Anda di halaman 1dari 26

COMMUNICATION IN COUNSELING

Komunikasi, perbincangan yang dilakukan selama konseling, merupakan jembatan


penghubung antara konseli dengan konselornya. Jembatan ini menghubungkan jarak
psikologis antara konseli dengan konselor. Komunikasi ini dilakukan sesaat setelah orang
tersebut memasuki ruang konseling dan berlanjut hingga ia meninggalkan ruang konseling.
Tidak pernah ada sesi konseling yang tidak melibatkan komunikasi. Komunikasi ini
mencakup penyampaian serta penerimaan pesan baik oleh konseli maupun konselor.
INDIVIDUAL, FAMILY, AND CULTURAL EMPATHY
Empati sering kali diartikan dengan melihat dunia melalui mata orang lain,
mendengar sebagaimana orang lain mendengarkan, dan merasaka serta mengalami dunia
internal orang lain. Namun, empati bukan berarti menggabungkan pikiran dan perasaan
seorang konelor dengan kliennya. Walau empati menuntut untuk menerima diri sang klien,
seorang terapis ataupun konselor harus tetap berpegang pada kepercayaannya dan dirinya
sendiri.
Empati paling sering dianggap sebagai suatu persoalan pribadi, namun bergantung
juga pada pemahaman dan penerimaan pengalaman hidup seseorang secara menyeluruh.
Keluarga dan budaya terhubung sangat erat dengan kehidupan klien. Memasuki kehidupan
orang lain tidak hanya menuntut untuk memahami sosok konkrit yang hadir di hadapan
seorang konselor, tetap juga bagaimana keluaga dan budaya mempengaruhi diri orang
tersebut.
Defining Empathy: The Facilitative Conditions
Pada tahun 1957 Carl Rogers menuliskan sebuah karya ilmiah yang berjudul “The
Necessary and Sufficient Conditions of Therapeutic Personality Change”, di dalam tertulis
bahwa untuk menciptakan kemajuan positif dari seorang klien hanya membutuhkan empati
dan hal-hal yang terkait dengannya. Selain itu, pandangan cognitive-behavioral,
psikodinamika dan banyak lainnya menerima pentingnya empati. Empati dan kondisi-kondisi
empatik, seperti rasa hormat, kehangatan, dan ketulusan, merupakan dasar dari kebanyakan
teori pendukung.
Berikut ini definisi empati menurut Carl Rogers:
“Tidak berujuan untuk meyandung orang lain. Kamu hanya mendengar dan
mengembalikan perkataan lawan bicaramu, sedikit demi sedikit, sebagaimana
dirasakan olehnya pada saat itu. Jangan pernah campurkan pemikiranmu
sendiri, jangan singgung hal yang tidak diutarakan olehnya. Tunjukkan
dirimu benar-benar mengerti dengan cara mengutarakan satu atau dua
kalimat yang benar-benar mencerminkan apa yang sebenarnya ingin
disampaikan olehnya. Hal ini dapat dilakukan dengan kata-katamu sendiri,
1
tapi gunakan kata-kata dari orang terkait untuk hal-hal yang bersifat
sensitif.”
Definisi ini menunjukkan bahwa empati melebihi sekedar perilaku. Carl Rogers
menyarankan tindakan spesifik dan kemampuan dari perilaku empatik yang dapat digunakan
oleh terapis dan konselor dalam mengkomunikasikan pemahaman yang benar dan tulus
dengan seorang klien.
Positive Regard and Positive Asset Search
Pandangan positif merupakan bagian dari perilaku empatik dan ditunjukan dengan
tepat oleh Carl Rogers yang perilaku dan harapan positifnya terkait dengan klien telah
melegenda. Pandangan positif berarti seorang terapis mampu melihat kekuatan dan nilai baik
lainnya dari seorang klien, sekalipun bertolak belakang dengan dirinya. Jika seorang terapis
tidak percaya bahwa ada yang positif dari kliennya, maka harapan ada perubahan dari klien
sangatlah tipis.
Leona Tyler menekankan pentingnya pandangan positif dengan berkata bahwa ketika
keberadaan seorang klien telah diakui, maka kemampuan yang sudah ada dalam diri sang
klien akan muncul dan berkembang; proses ini disebut dengan exploration of resources, yang
harus dilakukan dengan gigih.
Menemukan dan mengakui kekuatan atau kemampuan dari klien dapat mendasari
masa depan yang baik. Leona Tyler menyebut hal ini sebagai “minimum change therapy”,
yang didasari oleh asumsi jika konselor dapat menemukan kekuatan atau kemampuan dalam
diri klien dan terus mengembangkannya, maka hal tersebut dapat menjadi pokok kehidupan
sang klien.
Pandangan positif merupakan perilaku yang dapat dipupuk dengan sejumlah cara
spesifik dari konselor dan terapis. Berikut ini beberapa hal mengenai kekuatan klien yang
ditekankan oleh ahli:
 Pengembangan kemampuan (Carkhuff, 1969)
 Dukungan dan asesmen terhadap kekuatan (Dinkmeyer & Dinkmeyer, 1995)
 Pengecualian terhadap permasalahan dalam terapi solution-oriented (O’Hanlon &
Weiner-Davis, 1989)
 Penggalian kemampuan, kekuatan dan asset positif (Ivey, Pedersen, & Ivey, 2001)

Pandangan positif menuntut kita untuk menemukan hal-hal positif dari pandangan dan
perilaku orang-orang yang berbeda dari kita. Seligman dan Csikszentmihalyi berpendapat
bahwa dengan lebih berfokus dan berpandangan positif mengenai kekuatan dan asset-aset

2
dari dalam diri klien, konselor dan psikolog akan lebih mampu dalam memelihara kesehatan
jiwa dan kesejahteraan psikologis yang didasari oleh harapan, kebijakan, kreatifitas, orientasi
ke masa depan, keberanian, spiritualitas, tanggung jawab dan ketekunan.
Respect and Warmth
Seorang konselor yang impassive dapat terlihat profesional dan kompeten, namun
sebenarnya penampilan tersebut menutupi perasaan tidak suka terhadap kliennya. Konselor
yang baik meyukai dan menghargai orang lain dan mengkomunikasikan hal ini kepada
mereka.
Rasa penghargaan mirip dengan pandangan positif dan dapat dikomunikasikan secara
verbal. Rasa penghargaan ini dapat ditunjukkan dengan mengomentari suatu hal yang baik
mengenai sang klien. Contohnya adalah dengan berkata, “Kamu mengemukakan
pemikiranmu dengan baik.”
Menghargai juga dapat dikomunikasikan secara nonverbal melalui kontak mata dan
bahasa tubuh yang sesuai baik secara individual maupun secara kultural. Selama kita
berusaha untuk memahami etnis atau ras yang berbeda dengan diri kita, maka kita akan terus
berada dalam proses pembelajaran.
Kita tidak harus mendukung dan menghargai perilaku seorang klien untuk
menghargai sang klien. Tidak semua klien datang dengan perilaku yang baik, akan tiba
waktunya seorang konselor akan menghadapi klien dengan perilaku yang sangat buruk.
Perilaku yang biasa disebut dengan perilaku antisosial ataupun borderline ini akan sangat
menyulitkan konselor untuk menghargai sang klien. Namun, konselor juga harus mengingat
bahwa kebanyakan dari klien memiliki pengalaman masa kecil yang buruk dan sejumlah
trauma lainnya. Klien seperti inilah yang paling membutuhkan pandangan positif dan rasa
dihargai dari konselor.
Rasa penghargaan dan kehangatan merupakan kombinasi yang kuat. Kehangatan
dapat diartikan sebagai perilaku emosional yang ditujukan kepada klien dengan bahasa
nonverbal. Nada berbicara, postur, gesture, dan ekspresi wajah adalah perantara kehangatan
dan dukungan dari konselor disalurkan kepada klien. Tersenyum merupakan salah satu cara
paling ampuh untuk menunjukkan kehangatan.
Komunikasi yang dilakukan dengan disertai kehangatan akan semakin meguatkan dan
meyakinkan setiap kata yang keluar dari seorang konselor.
Concreteness
Berpikir secara konkrit merupakan dimensi yang penting untuk mencapai konseling
yang efektif. Konselor cederung untuk berpikir secara abstrak, dengan sikap formal
3
operasional sehingga sering mengalami kegagalan untuk bekerja secara konkrit dengan
kliennya. Tercatat bahwa terdapat sekitar 2,5 persen orang dewasa yang gagal mencapai
pemikiran formal operasional yang seutuhnya, sehingga mereka cenderung berpikir secara
konkrit. Beberapa klien akan menceritakan pengalaman mereka dengan sangat konkrit dan
linear. Jika konselor hanya bererfikir secara konkrit, maka akan terdapat kemungkinan bagi
dirinya untuk kehilangan kontak dengan sang klien. Bahkan, klien mungkin akan menolak
karena penekanan konselor terhadap pola abstrak.
Terdapat dua isu yang terkait dengan kekonkritan ini.
1. Kesediaan konselor untuk berpikir secara konkrit terhadap klien yang berpikir secara
konkrit. Setelah mendengarkan cerita dari klien, konselor dapat membantu klien untuk
melihat pola dari tindakan dan merepsonnya.
2. Membantu pasien yang berpikir terlalu abstrak untuk berpikir sedikit lebih konkrit dan
bersentuhan dengan hal yang sebenarnya terjadi dan kebutuhan atas sikap spesifik untuk
menyelesaikan masalah. Pada kline yang terlalu abstrak pemikirannya, biasanya akan
sulit untuk menjalankan ide yang sifatnya konkrit.

