Anda di halaman 1dari 22

A.

Pendekatan –Pendekatan Bimbingan Konseling


Dalam menguraikan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam bimbingan dan
konseling. Lis Haryanti (2009) menyatakan bahwa setiap pendekatan memiliki pandangan
yang berbeda tentang sifat manusia, pribadi manusia, kondisi manusia, dan lain-lain.
Pandangan tentang manusia ini akan melahirkan konsep dan landasan filosofis mengenai
bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu, merujuk pada filosofis ini, Lis Hariyati, yang mengutip
pandanganGerald Corey (2005), menguraikan berbagai pendekatan dalam bimbingan dan
konseling.[1]
1 Pendekatan Psikoanalitik
Psikoanalisi adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat
manusia. Aliran ini memandang bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari
alam ketaksadaran, sedangkan alam kesadarannya dapat di umpamakan puncak gunung es
yang muncul di tengah laut, sebagian besar gunung es yang terbenam itu di ibaratkan alam
ketaksadaran manusia.[2]
Menurut pandangan psikoanalistis, struktur kepribadian terdiri atas Id, ego, dan super
ego, Id merupakan aspek biologis yang mempunyai energy yang dapat
mengaktifkan ego dan super ego. Energy yang meningkat dari Id sering menimbulkan
ketegangan dan rasa tak enak. Dorongan –dorongan untuk memuaskan hawa nafsu manusia
bersumber dari Id. Kadang-kadang dorongan itu tak terkendali dan tidak sesuai dengan
kenyataan sehingga ego terpaksa menekan dorongan-dorongan tersebut. Sedangkan super ego
berperan untuk mengatur agar ego bertindak sesuai moral masyarakat. Di samping
itu superego berfungsi untuk merintangi dorongan-dorongan (implus) Id terutama dorongan
seksual dan agresivitas yang bertentangan dengan moral dan agama.[3]
Ada tiga macam kecemasan yang dikenal oleh aliran ini, yaitu: (1)Kecemasan Realistis:
takut akan bahaya yang datang dari luar; cemas atau takut jenis ini bersumber dari ego,
(2)Kecemasan Neorutis: bersumber dari Id, khawatir kalau insting tidak dapat
dikendalikan sehingga menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum,
(3)Kecemasan Moral, atau kecemasan kata hati: bersumber pada ego yang disebabkan oleh
pertentangan moral yang sudah baik dengan perbuatan-perbuatan yang mungkin menentang
norma-norma moral itu.
Konselor penganut model ini mengakui bahwa perkembangan kepribadian individu
banyak dipengaruhi oleh pengalaman hidup masa kecil. Perkembangan kepribadian individu
terjadi melalui respon terhadap sumber-sumber ketegangan yaitu: (1) sumber ketegangan dari
proses perkembangan fisiologis, (2) frustasi, (3) konflik, dan (4) ancaman.
Tujuan-tujuan konseling yang menggunakan model psikoanalistis adalah membantu
konseli: membuat hal-hal yang tak disadari menjadi disafari, membentuk kembali struktur
kepribadian konseli dengan jalan mengembalikan hal yang tak disadarinya menjadi disadari,
menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak dini dengan menembus
konflik-konflik yang diresepsi, membangkitkan kesadaran intelektual.
2 Pendekatan Eksistensial Humanistik
Berfokus pada sifat dan kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk
menyadari diri, kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab,
kecemasan sebagai suatu unsure dasar, pencarian makna yang unik pada duia yang tak
bermakna, ketika sendirian dan ketika berada dalam hubungan dengan orang lain.
Keterhinggaan dan kematian, dan cenderung untuk mengaktualkan diri.
Pendekatan Eksistensial Humanistik bertujuan menyajikan kondisi-kondisi untuk
memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan. Menghapus penghambat-penghambat
aktualisasi potensi pribadi; mengubah pertanyaan “apa” ke “bagaimana” (Gendlin:1973).
Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas
kesadaran diri, membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupannya
sendiri.[4]
3 Pendekatan Client-Centered
Pendekatan ini memandang manusia secara positif bahwa manusia memiliki suatu
kecenderungan kearah berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan konseling, klien
mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari. Klien mengaktualkan potensi dan
bergerak ke arah peningkatan kesadaran, spontanitas, kepercayaan kepada diri, dan
keterarahan.[5]
Klien dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi sadar atas masalah-masalahnya
serta cara-cara mengatasinya. Kepercayaan diletakkan pada kesanggupan klien untuk
mengarahkan dirinya sendiri.
Konseling yang dikembangkan berdasarkan pendekatan ini bertujuan untuk
menyediakan suatu iklim yang aman dan kondusif bagi eksplorasi diri klien sehingga ia
mampu menyadari penghambat-penghambat pertumbuhan dan aspek-aspek pengalaman diri
yang sebelumnyan diingkari atau didistorsinya. Konselor membantu klien mampu bergerak
ke arah keterbukaan pengalaman serta meningkatkan spontanitas dan perasaan hidup
4 Pendekatan Gestalt
Manusia dipandang memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup
sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Konseli terdorong ke arah keseluruhan dan
integrasi pemikiran perasaan serta perilaku. Pandangannya anti deterministik dalam arti
individu dipandang memiliki kesanggupan untuk menyadari bagaimana pengaruh masa
lampau berkaitan dengan kesulitan-kesulitan sekarang.
Proses konseling jenis ini secara umum bertujuan membantu konseli untuk memperoleh
kesadaran atas pengalaman dari saat ke saat-nya. Menantang konseli agar menerima tanggung
jawab atas pengambilan dukungan internal alih-alih dukungan eksternal.[6]
5 Pendekatan Analisis Transaksional
Manusia dipandang memiliki kemampuan memilih. Apa yang sebelumnya ditetapkan,
bisa di tetapkan ulang. Meskipun manusia bisa menjadi korban dari keputusan-keputusan dini
dan skenario kehidupan, aspek-aspek yang mengalahkan diri dapat diubah dengan kesadaran.
Tujuan konseling adalah membantu konseli agar bebas dari scenario, bebes dari
permainan, menjadi pribadi yang otonom yang sanggup memilih posisi dan menentukan
kehendak ingin menjadi apa dirinya. Oleh sebab itu, konselor selalu bertugas membatu
konseli dalam menguji putusan-putusan dirinya dan membuat putusan-putusan baru
berlandaskan kesadaran yang muncul dalam diri konseli.
6 Pendekatan Tingkah Laku
Pendekatan perilaku tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia
secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecendrungan-kecenderungan positif dan
negative yang sama. Manusia pada dasarnnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungannya
social budayanya. Segenap perilaku manusia itu dipelajari. Dengan kata lain, Manusia
dibentuk dan dikondisikan oleh pengondinisian sosial budaya. Pandangannya deterministik,
dalam arti, tingkah laku dipandang sebagai hasil belajar dan pengondisian
Tujuan umum dari konseling perilaku adalah menghapus pola-pola perilaku yang
maladaptive dan membantu konseli dalam mempelajari pola-pola perilaku yang konstruktif.
Konselor dituntut untuk menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Tujuan-tujuan
yang secara spesifik dipilih oleh konseli dan ditetapkan pada permulaan proses konseling.
Asesmen terus menerus dilakukan sepanjang konseling untuk menentukan sejauh mana
tujuan-tujuan terapiutik itu tercapai secara efektif. [7]
7 Pendekatan Rasinal Emotif
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk berpikir rasional, tetapi juga dengan
kecendrungan-kecendrungan ke arah berpikir curang. Mereka cenderung untuk
menjadikorban dari keyakinan-keyakinan yang irasional dan untuk menindoktrinasi dengan
keyakinan-keyakinan yang irasional itu, tetapi berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan,
dan menekankan berpikir, menilai, menganalisis, melakukan, dan memutuskan ulang
modelnya adalah didaktif, direktif, tetapi dilihat sebagai proses reduksi.[8]
Konseling rasional emotif bertujuan untuk menghapus pandangan hidup konseli yang
mengalahkan dirinya dan membantu konseli dalam memperolah pandangan hidup yang lebih
toleran dan rasional.
Pada saat proses konseling, konselor berfungsi sebagai guru dan konseli sebagai murid.
Sebagai guru, konselor senantiasa mengarahkan konseli agar mempelajari perilaku yang
mengalahkan dirinya. Hubungan terapis dan konseli tidak esendial. Dalam konseling ini
konseli diajak untuk memperolah pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus
secara aktif menjalankan pengubahan perilaku yang telah mengalahkan diri.[9]

