Anda di halaman 1dari 8

SISTEM FILSAFAT SECARA INDUKTIF DAN DEDUKTIF PANCASILA

SILA KE 3, 4 DAN SILA KE-5


A. PENGERTIAN PANCASILA
Bagi masyarakat Indonesia, Pancasila bukanlah sesuatu yang asing.
Namun, dewasa ini ternyata masih banyak yang belum benar-benar
memahami dan menerapkan Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia.
Pancasila yang terdiri atas lima asas pada hakikatnya merupakan
sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem yakni suatu kesatuan dari
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan utuh yang tidak
bisa terpisahkan. Sebagaimana memiliki ciri sebagai berikut :
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3. Saling berhubungan, saling ketergantungan
4. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama
(tujuan sistem)
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich,
1974:22)
Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu
pendekatan filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang mendalam tentang Pancasila. Filsafat Pancasila dapat
didefinisikan secara singkat sebagai refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila dalam bangunan bangsa dan Negara Indonesia (Syarbaini;2003).
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa sila-sila Pancasila
merupakan suatu kesatuan organis yang menjadi dasar pemikiran Bangsa
Indonesia meliputi; pemikiran tentang manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama
manusia, dan dengan masyarakat.
Kenyataan Pancasila yang demikian itu disebut kenyataan objektif,
dimana kenyataan tersebut ada pada Pancasila itu sendiri tanpa bergantung
pada pengetahuan orang. Itulah yang menjadikannya sebagai suatu sistem
yang memiliki ciri khas tertentu dan berbeda dengan sistem filsafat lainnya
misalnya, liberalisme, matrealisme, komunisme, dan aliran filsafat lainnya.

B. KESATUAN NILAI PANCASILA


1. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
Pengertian matematika dari piramidal digunakan untuk
menggambarkan hubungan hierarki sila-sila dari Pancasila dalam urut-
urutan dan sifat-sifatnya. Bahwa di antara lima sila yang ada, terdapat
hubungan yang saling mengikat sehingga Pancasila merupakan satu
kesatuan yang bulat.
Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu
sistem bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Sila ke -1. Bahwa pada hakikatnya adanya Tuhan adalah karena diri-
Nya sendiri, Tuhan sebagai causa Prima. Artinya, segala
sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena
diciptakan Tuhan (akibat dari adanya Tuhan).
Sila ke-2. Manusia sebagai pokok dari suatu negara, maka muncul
sebuah negara yang merupakan persekutuan hidup
bersama yang beranggotakan manusia.
Sila ke-3 Negara adalah akibat dari adanya manusia yang bersatu.
Sila ke-4 Sebagai akibat dari manusia yang bersatu, akan terbentuk
rakyat yang merupakan unsur suatu negara di samping
wilayah dan pemerintah. Dengan kata lain, rakyat adalah
totalitas dari individu-individu dalam negara yang
bersatu.
Sila ke-5 Dengan terbentuknya suatu pemerintahan, maka akan
muncul suatu tujuan yakni keadilan, yang pada
hakikatnya merupakan tujuan dari lembaga hidup
bersama yang disebut negara.
2. Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling
Mengkualifikasi
Tiap-tiap sila seperti yang telah disebutkan mengandung
keempat sila lainnya dan dikualifikasikan oleh keempat sila lainnya.
Sebagaimana disebutkan pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Sila ini mengandung arti Ketuhanan yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
pewakilan,dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Begitu pula sebaliknya, pada sila ke-lima yang berbunyi
“Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sila ini mengandung makna
keadilan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, serta berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan damam
permusyawaratan/perwakilan.
C. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
1. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah
ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar, ide atau cita-cita. Sebagai
suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila bukan hanya suatu
hasil perenungan atau pemikiran sekelompok orang sebagaimana ideologi-
ideologi lain di dunia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai, adat-istiadat,
nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan
hidup masyarakat Indonesia itu sendiri sebelum membentuk negara.
2. Beberapa pengertian ideologi:

a) A.S. Hornby mengatakan bahwa ideologi adalah seperangkat


gagasan yang membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau
yang dipegangi oleh seorang atau sekelompok orang.

b) Soerjono Soekanto menyatakan bahwa secara umum ideologi


sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang
menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang politik,
sosial, kebudayaan, dan agama.
c) Gunawan Setiardja merumuskan ideologi sebagai seperangkat ide
asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman
dan cita-cita hidup.

d) Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideologi sebagai suatu


sistem pemikiran yang dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup
dan ideologi terbuka.

 Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran


tertutup. Ciri-cirinya: merupakan cita-cita suatu kelompok
orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat; atas
nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang
dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai-
nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-
tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan
dengan mutlak.

 Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka.


Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat
dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari
moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan
keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil
musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai
itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak
langsung operasional.

3. Sifat Ideologi

Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi


idealisme, dan dimensi fleksibilitas.

1. Dimensi Realitas: nilai yang terkandung dalam dirinya, bersumber


dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama pada waktu
ideologi itu lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan
menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka
bersama. Pancasila mengandung sifat dimensi realitas ini dalam
dirinya.

2. Dimensi idealisme: ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin


diicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pancasila bukan saja memenuhi dimensi
idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan dimensi realitas.

3. Dimensi fleksibilitas: ideologi itu memberikan penyegaran,


memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu
sehingga bebrsifat dinamis, demokrastis. Pancasila memiliki
dimensi fleksibilitas karena memelihara, memperkuat relevansinya
dari masa ke masa.

