Anda di halaman 1dari 10

Psikologi Konseling

Pertemuan III

Pendekatan Konseling Non


Directive
Teknik atau pendekatan Non directive Counseling sering
pula disebut sebagai Client-Centered Counseling. Pendekatan
konseling client centered adalah suatu metode perawatan psikis
yang di lakukan dengan cara berdialog antar konselor dengan
klien, agar tercapai gambaran yang serasi antara ideal self (diri
klien yang ideal dengan actual self (diri klien sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya).
Teknik

Non

directive

Counseling

memberikan

suatu

gambaran bahwa dalam proses konseling yang menjadi pusatnya


adalah

klien,

bukan

konselor. Oleh karena itu dalam proses konseling ini aktifitas


banyak
diletakkan dipundak klien itu sendiri, dalam pemecahan masalah
maka
klien

itu

sendiri

didorong

oleh

konselor

untuk

mencari

pemecahan
masalahnya. Kemudian klien dapat menemukan kesempatan
untuk
dapat mempelajari dengan bebas dan aman mengenai kesulitankesulitannya dan sikap-sikap emosional yang merongrongnya.
Teknik

atau

pendekatan

Client-Centered Cunseling ini dikembangkan pertama kali oleh


Carl
Rogers. Selanjutnya Rogers mengemukakan bahwa apabila
seorang
konselor

sanggup

menciptakan

pertalian

yang

menyenangkan

12

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

erat

dan

Psikologi Konseling
Pertemuan III

dengan penuh pengertian dan bebas dari segala perasaan takut


dan

cemas

serta menghargai martabat individu, maka klien akan bersedia


membuang
semua cara pertahanan diri dan kemudian mengambil manfaat
sebesar-besarnya
dari situasi konseling untuk perkembangan dirinya.
A. Dasar Filosofi Rogers mengenai manusia
Dasar filosofi Rogers mengenai manusia berorientasi
kepada filosofi humanistik, yaitu :
1. Inti sifat manusia adalah positif, sosial, menuju ke muka,
dan realistik.
2. Manusia pada dasarnya adalah kooperatif, konstruktif, dan
dapat dipercaya.
3. Manusia mempunyai tendensi dan usaha dasar untuk
mengaktualisasi pribadi, berprestasi dan mempertahankan
diri.
4. Manusia mempunyai kemampuan dasar untuk memilih
tujuan yang benar, dan membuat pemilihan yang benar,
apabila ia diberi situasi yang bebas dari ancaman.
B. Pokok-pokok dasar Rogers
Ada tiga pokok teori mengenai kepribadian yang di
kemukakan oleh Rogers yang mendasari teknik konselingnya.
Di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Organisme
Organisme yaitu totalitas inividu yang memiliki sifat-sifat
sebagai berikut :
a. Bereaksi secara keseluruhan sebagai satu kesatuan
yang

teratur

terhadap

medan

phenomenal

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Memiliki motif
dasar,
yaitu

untuk

mengaktualisasi,

mempertahankan dan mengembangkan diri.


c. Organisme kemungkinan melambangkan pengalamanpengalaman, sehingga menjadi disadari atau menolak
untuk

12

melambangkan

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

pengalaman-pengalaman

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

Psikologi Konseling
Pertemuan III

tersebut

sehingga

kemungkinan

tetap

tidak

tidak

disadari,

memperdulikan

atau

pengalaman

tersebut.
2. Medan Phenomenal
Medan phenomenal adalah keseluruhan pengalaman yang
pernah dialami. Pengalaman tersebut disadari atau tidak
tergantung dari apakah pengalaman tersebut disimbolkan
atau tidak. Medan phenomenal hanya dapat mengetahui
pengalaman seseorang melalui kesimpulan atas dasar
empatik (empatic inference). Kesadaran tercapai kalau
pengalaman itu disimbolisasikan.
3. Self
Self