Beberapa klien akan datang dengan keluhan yang ambigu dan kurang jelas. Tugas
dari terapis ialah untuk membantu klien untuk memperjelas dan mengerti masalahnya.
Wawancara yang efektif akan cenderung berpindah dari gambaran yang tidak jelas atas
permasalahan menjadi diskusi yang sangat konkrit mengenai apa yang sedang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari klien. Untuk menjadi empati dan mengerti lebih mudah ketika kita
mengerti atas fakta-fakta yang terjadi dalam kehidupan klien. Pengetahuan yang spesifik dan
jelas dari masalah akan membantu klien dan konselor untuk menentukan pemecahan masalah
yang tepat.
Untuk menemukan kekonkritan sanagt membutuhkan bantuan wawacara. Dengan
wawancara kita dapat mengarahkan arah dari klien. Terkadang, terdapat klien yang
menceritakan keluan yang sanagat abstrak dan pembahasan yang sangat luas. Konselor dapat
membuat pertanyaan terbuka seperti “apakah kamu dapat memberikan saya contoh yang
spesifik?”. Hal ini akan mebantu diri klien untuk mengorganisasikan pikiran merka dan
menjadi lebih konkrit (kurang abstrak).
Terkadang, pengalaman emosional terlalu intens sehingga tidak memungkinkan untuk
dapat segera mendiskusikan secara spesifik. Misalnya pada kasus pemerkosaan, lebih baik
untuk menunda pencarian kekonkritan dari masalah.

4
Immediacy
Immediacy merupakan bantuan yang lebih berorientasi pada apa yang dirasakan saat
itu juga dengan cara menanyakan klien pada saat wawancara “apa yang terjadi dengan
dirimu, saat ini?” atau “apa yang kamu rasakan dalam waktu dekat ini?”
Egan menerangkan “self-involving statements” yang mana konselor memberikan
reaksinya kepada klien. Sebagai contoh, konselor dapat membagi perasaannya dengan klien
yang menolak untuk kembali pada situasi kekerasan dalam rumah seperti ini : “Saya senang
kamu mengambil langkahmu sendiri dan percaya pada dirimu sendiri. Saya kagum melihat
kekutatanmua.” Pernyataan ini akan memberikan pengertian akan dimana posisi konselor
dalam hubungan dengan klien.
Dengan berorientasi pada apa yang terjadi saat itu, menganalisa hubungan antara
konselor dan klien akan menjadi lebih mudah dan lebih kuat. Pada saat yang sama, konselor
perlu untuk mempertimbangkan etika agak tidak berlebihan.
Congruence, Genuineness, and Authenticity
Rogers menyatakan bahwa orang yang melakukan wawancara konseling hari otentik
dan nyata. Penting untuk menjadi dirimu sendiri saat melkaukan konseling. Menjadi diri
sendiri dengan membagi pengalaman dan terbuka akan memengaruhi diri klien. Dengan
menjadi diri sendiri sangatlah membantu karena jalannya wawancara akan menjadi lebih
efektif.
Namun, terdapat hal yang menjadi masalah yaitu dengan menjadi benar-benar terbuka
dan jujur mengenai pendapat kita terhadap klien, akan menjadi merusak klien itu sendiri.
Terdapat dua tipe keotentikan yang untuk dipertimbangkan:
1. Keotentikan terhadap diri sendiri
2. Otentik dalam hal hubungan yang kongruen dan dengan sepenuh hati terhadap klien.

THE THREE DIMENSION OF COMMUNICATION


Setiap proses komunikasi melibatkan 3 dimensi, yaitu dimensi personal, kontekstual,
dan relasional. Dimensi-dimensi ini berurusan dengan pertanyaan “pesan apa yang
sebenarnya ingin disampaikan oleh konseli kepada konselor?”
Personal Dimension
Pada dimensi ini, pesan yang ingin disampaikan oleh konseli ialah terkait dengan
pandangan konselor mengenai dirinya. Terdapat tiga level pada pesan personal ini.

5
Level III.Level ini mengandung pesan “saya ingin kamu memandang saya seperti
ini.”. Sebagai contoh, seseorang berkomunikasi dengan perilakunya, dan pesan yang terdapat
didalamnya ialah “Saya ingin kamu melihat saya sebagai orang yang lihai dalam berbicara.”
Jika pesan tersebut akurat, maksudnya sesuai dengan bagaimana dirinya sebenarnya, maka
tidak akan ada masalah. Akan menjadi masalah apabila pesan tersebut tidak sesuai dengan
dirinya. Jika pesan level III ini tidak sesuai dengan dirinya (salah), konselor yang kurang
tanggap mungkin akan terbuai kedalam rasa puas terhadap dirinya tanpa mengetahui bahwa
sebenarnya konseli sedang menolak proses konseling. Semakin rendah kekuatan psikologis
yang dimiliki oleh seseorang, maka akan semakin besar kemungkinannya ia akan
memberikan pesan level III yang palsu, tidak hanya selama konseling saja, tetapi juga pada
kehidupannya. Ketika terdapat pesan Level III yang palsu, maka akan tibul konflik, baik pada
diri konseli itu sendiri, maupun pada orang-orang yang mempercayai pesan tersebut.
Konselor dapar menanyakan diri mereka sendiri ketika berjalannya proses konseling
“apakah orang ini ingin saya melihatnya sebagai orang yang lihai dalam berbicara, karena
memang begitulah kenyataanya atau ia sedang berusaha menutupi kenyataan yang
sebenarnya?”.
Pesan Level III, sama halnya dengan pesan-pesan lainnya, penyampaiannya dapat
secara sadar mupun tidak dan secara jelas ataupun tidak. Ketika pesan yang palsu
disampaikan secara tidak sadar dan tidak terlalu jelas, akan dibutuhkan ketelitian konselor
untuk mengetahuinya. Konselor yang akhirnya mengetahui bahwa ia telah tertipu oleh
konseli, biasanya dikarenakan ia mempercayai pesan level III yang palsu.
Level II.Pesan pada level ini mengandung makna “saya berpikir bahwa diri saya
seperti ini.” Hal ini mencerminkan bagaimana konseli menggambarkan dirinya, baik secara
akurat maupun tidak. Jika gambaran mengenai dirinya sendiri ini akurat, maka tidak akan
timbul masalah. Akan menjadi masalah apabila pesan Level II ini tidak akurat, masalah akan
muncul didalam dan diluar konseling.
Konseli biasanya memiliki gambaran diri yang keliru yang kemudian akan membawa
dirinya pada kebutuhan yang tidak baik. Sebagai contoh, Lisa merasa bahwa dirinya pintar,
bukan karena di memang pintar, tetapi karena dia butuh untuk merasa pintar. Dengan ia
merasa bahwa dirinya pintar, ia dapat menyalahkan orang lain atas kesalahannya, ia akan
menganggap orang lain bodoh dan menyalahkan orang lain atas permasalahannya.
Konselor sebaiknya berhati-hati dalam memberikan kepercayaan terhadap pesan
Level II yang disampaikan. Jika konselor mempercayai pesan Level II yang palsu ini maka
hal yang sebenarnya atau kenyataan sebenarnya mengenai konseli akan terlewatkan oleh
6
konselor atau kenyataan ini akan dilabel menjadi suatu hal yang lain oleh konselor karena
konselor menyesuaikannya dengan pesan Level II yang palsu atau keliru ini.
Level I. Pesan Level I mengandung makna “ini adalah diri saya yang sebenarnya.”
Hal ini akan mencerminkan sifat sebenarnya konseli pada saat itu. Konseli akan
mengungkapkan apa yang ia rasakan secara terus terang.
Consonant and dissonant message.Pada orang yang secara psikologis sehat, ketiga level ini
akan bersifat consonant. Contohnya:

Level III A saya ingin kamu berpikir bahwa saya ketakutan.


