Anda di halaman 1dari 30

-Konseling Intensi Paradox dalam Perspektif

Filsafiah Dan Ilmiah

DASAR PEMIKIRAN

A. Reason
Dewasa ini mungkin banyak dari manusia lari dari kenyataan yang sering kali membuat
dirinya takut dalam mengambil keputusan, ia lebih baik lari dari kenyataan daripada harus
dihadapkan pada sebuah pilihan yang menekan hidupnya. Karena tidak tahan dan tidak
memiliki kemampuan serta keberanian yang besar atas dirinya manusia sering kali lari.
Selain itu, manusia juga sering kali tergantung pada orang lain dalam mengambil
keputusan. Akibat ketergantungan itu banyak manusia tidak dapat memunculkan “ke-
ontektik-an” dirinya. Diri manusia sering kali mengekor pandangan orang lain. Manusia
mempunyai peranan yang sangat penting dalam tiap pengambilan keputusan yang
menyangkut nasib kehidupan mereka. Meskipun kita dulu tidak ada pilihan untuk
dilahirkan atau tidak, cara kita hidup dan menjadi apa kita ini merupakan hasil pilihan-
pilihan yang kita tentukan (Corey, 1995: 255).
Menurut Adler dalam (Mahpur & Habib, 2006:35), manusia adalah makhluk yang
sadar, yang berarti bahwa ia sadar terhadap semua alasan tingkah lakunya, sadar
inferioritasnya, mampu membimbing tingkah lakunya, dan menyadari sepenuhnya arti dari
segala perbuatan untuk kemudian dapat mengaktualisasikan dirinya. Spiritualitas
diarahkan kepada pengalaman subjektif dari apa yang relevan secara eksistensial untuk
manusia. Spiritualitas tidak hanya memperhatikan apakah hidup itu berharga, namun juga
fokus pada mengapa hidup berharga. Individu dengan makna hidup dianggap memiliki
kesadaran akan tujuan utama kehidupan manusia dan merupakan motivasi utama manusia
dalam melewati masalah hidup. Menurut Yildirim (2018:389) bahwa logoterapi bertujuan
untuk membantu individu menemukan makna dari kehidupannya bahkan dalam kondisi
yang paling
Setiap manusia memiliki keunikannya masing-masing dan memiliki kelebihan dan
kekurangan yang dapat diarahkan pada maka ia kehilangan kemampuan untuk meniru
bahasa ucapan orang lain atau apa yang ia dengar. Dengan demikian perolehan bahasanya

1
terhalang diakibatkan tidak mendengar, sehingga lebih mudah curiga terhadap keberadaan
orang lain.
Konsep eksistensial khususnya untuk menjelaskan pemahaman yang menempatkan
posisi yang berada dalam kesenjangan atau permasalahan sehingga mendapatkan
keyakinan akan eksistensinya yang sesuai dengan keterbatasannya dalam aspek kehidupan
tertentu yang tidak dapat diduga duga. Pendekatan Eksistensial berkembang sebagai reaksi
atas dua model terapi behaviorisme. Konseling eksistensial manusia yang bercorak serba
ditentukan (deterministic), serba dikurangi (reductionistic), dan serba mekanis
(mechanistic). Permasalahan yang tidak dapat diprediksi membentuk sikap baru dalam
menjalani setiap kehidupan yang seharusnya lebih efektif, namun dengan banyaknya
kemungkinan stimulus yang muncul membentuk kecemasan dalam hidup.
Kecemasan dalam tingkat tertentu dapat membuat seseorang menjadi lebih produktif.
Misal, ketika seseorang merasa cemas tidak dapat menyelesaikan tugasnya, maka ia akan
berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya dan mengumpulkannya tepat
waktu agar dapat terhindar dari cemas yang lebih berat. Seperti halnya cemas jika di
marahi orang tua apabila tidak masuk kelas maka ia akan menyegerakan segala
aktifitasnya agar dapat mengikuti kelas. Alwisol, (2014) menjelaskan bahwa Perasaan
cemas yang disebutkan diatas bukanlah menjadi suatu masalah, cemas akan menjadi
masalah apabila perasaan itu begitu mengganggu sampai menghambat seseorang dalam
melakukan aktifitasnya. Perasaan cemas yang berlebihan inilah yang perlu penanganan
dan pemecahan praktis agar ia dapat melakukan aktifitas seperti biasa dan mencapai
kehidupan efektif sehari-hari. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pemberian layanan
bimbingan dan konseling yang merupakan upaya sistematis, objektif, logis dan
berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan dan
konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik atau konseli untuk mencapai
kemandirian dalam kehidupannya.
Barlow (2002) mengatakan bahwa kecemasan merupakan komplikasi dari beberapa
emosi, dan perasaan takut adalah yang paling dominan diantara yang lain. Dari sudut
pandang psikoanalisa, kecemasan merupakan perasaan takut yang diakibatkan oleh
merepresi perasaan, kenangan, hasrat dan pengalaman yang muncul di kesadaran
seseorang (Corey, 2012). Ada tiga jenis kecemasan, antara lain 1) kecemasan realitas yang
dapat diartikan sebagai perasaan takut akan bahaya dari dunia luar, 2) kecemasan neurotis
atau ketakutan kepada suatu bahaya yang tidak diketahui dan 3) kecemasan moral yang
disebabkan oleh perang batin atau perasaan bersalah akibat menyadari konsekuensi yang