8 Pendekatan Realitas
Pendekatan realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan anti deterministik. Menurut
Dedi Supriadi (2004:213), berdasarkan adegannya, bimbingan dapat dilakukan secara
individual dan kelompok (group).Bimbingan dan konseling yang dilakukan secara individual
disebut bimbingan individual, dan yang dilakukan secara kelompok disebut bimbingan
kelompok.
Bimbingan individual dilakukan dengan pendekatan perseorangan. Tiap orang dicoba
didekati, dipahami dan ditolong secara perseorangan.[10]
Bimbingan kelompok diberikan oleh pembimbing perkelompok. Beberapa orang yang
bermasalah sama, atau yang dapat memperoleh manfaat dari pembimbingan kelompok,
berkumpul untuk membahas persoalannya dalam kelompok di bawah pimpinan seorang
pembimbing atau terapis[11]
Bimbingan kelompok meliputi kegiatan-kegiatan: (a) orientasi belajar, biasanya pada
tahap awal siswa memasuki sekolah; (b) bimbingan kesulitan belajar, (bimbingan belajar),
misalnya pengajaran remedial untuk para siswa yang prestasi belajarnya rendah; (c)
bimbingan ektrakurikuler dan pemanfaatan waktu luang, (misalnya perkemahan,
widyawisata, pembentukan kelompok diskusi; (d) bimbingan karier (pemberian informasi
mengenai prospek karier, peluang-peluang dan hambatannya); (e) pemberian informasi
mengenai berbagai hal, baik menganai hal-hal yang di dalam maupuin di luar lingkungan
sekolah ( misalnya mengenaai buku-buku, majalah, kegiatan-kegiatan ilmiah, kebijaksaan
baru, kurikulum, dan lain-lain).[12]
Adapun bimbingan individual atau konseling meliputi segala kegiatan tatap muka antara
konselor dan lien dalam rangka mengatasi masalah klien melalui hubungan yang mendalam
dan berorientasi pada pemecahan masalah klien.
Dalam membina hubungan dengan klien, konselor dapat menggunakan salah satu di
antara pendekatan utama dalam konseling.[13]
a. Pendekatan yang berpusat pada konselor (conseulor centered counseling),disebut
juga, directive counseling. Dalam pendekatan ini , konselor lebih banyak aktif daripada klien.
Konselor bertindak sebagai pengarah bagi klien.
b. Pendektaan yang berpusat kepada klien (client centered counseling),disebut juga, non-
directive counseling. Dalam pendektan ini klien lebih banyak aktif, dan konselor berperan
sebagai fasilitator yang mempermudah proses konseling), dan reflector (cermin) bagi klien.
c. Pendekatan selektif (campuran), konselor mengkombinasikan pendekatan pertama dan kedua
bergantung pada situasi konseling yang sedang berlangsung.
Pendekatan yang akan digunakan oleh konselor sangan bergantung pada beberapa faktor
berikut:[14]
a. Sifat klien, ada klien yang terbuka dan tertutup. Klien yang terbuka biasanya dengan mudah
mengungkapkan perasaan-perasaan dan isi hatinya. Klien demikian dapat untuk didekati
dengan pendekatan pertam. Adapun klien yang tertutup, memnuntut konselor untuk lebih
banyak aktif untuk menunjang klien agar mengungkapkan dirinya. Karena itu, pendekatan
kedua lebih tepat digunakan.
b. Derajat keeratan hubungan antara konselor dan klien. Pada tahap wawal konseling, klien
biasanya lebih banyak diamkarena masih merasa canggung. Pada tahap ini, konselor di
tuntut rapport (klien maupun konselor merasa bebas dan komunikasi menjadi enak) telah
tercipta, klien biasanya lebih terbuka. Pada tahap ini, klien dan konselor sama-sama aktif.
Memang dalam kenyataannya, pendekatan ketiga lebih banyak dipakai karena sifat klien
yang tidak tetap.
c. Sifat konselor, ada yang bicara dan ada yang pendiam. Meskipun faktor ini memengaruhi
pendektan konseling yang dipilih oleh konselor, sesungguhnya konselorlah yang seharusnya
menyesuaikan diri dengan sifat klien, bukan sebaliknya.( Anas Salahuddin : 61-64)
B. Pendekatan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pendekatan dalam bimbingan dan konseling yang sering dipakai antara lain pendekatan
krisis, pendekatan remedial, pendekatan preventif, dan pendekatan perkembangan [15].
Pendekatan-pendekatan tersebut diambil sesuai dengan karakteristik permasalahan dan
ruang lingkup bimbingan konseling yang ditangani. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut.[16]
1. Pendekatan krisis
Pendekatan ini menyadarkan diri pada teori-teori psikoanalisis yang berpusat
padapengaruh masa lampau sebagai akar dari krisis pesserta didik saat ini. Pendekatan ini
merupakan pendektan yang berorientasi dan diarahkan pada upaya untuk mengatasi krisis
atau permasalahn-permasalahan yang dialami peserta didik. Oleh sebab itu, pembimbing
cenderung bersifat pasif karena hanya menunggu peserta didik yang bermasalah datang,
kemudian memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dialami.
2. Pendekatan Remedial
Pendekatan ini mendasarkan diri pada teori-teori behavioristik yang memahami perilaku
peserta didik hanya pada saat ini yang sebgian besar dipengaruhi liongkungan. Pendekatan ini
mengarahkan pada upaya memperbaiki kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam
bentuk pengoptimalisasikan kelemahan yang dimiliki peserta didik. Kegiatan layanan yang
diberikan lebih fokus pada usaha pemecahan masalah peserta didik sehingga layanan hanya
bagi peserta didik yang membutuhkan.
3. Pendekatan Preventif
Pendekatan ini mendasarkan diri pada teori yang kurang jelas. Namun dmeikian, secara
konseptual cukup bagus karena bergerak atas dasar upaya untuk mengantisipasi munculnya
masalah-masalah umum individu dan berusaha mencegahnya agar jangan terjadi dan
menimpa peserta didik. Oleh sebab itu, proses bimbingan dan konseling lebih fokus pada
bagaimana guru pembimbing mengajarkan pengetahuan dan keterampilannya untuk
mencegah munculnya permasalaha.
4. Pendekatan Perkembangan
Menurut Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, pola pembimbingan dan konselinng
perkembangan memiliki kegiatan yang lebih kompleks dan komprehensif dengan
visi edukatif , pengembanagan, dan menyeluruh (outreach). Edukatif artinya menekankan
pada pencegahan dan pengembangan. Pengembangan artinya tujuan yang ingin di capai
adalah perkembangan peserta didik secara optimal sesuai dengan tugas-tugas perkembangan
melalui aktivitas dan rekayasa lingkungan. Outreach artinya layanan bimbingan dan
konseling diberikan kepada seluruh peserta didik, baik yang bermasalah maupun tidak.
Mengacu pada prinsip tersebut, kegiatan bimbingan dan konseling dilakukan dengan
berbagai ragam dimensi masalah, target intervensi, setting,metode, lamanya proses, dan
sebagainya. Artinya, kegiatan layanan yang diberikan cukup luas, beragam,dan kompleks
yang tidak terlepas dari proses pendidikan dan pembelajaran itu sendiri. Oleh sebab itu, salah
satu tekhnik yang digunakan dalam pendekatan perkembangan antara lain proses
pembelajaran dan konseling.
Pendekatan Dalam Bimbingan Dan
Konseling
Kata Pendekatan terdiri dari kata dasar dekat dan mendapat imbuhan Pe-an
yang berarti hal, usaha atau perbuatan mendekati atau mendekatkan.
Jadi Pendekatan Bimbingan dan Konseling adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
seorang konselor untuk mendekati kliennya sehingga klien mau
menceritakan masalahnya.

