha lagi.
Serta kehilangan kepercayaan dirinya. Pada umumnya layanan konseli diberikan
kepada konseli untuk membantu membangkitkan minat dan motivasi kepada
aktivitas lain yang lebih cocok dengan potensi konseli. Teknik ini disebut dengan
sublimasi

3
Dr.Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2015). Hal.76
4
W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institute Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hal.12
c. Masalah Kecemasan ( Anxiety Problem)
Kecemasan ialah suatu keadaan atau kondisi emosi yang tidak menyenangkan dan
merupakan pengalaman yang samar disertai dengan perasaan yang tidak berdaya
dan tidak menentu. Frans Sinuor Yoseph menyebutkan bahwa kecemasan adalah
rada sudah terkepung, terjepit dan sudah terperangkap oleh dan di dalam bahaya.
Kecemasan selalu menampakkan diri dalam pelbagai bentuk serta intensitas karena
kecemasan merupakan sikap dasariyah bagi setiap manusia dalam menghdapi setiap
bahaya yang mengancap keseluruhan manusia sebagai pribadi dalam eksistensinya 5

Dikutip dari buku Psikologi Umum dalam lintas sejarah karya Drs. Alex Sobur,
disebutkan bahwa rasa cemas selalu dicampuradukkan dengan rasa takut atau dalam
artian sederhana ketika seseorang merasa cemas malah mengatakan bahwa dia
takut, begitupun sebaliknya. Namun pada dasarnya baik kecemasan maupun
ketakutan, kedua hal tersebut berobjek sama yakni keselamatan diri terancam atau
dalam term psikolog disebur dengan eksitensi psikolog sebagai individu.

Jika seseorang dilanda suatu kecemasan yang panjang tanpa akhir, secara psikologis
dia sebenarnya sudah berada dalam bahaya kehancuran diri dan mulai sakit serta
menderita secara psikologis. Hal tersebutpun kemudian menjadi tekanan-tekanan
yang membatin, sehingga menjadi kecurigaan dan bersikap was-was baik secara
individu maupun orang-orang sekitar.

Dalam bukunya Principles of Psychoterapy: Experimental Approach menyebutkan


tiga komponen dari reaksi kecemasan yang kuat, yakni; (1) Emosional; orang
tersebut mempunyai ketakutan yang amat sangat dan seccara sadar, (2) Kognitif;
ketakutan meluas dan sering berpengaruh terhadap kemampuan berpikir jernih,
memecahkan masalah dan mangatasi tuntutan lingkungan, (3) psikologis:
tanggapan tubuh terhadap rasa takut berupa pengerasan diri untuk bertindak, baik
tindakan itu dikehendaki oleh diri sendiri maupun secara reflex.

Adapun menurut Lazarus dan Spielberger membedakan kecemasan menjadi empat


jenis yakni:
a. Kecemasan Normal
Kecemasan yang bersifat masih ringan dan merupakan suatu reaksi yang dapat
mendorong konseli untuk bertindak. Seperti menunjukkan rasa kurang percaya
diri, melakukan mekanisme pertahanan ego. Sebagai contoh memberikan suatu
alasan yang rasional arass kegagalan yang dialami.

b. Kecemasan Abnormal
Kecemasan yang sudah kronis, adanya kecemasan tersebut dapat menimbulkan
perasaan dan tingkah laku yang tidak efisien. Misalnya mahasiswa harus
mengulang ujian karena ujian pertama belum lulus.

c. Kecemasan State Anxiety


Suaatu kecemasan yang timbul dianggap sebagai suatu situasi yang mengancam
individu. Misalnya, konseli merasa terancam atas kemungkinan kegagalan yang
pernah dialaminya pada tahun yang lalu

5
Drs. Alex Sobur, M.Si, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung, Pustaka Setia:2003), hal 345
d. Trait Anxiety
Trait anxiety merupakan kecemasan sebagai keadaaan yang menetap pada
individu. Kecemasan ini berhubungan dengan kepribadian individu yang
mengalaminya. Konseli yang mengalami kecemasan trait anxiety akan timbul
reaksi-reaksi tertentu. Reaksi tersebut dibedakan menjadi reaksi fisiologis dan
psikologis. Reaksi fisiologis yakni reaksi yang berhubungan dengan anggota
tubuh seperti jantung, pembulu darah, kelenjar, pupik mata, system pencernaan
dan system pembuangan. Dengan adanya kecemasan, maka salah satu atau lebih
organ akan mengalami peningkatan fungsinya, seperti jantung berdebar-debar,
sering buang air kecil ataupun perut merasa nyeri dan keluar keringat dingin.

Reaksi psiologis adalah reaksi kecemasan yang biasanya disertain dengan reaksi
fisiologis seperi adanya rasa tegang, kebingungan, merasa terancam, tidak
berdaya, rendah dan kesulitan berkonsentrasi.

D. Masalah Stres ( Stress Problem)


Stres adalah suatu bentuk gangguan emosi yang disebabkan adanya tekanan yang
tidak dapat diatasi oleh individu. Stres terjadi jika seseorang dihadapkan dengan
peristiwa yang mereka rasakan sebagai pengancam kesehatan fisik atau
psikologisnya. Stres yang berlanjut dapat menimbulkan gangguan emosi yang
menyakitkan seperti kecemasan dan depresi.