Level II A saya merasa bahwa saya ketakutan.
Level I A saya ketakutan.
NB: huruf ‘A’ tersebut menggambarkan bahwa pesan yang disampaikan sesuai (tidak ada
yang berbeda)
Namun, pada orang yang secara psikologis kurang sehat, cenderung akan memberikan
pesan yang sifatnya dissonant. Contohnya:
Level III B saya ingin kamu berpikir bahwa saya bahagia.
Level II B saya merasa bahwa saya bahagia.
Level I A saya depresi.
Atau,
Level III B saya ingin kamu berpikir bahwa saya bahagia.
Level II A saya merasa bahwa saya depresi.
Level I A saya depresi.
Atau,
Level III C saya ingin kamu berpikir bahwa saya bahagia.
Level II B saya merasa bahwa saya sedih.
Level I A saya ketakutan.
NB: huruf yang berbeda ini mengindikasikan perbedaan makna dalam pesan.
Terlepas dari sebagaimana besar atau kecilnya kesehatan psikologis seseorang,
biasanya orang akan memberikan pesan yang consonant ketika dihadapkan pada masalah
yang menurutnya tidak membahayakan dirinya. Terdapat dua implikasi untuk konseling.
Yang pertama, konselor perlu untuk menjadi lebih sadar bahwa terdapat tiga level pada
seseorang dalam mengkomunikasikan mengenai siapa diri mereka. Yang kedua, kebanyakan
pada orang yang ingin melakukan konseling memberikan pesan yang dissonant. Oleh karena

7
itu, salah satu tujuan konseling ialah mengurangi atau menghilangkan jumlah perbedaan atau
ketidaksesuaian pesan.

Contextual Dimension
Pesan kontektual berkaitan dengan isi dari pesan itu sendiri. Terdapat tiga level pada
dimensi ini.
Level III.Pesan pada level ini mengandung makna “ini adalah hal yang ingin saya
diskusikan.” Biasanya topik yang akan dibahas ini merupakan hal yang ia rasa familiar dan
aman untuk didiskusikan meskipun terkadang menyakitkan. Topik-topik ini karena terlalu
familiarnya dengan konseli terkadang membuat dirinya lebih seperti membaca naskah dan
bukan seperti sedang membicarakannya. Konselor dalam hal ini perlu untuk membuat konseli
berbicara secara spontan dan tidak tertata seperti naskah. Hal ini dikarenakan terkadang
‘naskah’ ini akan menutup fakta sebenarnya dari masalah. Diantara fakta-fakta yang
dikemukakan oleh konseli, konselor juga perlu untuk menemukan hal yang relevan dan lebih
penting untuk dibahas dengan konseli.
Level II.Pesan yang terdapat didalamnya mengandung makna “saya tahu kamu ingin
saya mendiskusikan hal ini.” Setelah beberapa sesi konseling, konseli akan menjadi cukup
cerdik untuk mengatahui apa topik bahasan favorit konselor. Topik ini biasanya merupakan
hal yang dirasa konselor sebagai akar penyebab munculnya masalah dalam diri konseli.
Masing-masing konselor akan memiliki fokus yang berbeda-beda.
Ada yang berfokus terhadap rasa marah, ada yang kesedihan, seks, masa kecil, dan
lain sebagainya. Konseli akan dapat secara sadar ataupun tidak sadar mengalihkan topik
pembicaraannya sesuai dengan yang disukai oleh konselor, karena konselor perlu untuk
mengetahui apa yang sedang dikerjakannya.
Level I. Pada level ini, pesan yang disampaikan memiliki makna “ini yang seharusnya
dibicarakan.” Topik ini akan berurusan dengan perasaan yang mendalam terkait kesedihan,
rasa sakit, ketakutan, rasa marah, rasa bersalah, kebingungan dan penderitaan. Topik akan
menyakitkan, namun harus dibahas bila ingin mendapatkan perubahan perilaku yang
signifikan.
Konseling harus dimulai dari komunikasi level III, hal ini dikarenakan konseli akan
mempersiapkan dirinya pada sesi pertama. Jika kita sadari, pada level III, pesan yang
disampaikan berisikan hal-hal yang telah ‘dipersiapkan dengan baik’ oleh konseli. Biasanya,
sesaat setelah konseli masuk kedalam inti dari konseling, ia akan melupakan hal yang telah
‘dipersiapkan’ tersebut dan menjadi terbuka atas masalahnya. Namun, kita tidak boleh serta
8
merta menetapkan bahwa pesan pada komunikasi level III tidak dapat dipercaya, karena
biasanya pesan pada level ini memiliki petunjuk mengenai masalah yang sebenarnya.

Relational Dimension
Dimensi ini berurusan dengan bagaiman konseli memandang konselornya. Dimensi
ini memiliki dua level.
Level II.“saya ingin kamu berpikir bahwa saya menganggap kamu sebagai org yang
seperti ini.” adalah pesan yang disampakan pada level ini. Sebagai contoh, “saya merasa
bahwa kamu merupakan konselor yang sangat baik dan saya bersyukur telah menemuimu.”
Biasanya pesan ini disampaikan dengan harapan konselor akan berperilaku lebih lebih baik
dan lebih lembut terhadap diri konseli.
Contoh lain, “saya merasa bahwa anda merupakan konselor yang dingin, apatis dan
membantu orang hanya karena hal itu membuat diri anda merasa lebih hebat dari orang lain.”
Pesan ini disampaikan dengan maksud agar konselor tidak terlalu dekat dengan diri konseli
sehingga konselor tidak dapat ‘menyentuh’ area penting dari diri konseli.
Tahap pertama dari konseling biasanya memiliki pesan level II dari dimensi
relasional, meskipun hal ini dilakukan secara tidak sadar. Diharapkan konselor tidak tertipu
oleh pesan ada level ini. Setelah tumbuh kepercayaan terhadap hubugan dalam konseling ini,
konseli akan secara perlahan berpindah ke level I.
Level I.Pada level ini, pesan yang disampaikan mengandung makna “saya benar-
benar merasa bahwa anda adalah orang yang seperti ini.” Pesan ini mengandung perasaan
sebenarnya dari konseli mengenai konselornya. Pesan ini dapat bersifat positif, negatif atau
ambivalen, namun satu hal yang pasti ialah hal ini merupakan hal yang tulus dirasakan oleh
konseli.
PROBLEMATIC COMMUNICATION
Controlling
Orang-orang yang sedang berada dalam kegiatan konseling sering kali mengirimkan
pesan untuk mengatur suasana atau hubungan dalam konseling tersebut. Semakin rentan
seseorang, maka semakin sedikit kebebasan merespon yang akan ia berikan kepada orang
lain. Orang-orang yang rentan seperti ini akan berusaha agar orang lain hanya merespon
sebagaimana mereka menginginkanya. Dengan mendapatkan respon yang diinginkan, mereka
akan berhubungan dengan orang lain, dan pada saat yang sama, tetap berada dalam zona
aman yang jauh dari ancaman dan bahaya. Sangat penting bagi konselor untuk mengetahui