merupakan

bagian

yang

terpisah

dari

medan

phenomenal, yang berisi pola pengalaman dari penilaian


yang sadar dari subjek. Dari pengalaman-pengalaman,
seseorang akan dapat membentuk pola pengamatan dan
penilaian terhadap diri sendiri secara sadar baik okrang
tersebut sebagai objek. Self ini juga dinamakan juga selfconcept (konsep diri).
Client-centered counseling dari Rogers menyatakan
bahwa konseling yang berpusat pada klien haruslah
dilandasi pada pemahaman klien tentang dirinya. Atau
dengan kata lain pendekatan. Rogers mentitikberatkan
kepada

kemampuan

masalah-masalah

klien

yang

untuk

terpenting

menentukan
bagi

sendiri

dirinya

dan

memecahkan sendiri masalahnya. Campur tangan konselor


sedikit sekali. Klien akan mampu menghadapi sifat-sifat
dirinya yang tidak dapat diterima lingkungannya tanpa ada
perasaan terancam dan cemas, sehingga ia menuju kearah
menerima dirinya dan nilai-nilai yang selama ini dimiliki

12

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

Psikologi Konseling
Pertemuan III

dan dianutnya, serta mampu mengubah aspek-aspek


dirinya sebagai sesuatu yang dirasakan perlu diubah.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsepdiri
(self-concept

or

self

structure)

adalah

merupakan

gambaran seseorang tentang dirinya sendiri. Gambaran


yang

lengkap

tentang

dirinya

meliputi

berbagai

kemampuan, kelemahan, sifat-sifatnya, dan bagaimana


hubungan dirinya dengan lingkungannya. Jadi, konsep diri
adalah bagaimana inividu menyadari dirinya sendiri, dan
mengenal dirinya sendiri.
C. Teori kepribadian Rogers
Rogers memandang manusia sebagai makhluk sosial,
maju terus, rasional, dan realistik. Manusia bukan robot
atau

mesin,

bukan

pula

kumpulan

dan

reaksi-reaksi

terhadap berbagai respon dan bukan objek. Manusia itu


adalah subjek yang utuh, aktif dan unik. Pendapat Carl R.
Rogers dirumuskan dalam 19 dalil (dapat dilihat pada Carl
R. Rogers Ph.D., Client-Centered Therapy, Houghton-Mifflin
Company, Boston 1962, halaman 483-424). Teori Rogers ini
telah

menjadi

dasar

pengembangan

konseling

non

directive dan usaha-usaha lain yang bertujuan membantu


inividu untuk mengembangkan apa yang telah ada pada
dirinya. Dengan memahami teori ini, maka akan dipahami
pula hubungan dunia kehidupan pengalaman-konsep diri
penerimaan lingkungan kondisi sehat mental.
D. Karakteristik konseling non directive
Peran klien yang besar dibandingkan

dengan

konselornya dalam hubungan konseling adalah merupakan


karakterisisik

utama

dari

konseling

non

directive.

Karakteristik dari konseling non directive, masing-masing


menekankan pada:

12

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

Psikologi Konseling
Pertemuan III

1. Tanggung

jawab

dan

kemampuan

klien

dalam

menghadapi kenyataan.
2. Pengalaman-pengalaman saat ini.
3. Konseling non directive bukan merupakan set terapi dan
tidak bersifat dogmatis.
4. Konseling non directive menekankan kepada persepsi
klien.
5. Tujuan konseling non directive ada pada diri klien dan
tidak ditentukan oleh konselor.
E. Fungsi konselor
Dalam konseling non directive ada beberapa fungsi yang
perlu dipenuhi oleh seorang konselor, yaitu :
1. Menciptakan hubungan yang bersifat permisif.
Menciptakan hubungan yang bersifat permisif, penuh
pengertian, penuh penerimaan, kehangatan, terhindar
dari segala bentuk ketegangan, tanpa memberikan
penilaian

baik

terciptanya

positif

hubungan

maupun
yang

negatif.

demikian

Dengan

itu,

secara

langsung dapat melupakan ketegangan-ketegangan,


perasaan-perasaan, dan mempertahankan diri klien.
Menciptakan hubungan permisif bukan saja secara
verbal tetapi juga secara non verbal.
2. Mendorong pertumbuhan pribadi
Dalam konseling non directive fungsi konselor bukan
saja

membantu

klien

untuk

melepaskan

diri

dari

masalah-masalah yang dihadapinya, tetapi lebih dari itu


adalah

berfungsi

perubahab

yang

untuk

menumbuhkan

fudamental

(terutama

perubahanperubahan

sikap). Jadi, proses hubungan konseling di sini adalah


proses

untuk

membantu

pertumbuhan

dan

pengembangan pribadi klien.