2
akan dihadapi (Corey, 2012). Seseorang yang mengalami kondisi diatas memerlukan
bantuan, yang dalam permasalahan ini merupakan wilayah kerja konselor. Konseli
diberikan suatu layanan agar dapat mengatasi kecemasan yang dialaminya. proses layanan
bimbingan dan konseling dianggap mampu mengatasi permasalahan konseli tergantung
teknik apa yang disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi.
Kecemasan dapat diatas dengan penggunaan paradoxical intervention dalam proses
layanan bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling atau konselor harus
mampu mengajak konseli untuk melihat dirinya dari sudut pandang orang lain agar dapat
menimbulkan rasa humor yang akan berujung pada konseli mampu menertawakan
kecemasannya yang tidak rasional. Selain itu, korelasi praktik paradoxical intervention
dalam konseling dengan hubungan terapiutik yang dibangun antara guru bimbingan dan
konseling atau konselor dan konseli adalah penekanan pada aspek etis pelaksanaan teknik
agar konseli percaya dan tidak merasa diperdaya oleh arahan yang diberikan guru
bimbingan dan konseling atau konselor. Aspek ini sangat penting untuk diperhatikan,
sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan, Foreman (1990) telah menyusun lima
poin pertimbangan sebelum melaksanakan konseling dengan teknik paradox.
Paradoxical intervention yang selama ini di asosiasikan sebagai suatu teknik yang
efektif dalam mengatasi kecemasan, perlu mendapat porsi dalam kajian-kajian ilmiah.
Usaha ini di anggap perlu, agar dapat di manfaatkan oleh ilmuan dan praktisi sebagai point
of deperture dalam berbagai forum ilmiah dan praktis di lapangan. Hal ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa teknik ini dapat dijadikan acuan atau titik tolak dimana konselor
mampu mencegah adanya permasalahan kehidupan, munculnya kecemasan dengan
merekonstruksi kembali niat individu dalam berperilaku sehingga ada proses pengaturan
diri individu meniatkan suatu keadaan dalam melakukan aktivitas atau perbuatan dalam
kehidupan.
Teknik Paradoxical intervention dapat dimanfaatkan dalam penerapan layanan
bimbingan dan konseling guna menciptakan pencegahan dan pengentasan permasalahan
kehidupan yang berkaitan dengan kesenjangan perilaku yang irrasional dan merugikan.
Teknik ini mampu memberikan kontribusi pencegahan dengan adanya proses
rekonstrukturisasi kognitif untuk menselaraskan antara niat dan perbuatan yang
disesuaikan dengan hasil dari perbuatan yang dilakukan. Dengan kata lain individu
diberikan kesempatan untuk meninjau kembali dampak apa yang dihasilkan dari perbuatan
yang akan dilakukan.

3
Saat ini implementasi bimbingan dan konseling diorientasikan kepada upaya
memfasilitasi perkembangan potensi konseli yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar
dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang
berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual) (Depdiknas,
2008). Tarpin (Bambang Sugiharto dalam Supriatna, 2010, hlm. 4) menyatakan bahwa
melalui pendidikan yang holistik terbentuk manusia yang mampu menggali makna,
menemukan jati diri, menyadari dan mengembangkan potensi yang dimiliki,
mengendalikan naluri, membentuk hati nurani, menumbuhkan rasa kekaguman dan
mampu mengekspresikan perasaan dan pemikirannya secara tepat dan benar.

B. Ruang Lingkup
Berdasarkan rasional di atas lingkup bahasan dalam makalah ini berisi tinjauan
teoretik tentang konseling intensi paradox yang meliputi asal usul istilah intensi
paradox, konseptualisasi konseling intensi paradox, dan analisis perbandingan teori
intensi paradox; tinjauan empirik yang meliputi tren penelitian 10 tahun terakhir yang
berkaitan dengan konseling intensi paradox dan nilai guna terhadap perkembangan
konsep intensi paradox; kerangka teoritik pengembangan yang meliputi orientasi,
asumsi, misi dan tujuan, struktur, dan sistem pendukung dari topik intensi paradox.

TINJAUAN FILSAFIAH

A. Hakikat Manusia
Menurut filsafat humanisme hakikat manusia adalah manusia pada dasarnya bebas
untuk mengadakan suatu pilihan atas jalan hidupnya sendiri tanpa harus didikte oleh
orang lain. Menurut Sartre, dalam konsep eksistensialisme kebebasan diartikan sebagai
sesuatu yang erat kaitannya dengan tanggung jawab, dan tidak bisa dipisahkan. Artinya
bahwa Sartre secara jelas mengatakan bahwa sebenarnya kebebasan yang dimiliki oleh
manusia itu juga mengandalkan adanya suatu tanggung jawab. Tanggung jawab
melekat pada kebebasan yang dimiliki oleh manusia.
Lain halnya dengan pendapat Kierkegaard, yang sangat penting bagi manusia adalah
keadaan dirinya sendiri atau eksistensi sendiri. Dalam keberadaannya tersebut
eksistensi manusia bukan statis, melainkan menjadi, yang secara implisit di dalamnya
terjadi perubahan dan perpindahan dari kemungkinan pada tingkat kenyataan. Dalam