9
nilai dari kendali verbal dan nonverbal , agar konselor tidak dikendalikan oleh orang yang
dikonseling dan memastikan koneling tidak berahir sia-sia.
The emotional climate. Orang-orang dalam konseling dapat mengendalikan situasi
dengan dua cara, yang pertama adalah dengan menciptakan iklim yang nyaman bagi diri
mereka. Iklim yang diciptakan dapat berupa keramahan dan kebaikan yang dilakukan agar
daerah rentan tidak diserang. Kehangatan dari iklim ini berfungsi agar usaha dari konselor
menjadi tidak berguna, karena konselor telah dicegah untuk bertindak tidak ramah.
Cara lainnya adalah dengan meciptakan iklim negatif yang dipenuhi dengan kesan
skeptis dan antagonis. Iklim ini dapat menciptakan dan memastikan jarak yang jauh dalam
hubungan dengan konselor, bahkan sampai menimbulkan pikiran jalan terbaik bagi
keduabelah pihak adalah dengan menghentikan konseling. Orang-orang dalam konseling juga
dapat mengirikan pesan yang tidak jelas, berkontradiksi, bermakna ganda yang
membingungkan konselor. Hal ini dapat menyebabkan konselor menjadi tidak efektif.
The counselor’s responses. Cara lainnya agar orang-orang dapat mengendalikan
kegiatan konseling adalah dengan cara memancing agar konselor memberikan respon yang
dinginkan, sehingga maladjustment pada orang terkait dapat dipertahankan. Hal ini dilakukan
dengan cara memancing respon yang tidak berkaitan dengan permasalahan dirinya atau
memancing respon yang memperkuat asumsi mengenai dirinya yang salah.
Lack of awareness. Sering kali orang-orang tidak sadar bagaimana cara mereka
mengendalikan lingkungan mereka melalui komunikasi. Hal ini disebabkan karena
komunikasi telah dilakukan sejak kecil dan kini menjadi suatu hal yang terjadi secara
otomatis. Tidak jarang seseorang merasa dirinya tidak mengeluarkan suatu pesan yang
penting, padahal hal tersebut berlawanan dengan apa yang terjadi dan demikian sebaliknya.
Skilled manipulation. Orang-orang juga telah mengetahui bahwa baik pesan verbal
maupun nonverbal memiliki berbagai kemungkinan respon. Semain rentan seseorang maka
semakin tinggi kemungkinan ia memancing respon yang sangat terbatas dan mudah ditebak.
Masa depan orang-orang seperti ini ditentukan oleh kemampuan mereka untuk menghindari
atau menguatkan asumsi mengenai diri mereka yang salah.
Bedasarkan pemikiran di atas, akan sangat membantu apabila konelor memperhatikan
hal-hal berikut:
1. Orang-orang dalam konseling cenderung berusaha untuk mengakrabkan diri dengan
konselor. Hal ini bertujuan agar respon dari konselor mudah ditebak dan menjauhkan
konselor dari daerah-daerah yang rentan.

10
2. Konselor dapat menyadari kerentanan mereka sendiri karena kerentanan merekalah
yang terpancing dari pesan seseorang yang sedang dikonseling. Hal ini dapat
menyebabkan fokus bahasan menjadi salah, contohya menjadi membahas konselor
dan bukan orang yang seharusnya dikonseling dan permasalahnnya.
3. Ketika konselor berhasil menghindari pesan-pesan pancingan dari seseorang dalam
konseling, maka ketegangan akan tercipta dalam hubungan konseling tersebut. Jika
hal ini terjadi, konselor harus dapat bersikap ramah namun tegas dan menjelaskan apa
yang sedang terjadi.
4. Konselor harus mampu mendeteksi pesan-pesan pancingan agar dapat menanganinya
dengan tepat. Karena orang yang sedang dikonseling memilki pegalaman seumur
hidupnya dalam mengkamuflase pesan pancingannya, sangat memungkinkan seorang
konselor terkena kaitan pancingan tersebut, terutama pada masa awal konseling. Jika
ini terjadi, konselor harus mampu melepaskan dirinya dan membantu orang terkait
menemukan kerentanannya. Ketika hal ini terjadi, sering kali nasihat dari atasan atau
rekan kerja diperlukan.
5. Konselor dapat mengetahui apakah respon darinya berupa respon yang tepancing dari
pesan orang yang sedang dikonseling. Salah satu caranya adalah dengan berpegang
pada tujuan utama yang berjangka panjang dari konseling tersebut. Ketika konselor
memiliki tujuan yang jelas, konselor akan lebih mampu menyadari usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengalihkannya. Cara kedua yang dapat dilakukan oleh konselor
adalah dengan menanyakan pada dirinya sendiri apakah responnya berupa hasil
pancingan dari orang yang sedang dikonseling, atau mungkin responnya berupa
respon “seorang yang baik”, dan lain sebagainya. Ketiga, jika konselor merasa dirinya
harus bersikap berbeda dengan setiap orang dari sesi konseling yang berbeda, maka
kemungkinan yang telah terjadi adalah dirinya sudah terkait oleh pancingan dari
orang-orang yang ia konseling. Seorang konselor yang bebas dari kaitan pancingan-
pancingan orang ia hadapi bersikap sebagaimana ia harusnya bersikap. Hal ini berarti
ia menunjukkan empati dan konfrontasi tepat pada waktunya.
6. Mengetahui kognisi dan emosi apa yang akan dipancing dari diri konselor akan
berguna. Tidak ada yang mampu menyatakan bahwa suatu kognisi atau emosi berupa
hasil pancingan. Namun, sebagian dari kognisi dan emosi lebih mudah terpancing dari
yang lainnya. Kognisi yang sering terpancing antara lain adalah kesan bahwa orang
yang seang berada dalam sesi konseling membutuhkan dukungan lebih, perhatian,
keramahan, penguatan, bimbingan, perlindungan, penghiburan, dan kehangatan.
11
Sedangkan emosi yang sering terpancing adalah rasa marah, erotisme, kebingungan,
rasa bersalah, ketakutan, dan ketidakberdayaan. Konselor harus memperhatikan
kognisi dan emosi seperti apa yang sering terpancing pada saat melakukan konseling.

Communicating through symptoms


Simptom yang ada pada psikologis biasanya dijadikan sebagai penggodean pesan.
Pesan ini dikodekan karena orang yang mengirimnya tidak ingin orang-orang tahu bahwa
ialah pemilik dari pesan tersebut. Jika individu tersebut bertanggung jawab atas pesan
tersebut, maka mereka cenderung tidak akan mengalami kecemasan.
Types of Messages. Terdapat 4 kombinasi pesan. Orang yang melakukan konseling
biasanya akan mengirim pesan yang dikodekan kepada dirinya sendiri mengenai dirinya.
Contoh seorang pria memiliki fobia ditempat kerja, maka ia akan mengirimkan pesan kepada
dirinya dengan isi pesan mengatakan bahwa “anda mulai memiliki ketertarikan seksual
terhadap sesama jenis anda ditempat kerja, dan ini berarti bahwa anda adalah homoseksual”.
Pria tersebut mendefinisikan homoseksual sebagai hal yang buruk yang sewaktu-
waktu dapat menimpanya. Sehingga ia tidak akan mengirimkan pesan yang berisi hal yang
dianggapnya buruk tersebut kepada dirinya. oleh karena itu ia akan mengkodekan isi pesan
tersebut sebagai menjadi gejala abnormal seperti “anda takut untuk meninggalkan rumah, tapi
anda sama sekali tidak tahu alasan dari ketakutan tersebut”. Pesan ini memiliki nilai yang
penting karena dianggap pertama: pesan tersebut dianggap menyelematkannya dari
kecemasan ditempat kerjanya dan yang kedua melindunginya dari arti sebenarnya dari pesan
tersebut.
Contoh lainnya lagi adalah seorang remaja yang memiliki kebencian kepada orang
tuanya. Namun ia tidak mampu untuk menyampaikan pesan tersebut kepada orang tuanya
sehingga pesan sebenarnya yang ingin disampaikan dari remaja tersebut adalah “ anda
membuat saya merasa buruk sebagai anak laki laki, maka saya akan membuat anda merasa
buruk sebagai orang tua”. Namun anak tersebut mengodekan isi pesan yang ingin dia
sampaikan sehingga orangtuanya kurang mengerti dengan arti atau makna dari pesan
tersebut.
Orang yang melakukan konseling akan menyampaikan pesan yang dikodekan kepada
konselor. Contohnya seorang wanita yang mengatakan kepada konselornya “ saya sangat
depresi sehingga saya merasa tidak akan ada orang yang dapat membantu saya”. seorang
konselor harus mampu untuk mencari makna tersembunyi dari pesan yang disampaikan
tersebut

12
Ada 3 asumsi yang tersirat dari pesan yang disampaikan
1. Yakinkan saya bahwa saya masih memiliki harapan , karena masalah yang saya
hadapi membuat saya cemas
2. Saya tidak ingin membantu diri saya sendiri, yang saya inginkan Anda dan suami
saya mulai memenuhi setiap keinginan saya jika Anda ingin saya menjadi lebih
baik.
3. Saya ingin Anda mengatakan bahwa saya dapat menjadi lebih baik, sehingga saya
dapat menyangkal dan mengatakan bahwa Anda salah. Karena membuktikan
seseorang salah adalah kepuasan bagi saya belakang ini.