Dalam melaksanakan kegiatan bimbingan konseling ada beberapapendekatan yang


biasa digunakan. Antara lain yaitu :

a. Pendekatan Psikologis

Sebagai mahluk yang diciptakan oleh tuhan ,anak bimbing harus dipandang
menurut teori homoiestetis(mekanisme keseimbangan antara berbagai unsur
potensi), yakni sebagai manusia ia harus bertumbuh dan berkembang dalam
fisik dan mental dalam pola keseimbangan dan keserasian.

Antara kehidupan jasmaniah dan rohaniah saling mempengaruhi satu sama


lain secara seimbang dan selaras sehingga menjadikan dirinya manusia
dewasa yang sehat dan sejahtera lahir dan batin. Oleh karena itu,
pembimbing hendaknya melihat segi sebagai titik tolak memberikan bantuan
kepada anak bimbing.

Jadi dengan kata lain pendekatan psikologis tersebut hendaknya ditujukan pada
usaha pengembangan individual anak bimbing kearah kesehatan rohaniah
sehingga akan berakhir dengan terbentuknya kepribadian yang bulat dan
sehat. Dalam kepribadian yang demikian itulah, nilai–nilai agama kita akan
berkembang menjadi kekuatan pengendali terhadap segala bentuk tingkah
lakunya sesari-hari, terutama terhadap dorongan nafsu rendah.

b. Pendekatan Sosiologis

Anak bimbing bukan saja sebagai mahluk individual yang harus dibimbing
agar menjadi manusia yang sadar akan kemampuan individualnya.Melainkan
juga sebagai mahluk sosial yang mampu mengembangkan dirinya sebagai
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan yang sehat jasmani dan
rohani. Sebagai mahluk yang bermasyarakat atau (homososius).

Suatu tuntutan sosial untuk hidup diatas rasa solidaritas sosial, tanggung
jawab sosial, dan rasa ikut bertanggung jawab terhadap baik buruk, maju
mundurnya hidup bermasyarakat adalah menjadi faktor motivasi dalam
kegiatan bimbingan dan konsling karena dengan demikian maka proses
sosialisasi anak bimbing yang dilandasi nilai-nilai keimanan dan takwa, akan
mampu membentuk sikap dan mental.
c. Pendekatan Kependidikan (Paedagogis)

Sistem pendekatan kependidikan (Paedagogis) yang memandang manusia


sebagai mahluk yang harus di didik (homo endocandum). Karena potensi
kejiwaan yang memiliki kemungkinan berkembang kearah kematangan perlu
pendidikan yang tepat.Tanpa di bimbing, potensi kejiwaan tersebut tidak
akan sampai pada titik optimal perkembanganya yang menguntungkan diri
anak bimbing.

d. Pendekatan Direktif

Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa manusia merupakan makhluk


rasional dan memiliki potensi-potensi yang bisa dikembangkan ke arah
positif atau negatif. Manusia dipandang tidak akan bisa berkembang secara
otonom, melainkan butuh pertolongan orang lain agar dapat mencapai batas
kemampuannya secara penuh.