4
perkembangannya, dinamika eksistensi manusia sendiri terjadi dalam kebebasan dan
keluar dari kebebasan. Dengan demikian, eksistensi manusia berada dalam kebebasan
karena manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan dalam kehidupannya.
Dalam menghadapi pilihan-pilihan tersebut manusia tidak dapat menghindarinya. Ini
karena pada kenyataannya manusia akan selalu menghadapi tuntutan untuk dapat
mengambil keputusan. Keputusan yang diambil berada kepada penghayatan kehidupan
ini. Untuk menentukan hidupnya manusia harus berani mengambil keputusan. Dengan
keberaniannya untuk mengambil keputusan ini maka hasil dari pengambilan keputusan
akan menjadi bermakna. Tanpa mengambil keputusan yang tegas ia tidak menjalankan
suatu eksistensi yang berarti dan bermakna. Oleh karena itu, dalam kesediaannya untuk
memutuskan sesuatu tersebut, secara implisit terwujud adanya suatu kesediaan untuk
bertanggung jawab.
Titik tolak dari konsep di atas adalah bahwa manusia hidup di dunia untuk mencari
kebermaknaan hidup dalam segala proses kehidupannya. Kebermaknaan hidup adalah
sesuai dengan konsep logoterapy menurut Frankl. Menurut Soetan (2014: 273)
logoterapi menuntun konseli pada menemukan alternatif persepsi dalam melihat
masalah dengan berbeda sehingga konseli bisa menerima, merangkul yang di luar
jangkauan konseli untuk bisa dikontrol sehingga dapat membantu dalam menyelesaikan
masalah. Peran konselor sangat menentukan dalam kelancaran proses konseling dengan
komunikasi yang efektif antara konselor dan konseli, makna keberadaan dan tujuan
hidup dapat dibahas, dirinci dan dieksplorasi dengan baik.
Logoterapi mengajarkan atau membimbing konseli untuk menemukan keyakinan
ketika mendapati kendala masalah hidup yang kadang berasal dari diri konseli itu
sendiri. Dengan memiliki keyakinan, konseli dapat sedikit demi sedikit melepaskan
rantai yang mengikat pikiran dan emosi ketika menghadapi masalah sehingga konseli
dapat menyelesaikan masalah dengan tenang dan bisa menghadapi keadaan dengan
pikiran positif. Pikiran positif dapat membuat konseli memiliki sudut pandang yang
berbeda terhadap masalah yang dialami, bahwa setiap masalah atau penderitaan pasti
memiliki makna yang berguna untuk masa depan.
Individu dengan makna hidup dianggap memiliki kesadaran akan tujuan utama
kehidupan manusia dan merupakan motivasi utama manusia dalam melewati masalah
hidup. Menurut Yildirim (2018: 389) bahwa logoterapi bertujuan untuk membantu
individu menemukan makna dari kehidupannya bahkan dalam kondisi yang paling
merugikan sekalipun. Teknik logoterapi membuat manusia memandang setiap masalah

5
atau penderitaan sebagai sebuah makna berarti dalam hidup yang memiliki sisi positif
meskipun itu berasal dari penderitaan.

B. Pandangan Dunia/Kehidupan
Kebermaknaan hidup individu dalam segala aktivitasnya merupakan hal mendasar
yang mengarahkan individu untuk mempunyai tujuan hidup yang jelas, mengenal jati
diri, berbuat dan berperilaku positif sesuai dengan tuntunan agama, tidak mudah
terbawa arus, mempunyai pendirian yang kuat, berakhlak mulia, penuh semangat,
optimis serta pantang menyerah dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup baik dari
berbagai aspek kehidupannya. Individu yang hidupnya bermakna akan memenuhi
pribadinya dengan dimensi personal, sosial serta nilai-nilai yang akan membawanya
pada kebahagiaan atau ketenangan. Seorang individu yang dapat mengembangkan
makna hidupnya adalah individu yang mampu mengaktualisasikan potensi diri dan
melakukan transformasi diri kearah kondisi kehidupan yang lebih baik. Artinya bahwa
individu yang mempu mengatualisasikan dirinya adalah individu yang mengetahui
makna hidup. Kebermaknaan hidup merupakan kajian utama dari teknik terapi
logoterapi.
Logoterapi adalah suatu terapi yang berfokus pada penemuan makna hidup individu
yang menjadi motivasi dan semangat dalam menjalani kehidupan. Dalam pencarian
makna hidup individu perlu mempertimbangkan ketiga nilai hidup sebagai pedoman
sebagai penuntun di tengah-tengah masalah yang dihadapi. Makna hidup yang berhasil
di dapat oleh individu akan membuat individu merasa penting dan berharga di mata
orang lain yang pada akhirnya membuat individu mendapatkan kebahagian.
Pencarian makna hidup setiap individu juga merupakan salah satu fungsi kritis dari
agama dan spiritualitas. Doyle (dalam Pasiak, 2012:276) menggambarkan esensi
spiritualitas sebagai suatu pencarian makna eksistensial. Makna eksistensial terkait
dengan pertanyaan-pertanyaan tentang diri individu dan kehidupannya yaitu; apa
artinya hidup, siapa saya, apa tujuan keberadaan saya, kenapa saya hidup, kenapa saya
harus meraih sesuatu, apakah kebahagiaan itu bisa dicapai, apa yang saya harapkan dari
hubungan dengan orang lain, apakah hidup itu cukup adil bagi saya, dapatkah saya
membuat perubahan untuk lebih baik lagi, dapatkah saya menemukan cara untuk
mengatasi semua kesulitan dalam hidup, bagaimana saya bisa hidup dengan kehidupan
lebih baik (Deurzen, 2005:3).

