Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH PSIKOLOGI KONSELING


Senin, 3 Januari 2022

Mata Kuliah : Psikologi Konseling


No. Urut : 34
Nama : Indria Azzahra
NPM : 202101500837

NO HP : 085324821993

1. Konseli mengharapkan bahwa dengan konseling mereka akan memperoleh pemecahan


terhadap masalah pribadi yang dihadapinya. Harapan klien sangat dipengaruhi oleh
persepsinyna tentang fungsi dan pengalamannya dalam hubungan konseling.
Dikutip dari buku Psikologi Konseling karya Dr. Latipun, M.Kes.(2011) yang mengutip
sebuah penelitian dari Dennis P. Saccuzzo ( buku Pengukuran Konseling) memaparkan
bahwa ada bermacam-macam harapan sebagai alasan klien datang ke konselor.
Diantaranya adalah :
1. Untuk memperoleh kesempatan membebaskan diri dari kesulitan
2. Untuk mengetahui lebih jauh model terapi yang sesuai dengan masalahnya
3. Mengetahui lebih jauh kesulitan/masalah yang dialami sebenarnya.
4. Memperoleh ketenangan dan kepercayaan diri dari rasa ketegangan dan rasa yang tidak
menyenangkan
5. Mengetahui atau memahami alasan yang ada di balik perasaan dan perilakunya.
6. Mendapat dukungan tentang yang harus dilakukan.
7. Untuk memperoleh kepercayaan dalam melakukan sesuatu atau perilaku baru yang
berbeda dengan orang lain.
8. Mengetahui perasaan-perasaan apa yang sebenarnya sedang dialami dan bagaimana
seharusnya melakukan.
9. Untuk mendapatkan saran atau nasihat, bagaimana agar hidupnya dapat bermakna dan
berguna baaik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
10. Agar orang lain menanggapi sebagaimana layaknya
11. Agar dirinya lebih baik dalam melakukan kontrol diri.
12. Agar memperoleh sesuatu secara langsung seperti yang terpikirkan dan yang dirasakan.
13. Melepaskan diri dari masalah-masalah khusus.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka yang paling banyak menjadi harapan
klien datang ke konselor adalah untuk mengetahui kesulitan dan masalah yang
sebenarnya yang sedang dialaminya serta harapan agar orang lain menanggapinya
sebagaimana layaknya. Tentunya tidak semua keinginan dan harapan klien bisa diatasi
dengan proses konseling dengan baik, namun setidaknya klien memperoleh bantuan
dan dorongan sosial dari pihak lain (konselor) yang lebih memungkinkan klien
mengatasi masalah yang dihadapinya.

2. Lesmana (2006) mengemukakan dalam bukunya Dasar – Dasar Konseling bahwa seorang
ahli konseling dan psikoterapis yaitu Rogers mengemukakan ada tiga karakteristik
(konselor) yaitu congruence, unconditional postive regard dan empathy.
a. Congruence : Rogers menyebutkan bahwa kongruensi adalah kualitas umum yang
dimiliki oleh konselor. Kongruensi adalah keaslian atau kesesuaian, yaitu kondisi
yang mencerminkan kejujuran, kejelasan dan keterbukaan, sehingga muncul saling
percaya. Seorang konselor mempunyai ekspresi yang secara terbuka tidak dibuat-
buat atau dipalsukan mengekspresikan perasaannya, tanpa pura – pura ramah dan
peduli, namun hadir dengan tepat dari hati seorang konselor.
b. Unconditional postive regard : Penghargaan positif tanpa syarat merupakan
pernghargaan terhadap klien sebagai pribadi yang unik dan berguna. Rogers
menjelaskan penghargaan tersebut tanpa syarat, yakni menghormati dan menerima
klien apa adanya tanpa membedakan nilai dan pandangan. Sehingga klien
merasakan bahwa dirinya itu berguna. Semakin besar penghargaan tersebut maka
semakin besar pula peluang untuk menunjang perubahan pada klien.
c. Empathy : Empati merupakan kekuatan untuk mengerti perasaan orang lain. Rogers
mengatakan, bahwa empati itu merupakan pemahaman terhadap kerangka berpikir
internal orang lain secara tepat. Pemahaman itu meliputi:
- Merasakan dunia klien secara tepat.
- Membagi atau mengkomunikasikan pemahaman konselor dengan klien secara
verbal.
Empati sangat penting dalam proses konseling. Tanpa empati, proses konseling
tidak akan berjalan secara efektif. Konselor yang tidak mampu berempati tidak akan
bisa menjadi pemecah masalah yang efektif, dalam arti akan mengalami kesulitan
membantu mencarikan alternatif pemecahan masalah klien