Dari uraian di atas, sangatlah tepat jika bangsa Indonesia menjadikan


Pancasila sebagai ideologi bangsanya. Karena nilai-nilai yang terdapat
dalam Pancasila sesuai dengan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia
itu sendiri.
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila
bukan hanya suatu hasil perenungan atau pemikiran sekelompok orang
sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia. Pancasila diangkat dari nilai-
nilai, adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat
dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia itu sendiri sebelum
membentuk negara.
Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri
negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan
ideologi Bangsa Indonesia, dimana ideologi tersebut sangatlah sesuai
dengan Bangsa Indonesia itu sendiri

D. MAKNA NILAI PANCASILA SECARA INDUKTIF DAN DEDUKTIF


1. SILA KE 3

Dijiwai oleh Sila keTuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijkanaan dalam permusyawaran
perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terkandung nilai
bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu
sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Negara merupakan suatu persekutuan
hidup berdamai diantara elemen elemen yang membentuk Negara berupa suku,
ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama, beraneka ragam tetapi satu
Bhineka Tunggal Ika.
Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan
melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu
persatuan dalam kehidupan bersama untuk untuk mewujudkan tujuan bersama.
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu
kesatuan yang bersifat sistematis. Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai
baheewa negara adalah sebagai penjelmaan sift kodrat manusia monodualis yaitu
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah merupakan suatu
persekutuan hidup bersama- diantara elemen-elemen yang membentuk negara
yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama.
Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri
dalam suatu persatuan yang diluiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu
maupun golongan agama. Meengatasi dalam arti memberikan wahana atas
tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Nilai persatuan Indonesia
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang
Adil dan Berab. Hal ini terkandung bahwa nilai nasionalisme Indonesia Indonesia
adalah nasionalisme religius. Yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang
Maha Esa, nasionalisme yang humanistik yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk Tuhan.
2. SILA KE 4
Menurut sila keempat, prinsip demokrasi Pancasila harus dijalankan dengan
cita kerakyatan (daulat rakyat); cita permusyawaratan (kekeluargaan); cita hikmat-
kebijaksanaan. Cita kerakyatan menghormati suara rakyat dalam politik. Cita
permusyawaratan memancarkan kehendak menghadirkan negara persatuan yang
dapat mengatasi paham perseorangan dan golongan sebagai pantulan semangat
kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan Indonesia dengan mengakui
”kesederajatan/persamaan dalam perbedaan”. Cita hikmat-kebijaksanaan
menghendaki agar kerakyatan yang dianut bangsa Indonesia bukanlah kerakyatan
yang mencari suara terbanyak saja, tetapi kerakyatan yang dipimpin daya-daya
rasionalitas, kearifan konsensual, dan komitmen keadilan. Riset-riset sosiologis
menunjukkan bahwa kecenderungan demokrasi yang tak mengindahkan proses-
proses deliberatif (musyawarah segala unsur) bukan saja bisa melahirkan berbagai
kebijakan yang mendiskriminasikan golongan minoritas, tetapi juga bisa membuat
kelompok-kelompok yang tidak terakomodasi dalam percaturan politik formal—
karena tereliminasi dari pemilihan umum—mengembangkan ekspresi kekerasan.

Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia,
dan mendasari dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Negara adalah dari oleh untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan
asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai
demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara.Sila
Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Kikmah dalam Permusyawaratan/ Perwakilan,
prinsip demokrasi sebagai jiwa sila keempat ini dapat mendasari pemikiran
manusia secara bebas untuk mengkaji dan mengembangkan iptek. Seorang ilmuan
harus pula memiliki sikap menghormati terhadap hasil pemikiran orang lain dan
terbuka, dikritik dan dikaji ulang hasil dari pemikirannya. Penemuan iptek yang
telah teruji kebenerannya harus dapat dipersembahkan kepada kepentingan rakyat
banyak.

3. SILA KE 5

Menurut sila kelima, sumber persatuan dan komitmen kebangsaan dari negeri
multikultural adalah ”konsepsi keadilan bersama” (a share conception of justice).
Meminjam John Rawls, ”Meskipun suatu masyarakat bangsa terbagi dan
pluralistik… kesepakatan publik atas persoalan-persoalan keadilan sosial dan
politik mendukung persaudaraan sipil dan menjamin ikatan-ikatan asosiasi.” Fakta
empiris, daerah yang diwarnai banyak kantong kemiskinan dan kesenjangan sosial
merupakan ladang persemaian subur bibit kekerasan. Meluasnya rasa ketakadilan
juga bukan wahana kondusif pengapresiasian gagasan persatuan kewargaan.

Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
didasari dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Parwakilan. Maka dalam sila kelima
tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan
bersama (kehidupan soaial). Keadilan tersebut didasri dan dijiwai oleh hakikat
keadilan kemanusiaan yaitu keadilan keadilan dalam hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat,
bangsa dan negaranya serta hunbungan manusia dengan Tuhannya.
Nilai-nilai tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama
bangsa di dunia dan prisip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam
suatu pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip
kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta dalam keadilan hidup
bersama (keadilan sosial).
Sila Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, kemajuan iptek harus dapat
menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemausiaan, yaitu keseimbangan
hubungan antara manusia dengan sesamanya, hubungan antara manusia dengan
Tuhan sebagai Penciptanya, hubungan manusia dengan lingkungan dimana
mereka berada.

Anda mungkin juga menyukai