6
C. Nilai Kehidupan
Sesuatu yang paling berarti atau paling penting dalam kehidupan adalah bagaimana
individu itu menemukan secara mandiri nilai kehidupan yang dijalaninya. Kierkagaard
(1983) membagi eksistensi manusia ke dalam tiga tingkat yang masing-masing
memiliki ciri khas, yaitu: (1) Eksistensi yang estetik, (2) Eksistensi yang etik, (3)
Eksistensi yang religius. Ketiga bentuk tingkat eksistensi inilah yang akan
mempengaruhi eksistensi manusia dan ia merupakan cara keberadaan manusia.
1. Eksistensi yang estetik
Pada taraf eksistensi yang estetik ini perhatian manusia tertuju kepada segala
sesuatu yeng berada di luar diri dan hidupnya di dalam masyarakat dengan
segala yang dimiliki dunia dan masyarakat. Kenikmatan jasmaniah dan rohaniah
terpenuhi. Walaupun demikian dapat dikatakan batinnya kosong karena ia
menghindari diri dari keputusan-keputusan yang menentukan.
2. Eksistensi yang etik
Pada taraf eksistensi etik perhatian manusia tertuju benar-benar kepada batinnya,
yakni ia hidup dalam hal-hal yang kongkrit adanya. Sikap manusia sudah
mengarah pada segi kehidupan batiniah. Pergeseran dari taraf estetik ke taraf
yang etik digambarkan oleh Kierkegaard sebagai orang yang meninggalkan
nafsu sementara dan masuk ke segala bentuk kewajiban. Dalam hidupnya
manusia telah menyadari dan menghayati akan adanya patokan-patokan nilai
yang sifatnya umum
3. Eksistensi yang religius
Setelah manusia meningkat atau menyadari dan menghayati dengan kesadaran
moralnya, ia akan dihadapkan pada kekurangan-kekurangan dan kesalahan-
kesalahan serta dosanya. Pada tingkatan eksistensi etik hal ini mulai disadari
oleh manusia. Dalam perkembangannya, untuk mengatasi kesulitan pada taraf
eksistensi etik, manusia harus menerangi dirinya kepada taraf eksistensi religius.
Dalam perpindahan kepada eksistensi religius ini manusia harus melakukannya
dengan kesadaran akan keimanan.

Dengan menelaah lebih dalam terhadap ketiga bentuk eksistensi yang dikemukakan
oleh Sören Kierkegaard tersebut maka dapat dikatakan bahwa Sören Kierkegaard
berbeda dengan kaum eksistensialis lainnya yang mengesampingkan keberadaan Tuhan
atau dengan filsuf eksistensialis yang pada umumnya dapat dikatakan atheis. Oleh

7
karena itu, baginya agama merupakan sebagai suatu bentuk pemahaman dan
penghayatan teologik untuk mencapai Allah.

TINJAUAN TEORETIK
A. Pengertian Intensi Paradoxcial
1. Pengertian Intensi
Ajzen (2005), menyatakan bahwa intensi adalah indikasi seberapa kuat keyakinan
seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan
digunakan untuk melakukan perilaku. Menurut Theory of Planned Behavioral,
intensi untuk melakukan suatu perilaku merupakan prediktor paling kuat bagi
munculnya perilaku tersebut. Menurut Ajzen (1991) yang menjadi faktor utama
dalam theory of planned behavior ini adalah intensi seseorang untuk memunculkan
suatu perilaku. Berdasarkan theory of planned behavior, intensi adalah fungsi dari
tiga penentu utama, pertama adalah faktor personal dari individu tersebut, kedua
bagaimana pengaruh sosial, dan ketiga berkaitan dengan kontrol yang dimiliki
individu (Ajzen, 2005).
2. Pengertian Paradoxical
Paradoks adalah pernyataan yang kontradiktif atau terdengar absurd (atau yang
tampaknya bertentangan dengan pendapat umum) yang mungkin benar. Sebagai
contoh, semakin sulit Anda mencoba untuk menghilangkan beberapa pemikiran atau
perilaku, semakin kuat tampaknya. Khawatir dan tuntut itu sesuatu terjadi dan tidak
pernah terjadi. Contoh: Memerah dan berkeringat meningkat ketika Anda menjadi
malu dengan kulit Anda yang merah dan basah; pikiran obsesif meningkat ketika
Anda mencoba menekannya (Neath, 1987); ketakutan menjadi lebih buruk jika Anda
mati-matian menghindari yang menakutkan situasi; kegagapan meningkat ketika
Anda menjadi sadar diri tentang masalah bicara; Anda membuat lebih banyak
kesalahan saat Anda khawatir akan membuatnya; semakin sulit Anda mencoba
untuk tidur atau mengalami orgasme, semakin sulit itu; dengan cemas menunggu
seseorang memanggil Anda dan sepertinya selamanya. Seolah-olah roh jahat yang
memberontak menyebabkan kebalikan dari apa yang Anda inginkan.
Dalam pelaksanaan dalam terapi keluarga, intervensi paradoks adalah intervensi
yang, jika diikuti, akan mencapai kebalikan dari apa yang tampaknya ingin dicapai.
Itu tergantung pada keberhasilan pada keluarga yang menentang instruksi terapis

8
atau mengikuti mereka sampai pada titik absurditas dan mundur. Jika sebuah
keluarga terus-menerus menentang intervensi berbasis kepatuhan, dapat dengan
aman diasumsikan ada beberapa interaksi tersembunyi dalam sistem yang
merongrong kegunaannya beberapa aliansi rahasia, kontes, atau koalisi bahwa
keluarga enggan mengungkapkan atau mengubah. Sasaran paradoks sistemik adalah
interaksi tersembunyi ini yang mengekspresikan dirinya dalam suatu gejala. Tiga
teknik utama yang digunakan dalam merancang dan menerapkan paradoks sistemik
adalah: mendefinisikan ulang, melakukan pemotongan, dan menahan.

