Anda di halaman 1dari 4

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH PANCASILA


Senin, 3 Januari 2022

Mata Kuliah : Psikologi Konseling


No. Urut : 34
Nama : Indria Azzahra
NPM : 202101500837
NO HP : 085324821993
Jawaban
1. Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam
wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib,
dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan
damai.
Masyarakat yang adil dan makmur adalah impian dari setiap orang, di Indonesia
pemenuhan cita – cita tersebut tidak akan lepas dari Pancasila sebagai dasar negaranya.
Pancasila sebagai dasar negara mengandung nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia.
Sebagai mahasiswa kita dapat mengamalkan hakikat Pancasila sebagai sistem etika
agar memiliki kebiasaan dan tata cara hidup yang yang baik untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur. Seperti pada sila pertama, mahasiswa memiliki perilaku yang
didasarkan atas nilai – nilai moral yang bersumber pada norma agama. Hakikat sila kedua,
setiap mahasiswa memiliki tindakan yang mengandung implikasi moral diungkapkan
dengan cara dan sikap yang adil dan beradab. Hakikat sila ketiga, berlandaskan pada
semangat kebersamaan, solidaritas sosial akan melahirkan kekuatan untuk menghadapi
nilai yang bersifat memecah belah bangsa. Hakikat sila keempat menghargai diri sendiri
sama halnya dengan menghargai orang lain. Hakikat sila kelima yang tidak menekankan
pada kewajiban semata atau menekankan pada tujuan belaka, tetapi lebih menonjolkan
keutamaan yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.

2. Pancasila sering digolongkan ke dalam ideologi tengah di antara dua ideologi besar dunia
yang paling berpengaruh, sehingga sering disifatkan bukan ini dan bukan itu. Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik para founding fathers
ketika negara Indonesia didirikan. Namun dalam perjalanan panjang kehidupan berbangsa
dan bernegara, Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi
nilainilainya. Deviasi pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa
penambahan,pengurangan, dan penyimpangan dari makna yang seharusnya. Walaupun
seiring dengan itu sering pula terjadi upaya pelurusan kembali. Moerdiono, seorang
Menteri sekretaris negara era Soeharto menuliskan dalam artikel di Majalah Mimbar.
menunjukkan adanya 3 (tiga) tataran nilai dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu
adalah sebagai berikut: nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. nilai dasar Pancasila
tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah
menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi
tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan
kesatuan seluruh warga masyarakat. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai
dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk
kondisi tertentu. Nilai praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari,
berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai
dasar Pancasila mencerminkan bahwa Pancasila adalah dasar negara yang sangat cocok
dengan Indonesia dan tidak bisa digantikan lagi oleh ideologi yang lain.

3. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila


sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa inti
sila, nilai dan landasan yang mendasar. Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena
Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the
faounding father kita.
Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata
lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu
bukan Pancasila. Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-
konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan
juga bagi manusia pada umumnya.
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan Ontologis, Epistemologis,
dan Aksiologis. Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang menyelidiki hakikat
sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan
metafisika. aPancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang
berdiri sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Subyek pendukung
pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang
berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersatu,
yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial, yang pada hakikatnya adalah
manusia. Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara
ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa,
jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode,
dan validitas ilmu pengetahuan. Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem
pengetahuan. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam
kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai
Pancasila. Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar,
nilai instrumental, dan nilai praktis. Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai
moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari
semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sehingga wujud konkret
dari penerapan Pancasila sebagai filsafat dapat diterapkan oleh masyarakat untuk
mewujudkan bangsa yang adil dan makmur.
4. Pancasila sebagai sistem etika mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-
nilai pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Bila kita lihat generasi muda saat ini, apakah sudah sesuai perilakunya dengan etika
Pancasila ataukah semakin menjauh dari nilai etika Pancasila yang baik.
Perilaku generasi muda saat ini sedikit banyak yang sesuai dengan nilai, kaidah,
dan hukum Tuhan, tidak sesuai dengan nilai ketuhanan pada nilai etik Pancasila.
Contohnya adalah sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya. Pun perilaku generasi muda yang sesuai dengan nilai
kemanuasiaan seperti engakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia
tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, warna kulit,
kedudukan sosial, dan lainnya. Juga perilaku yang sesuai dengan nilai persatuan seperti
Melakukan gotong royong atau kerja bakti untuk menyelesaikan tugas bersama, Tidak
mengutamakan diri sendiri dan siap membantu jika ada anggota keluarga yang sedang
kesusahan. Banyak juga generasi muda saat ii yang mengikuti organisasi atau komunitas
untuk mengaktualisasi diri, sehingga sesuai dengan nilai kerakyatan yaitu tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain dalam bermusyawarah, menghormati dan
menjunjungi tinggi pada setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah dalam
berorganisasi. Juga perilaku yang sesuai dengan nilai keadilan.

5. Pada era globalisasi di mana banyaknya ideologi alternatif merasuki ke dalam segenap
sendi-sendi bangsa melalui media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh anak
bangsa. Pancasila sejatinya merupakan ideologi terbuka, yakni ideologi yang terbuka
dalam menyerap nilai-nilai baru yang dapat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup
bangsa. Namun, di sisi lain diharuskan adanya kewaspadaan nasional terhadap ideologi
baru. Apabila Indonesia tidak cermat, maka masyarakat akan cenderung ikut arus ideologi
luar tersebut, sedangkan ideologi asli bangsa Indonesia sendiri yakni Pancasila malah
terlupakan baik nilai-nilainya maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan pertama adalah banyaknya ideologi alternatif melalui media informasi
yang mudah dijangkau oleh seluruh anak bangsa seperti radikalisme, ekstremisme,
konsumerisme. Hal tersebut juga membuat masyarakat mengalami penurunan intensitas
pembelajaran Pancasila dan juga kurangnya efektivitas serta daya tarik pembelajaran
Pancasila.
Kemudian tantangan selanjutnya adalah eksklusivisme sosial yang terkait derasnya
arus globalisasi yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas,
gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA. Bonus demografi yang akan
segera dinikmati Bangsa Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri untuk menanamkan
nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda di tengah arus globalisasi.
Solusi yang dapat diberikan diantaranya adalah : pertama, dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi yang menarik bagi generasi muda dan masyarakat. Rekomendasi
selanjutnya adalah membumikan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan dan/atau
pembelajaran berkesinambungan yang berkelanjutan di semua lini dan wilayah. Pancasila
di masa mendatang akan mempertahankan otoritas negara dan penegakan hukum serta
menjadi pelindung hak-hak dasar warga negara sebagai manusia. Oleh karena itu, sangat
penting untuk menanamkan kesadaran terhadap potensi bahaya gangguan dari luar yang
dapat merusak dan mengajak siswa untuk mempertahankan identitas bangsa serta
meningkatkan ketahanan mental dan ideologi bangsa.

Anda mungkin juga menyukai