Implication for the counselor. Penting bagi konselor untuk membaca bahasa verbal
dan non verbal dari orang-orang yang melakukan konseling. Sebagian besar konseling
dihabiskan dengan memaknai pesan yang disampaikan oleh orang yang melakukan
konseling.
LISTENING
Listening Skills
Learning skillI merupakan kemampuan yang paling penting dan mendasar dari
keterampilan komunikasi konseling Tanpa kemampuan ini, konselor tidak akan mampu untuk
mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk menentukan kekuatan, kelemahan, dan
masalah klien, dan akan mustahil untuk membentuk dan menjaga hubungan konseling atau
mengukur efektivitas upaya bantuan konselor terhadap konseli. Maka tidaklah mengherankan
jika konselor mungkin menghabiskan sebagian besar waktu dalam sesi konseling untuk
menyimak dan mendengarkan konseli. Ironisnya, manusia biasanya merasa sangat kesulitan
untuk mendengarkan secara efektif.
Listening and hearing
Penting untuk membedakan antara menyimak dan mendengarkan. Seorang konselor
bisa mendengar semua perkataan orang-orang dalam satu sesi dan tidak menyimak sepatah
kata pun. Mendengar adalah penerimaan suara secara fisiologis. Seseorang bisa mendengar
hujan, tawa anak-anak, atau bahkan suara kereta api. Berbeda dengan mendengarkan,
menyimak merupakan proses penerimaan fisiologis yang dikuatkan dengan pemahaman
secara psikologis. Mendengarkan adalah proses yang relatif sederhana, akan tetapi proses
menyimak bisa sangat rumit.
Berikut ini adalah contoh perbedaan antara menyimak dan mendengarkan. Seorang
wanita memulai sesi konseling dengan pernyataan, "Wah, aku senang berada di sini."

13
Konselor menjawab, "Yah, itu bagus. Apa yang harus kita bicarakan tentang hari ini?"
pernyataan wanita tersebut menunjukan suatu peristiwa yang ingin dibicarakan dengan
konselor, akan tetapi tanggapan konselor menunjukkan bahwa walaupun ia mungkin telah
mendengar apa yang wanita tersebut katakan, namun konselor tersebut tidak menyimak pesan
apa yang disampaikan. Jika konselor tersebut mampu menyimak, maka konselor akan
bertanya pada dirinya sendiri pertanyaan-pertanyaan berikut:
      Apakah ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia senang berada di sini?
mengapa dia tidak begitu saja merasa senang berada di sini? mengapa dia pergi
mengumumkan kesulitan itu?
 Jika dia senang berada di sini, di mana dia tidak merasa senang, apakah ketika
bersama suaminya, anak-anaknya, pekerjaannya, dirinya sendiri?
    Apakah dia mengatakan ini sebagai tanggapan terhadap pernyataan saya selama
sesi terakhir kami bahwa ia tampaknya kehilangan minat dalam konseling?
 Apakah dia akhirnya mulai merasa nyaman dalam proses konseling dan hal
tersebut menurunkan resistensinnya? 
 Atau apakah ia hanya benar-benar senang berada di sini?

Ungkapan sederhana dari konseli seperti ini digunakan untuk menggambarkan


bagaimana seharusnya seorang konselor menyimak dan membuat pertanyaan-pertanyaan
yang dirujuk dari proses menyimak yang dilakukan oleh konselor. Pernyataan-pernyataan
dalam komunikasi konseling pada hakikatnya menunjukan kompleksitas psikologis dan
gramatikal yang cukup rumit. Hal ini dikarenakan konseli menyampaikan pesan kepada
konselor tidak secara langsung, sehingga konselor harus mampu menyadari bahwa
sesederhana apapun perkataan konseli, memungkinkan banyak makna, atau peristiwa yang
bisa digali lebih dalam oleh konselor untuk menunjang proses konseling yang dilakukan.
Namun pada kenyataannya seorang konselor tidak bisa menyimak secara keseluruhan
pesan yang disampaikan selama konseling, dalam setiap sesi dimungkinkan seorang konselor
melewatkan beberapa pesan yang tidak mampu disimak dengan baik.
Functions
Menyimak menjadi landasan dari pencapaian tujuan konseling. Pada dasarnya,
seorang konseli datang kepada konselor bukan hanya untuk didengarkan, akan tetapi ingin
secara utuh disimak. Mungkin saja konseli sering berbicara  dengan teman, saudara, orang
tua, akan tetapi semuanya jarang bisa menyimak dengan objektif, karena mereka terlibat

14
dengan kesulitan yang dirasakan oleh konseli, kalaupun mereka mampu menyimak, maka
mereka sering lebih suka mendengarkan untuk sesuatu yang menyenangkan bukan masalah.
Oleh sebab itulah seseorang mencari layanan konseling, karena mereka tidak berhasil
menemukan orang lain yang dapat dan bersedia untuk menyimak dan mendengarkan mereka
atau orang-orang yang mereka temukan tidak lagi bersedia atau mampu melakukannya.
Menyimak merupakan hal yang penting, karena individu pada dasarnya perlu juga
mendengarkan dengan jelas apa yang mereka katakan. Pikiran dan perasaan-perasaan
menjadi solid dan lebih nyata ketika hal tersebut diucapkan. Orang-orang dapat mendapatkan
pegangan pikiran dan perasaan mereka dan memilih untuk melakukan sesuatu yang
konstruktif atau menolak hal tersebut karena tidak valid dan mencari yang lebih valid. Ketika
orang berbicara dengan jelas dan tahu bahwa mereka tidak hanya didengarkan, tetapi juga
disimak, secara tidak langsung mereka diperkenalkan kepada diri mereka sendiri. Sudah
lazim dalam konseling bagi seseorang untuk berkata, "Aku tidak pernah tahu aku merasa
seperti itu, tapi sekarang aku mengatakannya, saya mungkin akan melakukannya." Ketika
konselor menyimak dan mendengarkan, maka mereka memfasilitasi konseli untuk menjadi
seutuhnya diri mereka.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa menyimak dan mendengarkan konseli penting
dilakukan, karena hal tersbut dapat mengajarkan konseli untuk menyimak dan mendengarkan.
Salah satu masalah yang dapat membawa orang ke dalam proses konseling adalah
ketidakmampuan untuk menyimak dan mendengarkan dengan baik diri sendiri atau orang
lain. Pada tahap pertama konseling, orang biasanya banyak bicara, tapi sangat sedikit
mendengarkan. Konselor dengan kemampuan menyimak dan mendengarkan konseli mampu
mengantarkan konseli mengidentifikasi area kelemahan dan mengambil langkah-langkah
untuk memperbaiki hal itu. Menyimak dapat diajarkan baik dengan cara yang tidak langsung
yaitu melalui pemodelan dan bimbingan langsung oleh orang-orang dalam bagaimana
mengembangkan interpretasi alternatif untuk pesan-pesan dan kemudian bagaimana
mengevaluasi mereka.
Barriers
Beberapa penghalang dapat mengganggu proses mendengarkan. Penghalang terbesar
adalah kondisi dimana orang orang tidak ingin mendengar. Mereka tidak dapat menghindar
ketika mendengar suatu pesan tapi dapat memilih untuk memperhatikannya atau
tidak.Konselor dan orang yang dikonseling tahu bahwa jika mereka mendengar dengan benar
pesan dan sadar akan pesan itu maka mereka dapat memunculkan kecemasan. Sebagai contoh
ketika konselor mengatakan bahwa ia akan pergi selama sebulan dan akan memanggil
15
rekannya untuk menggantikannya,maka subjek yang dikonseling akan cenderung membalas
bahwa konselor cukup beruntung mendapat kesempatan untuk pergi. Subjek mendengar
pesan tetapi memilih untuk tidak memperhatikan pesan tersebut karena subjek tahu apa yang
akan mungkin terjadi padanya : Apakah konselor memperdulikanku jika ia dapat pergi
selama sebulan, apakah aku dapat bertahan selama 4 minggu tanpa konseling, apakah saya
telah menjadi setergantung ini padanya?
Dengan kesadaran,subjek tahu bahwa ia akan merasa cemas jika mendengarkan
dengan benar pesan yang disampaikan dan harus memilih apakah akan menyimpan perasaan
ini sendiri atau membaginya kepada konselor,ia memilih untuk tidak melakukan
keduanya,sehingga ia memilih untuk tidak memperhatikan dan ia akan terkejut ketika
konselor mengingatkannya kembali.
Penghalang lainnya adalah ketika seseorang memiliki telalu banyak suara dalam diri.
Seorang konselor dapat mendengarkan orang yang sedang dikonseling namun memilih untuk
memperhatikan suara dalam diri,seperti siapa yang akan menemani makan nanti sore,atau
tugas yang sedang dikerjakan, anak dirumah dan lainnya. Konselor harus dapat mencari akar
masalah pikirannya dan mencoba untuk tidak memikirkannya lagi.
Penghalang ketiga adalah seseorang dapat berpikir kedepan dan kebelakang.Sebagai
contoh, Seorang konselor akan menghabiskan waktu untuk memikirkan apa yang dikatakan
orang yang dikonseling atau apa yang akan dikatakan kemudian. Konselor akan kehilangan
beberapa informasi penting yang dikatakan karena seseorang pada umumnya mengatakan 200
kata semenit dan juga komunikasi nonverbal.Untuk menanganinya konselor dapat
menghentikan percakapan sementara dan membahas apa yang dikatakan subjek
sebelumnya.Tambahannya kita dapat merekam dan kemudian mendengarkan ulang untuk
lebih memahami apa yang terlewatkan.
NONVERBAL COMMUNICATION
Komunikasi Nonverbal memberi makna dan mengkualifikasi komunikasi
verbal.Pesan yang dibuat melalui gerakan mungkin kongruen dengan pesan yang diucapkan
secara verbal atau bahkan dapat berlawanan dan menentang pesan verbal.Kongruen berarti
pesan nonverbal melengkapi komunikasi verbal.
Pesan nonverbal yang menguatkan pesan verbal memberi makna yang lebih kuat dari
pesan verbal.Sebagai contoh seseorang yang sedang dikonseling mengatakan sesuatu dengan
nada datar namun gerakan tubuh, ekspresi mengatakan hal yang berbeda.Tatapan mata sedih,
kepala menunjuk ke bawah ,sehingga konselor menerjemahkan kata yang dikatakan sebagai