Diawali dengan uraian alasan pemilihan tentang konsep dan maksud dari istilah
paradox dan intensi yang nantiya akan dijadikan sebagai teknik baru dalam proses
pelayanan konseling. Istilah paradox dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum
atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradoks atau
berlawanan. Sebelum memasuki pandangan-pandangan beragam tentang manusia dan
kaitannya dengan konsep intensi paradox, akan dibahas tentang definisi manusia itu
sendiri. Ada banyak definisi yang perlu ditinjau kembali, misalnya manusia sebagai
makhluk yang berakal budi, makhluk yang berbicara, makhluk yang menggunakan simbol,
makhluk yang berbudaya, makhluk yang spiritual, hingga makhluk yang berkehendak
bebas.
Istilah paradoks adalah pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan
pendapat umum, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Selanjutnya, paradoks
adalah sebuah pernyataan yang betul atau sekelompok pernyataan yang menuju ke sebuah
kontradiksi atau ke sebuah situasi yang berlawanan dengan intuisi.
Namun, ketika individu melakukan yang sebaliknya, yaitu mencoba meningkatkan
perilaku yang tidak diinginkan, terkadang masalahnya hilang. Sama seperti berusaha
terlalu keras memperburuk beberapa masalah, mencoba meningkatkan beberapa masalah
kadang-kadang menguranginya. Contoh: mencoba waktu untuk membesar-besarkan
ketakutan, obsesi, memerah pipi, atau kegagapan sebenarnya dapat secara bertahap
mengurangi perilaku yang tidak diinginkan ini. Demikian juga, berhenti memaksa untuk
tidur atau seseorang memanggil, membantu situasi. Dalam pelaksanaannya klien harus
aktif dalam kegiatan proses konseling, oleh karena selama sesi konseling mereka harus
menentukan jenis rasa takut, rasa bersalah, dan kecemasan yang akan mereka eksplorasi.

9
Di samping itu, klien juga berperan dalam mengambil keputusan untuk masuk dalam
kegiatan konseling.
Tujuan dari konseling dalam pendekatan logoterapi ini diantaranya ialah mengajarkan
bahwa setiap kehidupan individu mempunyai maksud, tujuan, makna yang harus
diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup kita tidak lagi kosong jika kita
menemukan suatu sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita. Namun
kalaulah hidup diisi dengan penderitaaan pun, itu adalah kehidupan yang bermakna,
karena keberanian menanggung tragedi yang tak tertanggungkan merupakan pencapaian
atau prestasi dan kemenangan. Diharapkan agar klien bisa menemukan dan memenuhi
makna serta tujuan hidupnya dengan jalan lebih menyadari sumber-sumber makna hidup,
mengaktualisasi potensi diri, meningkatkan keakraban hubungan antarpribadi, berpikir dan
bertindak positif, menunjukkan prestasi dan kualitas kerja optimal, mendalami nilai-nilai
kehidupan, mengambil sikap tepat atas musibah yang dialami, serta memantabkan ibadah
kepada tuhan. Logoterapi membantu klien agar lebih sehat secara emosional, dan salah
satu cara untuk mencapainya adalah memperkenalkan filsafat hidup yang lebih sehat, yaitu
mengajak untuk menemukan makna hidupnya.
Logoterapi dengan filsafat manusia, asas-asas, metode, dan pendekatannya memberi
corak khusus pada kegiatan konseling sebagai salah satu bentuk aplikasinya. Karakteristik
logoterapi bisa dilihat dari tujuan konseling logoterapi yaitu diharapkan agar pasien bisa
menemukan dan memenuhi makna serta tujuan hidupnya dengan jalan lebih menyadari
sumber-sumber makna hidup, mengaktualisasi potensi diri, meningkatkan keakraban
hubungan antarpribadi, berpikir dan bertindak positif, menunjukkan prestasi dan kualitas
kerja optimal, mendalami nilai-nilai kehidupan, mengambil sikap tepat atas musibah yang
dialami, serta memantabkan ibadah kepada tuhan. Jadi dari gambaran diatas menunjukkan
bahwa konseling logoterapi merupakan konseling individual untuk masalah ketidakjelasan
makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan hilangnya gairah
hidup. Jadi bukan untuk problema eksistensial dan patologis berat yang memerlukan
bantuan psikoterapi. Selain itu karakteristik konseling logoterapi adalah jangka pendek,
berorientasi masa depan, dan berorientasi pada makna hidup. Dalam konseling ini,
khususnya dalam proses penemuan makna hidup, terapis bertindak sebagai rekan-yang-
berperan-serta (the participating partner) yang sedikit demi sedikit menarik
keterlibatannya bila klien telah mulai menyadari dan menemukan makna hidupnya. Untuk
itu relasi konselor dengan klien harus mengembangkan ecounter, yaitu hubungan antar
pribadi yang ditandai oleh keakraban dan keterbukaan, serta sikap dan kesediaan untuk