3. Mendorong kemampuan memecahkan masalah.
Dalam konseling non directive, konselor berfungsi dalam
membantu klien agar ia mengambangkan kemampuan
untuk memecahkan masalah. Jadi, dengan demikian

12

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

Psikologi Konseling
Pertemuan III

salah satu potensi yang perlu dikembangkan atau


diaktualisasikan

diri

klien

adalah

potensi

untuk

memecahkan masalahnya sendiri.


F. Persyaratan sikap dan sifat konselor
Beberapa persyaratan yang berhubungan dengan
sifat dan sikap agar dapat melaksanakan hubungan
konseling non directive, diantaranya adalah sebagai berikut
:
1. Kemampuan berempati.
Empati pada dasarnya adalah mengerti dan dapat
merasakan orang lain (klien). Empati ini akan lebih
lengkap dan sempurna apabila diiringi oleh pengertian
dan penerimaan konselor tentang apa yang dipikirkan
oleh klien. Empati adalah saling hubungan akan dua
orang, dan kuat lemahnya empati itu sangat bergantung
pada

saling

pengertian

dan

penerimaan

terhadap

suasana yang diutarakan oleh klien. Empati yang dalam,


dapat dirasakan oleh kedua belah pihak, yaitu baik oleh
konselor maupun oleh klien itu sendiri
2. Kemampuan menerima klien.
Kemampuan konselor untuk benar-benar menerima
klien sebagaimana adanya memegang peranan penting
dalam hubungan konseling. Dasar dari kemampuan ini
adalah penghargaan terhadap orang lain (dalam diri
klien) sebagai seorang yang pada dasarnya baik. Dalam
menerima klien ini ada dua unsur yang perlu diingat,
yaitu :
a. Konselor

bebas

untuk

membiarkan

adanya

perbedaan antara konselor dengan klien.


b. Konselor menyadari bahwa pengalaman yang akan

dilalui oleh klien ada usaha yang penuh dengan


perjuangan, pembinaan, dan perasaan.

12

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

Psikologi Konseling
Pertemuan III

c. Penerimaan konselor terhadap klien secara langsung


bersangkut paut dengan kemampuan konselor untuk
tidak memberikan penilaian tertentu terhadap klien.
3. Kemampuan untuk menghargai klien.
Seorang konselor non directive harus menghargai
pribadi klien tanpa syarat apapun. Apabila rasa dihargai
dirasakan oleh klien, maka timbullah rasa percaya
bahwa dirinya mempunyai harga sebagai individu (tidak
dipandang rendah/tidak berarti), maka klien akan berani
mengemukakan segala masalahnya, maka timbul pula
keinginan bahwa dirinya berharga untuk mengambil
keputusan bagi dirinya sendiri. Konselor harus dapat
menerima klien sebagaimana adanya. Dengan sikap dan
kemampuan yang dimiliki konselor untuk menghargai
klien tanpa syarat, serta menerima klien apa adanya
secara langsung akan membina hubungan yang akrab
penuh rasa persahabatan, hangat, terbuka dengan
kliennya.
4. Kemampuan untuk memperhatikan.
Kemampuan memperhatikan menuntut

keterlibatan

sepenuhnya dari konselor terhadap segala sesuatu yang


dikemukakan oleh klien. Kemampuan ini memerlukan
keterampilan dalam mendengarkan dan mengamati
untuk dapat mengetahui dan mengerti inti dari isi dan
suasana perasaan bagaimana yang diungkapkan klien.
Melalui mendengarkan dan mengamati itu konselor
tidak

hanya

menangkap

dan

mengerti

apa

yang

dikemukakan oleh klien, tetapi juga bagaimana klien


menyampaikan hal itu. Bagaimanapun juga, suka atau
tidak

suka,

klien

menginginkan

perhatian

penuh

terhadap apa yang diungkapkan oleh klien, baik melalui


kata-kata (verbal) maupun isyarat (non-verbal).
5. Kemampuan membina keakraban.