16
kondisi cemas dan depresi dan akan mencoba untuk menggali informasi mengenai kondisi itu
dan mencari solusi untuk menenangkan klien.
Pesan yang saling melemahkan seperti saat klien mengatakan bahwa ia mengalami
kemajuan yang berarti terdengar seperti seorang anak yang mengatakan makanan ini enak
sepertinya dan senyum kaku,matanya mengatakan apa yang ingin didengar konselor dan
konselor menerjemahkan ini menjadi,”sepertinya aku mengalami sedikit kemajuan dan tidak
banyak bantuan yang diberikan”.
Pesan nonverbal yang saling menentang ,tampak ketika seorang klien mengatakan
bahwa perkembangannya tak ada dan mungkin akan berhenti ,namun matanya mengatakan
sebaliknya seperti ingin konselor memberi alasan untuk tetap bertahan atau nada suaranya
yang seperti ingin konselor menahannya.
Ada juga pesan nonverbal yang terpisah dari pesan verbal,Seperti ketika seorang klien
bercerita tentang pengalamannya namun nada suara ,ekspresi wajah dan postur tubuh
menunjukkan amarah klien terhadap konselor.Konselor harus dapat fokus pada dua pesan dan
membantu klien untuk fokus pada kedua hal tersebut dan memisahkannya, karena mungkin
klien juga tidak sadar.
Categories of nonverbal behavior
Ada empat kategori umum dari perilaku nonverbal yaitu anatomi,gerakan,suara dan pakaian.
Beberapa bagian dari tubuh dapat menunjukkan perasaan dari seseorang dan kondisi
pemikiran,seperti mata, mulut, tangan atau kaki yang mengkomunikasikan perasaan senang,
sedih, marah dan lainnya. Gerakan dapat menunjukkan bagaimana seseorang menggerakkan
anatominya. Mata dapat menatap tempat kosong atau tatapan kosong,tangan dapat saling
menyentuh dan menggenggam pensil, pulpen,tas dan lainnya yang memberi makna. Suara
dapat berupa sendawa, batuk, tawa, senduh dan lainnya, dapat juga berupa nada suara yang
tinggi, rendah, senang, sedih dan lainnya. Pakaian dapat menunjukkan perasaan seseorang
atau pesan yang ingin diberitahu pada orang lain,bisa meminta orang untuk menjauh bahkan
untuk menarik perhatian orang,yang meliputi rambut, make up, perhiasan dan parfum. Semua
hal ini mengkomunikasikan pesan mengenai orang tersebut ,yang sadar atau tidak mengenai
bahasa nonverbal itu. Konselor yang baik harus dapat secara efektif menggunakan informasi
dari pesan nonverbal untuk menentukan komunikasi mana yang harus dikomen dan
dibiarkan.
Translating Nonverbal Communication
Perilaku non verbal memiliki makna yang universal, tidak ada komunikasi khusus
yang memiliki arti yang sama untuk setiap orang atau selalu memiliki arti yang sama untuk
17
orang tertentu. Seorang pria yang melipat tangannya di dadanya mungkin pada suatu waktu
merasa paling santai untuk duduk. Di lain waktu, dia mungkin melindungi dirinya dari apa
yang dikatakan konselor kepadanya, menutupi perutnya yang baru-baru ini dia rasa semakin
besar, mencoba meredam suara yang dibuat perutnya, atau mencoba menghindari memukul
atau memeluk sang konselor.
Menerjemahkan perilaku nonverbal secara terburu-buru ke dalam pesan dapat
menyebabkan masalah dalam konseling. Pesan verbal dan nonverbal bersifat kaleidoskopik;
Artinya, pesan tersebut sering menggunakan berbagai bentuk, warna, dan konfigurasi,
tergantung situasinya. Konselor yang ahli mungkin berkata, "Saya telah memperhatikan
bahwa kata-kata Anda mengatakan satu hal tapi wajah Anda sepertinya mengatakan sesuatu
yang berbeda." Konselor kemudian mengajak orang tersebut untuk mengklarifikasi
situasinya. Konselor yang kurang terampil mungkin mengatakan "mulut Anda mengatakan
beberapa hal yang sangat bagus untuk saya, tapi mata Anda mengatakan bahwa Anda marah.
Apa penyebab kamu marah? ".
Konselor juga dapat berkomunikasi secara nonverbal dengan cara yang sama seperti
orang dalam konseling. Penting bagi konselor untuk menyadari bahwa konseli pada
umumnya cukup cerdik dalam menangkap pesan nonverbal, karena kelangsungan hidup
psikologis selama tahun-tahun awal kehidupan sangat bergantung pada seberapa akurat
seseorang memandang komunikasi nonverbal.
Beberapa konselor cenderung berpikir bahwa mereka lebih memiliki kendali atas
perilaku nonverbal mereka daripada orang-orang yang mereka lihat dalam konseling.
Perlindungan terbaik terhadap situasi seperti ini adalah agar konselor bisa
mengkomunikasikan pemikiran dan perasaan batin secara verbal, bahkan jika dia cenderung
meningkatkan tingkat ketegangan antara konselor dan konseli tersebut.
Pada umumnya, jika konselor berpikir ataupun merasakan sesuatu tentang orang
yang dikonseling, ia akan mengkomunikasikannya. Terserah kepada konselor apakah pesan
akan dikomunikasikan secara verbal, yang dapat menciptakan kebaikan, atau nonverbal, yang
dapat menyebabkan kerusakan.
SILENCE AS COMMUNICATION
Diam dalam konseling adalah komunikasi dalam diri sendiri dan dapat dipahami
dan ditangani secara efektif oleh para konselor. Terdapat tiga jenis diam, yaitu : kreatif,
netral, dan konflik.
Creative Silence