Menurut pendekatan ini hakikat kecemasan seseorang adalah ketidak-pastian


tentang cara menggunakan potensi-potensinya. Tujuan pendekatan
konseling ini adalah menolong individu untuk secara bertahap dan pelan-
pelan semakin memahami dan semakin terampil mengatur dirinya sendiri.
biasanya menggunakan teknik mengubah lingkungan, memilih lingkungan,
mengajarkan aneka keterampilan yang diperlukan, dan mengubah
sikapdengan melakukan berbagai macam tes dan alat ukur lain.

Riwayat hidup konseli perlu diungkap agar konseling dapat dilaksanakan.


Dengan cara mendiagnosis dan prognosis.Pendekatan direktif ini biasanya
cocok dipakai terhadap klien-klien ‘Normal’ yang butuh pertolongan agar
merasa siap menghadapi aneka tuntutan penyesuaian sebelum berkembang
konflik-konflik di dalam dirinya. Dalam pendekatan ini si konselor harus
berperan aktif.

e. Pendekatan Non-Direktif

Pendekatan ini semula dikembangkan oleh Carl Rogers. Dewasa ini, pendekatan
ini disebut sebagaikonseling yang berpusat pada klien. Asumsi dasar yang
melandasi pendekatan ini adalah bahwa manusia pada dasarnya rasional,
baik, dapat dipercaya, bergerak ke arah aktualisasi diri, sehat, realisasi diri,
bebas, dan otonomi.

Permasalahan yang dihadapi dalam pendekatan ini yaitu konseli merasa


cemas sebab terjadi ketidakseimbangan antara konsep dirinya dan
pengalamannya. Dalam pendekatan ini, teknik konselingnya dipusatkan pada
si konseli, bukan pada masalahnya. Cara konselor menanganinya yaitu
dengan menunjukkan sikap-sikap kongruensi, empati, dan ketulusan tanpa
syarat pada kliennya.

Seorang konselor Non-direktif bertindak sejenis katalisator. Ia berbicara sangat


sedikit, sebaliknya menggunakan sebagian besar waktunya untuk
mendengarkan dan menunggu. Selain itu peran konselor adalah sebagai
fasilitator dan reflektor.

Tugasnya adalah menolong konseli memahami dirinya, menjernihkan serta


merefleksikan kembali perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang dinyatakan
konseli. Konselor berusaha menciptakan iklim di mana konseli mampu
melakukan perubahan di dalam dirinya. Adapun tujuan pendekatan Non-
direktif ada beberapa macam. Yaitu:

 Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.


 Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan terbaik bagi dirinya tanpa merugikan orang lain.
 Memberikan kesempatan kepada klien untuk mempercayai orang lain dan siap menerima
pengalaman orang lain yang bermanfaat baginya.
 Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu lingkungan
sosial budaya yang luas.
 Menumbuhkan keyakinan pada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang (process
of becoming).
Dalam pendekatan ini ada beberapa kebaikan dan kelemahan. Adapun
kebaikan-kebaikan pendekatan Non-Direktifakan membantu jika:

 Klien mengalami kesukaran emosional dan tidak dapat menganalisis secara raional dan logis.
 Konselor memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk menangkap penghayatan emosi
dalam mengungkapkan masalah dari klien dan memantulkan kembali kepada klien dalam
bahasa dan tindakan yang sesuai.
 Pendekatan ini sangat baik digunakan jika klien memiliki kemampuan untuk merefleksikan
diri dan mengungkapkan perasaan-perasaan serta pikiran-pikirannya secara verbal. dll
Adapun kelemahan dalam pendekatan Non-Direktif yaitu meliputi :

 Pendekatan ini menyita banyak waktu bila wawancara konseling tidak terarah.
 Kemampuan dan keberanian klien untuk mengungkapkan secara verbal seluruh
permasalahannya sangat terbatas.
 Kesukaran-kesukaran klien dalam menerima dan memahami diri sendiri.
 Pendekatan ini menuntut sifat dan sikap kedewasaan dari klien.
 Kesukaran-kesukaran konselor dalam aspek klinis sering merupakan masalah, karena
konselor belum terlatih dalam masalah psikologis.
f. Pendekatan Rasional-Emotif
Teori Konseling Rasional Emotif dalam istilah lain dikenal dengan "rasional-
emotif therapy" yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis, seorang ahli
Clinikal Psychology (Psikologi klinis).

Tujuan dari RET Albert Ellis pada intinya ialah untuk mengatasi pikiran yang
tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Konselor berusaha agar
klien makin menyadari pikiran dan ucapannya sendiri, serta mengadakan
pendekatan yang tegas, melatih klien untuk bisa berpikir dan berbuat yang
lebih realistis dan rasional.

Pendekatan ini sangat ideal apabila diterapkan di sekolah. Guru melalui mata pelajaran yang
diajarkan kepada siswanya secara langsung bisa mengaitkan pola bimbingan yang terpadu untuk
mempengaruhi para siswanya untuk segera meninggalkan tindakan, pikiran, dan perasaan yang
tidak rasional.
Ciri-ciri konseling Rasional-Emotif dapat diuraikan sebagai berikut :

 Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif
dibandingkan dengan klien.
 Dalam proses hubungan konseling harus diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan
klien.
 Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu
klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
 Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak terlalu banyak menelusuri kehidupan masa
lampau klien.
 Diagnosis (rumusan masalah) yang dilakukan dengan konseling rasional-emotif bertujuan
untuk membuka ketidaklogisan pola pikir dari klien.
g. Pendekatan Analisis Transaksional

Prinsip-prinsip yang dikembangkan melalui analisis transaksional


diperkenalkan pertama kali pada tahun 1956 oleh Eric Berne, dan kemudian
disusul dengan pembahasan yang mendalam di depan Regional Meeting of
The American Group Psychotherapy Association di Los Angeles, bulan
November 1957, yang berjudul: "Transactional Analysis: A New and Effective
Method Group Therapy".

Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis


transaksional adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi
atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan
realistis, berkomunikasi terbuka, wajar dan pemah dalam berhubungan
dengan orang lain. Tujuan pendekatan Analisis Transaksional diantaranya
yaitu :

 Konselor membantu klien yang mengalami kontaminasi (pencemaran) status ego yang
berlebihan.
 Konselor berusaha membantu mengembangkan kapasitas diri klien dalam menggunakan
semua status egonya yang cocok.
 Konselor berusaha membantu klien di dalam mengembangkan seluruh status ego dewasanya.
Pengembangan ini pada hakikatnya adalah menetapkan pikiran dan penalaran individu
Tujuan terakhir dari konseling adalah membantu klien dalam membebaskan
dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok serta menggantinya dengan
rencana hidup yang baru yang lebih produktif.

Secara historis analisis transaksional dari Eric Berne berasal dari psikoanalisis
yang dipergunakan dalam konseling atau terapi kelompok, tetapi kini telah
dipergunakan pula secara meluas dalam konseling atau terapi individual.

h. Pendekatan Klinikal

Konseling Klinikal berkembang diawali dari konsep konseling jabatan


(vocational counseling), yang menitik-beratkan pada kesesuaian pendidikan
dengan jabatan(vocational). Konseling jabatan pertama-tama dirintis dan
diperkenalkan oleh Frank Parson (1909) yang menekankan kepada tiga
aspek penting, yaitu :

 Pemahaman yang jelas tentang potensi-potensi yang dimiliki individu termasuk di dalamnya
ialah tentang bakat, minat, kecakapan, kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-
kelemahannya.
 Pengetahuan tentang syarat, kondisi, kesempatan dan tentang prospek dari berbagai jenis
pekerjaan atau karir.
 Penyesuaian yang tepat antara kedua aspek tersebut.
Istilah klinikal maupun konseling klinikal merupakan kerangka acuan kerja, yang
mendasarkan pada konsep bahwa konselor bukanlah semata-mata penata
dan pelaksana tes, tetapi dia juga bekerja menghadapi individu sebagai
pribadi seutuhnya. Jadi, ini berarti bahwa konseling klinikal didasari pada
pandangan tertentu tentang hakikat manusia. Adapun tujuan Konseling
Klinikal yaitu :

 Membantu siswa yang menghadapi masalah yang tidak dapat memecahkan masalahnya
sendiri. Dengan cara, konselor harus memahami dengan seksama seluk beluk dan liku-liku
masalah yang dihadapi oleh siswa.
 Membantu siswa mempelajari, memahami, dan menghayati dirinya sendiri serta
lingkungannya, serta melancarkan terjadinya proses pengembangan diri, pemahaman diri,
perwujudan cita-cita dan penemuan identitas diri.
 Agar individu mampu belajar melihat dirinya sendiri sebagaimana adanya dan mampu untuk
mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya secara optimal. Untuk mencapai
tujuan ini, pola hubungan yang penuh dengan keakraban, bersahabat, perhatian, dan ikut
merasakan apa yang dirasakan orang lain perlu ditanamkan dalam proses hubungan
konseling.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka ada langkah–langkah dalampendekatan
Klinikal. Diantaranya :

 Langkah Diagnosis I yaitu konselor berusaha mengumpulkan dari berbagai sumber dan
berbagai pihak yang diduga ada relevansinya dengan masalah yang dihadapi siswa.
 Langkah Sintesis ialah suatu langkah untuk membuat suatu rangkuman data, sehingga
tampak jelas hal-hal unik yang berhubungan dengan masalah siswa.
 Langkah Diagnosis II yaitu kegiatan untuk menyusun gambaran kondisi siswa. Dengan
tersusunnya gambaran kondisi sehingga tampak dengan jelas masalah apa yang sedang
dialami siswa dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah tersebut.
 Langkah Prognosis adalah suatu usaha untuk memilih alternatif tindakan yang dapat
membantu siswa dalam mengatasi sendiri masalahnya.
 Langkah Treatment atau penyembuhan adalah pelaksanaan pemberian bantuan kepada
siswa.
 Langkah Follow Up (lanjutan) ialah membantu siswa melaksanakan rerncana tindakan
langkah awal sampai terakhir sedangkan klien itu sendiri kelihatan aktif pada waktu terjadi
hubungan wawancara konseling saja.
Macam-Macam Teknik Bimbingan dan Konseling
BIMBINGAN DAN KONSELING membutuhkan teknik yang tidak mudah. Diperlukan
pembiasaan terhadap macam-macam teknik yang ada supaya konselor mahir dalam kerja
praktik. Di samping itu, diperlukan keberanian dalam memperaktikkan macam-macam teknik
yang ada, supaya ada pengalaman dari berbagai teknik.
Terkadang, ada seseorang yang ketika enjoy dengan satu teknik, dia tidak mau mencoba
teknik lain. Mental status quo semacam ini harus dihilangkan. Diperlukan eksperimentasi dan
observasi terus-menerus untuk mengembangkan teknik konseling sebagai jawaban terhadap
kompleksitas problem di era modernisasi dan informasi sekarang ini.

A. Teknik Umum Konseling I


Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahap-tahap
konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk
lebih jelasnya, berikut ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum.

1. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien. Hal ini mencangkup
komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat
menimbulkan hal positif, seperti meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang
aman, dan mempermudah eksperesi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik, misalnya :
 Kepala : melakukan anggukan jika setuju
 Ekspresi wajah : tenang, cerita, senyum
 Posisi wajah : tenang, ceria, senyum
 Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak
dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan
 Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangansebagai
isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
 Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam
(menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku attending yang tidak baik, misalnya :
 Kepala : kaku
 Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien
sedang bicara, mata melotot
 Posisi tubuh : tegak, kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh,
duduk
kurang akrab dan berpaling
 Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk member
kesempatan klien berpikir dan berbicara
 Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar
Catatan :
Attending disebut juga perilaku menghapiri klien. Hal ini cukup kompeten kontak mata,
bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Attending yang baik dapat menimbulkan beberapa hal positif,
seperti meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, dan mempermudah
ekspresi perasaan klien dengan bebas.
2. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien; merasa
dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan
dengan perilaku attending. Tanpa perilaku attending, mustahil terbentuk empati. Terdapat
dua macam empati, yaitu :
a. Empati Primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan,
pikiran, dan keinginan klien dengan tujuan agar klien dapat terihat dan terbuka. Contoh
ungkapan empati primer : “Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda” ; “Saya
mengerti keinginan Anda.”
b. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan,
pikiran, keinginan, serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien, karena
konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keterlibatan konselor tersebut membuat klien
tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran,
pengalaman, dan termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : “Saya
dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda
itu.”
3. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan,
pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non
verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu:
a. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan
perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh : “Tampaknya yang Anda kaatakan adalah ……”
b. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat
klien sebagi hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh :
“Tampaknya yang Anda Katakan…..”
c. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman
klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh :
“Tampaknya yang Anda katakana sesuatu …..”

4. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengamatan klien. Hal
ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak
mampu mengemukakan pendapatnya. Teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara
tanpa rasa takut, tetekan, dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, dalam teknik
eksplorasi ini pun terdapat tiga macam teknik yaitu :
a. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang
tersimpan. Contoh : “Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksud ….”
b. Eksplorasi pikiran, yaitu telknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat
klien. Contoh : “Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah
sambil bekerja.
c. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali
pengalaman-pengalaman klien. Contoh : ‘Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui.
Namun, saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya
terhadap pendidikan Anda.”
Catatan :
Eksplorasi adalah ternik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini
penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia bathin, menutup diri, atau tidak
mampu mengemukakan pendapatnya.

5. Menangkap Pesan (Paraphrasing)


Menangkap pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau
innti ungkapan klien, dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan
kalimat yang mudah dan sederhana. Biasanya, ini ditandai dengan kalimat awal : “adakah “
atau “tampaknya” dan mengamati respon klien terhadap konselor.
Tujuan Paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa
konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2)
mengedepankan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan; (3) member arah
wawancara konseling; dan
(4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien. Berikut
contoh dialognya :
Klien : “Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak
tahu mengapa demikian?”
Konselor : “Tampaknya Anda masih ragu.”
6. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicfara
mengungkapkan perasaan, pengalaman, dan pemikirannya. Pertanyaan yang diajukan
sebaliknya tidak menggunakan kata Tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam
ini akan menyulitkan klien jika ia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya,
lebih baik gunakan kata Tanya apakah, bagaimana, adakah, atau dapatkah. Contoh : “Apakah
Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ?”
7. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka. Dalam hal-
hal tertentu, dapat pula digunakan pertanyaan tertutup yang harus dijawab dengan kata “ya”
atau “tidak”, atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup adalah untuk : (1)
mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan
pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh. Contoh dialog :
Klien : “Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang
selama ini belum pernah saya lakukan.’
Konselor : “Biasanya Anda menempati peringkat berapa?”
Klien:”Empat.”
Konselor:”Sekarang berapa?”
Klien:”Sebelas.”
8. Dorongan Minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang
singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan
ungkapan oh ….., ya…., lalu…., terus,…. atau dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar
pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau
menghentikan pembicaraannya, dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada
pembicaraan, atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien. Contoh dialog :
Klien : “Saya putuskan asa …. dan saya nyaris …. “(klien menghentikan pembicaraan)
Konselor : “Ya ….”
Klien : “Nekat bunuh diri.”
Konselor : “Lalu ….”
9. Interprestasi
Teknik ini yaitu untuk mengulas pemikiran, perasaan, dan pengalaman klien dengan
merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subjek konselor. Hal ini bertujuan untuk
memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari
hasil rujukan baru tersebut. Contoh dialog :
Klien : “Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memutuskan perhatian membantu orang
tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat
membutuhkan biaya.”
Konselor : “Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua
warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan
makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua
memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong cerdas
akan meninggalkan SMA.”
10. Mengarahkan (Directing)
Teknik mengarahkan ini yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan
sesuatu. Misalnya, menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau
mengkhayalkan sesuatu. Misalnya :
Klien : “Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri.
Akhirnya, terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : “Bisakah Anda mencoba memperlihatkan di depan saya bagaimana sikap dan
kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”
Catatan :
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka. Dalam hal-
hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup yang harus dijawab dengan kata “ya”
atau “tidak”, atau dengan kata-kata singkat.

11. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)


Teknik ini yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan, sehingga arah
pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk (1) memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2)
menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas
diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling. Contoh :
Konselor: “Setelah kita berdiskusi beberapa waktu, alangkah baiknya jika disimpulkan
dulu agar semakin jelas hasil pembicaaan kita. Dari materi-materi pembicaraan yang kita
diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal. Pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah
makin jelas. Kedua, namun masih ada hambatan yang akan dihadapi, yaitu sikap orang tua
Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi dan waktu bekerja yang penuh
sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”
B. Teknik Umum Konseling II

1. Memimpin (Leading)
Leading yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalan wawancara konseling
sehingga tujuan konseling tercapai. Contoh dialog :
Klien : “Saya mengkin berpikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi,
bagaimana, ya?”
Konselor : “Sampai sini, kepedulian Anda tertuju pada kuliah sambil bekerja. Mungkin
Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka
kepedulian Anda juga?”
2. Fokus
Fokus yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada
pokok pembicaraan. Pada umumnya, dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapan
sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogiyanya
dapat membantu klien agar dapat menentukan apa yang fokus dari masalah tersebut.
Miasalnya, dengan mengatakan :
“Apakah tidak sebaiknya jika pokok peembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan
Anda dengan orang tua yang kurang harmonis.”
Ada beberapa yang dapat dilakukan dalam teknik fokus ini, diantaranya :
a. Fokus pada diri klien. Contoh : “Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan.”
b. Fokus pada orang lain. Contoh : “Roni telah membuat kamu menderita, terangkanlah
tentang dia dan apa yang telah dilakukannya?”
c. Fokus pada topic. Contoh : “Pengguguran kandungan? Kamu membiarkan aborsi?
Pikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan.”
d. Fokus mengenai budaya. Contoh : “Mungkin budaya menyerah dan mengalah
pada laki-laki harus diatasi sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi objek
laki- laki.”

3. Konfrontasi
Konfrontasi yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi
antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya,
senyuman dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah (1) mendorong klien
mengadakan penelitian diri secara jujur; (2) meningkatkan potensi klien; (3) membawa klien
kepada kesadaran adanya discrepancy; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.
Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan (1) member
komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang tepat; (2)
tidak menilai apalagi menyalahkan; serta (3) dilakukan dengan perilaku attending dan empati.
Contoh dialog :
Klien : “Saya baik-baik saja.” (suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah)
Konselor : “Anda mengatakan baik-baik saja, tetapi kelihatannya ada yang tidak beres.
Saya melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan diri.”

