3. Sifat Ideologi
Dijiwai oleh Sila keTuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijkanaan dalam permusyawaran
perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terkandung nilai
bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu
sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Negara merupakan suatu persekutuan
hidup berdamai diantara elemen elemen yang membentuk Negara berupa suku,
ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama, beraneka ragam tetapi satu
Bhineka Tunggal Ika.
Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan
melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu
persatuan dalam kehidupan bersama untuk untuk mewujudkan tujuan bersama.
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu
kesatuan yang bersifat sistematis. Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai
baheewa negara adalah sebagai penjelmaan sift kodrat manusia monodualis yaitu
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah merupakan suatu
persekutuan hidup bersama- diantara elemen-elemen yang membentuk negara
yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama.
Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri
dalam suatu persatuan yang diluiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu
maupun golongan agama. Meengatasi dalam arti memberikan wahana atas
tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Nilai persatuan Indonesia
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang
Adil dan Berab. Hal ini terkandung bahwa nilai nasionalisme Indonesia Indonesia
adalah nasionalisme religius. Yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang
Maha Esa, nasionalisme yang humanistik yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk Tuhan.
2. SILA KE 4
Menurut sila keempat, prinsip demokrasi Pancasila harus dijalankan dengan
cita kerakyatan (daulat rakyat); cita permusyawaratan (kekeluargaan); cita hikmat-
kebijaksanaan. Cita kerakyatan menghormati suara rakyat dalam politik. Cita
permusyawaratan memancarkan kehendak menghadirkan negara persatuan yang
dapat mengatasi paham perseorangan dan golongan sebagai pantulan semangat
kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan Indonesia dengan mengakui
”kesederajatan/persamaan dalam perbedaan”. Cita hikmat-kebijaksanaan
menghendaki agar kerakyatan yang dianut bangsa Indonesia bukanlah kerakyatan
yang mencari suara terbanyak saja, tetapi kerakyatan yang dipimpin daya-daya
rasionalitas, kearifan konsensual, dan komitmen keadilan. Riset-riset sosiologis
menunjukkan bahwa kecenderungan demokrasi yang tak mengindahkan proses-
proses deliberatif (musyawarah segala unsur) bukan saja bisa melahirkan berbagai
kebijakan yang mendiskriminasikan golongan minoritas, tetapi juga bisa membuat
kelompok-kelompok yang tidak terakomodasi dalam percaturan politik formal—
karena tereliminasi dari pemilihan umum—mengembangkan ekspresi kekerasan.
Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia,
dan mendasari dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Negara adalah dari oleh untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan
asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai
demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara.Sila
Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Kikmah dalam Permusyawaratan/ Perwakilan,
prinsip demokrasi sebagai jiwa sila keempat ini dapat mendasari pemikiran
manusia secara bebas untuk mengkaji dan mengembangkan iptek. Seorang ilmuan
harus pula memiliki sikap menghormati terhadap hasil pemikiran orang lain dan
terbuka, dikritik dan dikaji ulang hasil dari pemikirannya. Penemuan iptek yang
telah teruji kebenerannya harus dapat dipersembahkan kepada kepentingan rakyat
banyak.
3. SILA KE 5
Menurut sila kelima, sumber persatuan dan komitmen kebangsaan dari negeri
multikultural adalah ”konsepsi keadilan bersama” (a share conception of justice).
Meminjam John Rawls, ”Meskipun suatu masyarakat bangsa terbagi dan
pluralistik… kesepakatan publik atas persoalan-persoalan keadilan sosial dan
politik mendukung persaudaraan sipil dan menjamin ikatan-ikatan asosiasi.” Fakta
empiris, daerah yang diwarnai banyak kantong kemiskinan dan kesenjangan sosial
merupakan ladang persemaian subur bibit kekerasan. Meluasnya rasa ketakadilan
juga bukan wahana kondusif pengapresiasian gagasan persatuan kewargaan.
Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
didasari dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Parwakilan. Maka dalam sila kelima
tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan
bersama (kehidupan soaial). Keadilan tersebut didasri dan dijiwai oleh hakikat
keadilan kemanusiaan yaitu keadilan keadilan dalam hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat,
bangsa dan negaranya serta hunbungan manusia dengan Tuhannya.
Nilai-nilai tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama
bangsa di dunia dan prisip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam
suatu pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip
kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta dalam keadilan hidup
bersama (keadilan sosial).
Sila Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, kemajuan iptek harus dapat
menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemausiaan, yaitu keseimbangan
hubungan antara manusia dengan sesamanya, hubungan antara manusia dengan
Tuhan sebagai Penciptanya, hubungan manusia dengan lingkungan dimana
mereka berada.