18
Keheningan kreatif adalah salah satu di mana orang dalam konseling merefleksikan
apa yang baru saja dikatakan atau dirasakan. Contohnya, seorang wanita baru saja
mengatakan "Saya tidak pernah berpikir seperti ini, tapi saya pikir saya selalu membenci
anak laki-laki saya karena suami saya lebih senang bersamanya daripada bersamaku". Wanita
itu kemudian berhenti dan menatap langit-langit. Dia jelas merenungkan apa arti perkataan
ini. Berbagai pemikiran melintas di benaknya, dan dia mengalami berbagai emosi. Dia
mungkin tetap diam selama semenit atau lima menit, hanya berhubungan dengan dirinya
sendiri. Ini adalah keheningan kreatif karena sesuatu yang baru sedang terjadi yang dapat
membangkitkan perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan, atau campuran
keduanya.
Salah satu indikator utama keheningan kreatif adalah "menatap sebuah titik". Ini
menandakan konsentrasi yang kuat. Selama masa ini, konselor dapat tidak melakukan
apapun kecuali melihat dan menunggu. Konselor mengizinkan konseli untuk berjalan melalui
ruang dalam dirinya dan secara nonverbal mengundang konseli tersebut untuk mengambil
semua waktu yang dibutuhkan. Ini bisa menjadi waktu yang sangat produktif.
Penting bagi seorang konselor untuk mengganggu keheningan ini dengan
mengajukan pertanyaan seperti "apa yang Anda pikirkan?". Ini adalah cara untuk
menyebabkan orang tersebut kehilangan banyak pemikiran. Terkadang konseli tidak siap
untuk berbagi pemikiran dan perasaan yang terdiri dari keheningan. Konseli tersebut
mungkin perlu waktu untuk mengasimilasi wawasan dan menjadi lebih nyaman sebelum
mengkomunikasikannya kepada konselor. Bila demikian, konselor dapat peka terhadap
keragu-raguan atau keengganan konseli tersebut dan menyarankan agar situasi dibahas pada
sesi berikutnya.
Neutral Silence
Keheningan netral muncul dari tidak tahu harus berkata apa. Sesi konseling awal
terkadang memiliki keheningan yang netral saat orang tersebut bingung mengenai apa yang
harus dikatakan selanjutnya. Orang tidak tahu apa yang ingin mereka katakan. Mereka tidak
tahu apa yang penting dan mana yang tidak. Apa yang ingin didengar konselor dan apa yang
tidak ingin didengar konselor.
Semakin lama konselor membiarkan keheningan ini berlanjut, semakin banyak
ketegangan yang terbentuk di dalam diri seseorang, semakin dekat arus pendek
kemampuannya untuk berfokus pada area tertentu. Konselor mungkin dapat mengatakan
"dapatkah Anda memberi tahu saya apa yang Anda rasakan saat ini?".
Conflictual Silence
19
Keheningan yang membingungkan mungkin disebabkan oleh rasa takut, marah atau
bersalah. Konseli mungkin takut untuk berbicara baik karena mereka merasa terluka saat
terakhir mereka melakukannya. Mereka mungkin marah pada konselor dan menggunakan
keheningan sebagai cara komunikasi agresif yang pasif terhadap kemarahan tanpa mengambil
banyak risiko.
Umumnya, ketika konseli ketakutan, perilaku nonverbal mereka mengatakan "Saya
benar-benar tidak ingin berada di sini".Bila kesunyian disebabkan oleh rasa takut, pertanyaan
lembut dan kepastian dapat mengurangi ketakutan. Seringkali, begitu konseli dapat melihat
bahwa konselor menyesuaikan diri dengan rasa takut, ini cukup ampuh untuk membuat
konseli untuk mulai berbicara.
Ketika keheningan dimotivasi oleh kemarahan, hal itu dapat membangkitkan
kemarahan pada konselor, yang kemudian secara nonverbal berkomunikasi "Saya tidak akan
berbicara sampai Anda melakukannya". Dalam situasi ini, perilaku agresif pasif dari kedua
belah pihak terjadi. Begitu kemunculan kemarahan itu jelas, mungkin lebih baik bagi
konselor untuk menghadapi dinamika secara langsung: "Anda sepertinya
mengkomunikasikan sesuatu kepada saya melalui keheningan Anda. Bisakah Anda ceritakan
apa yang Anda rasakan secara langsung? ". Hal ini dapat segera menghasilkan dialog yang
terbuka dan jujur.
Ketika dihadapkan pada keheningan konflik, konselor dapat berkomunikasi dengan
sikapnya "kita memiliki masalah di sini, dan inilah cara saya untuk mengatasinya secepat dan
semudah mungkin". Jika konseli tersebut menolak untuk bekerja sama, konselor dapat
dengan sabar menunggu sampai konseli tersebut siap. Waktu tidak terbuang karena setiap
menit keheningan menandakan intensitas emosi dan tingkat ketidakmampuan orang untuk
menanganinya dengan baik. Informasi ini akan sangat membantu nantinya bila berhadapan
dengan situasi penting.
Keheningan dalam konseling tidak perlu ditakuti atau dihindari, namun dapat
dijadikan instrumen yang sangat membantu. Sementara keheningan dipandang sosial sebagai
tidak diinginkan, hal ini dapat dilihat secara terapeutik sebagai peluang kemajuan.
STAGES OF COMMUNICATION
Komunikasi mencerminkan tingkatan kedekatan psikologis antara konseli dengan
konselornya. Banyak konselor yang berpendapat bahwa seorang konseli harus dekat dan
dapat bekerja sama dengan konselornya. Semakin baik hubungan keduanya, maka semakin
baik dan maju pula hal yang ingin diperbaiki dan di kembangkan.

20
You I’ll talk I’ll I’ll talk I’ll feel I’ll talk I will I will I’ll talk I’ll feel I’ll talk Let’s You
talk to Let’s about feel about about to you share share to you about I’ll I’ll feel about talk talk to
me. talk them abo me me about my my about me talk about them about me.
about ut you feeling feeling you about them it.
it. the s about s about me
m you you
with with
you you

8 7 6 5
4 3 2 1 1 2 3 5 7 8
4 6

Person in counseling Counselor

Gambar diatas mengilustrasikan tahapan progresif dari komunikasi antara konselor


dan konseli yang berkembang dalam hubungan konselingnya. Setiap tahapan
merepresentasikan sebuah daerah yang membatasi kedua individu dan mencegah terjadinya
hubungan ataupun kebutuhan lebih satu dengan yang lainnya. Diawali dari bentuk yang
paling berjarak dari sebuah komunikasi, yang akan berkembang nantinya sesuai dengan
tahapan komunikasi berikut ini:
Stage 8: “You talk to me”
Ini adalah area atau tahapan yang paling berjarak di dalam komunikasi. Konseli akan
duduk berseberangan dengan konselornya dengan memberikan Bahasa nonverbal “It’s your
move” atau ini adalah bagian anda untuk memulainya. Hal ini dapat terjadi sehubungan
dengan konseli berjalan ke ruangan konselor untuk pertama kalinya atau bisa saja sudah yang
ke lima puluh kalinya. Pesannya adalah antara “aku tidak tahu lagi apa yang ingin aku
katakan” atau “aku tidak akan berbicara apapun”
Stage 7: “Let’s talk about it”
Kata “It” disini ditujukan sebagai benda mati seperti cuaca, tim sepakbola mana yang
menang semalam, dekorasi kantor, jadwal pertemuan, atau gaji. Walaupun setiap sesi
mempunyai atau selalu mengandung percakapan tentang “It”. Tetapi semakin percakapan
tentang “It” itu berkembang di satu sesi maka semakin kecil pula kemungkinan terjadinya
hubungan dekat antara konselor dengan konseli.
Stage 6: “I’ll talk about them”
Kata “them” adalah orang-orang yang berhubungan dengan konseli ataupun
konselornya. Contohnya orangtua, teman, teman kerja, teman sekamar, mantan istri atau
suami dan yang lainnya. konseli sering sekali menceritakan tentang orang-orang yang