10
saling menghargai, memahami, dan menerima sepenuhnya satu sama lain. Fungsi terapis
dalam hal ini adalah membantu membuka cakrawala pandangan klien terhadap berbagai
nilai dan pengalaman hidup yang secara potensial memungkinkan ditemukannya makna
hidup, yakni bekerja dan berkarya (creative values); menghayati cinta kasih, keindahan.
Dan kebenaran (experiential values); sikap yang tepat menghadapi musibah yang tak
terelakkan (attitudinal values); serta memiliki harapan akan terjadinya perubahan yang
lebih baik dimasa mendatang.
Istilah dari Paradoxical Intention merupakan salah satu teknik dari terapi Logoterapi
yang dipelopori oleh Frankl. Ada 4 teknik yang menjadi asumsi eksistensial, keempat
teknik ini menunjukkan perbedaannya dengan pendekatan terapi yang lainnya: 1)
Tujuan/maksud yang berlawanan (paradoxical intention), 2) Pemusatan (focusing), 3)
Rekonstruksi/pemulihan Situasi (situational recontruction), 4) Memperbaiki Diri Sebagai
Kompensasi/Perimbangan (compensatory self-improvement).
Teknik paradoxical intention pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil
jarak (self detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri
(biologis dan psikologis) dan lingkungan.
Disamping itu juga rasa humor, khususnya humor terhadap diri sendiri. Dalam
penerapannya teknik ini membantu pasien untuk menyadari pola keluhannya, mengambil
jarak atas keluhannya itu serta menanggapinya secara humoristis. Dalam kasus-kasus
fobia, teknik ini berusaha mengubah sikap penderita yang semula takut menjadi “akrab”
dengan objek yang justru ditakutinya, sedangkan pada obsesi dan kompulsi yang biasanya
penderita mengendalikan ketat dorongan-dorongannya agar tak tercetus justru diminta
untuk secara sengaja mengharapkan (bahkan memacu) agar dorongan itu benar-benar
muncul. Usaha ini mustahil dilakukan tanpa sikap humoristis pasien atas dirinya.
Pemanfaatan rasa humor ini diharapkan dapat membantu pasien untuk tidak lagi
memandang gangguan-gangguannya sebagai sesuatu yang berat mencekam, tetapi
berubah menjadi lucu. Titik tolak dari paradoxical intention ada dua: pertama adalah
kesanggupan manusia untuk bebas bersikap atau mengambil jarak terhadap diri sendiri,
termasuk didalamnya sikap terhadap tingkah laku dan masalah-masalah yang dihadapinya.
Kedua adalah, bahwa kesengajaan yang memaksa untuk menghindari sesuatu semakin
mendekatkan individu kepada sesuatu yang ingin dihindarinya, dan kesengajaan yang
memaksa untuk mencapai sesuatu semakin menjauhkan individu dari sesuatu yang ingin
dicapainya.

11
Agar teknik intensi paradoksikal bisa dipahami lebih baik maka perlu dipapaparkan
penerapan teknik intensi paradoksikal pada kasus-kasus kongkrit hidrofobia dibawah ini.
Seorang pasien hidrofobia mendatangi Frankl dikliniknya. Si pasien menceritakan kalau
gangguan ini sudah lama. Pada suatu hari si pasien bertemu dengan atasanya di jalan. Dan
ketika dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan atasannya itu, mendadak
tangannya gemetar dan mengeluarkan keringat. Pada kesempatan lain sipasien kembali
bertemu dengan atasannya itu di jalan. Karena telah ada antisipasi, tangan sipasien
gemetar dan berkeringat ketika dia bersalaman dengan atasan. Jadi sipasien terjebak
didalam suatu lingkaran proses yang tak berakhir: hiperhidrosis mencetuskan hidrofobia,
dan kemudian hidrofobia menghasilkan hiperhidrosis. Untuk memutuskan lingkaran yang
tak berakhir, yang telah menjebak pasiennya, Frankl mengajukan saran kepada sipasien
agar pada kesempatan lain, jika bertemu lagi dengan atasannya, berusaha secara sengaja
menunjukkan kepada atasannya itu bahwa dia bias menggetarkan tangan dan
mengeluarkan keringat banyak. Saran ini diikuti oleh si pasien. Ketika sipasien bertemu
kembali dengan atasannya, dia berkata kepada diri sendiri, “aku sebelumnya hanya
berkeringat sedikit. Sekarang aku akan mengeluarkan keringat sebanyak-banyaknya jika
bersalaman dengan dia.” Apa hasil intensi paradoksikal ini? Si pasien ternyata tidak
mengeluarkan keringat sedikit pun ketika dia bersalaman dengan atasannya.
Definisi itu jelas tidak mutlak. Karena manusia adalah makhluk paradoks, ia punya dua
kecenderungan sekaligus yang kedua-duanya sama-sama benar. Misalnya, manusia adalah
makhluk yang berkehendak bebas, tapi juga tidak bebas. Alasannya adalah karena manusia
terbatas pada hal-hal misalnya fisik, psikologis, dan lingkungan. Artinya, manusia adalah
makhluk bebas tapi juga terbatas, yang mana jika terbatas adalah artinya tidak bebas.
Manusia juga adalah makhluk yang tertutup, dalam artian yang ia bisa ketahui hanya
dirinya sendiri untuk dirinya sendiri. Namun di waktu bersamaan manusia juga adalah
makhluk yang terbuka, ia selalu berusaha melampaui dirinya. Misalnya, ia kerap berupaya
memahami orang lain, masyarakat, alam semesta, hingga Tuhan. Padahal yang semua itu
berangkat dari pemahaman manusia itu tentang dirinya sendiri.
Paradoks (paradox) adalah suatu situasi atau kondisi yang muncul dari sejumlah
premis. Apa itu premis? Premis adalah landasan kesimpulan, atau pemikiran, atau asumsi
dari kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar dalam menarik kesimpulan pada logika.
Kondisi yang muncul dari sejumlah premis ini diakui kebenarannya tapi bertolak belakang
dari suatu pernyataan yang akan menghasilkan suatu konflik atau kontradiksi.