12

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

Psikologi Konseling
Pertemuan III

Keakraban merupakan syarat yang sangat penting demi


terbinanya hubungan yang nyaman dan serasi antara
konselor dan klien. Keakraban ini akan tumbuh terusmenerus dan terbina dengan baik apabila konselor
benar-benar menaruh perhatian dan menerima klien
dengan permisif. Perhatian dan penerimaan yang murni
(tidak semu dan palsu) ini sebenarnya tidak dipaksakan,
direncanakan ataupun dibuat-buat. Seorang konselor
yang memaksakan dirinya menaruh perhatian dan
menerima klien, maka wujud perhatian itu tidak akan
wajar,

ketidakwajaran

itu

sendiri

akan

mewarnai

hubungan tersebut. Keakraban yang murni dan wajar


diwarnai

oleh

adanya

perhatian,

tanggapan,

dan

keterlibatan perasaan secara tulus dan tanpa pamrih.


Keakraban itu adalah lebih dalam dari hanya sekadar
ucapan salam atau mengenakkan hati klien. Lebih jauh
dari itu keakraban itu merupakan keastuan suasana
hubungan yang ditandai oleh rasa saling percaya
mempercayai, kerjasama, kesungguhan, ketulusan hati,
dan perhatian.
6. Sifat keaslian (gunuin)
Seorang konselor non directive harus memperlihatkan
sifat keaslian dan tidak berpura-pura. Kepura-puraan
dalam hubungan konseling menyebabkan klien menutup
diri. Jadi, proses konseling non directive mengharapkan
keterbukaan dari klien. Klien akan terbuka apabila
konselor dapat dipercaya dan bersungguh-sungguh.
7. Sikap terbuka
Konseling
non
directive
mengharapkan
adanya
keterbukaan dari klien baik untuk mengemukakan
segala

masalahnya

maupun

untuk

menerima

pengalaman-pengalaman. Keterbukaan dari klien akan


terwujud apabila ada keterbukaan dari konselor pula.

12

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

Psikologi Konseling
Pertemuan III

G. Tujuan konseling non directive


Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui
pendekatan

konseling

non

directive

adalah

untuk

membantu klien agar berkembang secara optimal sehingga


ia mampu menjadi manusia yang berguna. Dimana tujuan
dasar konseling non directive secara rinci adalah sebagai
berikut:
1. Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis
yang dihadapinya.
2. Menumbuhkan kepercayaan diri klien untuk mengambil
satu atau serangkaian keputusan yang terbaik bagi
dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain.
3. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien
untuk belajar mempercayai orang lain dan memiliki
kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai
pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya
sendiri.
4. Memberikan kesadaran diri pada klien bahwa dirinya
adalah merupakan bagian dari suatu lingkup social
budaya yang luas, dimana ia masih memiliki keunikan
tersendiri.
5. Menumbuhkan

suatu

keyakinan

pada

klien

bahwa

dirinya terus bertumbuh dan berkembang (process of


becoming).

Daftar Pustaka
http://everdnandya.wordpress.com
Mc Leod, John. (2008). Pengantar Konseling :Teori dan Study
Kasus. Alih bahasa : A K. Anwar. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.

12

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

Psikologi Konseling
Pertemuan III

Mappiare, Andi. (2010). Pengantar Konseling dan Psikoterapi.


Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada.
Singgih D Gunarsa. (2001). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta :
Gunung Mulia.

12

10

Psikologi Konseling
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung

Pusat Bahan Ajar dan


Elearning
Universitas Mercu Buana

Anda mungkin juga menyukai