21
berhubungan dengannya agar menghindari pembicaraan mengenai dirinya, dan juga lebih
mudah untuk membicarakan seseorang ketika orang yang dibicarakan tidak ada ditempat. Hal
tersebut juga sudah cukup kuat untuk membuat jarak antara konseli dengan konselornya.
Stage 5: “I’ll feel about them”
Pada tahapan ini konseli memberikan perasaan atau mengikut sertakan perasaannya
saat bercerita tentang orang-orang disekitarnya seperti yang terjadi pada tahapan ke 6.
Dengan adanya penambahan perasaan konseli terhadap ceritanya, maka akan membantu
konselor untuk mengetahui bagaimana perasannya dan bagaimana cara membantu mereka.
Stage 4: “I’ll talk about me”
Pada tahapan ini fokus utamanya adalah orang yang menjalani konseling ini atau
konseli. Tetapi informasi yang diberikannya sangat terbatas. Konseli mungkin akan
mengatakan bahwa ia gagal dalam ujian Bahasa Inggris nya, tetapi ketika konselor bertanya
bagaimana perasaannya tentang hal tersebut, konseli hanya akan menjawab tentang apa yang
dipikirkannya seperti ia akan mengulang ujian tersebut dan belajar lebih keras. Konseli yang
sedang menjalani konseling ini menolak untuk menjawab pertanyaan konselor dengan
mengalihkannya kepada fakta yang akan terjadi.
Stage 3: “I’ll feel about me”
Pada tahapan ini konseli tersebut sudah menambahkan perasannya saat menceritakan
peristiwa seperti yang terjadi di tahapan ke 4. Konseli akan cenderung lebih menambahkan
apa yang ia rasakan saat konselor bertanya kepada mereka. Contohnya ketika ia tidak
mendapatkan promosi kenaikan jabatan ia mengatakan bahwa dia merasa terkejut dan sedikit
kecewa.
Stage 2: “I’ll talk to you about you”
Pada tahapan ini konseli sudah mulai berani membicarakan apa yang ia pikirkan
terhadap konselornya secara langsung. Tetapi tidak selamanya percakapan tentang tanggapan
konseli terhadap konselornya positif, namun bisa saja tentang keluhannya tentang konselor
yang mungkin terlalu banyak bertanya, ataupun merasa bahwa konselornya kecewa terhadap
dirinya dan sebagainya.
Stage 1: “I’ll share about my feelings about you with you”
Tahapan ini adalah tahapan terakhir, konseli tersebut akan menambahkan perasaannya
saat berbicara seperti di tahap 2. Seperti ia mungkin merasa sangat nyaman ketika bersama
konselornya, ataupun ia merasa takut dan benci ketika konselornya melakukan sesuatu.
Biasanya, komunikasi tahap 1 adalah pertanda bahwa seseorang telah menghasilkan
banyak kepercayaan diri, kepercayaan pada orang lain, dan kepercayaan pada hubungan
22
konseling. Seringkali, beberapa karya paling produktif dan bermanfaat dalam konseling yang
dia lakukan pada tahap ini. Namun, ada catatan peringatan yang ditambahkan. Jika konseling
mulai berfokus pada tahap 1, sehingga sejumlah besar waktu dan energi dihabiskan untuk
hubungan antara orang dalam konseling dan konselor, ini bisa menjadi regresif dan merusak.
Alasannya adalah bahwa hubungan konselor, seharusnya tidak menjadi akhir di dalamnya,
tetapi mengurangi kebutuhan dan meredam motivasi orang untuk fokus pada hubungan di
luar konseling.
Practical Implication
Ada beberapa implikasi praktis yang mengalir dari skema pada gambar 8-1.
Quality of communication. Penting bagi orang dalam konseling, dan juga konselor
menyadari bahwa kuantitas komunikasi dalam konseling hampir tidak sepenting kualitas.
Orang-orang dalam konseling dan konselor dapat membicarakan badai di setiap sesi dengan
sedikit kemajuan. Penting bagi konselor untuk mencermati kedekatan relatif komunikasi
sehingga kemajuan dapat terjadi dalam hubungan konseling.
The Counselor’s role. Penting bagi konselor untuk menyadari bahwa mereka juga
melanjutkan rangkaian dari tahap 8 ke tahap 1 - "Anda berbicara dengan saya" kepada "Saya
berbagi perasaan saya dengan Anda." Seorang konselor tidak realistis untuk berhubungan
terutama pada tahap 8 atau tahap 4 dan mengharapkan seseorang dalam konseling untuk
berhubungan pada tahap 3.2. Atau 1.
Konsep ini berlawanan dengan gagasan awal tentang peran konselor, yang menempatkan
konselor di tahap 8 dan melihat tahapan lainnya tidak profesional. Bila perhatian difokuskan
pada konselor terhadap pikiran dan perasaannya daripada orang yang sedang dalam
konseling. Kemudian Konselor pergi ke tahap 4.3,2, dan 1 untuk memfasilitasi kemajuan
seseorang menuju tahap-tahap ini, dan bukan sebagai tujuan pada diri mereka sendiri.
Misalnya, konselor mungkin berkata, "Saya sangat marah kepada murid-murid saya hari ini,
atau “saya hampir keluar dari keluarga," dimana orang yang dalam konseling dapat
merespons.
Shifts in stages. Secara umum, kemajuan dalam konseling dapat diukur dengan
perkembangan individu melalui berbagai tahap. Biasanya, bagian awal konselor menemukan
orang tersebut pada tahap 8, 7, dan 6; bagian tengah, pada tahap 5, 4, dan 3; dan bagian akhir,
pada tahap 2 dan 1.
Setelah orang dalam konseling untuk sementara waktu, mau mengembangkan jarak. Pada
tahap tengah konseling, mereka mungkin memulai sesi pada tahap 7, pergi ke panggung
tahap 3, dan selesaikan sesi di tahap 5. Hal yang sama berlaku untuk konselor, sehingga
23
memberi efek dari dua orang yang bergerak lebih dekat pada waktu dan selanjutnya berpisah
di lain waktu dan mungkin bergerak lebih dekat sementara yang lain bergerak lebih jauh.
Pergeseran secara bertahap sering muncul dalam satu sesi. Penasihat dapat menggunakan
peralihan ini sebagai barometer untuk mengukur perubahan atmosfir ke dalam hubungan dan
untuk melacaknya ke sumbernya. Misalnya, seseorang mungkin memulai sisi di tahap 2 dan
tiba-tiba mundur ke tahap 8. Ini jelas menandakan bahwa sesuatu yang dramatis memiliki
kesesuaian, dan ini adalah kebenaran bagi konselor untuk membantu orang tersebut
menemukan apa adanya.
Progression through the stages. Hal ini tidak membantu untuk memaksa seseorang
melalui tahapan. Seringkali membuat konselor frustrasi untuk segera menghentikan konseling
dengan seseorang yang berhubungan dengan mudah pada tahap 2 dan 1 dan memulai lagi
dengan orang berikutnya, yang mungkin akan kembali pada tahap 8, 7, dan 6. Kadang-
kadang ada kecenderungan untuk menarik orang melalui tahapan sebelum waktunya, dan
biarkan mereka bergerak sesuai langkah mereka sendiri. Di sisi lain, kadang-kadang perlu
mendorong orang menuju tahap yang tidak terlalu jauh atau mereka akan tetap berada jauh di
sepanjang konseling.
Kemajuan ke tahap komunikasi yang kurang jauh dalam konseling biasanya
mendahului kemajuan di luar konseling. Seringkali orang yang telah maju ke tahap 4 dalam
konseling mungkin berkomunikasi di tahap 5 di luar konseling. Kemajuan di luar sering
tertinggal satu atau beberapa tahap sampai akhir konseling.
Individual differences. Penting bagi konselor untuk mengetahui berapa banyak
kemajuan yang diharapkan secara realistis dari seseorang. Satu orang mungkin memiliki
kekuatan psikologis yang cukup baik dan memasuki konseling di tahap 3. Semua faktor
lainnya sama, ini harus menjadi konseling jangka pendek. Orang lain mungkin masuk di
tahap 8 dan tinggal di sana selama tiga atau empat sesi pertama. Mungkin tujuan yang masuk
akal mencapai tahap 4 atau 3. Penasihat tidak perlu merasa bahwa mereka harus membantu
kemajuan seseorang ke tahap 1 agar konseling menjadi sukses. Sementara itu adalah ideal,
kombinasi antara konselor tertentu dengan orang tertentu dalam konseling dapat membuat
penghentian pada tahap 3 atau 4 lebih realistis. Orang ketiga dapat memasuki konseling di
tahap 3 dan, karena blok psikologis yang dalam, konsultasi dua tahun dalam konseling untuk
mencapai tahap 2 atau tahap 1.
Applying the schema. Ini adalah skema teoretis dan dimaksudkan untuk menunjuk
satu fenomena komunikasi dalam konseling dan mencoba menggunakan secara konkret dan
absolut. Hanya saja ini akan menimbulkan kebingungan dan frustrasi.
24
SUMMARY
Komunikasi antara konselor dan orang dalam konseling adalah inti dari hubungan
konseling. Selama saluran komunikasi terbuka, gagasan dan perasaan bisa mengalir dengan
bebas di antara kedua orang tersebut. Masalahnya dengan saluran terbuka adalah bahwa
gagasan dan perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan dapat mengalir melalui
mereka. Konselor harus mengundang semua komunikasi, bahkan yang sulit diterima. Dengan
beberapa alasan, konselor dapat menciptakan hubungan yang saling percaya sehingga dia
juga dapat berbagi komunikasi dengan orang yang mengalami konseling. Begitu juga dengan
jalur komunikasi terbuka, mereka tidak akan secara otomatis tetap buka selamanya. Konselor
dan orang dalam konseling harus terus-menerus membuka saluran dan memperkuatnya. Ini
adalah pekerjaan penuh waktu.

25
DAFTAR PUSTAKA
Cavanagh, J. Michael. (2002). The Counseling Experience. Waveland: United State of
America.

26

Anda mungkin juga menyukai