12
Ini disebut "niat paradoks" (Paradoxical Intention) ketika seseorang berusaha
melakukan atau berharap untuk hal yang dia takuti atau tidak sukai. Dengan demikian,
seseorang yang takut kuman akan mengekspos dirinya berulang kali ke tanah dan orang
yang terinfeksi. Seseorang dengan rasa takut akan gelap akan berjalan di tempat yang
berbeda setiap malam. Seseorang yang takut tidak dapat tidur mencoba untuk tetap terjaga.
Pembersih rumah kompulsif akan diberitahu untuk belajar menikmati debu dan kekacauan,
bahkan mungkin menambahkan kotoran di sana-sini. Seseorang yang tidak responsif
secara seksual diminta untuk memberikan kesenangan maksimal kepada pasangan
seksualnya dan untuk menghindari klimaksnya sendiri.
Ini juga disebut "resep gejala" ketika seorang terapis menyarankan bahwa klien
meningkatkan tindakan atau perasaan yang tidak diinginkan. Perhatikan bahwa ini berbeda
dari niat paradoks di mana Anda bertindak berulang kali apa yang Anda terlalu takut
lakukan, seperti pulang ke rumah setelah gelap. Dalam resep gejala Anda secara sengaja
meningkatkan rasa takut atau paksaan. Dengan demikian, seorang terapis mungkin
memberi tahu klien yang ketakutan untuk meningkatkan intensitas atau frekuensi
ketakutannya, untuk merasa lebih ketakutan (lihat bab 5). Mesin cuci tangan yang
berulang mungkin diminta untuk mencuci tangannya dua kali lebih sering. Dengan cara
yang sama, tim terapi keluarga dapat membingkai ulang atau mendefinisikan ulang
perilaku masalah "pembawa gejala" menjadi sifat positif yang diinginkan dan kemudian
merekomendasikan mengubah cara keluarga berinteraksi. Misalnya, jika satu anak
mengembangkan perilaku yang sangat aneh, terapis mungkin mengatakan ini adalah cara
anak untuk menyatukan keluarga dan mencegah ibu dan ayah dari perkelahian dan
perceraian. Kemudian, anak mungkin diminta untuk berusaha lebih keras untuk
menunjukkan kepedulian dan cintanya kepada keluarga dengan memiliki lebih banyak
tingkah laku. Anggota keluarga lainnya diminta untuk mengenali dan menunjukkan
penghargaan mereka atas "tanda-tanda cinta" ini.
Paradoks biasa terjadi pada situasi apapun yaitu untuk mendapatkan apa yang individu
inginkan, mereka harus menerima apa pun yang terjadi dan melanjutkan perjalanannya.
Dengan menyerah individu bisa mengatasi kekuatan; tujuan-tujuan yang diperjuangkan
dengan perkasa, seperti kebahagiaan, jarang dicapai; karena itu, orang bijak tidak
menginginkan apa pun.
Demikian juga, Viktor Frankl (1962-1985), berpendapat bahwa dalam isi Alkitab
berbicara tentang paradoks - yang lemah lembut akan mewarisi bumi. Mereka yang ingin
menjadi yang pertama, akan menjadi yang terakhir. pendiri Logotherapy, adalah salah satu