3. Dalam penerapan konseling krisis, terdapat beberapa model yang sering digunakan untuk
menghadapi krisis yang dialami klien atau konseli. Salah satunya adalah model ABC dari
seorang Professor di California State University bernama dr. Kristi Kanel (2009). Kanel
menunjuk model ABC termasuk: "A"; keterampilan menghadiri, yaitu upaya
mengembangkan dan memelihara hubungan baik, termasuk penggunaan keterampilan
menghadiri, parafrase dan refleksi; "B": Mengidentifikasi sifat krisis dan mengubah
kognisi; dan “C”: Mengatasi krisis yang mencakup resolusi, rujukan, dan dukungan
kelompok.
Kusmaryani dkk (2019)m dalam Prosiding seminarnnya mengatakan bahwa Model
ABC ini merupakan model yang merupakan model konseling krisis yang efektif. Hal ini
dikarenakan model ABC mencakup tiga aspek penanganan yaitu dalam hal penanganan
emosi dengan menitikberatkan pada keterampilan konseling, karakteristik masalah dan
penanganan masalah.
Model pelaksanaan konseling krisis di sekolah diawali oleh adanya informasi dari
berbagai pihak. Informasi dapat bersumber dari guru, teman sebaya, orang tua, pihak lain
atau catatan kejadian yang dianggap luarbiasa (anecdotal record) yang dimiliki guru BK.
Informasi yang diperoleh berupa gambaran gejala masalah yang dialami siswa, misalnya
membolos, tidak masuk, nilai turun, dan sebagainya. Informasi yang masuk tersebut
selanjutnya ditelusuri oleh guru BK dengan cara melakukan cross check pada berbagai
pihak yang mengetahui perkembangan maupun keadaan konseli melalui studi kasus. Studi
kasus menggunakan berbagai metode, baik wawancara mendalam, observasi, maupun
analisis dokumentasi. Dari berbagai upaya tersebut akhirnya ditemukan identifikasi
masalah siswa yang sesungguhnya mulai dari gejala sampai pada faktor penyebabnya.
Indentifikasi masalah juga menghasilkan gambaran mengenai krisis tidaknya kasus. Kasus
siswa dapat diidentifikasi sebagai krisis jika siswa menunjukkan keadaan tidak berdaya
menghadapi masalahnya dan respon yang ditunjukkan tidak efektif. Sedangkan kasus
siswa tidak diidentifikasi sebagai kasus krisis jika siswa masih dapat dilibatkan untuk
mengatasi dan menyelesaikan masalahnya. Kasus yang tidak teridentifikasi krisis
selanjutya ditindaklanjuti dengan konseling individual. Sedangkan kasus yang
teridentifikasi krisis ditindaklanjuti dengan pelaksanaan konseling krisis ABC.
Konseling krisis model ABC diawali oleh model A, yaitu konselor
mengembangkan rapport (hubungan baik) dengan konseli melalui berbagai kerampilan
konseling antara lain ketrampilan attending atau menunjukkan penghargaan kepada konseli
secara verbal maupun nonverbal. pharaprasing atau mengulangi pernyataan konseli
dengan kata-kata konselor, serta reflexion of feeling atau merefleksikan perasaan konseli
dengan kata-kata konselor sendiri. Setelah rapport (hubungan baik) terbangun, selanjutnya
konselor pada konseling krisis menerapkan model B, yaitu mengidentifikasi problem untuk
mendapatkan informasi tentang pemicu masalah, eksplorasi pemaknaan konseli terhadap
kasus, kemampuan kognisi konseli dan persepsi konseli, serta ketidak berfungsian konseli
dari sisi perilaku, perasaan, fisik, hubungan dengan orang lain, kemampuan berfikir, dan
spriritualnya. Pertanyaan-pertanyaan terkait problem ini juga diiringi dengan upaya
konselor untuk menciptakan kondisi yang terapeutik (menyembuhkan) antara lain dengan
cara menyampaikan komentar yang mendidik, memberikan pernyataan yang
memberdayakan konseli, member dukungan pada onseli, dan memberikan penilaian pada
konseli secara positif. Setelah model B, konselor krisis selanjutnya melaksanakan model C
yaitu menetapkan alternatif penyelesaian masalah yang didasari oleh upaya-upaya konseli
sebelumnya serta mendorong konseli untuk memikirkan strategi koping lainnya disertai
dengan pengajuan alternatif pemecahan masalah lain serta tindak lanjutnya, misalnya
referal atau rekomendasi.