4. Menjernihkan (Clarifying)
Clarifying yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapaan klien yang samar-samar,
kurang jelas, dan agak meragukan. Tujuannya adalah (1) mengundang klien untuk
menyatakan pesannya dengan jelas, dengan ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan
alasan-alasan yang logis; (2) agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan
perasaannya. Contoh dialog :
Klien : “Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung. Saya tidak
mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Konselor : “Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya? Misalnya pran ayah, ibu,
atau saudara-saudara Anda.”
Catatan :
Pada umunya, dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah
permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu konselor seyogyanya dapat
membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus dari masalah tersebut.
5. Memudahkan (Facilitating)
Facilitating yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara
dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, serta pengalaman secara bebas.
Contohnya dengan perkataan: “Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena saya
akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”
6. Diam
Teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5-10 detik. Komunikasi yang
terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah (1) mananti klien sedang
berpikir; (2) sebagai protes jika klien ngomong berbelit-belit; serta (3) menunjang
perilaku attendingdan empati, sehingga klien bebas bicara. Contoh dialog ;
Klien : “Saya tidak senang dengan perilaku guru itu.”
Konselor : “….” (diam)
Klien :”Saya …. Harus bagaimana …, Saya … tidak tahu …”
Konselor ; “….” (diam)
7. Mengambil Inisiatif
Teknik ini dilakukan manakalah klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam,
dan kurang partisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan
diskusi. Teknik ini bertujuan untuk : (1) mengambil inisiatif jika klien kurang bersemangat;
(2) untuk mengambil keputusan jika klien lambat berpikir; (3) untuk meluruskan jika klien
kehilangan arah pembicaraan. Misalnya, dengan mengatakan : “Baiklah, saya pikir Anda
mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Contoh Anda renungkan kembali.”
8. Memberi Nasihat
Pemberian nasihat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian,
konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk member nasihat atau tidak.
Sebab, dalam member nasihat, tetap dijaga agar tujuan konseling, yakni kemandirian klien,
tetap harus tercapai. Contoh respons konselor terhadap permintaan klien : “Apakah dalam
hal seperti ini saya pantas untukl member nasihat pada Anda ? Sebab, dalam hal seperti ini,
saya yakin Anda lebih mengetahuinya daripada saya.”
9. Pemberian Informasi
Sama halnya dengan nasihat, jika konselor tidak memiliki informasi, sebaiknya dengan
jujur katakana bahwa dia mengetahui hal itu. Kalaupun konselor mengetahuinya, sebaiknya
tetap diupayakan agar klien mengusahakannya. Misalnya, dengan mengatakan : “Mengenai
berapa biaya masuk ke Universitas Negeri Jakarta, saya sarankan Anda bisa langsung
bertanya ke pihak UNJ atau Anda berkunjung ke situs www.unj.com di internet.”

Catatan :
Pemberian nasihat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian,
konselor tetap harus mempertimbangkan apakah pantas untuk member nasihat atau tidak.
Sebab, dalam member nasihat, tetap dijaga agar tujuan konseling, yakni kemandirian klien,
harus tetap tercapai.
10. Merencanakan
Teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konselinguntuk membantu agar klien dapat
membuat rencana tindakan (action), perbhuatan yang produktif untuk kemajuan klien.
Misalnya, dengan berkata, “Nah, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana
yang baik dengan berpedoman pada hasil pembicaraan kita sejak tadi.”
11. Menyimpulkan
Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut (1)
bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan; (2) memantapkan
rencana klien; (3) pemahaman baru klien; dan (4) pokok-pokok yang akan dibicarakan
selanjutnya pada sesi berikutnya, jika pandangan masih perlu dilakukan koseling lanjutan.
C. Teknik Khusus Konseling
Dalam konseling, disamping menggunakan teknik-teknik umu, dalam hal-hal tertentu
dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari
berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan behaviorism, rational emotive therapy,
gestalt, dan sebagainya. Berikut ini akan disampaikan beberapa teknik-teknik khusus
konseling.
1. Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan
diri bahwa tindakannya adalah layak dan benar. Latihan ini terutama berguna, di antaranya,
untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung,
kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi, dan respons positif lainnya.
Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor.
Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
2. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokuskan
bantuan untuk menenangkan klien dari keterangan yang dialami dengan cara mengajarkan
klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara
negatif dan menyertakan respons yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
Dengan pengondisian klasik, respons-respons yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan
secara bertahap. Jadi, desensitisasi sistematis, hakikatnya, merupakan teknik relaksasi yang
digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif. Biasanya, ini merupakan
kecemasan, dan ia menyertakan respons yang berlawanan dengan perilaku yang akan
dihilangkan.
Catatan :
Desensitisasi sistematis, hakikatnya, merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk
menghapus perilaku yang diperkuat secara negative. Baiasanya, ini merupakan kecemasan,
dan ia menyertakan respons yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
3. Pengondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respons pada stimulus
yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan
yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak
dikehendaki kemunculannya. Dari pengondisian ini diharapkan terbentuknya asosiasi antara
perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

4. Pembentukan Perilaku Model


Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien dan memperkuat
perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini, konselor menunjukkan kepada klien tentang
perilaku model. Teknik ini dapat dilakukan dengan menggunakan model audio, model fisik,
model hidup, atau lainnya yang teramati dan dipahami jelas perilaku yang hendak dicontoh.
Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa
pujian sebagai ganjaran sosial.
5. Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan topdog dan
kacenderunganunderdog. Contohnya :
a. Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak
b. Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh
c. Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”
d. Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung
e. Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt, pada akhirnya, klien
akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi dimana ia berani mengambil resiko. Penerapan
permainan dialog ini dapat dilaksanakann dengan menggunakan teknilk “kursi kosong”.
6. Latihan Saya Bertanggung Jawab
Teknik ini merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui
dan menerima perasaan-perasaannya daripada memperoyeksikan perasaannya itu kepada
orang lain. Dalam teknik ini, konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan
kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat: “… dan saya
bertanggung jawab atas hal itu.” Misalnya :
 “Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu.”
 “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab
atas ketidaktahuan itu.”
 “Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu.”
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt, hal ini akan membantu
meningkatkan kesadaran klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini
diingkarinya.