Stres bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti keinginan yang bertentangan ,
peristiwa yang tidak bisa dikendalikan, peristiwa diluar batas kemampuan, dan
konflik internal sering sebagai sumber stres seseorang. menurut Atkinson
menyatakan bahwa sumber stres yang paling jelas adalah peristiwa traumatis,
seperti situasi bahaya ekstrim yang berada diluar kemampuan manusia, misalnya:
bencana alam, bencana buatan manusia6.

E. Masalah Depresi ( Depression Problem)


Depresi dikenal sebagai keluhan umum yang dialami oleh masyarakat biasa
maupun penderita yang berobat. Masalah depresi dapat digolongkan kedalam
gangguan emosi dan kepribadian yang perlu mendapatkan perhatian serius dari
kalangan kedokteran bidang kesehatan jiwa, maupun ahli konseling.

Jika masalah depresi masih pada tahap normal seperti keadaan kemurungan atau
kesedihan serta tidak bersemangat yang ditandai dengan perasaan tidak puas,
menurunnya kegiatan dan pesimis menghadapi masa yang akan darang maka kasus
seperti ini bisa dibantu oleh konselor melalui kegiatan konseling. Namun, jika
depresi yang dirasakan atau diderita digolongkan sebagai gangguan kepribadian,
yaitu seperti kasus patologis kronis yang ketidakmampuan ekres seperti
menurunnya nilai diri, delusi dan putus asa yang berlebihan bahkan sampai
cenderung bunuh diri; maka kasusnya bisa direferal kepada psikiatri.

Maka seyogyanya konselor mampu mengindentifikasi apakah konselinya


menderita depresi berat, sedang ataupu ringan. Supaya proses konseling dalam
mencari pilihan jalan terbaik dari masalah konseli bisa dijalankan dengan efektif.

6
Atkinson, Psychology, ( California : Harcourt Brace & Company, 1998), hlm. 86.
F. Masalah Konflik ( Conflict Problem)
Konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang dialami oleh individu. Konflik yang
dialami konseli bisa ditimbulkan oleh dua faktor yaitu: faktor dari dalam dan dari
luar diri konseli itu sendiri. Penyebab pertama terjadi, karena apa yang dilakukan
oleh konseli tidak sesuai dengan keyakinan konseli, sedangkan penyebab kedua
timbul bila keinginan dan harapan tidak sesuai dengan kenyataan diluar dirinya.

Konflik sebagai masalah psikologis sangat mempengaruhi perilaku individu,


konseli yang mengalami masalah konflik, perilakunya mengalami penurunan dan
berdampak buruk terhadap intensitas perilaku individu.

G. Masalah Ketergantungan (Dependence Problem)


Ketergantungan adalah suatu keadaan dimana seseorang dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya menggantungkan bantuan pihak lain. Masalah ketergantungan
termasuk masalah yang lebih ringan bila dibandingkan dengan masalah-masalah
yang disebutkan sebelumnya. Dalam kontens pendidikan, masalah ketergantungan
ini dapat menimbulkan penurunan kemampuan peserta didik atau mahasiswa dalam
mengerjakan tugas-tugasnya, sehingga usaha dan kualitas belajarnya menjadi
rendah.
Gejala perilaku konseli yang mengalami masalah ketergantungan adalah: (1) Gejala
psikologis, seperti penerunan minat, perhatian dan motivasi, (2) gejala fisik, seperti
malas berusaha, memandang dirinya kurang mampu, kelelahan dan vitalitas fisik
menurun.

H. Kesimpulan
Konseli adalah individu yang mempunyai masalah dan belum mampu menyelesaikan
masalahnya sendiri sehingga dia membutuhkan bantuan untuk dapat menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapinya. Keberhasilan mengatasi masalah tersebut tergantung
pada konseli itu sendiri. Sedangkan masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintangi
atau mempersulit usaha individu untuk mencapai tujuan, hal ini perlu ditangani oleh
konselor bersama dengan konseli.

Setiap konseli memiliki keunikannya tersendiri, pada keunikannya itulah terkadang sebuah
masalah muncul dan mengganggu intensitas konseli sebagai individu maupun kelompok
masyarakat. Adapun jenis masalah yang ada yakni; masalah kecewa ( disappointed
problem), masalah frustasi ( frustration problem), masalah kecemasan ( anxiety problem),
masalah stres ( stress problem) , masalah depresi ( depression problem) ,masalah konflik (
conflict problem) dan masalah ketergantungan (dependence problem).
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling Edisi Revisi, Jakarta:


Kencana, 2015.

Sofyan.S Willis, Konseling Individu dan Praktek, Bandung: Alfabeta, 2010.

W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institute Pendidikan, Jakarta: PT.


Rineka Cipta, 1991.

Drs. Alex Sobur, M.Si, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, Bandung,
Pustaka Setia:2003.

Anda mungkin juga menyukai