4. Pada hakekatnya hubungan dalam konseling itu bersifat membantu (helping relationship).
Hubungan membantu itu berbeda dengan memberi (giving) atau mengambil alih pekerjaan
orang lain. Membantu tetap memberi kepercayaan kepada klien untuk bertanggungjawab
dan menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. Hubungan konseling tidak
bermaksud mengalihkan pekerjaan klien kepada konselor, tetapi memotivasi klien untuk
lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri mengatasi masalahnya.
Terdapat beberapa pendapat tentang karakteristik hubungan yang terbina dalam
proses konseling, George dan Cristiani (1990) dalam buku Psikologi Konselig karya Dr.
Latipun, M. Kes. (2011) mengemukakan enam karakteristik dinamika dan keunikan
hubungan konseling dibandingkan dengan hubungan membantu yang lainnya. Keenam
karakteristik itu adalah sebagai berikut:
1) Afeksi
Hubungan konselor dan klien pada dasarnya lebih sebagai hubungan afektif
daripada sebagai hubungan kognitif. Hubungan afektif tercermin sepanjang
proses konseling, termasuk dalam melakukan eksplorasi terhadap persepsi dan
perasaan-perasaan subyektif klien. Hubungan yang penuh afeksi ini dapat
mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan pada klien, dan diharapkan
hubungan konselor dan klien lebih produktif.
2) Intensitas
Hubungan konseling dilakukan dengan penuh intensitas. Hubungan konselor
dan klien yang intensitas ini diharapkan dapat saling terbuka terhadap
persepsinya masing-masing. Tanpa adanya hubungan yang intensitas hubungan
konseling tidak akan mencapai pada tingkatan yang diharapkan. Konselor
biasanya mengupayakan agar hubungannya dengan klien dapat berlangsung
secara mendalam sejalan dengan perjalanan hubungan konseling.
3) Pertumbuhan dan perubahan
Hubungan konseling bersifat dinamis. Hubungan konseling terus berkembang
sebagaimana perubahan dan pertumbuhan yang terjadi pada konselor dan klien.
Hubungan tersebut dikatakan dinamis jika dari waktu ke waktu terus terjadi
peningkatan hubungan konselor dengan klien, penagalaman bagi klien, dan
tanggung jawabnya. Dengan demikian pada klien terjadi pengalaman belajar
untuk memahami dirinya sekaligus bertanggung jawab untuk mengembangkan
dirinya.
4) Privasi
Pada dasarnya dalam hubungan konseling perlu adanya keterbukaan klien.
Keterbukaan klien tersebut bersifat konfidensial (rahasia). Konselor harus
menjada kerahasiaan seluruh informasi tentang klien dan tidak dibenarkan
mengemukakan secara transparan kepada siapa pun tanpa seizin klien.
Perlindungan atau jaminan hubungan ini adalah unik dan akan meningkatkan
kemauan membuka diri.
5) Dorongan
Konselor dalam hubungan konseling memberikan dorongan (supportive)
kepada klien untuk meningkatkan kemampuan dirinya dan berkembang sesuai
dengan kemampuannya. Dalam hubungan konseling, monselor juga perlu
memberikan dorongan atas keinginannya untuk perubahan perilaku dan
memperbaiki keadaannya sendiri sekaligus memberi motivasi untuk berani
mengambil risiko dari keputusannya
6) Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan atas saling kejujuran dan keterbukaan, serta
adanya komunikasi terarah antara konselor dengan kliennya. Dalam hubungan
ini tidak ada sandiwara dengan jalan menutupi klemahan, atau menyatakan
yang bukan sejatinya. Klien maupun konselor harus membangun hubungannya
secara jujur dan terbuka. Kejujuran menjadi prasyarat bagi keberhasilan
konseling.
5. Komunikasi antara konselor dan konseli yang berjalan dua arah apat meningkatkan
pemecahan masalah diantaranya adalah :
- Konseli mengungkapkan masalahnya dan harapan yang dicapainya kepada konselor
dalam konseling tersebut
- Konselor melakukan konseling dalam keadaan tenang. Melakukan kontak mata dan
menunjukan ketertarikan yang alami
- Intonasi suara konselor yang cukup didengar oleh konseli
- Sebagai konselor maka harus mendengarkan dengan baik keinginan tersebut
- Seorang konselor dapat lebih banyak memabahas sesuatu yang terjadi sekarang dan
yang akan datang, bukan yang sesuatu yang terjadi di masa lalu
- Konselor dapat mengulangi pendapatnya hingga konseli menjadi faham
- Konselor dapat melihat dengan baik, persetujuan atau penolakan dari konseli atau
menanyakan kembali bila belum mengerti.
- Konselor dapat meluangkan waktu jika suasana diskusi memburuk, dan tidak tergesa-
gesa
- Jika diperlukan konselor pun dapat meminta maaf kepada konseli bila ada kesalahan
yang disengaja atau tidak disengaja.
- Berterimakasih dalam akhir acara konseling

Anda mungkin juga menyukai