7. Bermain Proyeksi
Proyeksi yaitu memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri
tidak mau melihat atau menerimanya; mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara
memantulkan kepada orang lain. Sering terjadi perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada
orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bemain proyeksi, konselor
meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada
orang lain.
8. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dorongan-
dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini, konselor meminta klien untuk memainkan
peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya, konselor
member kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “exhibitionist” bagi klien pemalu
yang berlebihan.
9. Bertahan dengan Perasaan
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati
yang tidak menyenagkan, atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien
untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan.
Dalam hal ini, konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau
kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang, dan mendorong klien untuk menyelam lebih
dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu. Untuk membuka dan
membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya
mengkonfortasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya, tetapi membuat
keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesaktian peerasaan yang ingin dihidainya
itu.

10. Home Work Assignments


Teknik ini yaitu teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk
melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut
pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat
mengurangi atau menghilangkan ide-ide perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak
logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek
kognisinya yang keliru, serta mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang
diberikan.
Pelaksanaan home work assignment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam
suatu pertemuan tatap muka denga konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan
mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri, serta
kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien, dan mengurangi ketergantungan
kepada konselor.
11. Adaptive

Teknik ini digunakan untuk melatih,mendorong, dan membiasakan klien untuk terus –
menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang
diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

12. Bermain Peran


Teknik ini digunakan untuk mengekpresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa,
sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
Catatan :
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang
lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin
dihindari, tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan
perasaan yang ingin dihindari itu.
13. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus-menerus suatu model perilaku tertentu dengan
maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif. Khususnya dalam
teknik wawancara, menurut Nurhadi, ada beberapa teknik yang bisa digunakan. Berikut
penjelasannya.
a. Pendekatan Directive (Counselor Centered)
Konselor yang mempergunakan metode ini membantu memecahkan masalah konseli
dengan secara sadar mempergunakan sumber-sumber intelektualnya. Tujuan utama dari
metode ini adalah membantu konseli mengganti tingkah laku emosional dan implusif dengan
tingkah laku yang rasional. Lepasnya tegangan-tegangan dan didapatnya “insight” dipandang
sebagai suatu hal yang penting.
Di dalam membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi konseli
denganrasional, konselor tidak boleh bersikap otoriter dan menuduh, walaupun dikatakan
direktif. Larangan-larangan yang langsung, petuah dan didaktis, dan petuah yang sifatnya
mengatur sebaiknya dihindari.
Konsep direktif meliputi bahwa konseli membutuhkan bantuan dan konselor membantu
menemukan apa yang menjadi masalahnya dan apa yang mesti kerjakan. Teknik-teknik yang
bisa digunakan antara lain : (i) informasi tentang dirinya, hal ini digunakan
untukmengkonfrontasikan antara infoemasi yang diberikan dengan kenyataan yang ada. Dari
sini, konseli iharapkan mampu mengevaluasi kembali sikapnya; (ii) case history digunakan
sebagai alat diagnosis dan therapeutic dengan tujuan membantu
dalam “rapport”,mengembangkan kartatis, memberikan keyakinan kembali, dan kembali
mengembangkan“insight”; dan (iii) konflik yang digunakan sebagai alat therapeutic. Situasi
konflik sengaja ditimbulkan, konseli dihadapkan pada situasi yang memancing sikapnya
dalam menghadapi realitas dan konseli dimotivasi untuk memecahkannya.

b. Pendekatan Nondirective (Client Centered)


Pada teknik ini,konseli diberi kesempatan untuk memimpin wawancara dan memikul
sebagian besar dari tanggung jawab atas pemecahan masalahnya. Beberapa ciri-cirinya,
antara lain : (a) konseli bebas untuk mengekspresikan dirinya; (b) konseli menerima,
mengetahui, menjelaskan, mengulang lebih secara objektif pertanyaan-pertanyaan dari
konseli; (c) konseli ditolong untuk makin mengenal diri sendiri; dan (d) konseli membuat
asal-usul yang berhubungan dengan pemecahan masalahnya.
Salah satu keuntungan terbesar dari metode ini adalah mengurangi ketergantungan
konseli. Bahkan, memberikan pelepasan emosi yang dalam dan member lebih banyak
kesempatan untuk pertumbuhan “self sufficiency”.
Sebenarnya, masih ada satu lagi metode yang dikenal dengan pendekatan yang
eclectic.Dalam pendekatan ini, konselor mempergunakan cara-cara yang dinggap baik atau
tepat, yang disesuaikan dengan konseli dan masalahnya. Dengan demikian, konselor dapat
menggunakan kedua teknik tersebut di atas dalam satu counseling session yang berarti
konselor menggunakan teknik-teknik membei saran, nasihat, dorongan, dan member konseli.
Teknik-teknik seperti telah dijelaskan tadi, dalam dunia pendidikan, digunakan untuk
mendiagnosis problem-problem kesiswaan yang terjadi. Seorang konselor harus mampu
mendiagnosis masalah-masalah siswa, misalnya dalam hal kesulitan belajar. Konselor harus
mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, memahami sifat dan jenis
kesulitan belajarnya, menetapkan usaha-usaha bantuan, bagaimana tindak lanjutnya, dan lain-
lain. Kemampuan ini akan terus dikembangkan demi peningkatan profesionalitas konselor
dan peningkatan kualitas sekolah.
Teknik umum 1,2, dan teknik khusus di atas harus dipelajari secara serius oleh
konselor. Jangan sampai teknik yang banyak dan kaya di atas hanya sebagai pajangan saja.
Dibutuhkan keberanian untuk memperaktikkan, menilai, dan mengembangkannya. Dari
eksperimentasi terus-menerus itu, seorang konselor akan mempunyai talenta konseling yang
menyatu dalam jiwanya (inheren). Sehingga, dalam keadaan apa pun, secara refleks,
kemampuan tersebut muncul dari dirinya.
Aspek pengasahan terus-menerus akan memunculkan kemampuan hebat yang tidak
disangka-sangka sebelumnya. Di sinilah hebatnya faktor konsistensi dalam melakukan
sesuatu. Prestasi yang dilahirkan dari konsistensi ini tidak terbayangkan sebelumnya, bahkan
oleh si pelakunya sendiri, apalagi orang lain.
Catatan :
Di dalam membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi konselidengan
rasional, konselor tidak boleh bersikap otoriter dan menuduh, walaupun dikatakan direktif.
Larangan-larangan yang langsung, petuah yang didaktis, dan petuah yang sifatnya mengatur
sebaliknya dihindari.

Anda mungkin juga menyukai