13
yang pertama yang secara eksplisit menggunakan niat paradoks terapeutik. Sebenarnya
beberapa bentuk paradoks terlibat dalam banyak terapi: kognitif-behavioris (menantang
pemikiran irasional), Gestaltist (pergi mencari perasaan yang berlawanan), hipnoterapis
(beri tahu klien untuk secara bebas memberontak terhadap saran), terapis keluarga dan
lainnya (beri tahu seorang ibu yang terlalu protektif bahwa tugas utamanya adalah
mengajar anak bahwa ia tidak membutuhkannya).
Niat paradoksal dan resep gejala kadang kala bekerja. Tetapi tidak diketahui bagaimana
teknik paradoks ini bekerja. Mungkin, dengan belajar Anda dapat meningkatkan gejala,
perilaku yang tidak diinginkan, Anda menjadi lebih memegang kendali. Maka kamu bisa
menyerah gejalanya. Mungkin, dengan membesar-besarkan perilaku yang tidak
diinginkan, Anda belajar bahwa tidak terlalu buruk untuk memerah, tergagap, merasa
sedikit takut, memiliki rumah yang kotor, dll. Mungkin, ketika Anda menghabiskan
setengah hari Anda melakukan kegiatan yang tidak berguna, Anda menyadari betapa
konyolnya itu. Mungkin, dengan melihat kontradiksi dan situasinya secara berbeda, orang
dapat menemukan solusi baru yang lebih dapat diterima untuk suatu masalah. Mungkin,
berusaha untuk meningkatkan perilaku yang tidak diinginkan hanya membingungkan
"setan kecil" pemberontak di dalam. Mungkin, resep gejala hanyalah kepunahan melalui
kekenyangan, kelelahan, penghambatan respons atau hukuman.
Beberapa pendekatan paradoks dapat digunakan dengan hampir semua pemikiran,
tindakan, atau perasaan yang tidak diinginkan. Tujuannya adalah untuk mengurangi
perilaku, ironisnya dengan meningkatkan beberapa perilaku terkait. Perilaku yang paling
umum diobati dengan metode paradoks adalah kompulsi, obsesi, perfeksionisme,
insomnia, ketakutan, kecemasan, interaksi keluarga yang tidak bahagia berulang-ulang,
dan kebiasaan buruk lainnya.
Intervensi paradoksal seperti meresepkan gejala dan resistensi yang mendorong
tampaknya bertentangan dengan tujuan terapeutik yang dirancang untuk dicapai. Teknik-
teknik yang menarik ini semakin mendapat perhatian dalam literatur psikoterapi,
sebagaimana dibuktikan oleh contoh-contoh berikut:
1. Seorang pasien yang mengeluh kegelisahan hebat di tempat-tempat umum diminta
untuk melakukan serangan panik secara sengaja sebagai langkah pertama dalam
mengendalikan gejala (Weakland et al., 1974, hlm. 141-168).
2. Setelah meninjau riwayat kesehatan medis yang gagal dan terapi psikologis,
seorang psikiater mengatakan sakit kepala bersabar bahwa kondisinya mungkin
ireversibel dan itu terapi harus berkonsentrasi untuk membantunya hidup dengan
14
masalah tersebut. Meskipun pesimisme terus menerus oleh dokter, sakit kepala
membaik (Watzlawick et al., 1967, hlm. 246-247).
3. Seorang korban stroke yang depresi, yang hanya akan menghadiri wawancara
keluarga awal, meningkat secara dramatis selama enam pertemuan di mana tim
terapi melatih pasangannya dan membesarkan anak-anak untuk menjadi tidak
efektif dan tidak berdaya di hadapannya (Watzlawick & Coyne, 1980, hlm. 13 -18).
4. Seorang terapis meminta suami yang simptomatik untuk berpura-pura tidak
bertanggung jawab dan tidak memadai tiga kali sebelum sesi berikutnya dan
menginstruksikan istrinya untuk mencoba mencari tahu apakah dia benar-benar
merasa seperti itu (Madanes, 1980, hlm. 73-85).
5. Seorang terapis meminta seorang nenek yang terlalu terlibat untuk mengambil
tanggung jawab penuh atas anak yang nakal. Nenek mundur ke peran pendukung,
memungkinkan ibu untuk mengambil alih, dan anak mulai berperilaku lebih tepat
(Haley, 1976, hal. 132).
6. Seorang psikiater memberi tahu seorang ibu rumah tangga muda yang
berpendidikan, tertekan, di hadapan suaminya yang sibuk dan berorientasi pada
karier, bahwa sifat sejatinya adalah menemukan kebahagiaan dalam melayani orang
lain. Karena itu ia harus membebaskan suaminya dari semua tanggung jawab di
rumah sehingga ia dapat bekerja tanpa terganggu dalam studinya. Sang suami
menjadi lebih terlibat dalam rumah tangga dan sang istri dalam kegiatan di luar
rumah, dengan mengatakan dia tidak lebih lama tertekan (Hoffman, 1981, p. 307).
7. Tim terapis memberikan surat kepada keluarga untuk dibacakan pada waktu yang
ditentukan sebelum sesi berikutnya. Surat itu memuji pasien yang diidentifikasi
untuk bertindak gila untuk melindungi ayahnya, menjelaskan bahwa dengan
mengisi waktu ibu dengan perkelahian dan kemarahan, ia memberi ayah lebih
banyak waktu untuk bekerja dan bersantai (Palazzoli, Boscolo, Cecchin, & Prata,
1978, hlm. 127- 128).
8. Sebuah tim memuji seorang wanita muda yang sangat obsesif dan orang tuanya
karena telah melindungi satu sama lain dari kesedihan yang terkait dengan kematian
anggota keluarga beberapa tahun sebelumnya. Tim menentukan bahwa keluarga
bertemu setiap malam untuk membahas kehilangan mereka, dan menginstruksikan
pasien untuk berperilaku simptomatis setiap kali orang tuanya tampak bingung
(Hoffman et al., 1981).

15
B. Langkah Intensi Paradoxcial
Teknik ini diawali dari pembuatan rencana untuk mengambil pendekatan paradoks
untuk masalah dilanjutkan dengan menerapkan rencana paradoks yang dilakukan
dengan semangat. Kemudian dilanjutkan dengan mengikuti rencana sampai tujuan yang
diinginkan tercapai.
Seperti yang ditunjukkan oleh berbagai contoh di atas, ada banyak teknik paradoksal
tetapi mereka dapat disatukan kira-kira menjadi tiga pendekatan utama: Niat
paradoksal, resep Gejala, Mengambil pandangan berbeda.
Intensi Paradoxical Cobalah untuk pergi ke arah yang berlawanan apa yang Anda
inginkan atau takuti. Metode ini berfokus pada ketakutan yang mendasarinya, bukan
gejala permukaan. Mencoba melakukan kebalikan dari apa yang Anda rasakan lakukan
sekarang, yang lebih dekat dengan apa yang benar-benar ingin Anda lakukan pada
akhirnya. Contoh: Seseorang yang terlalu tertib dan perfeksionis harus bersikeras untuk
mengalami kekacauan dan kegagalan yang ditakuti, siswa yang terobsesi untuk
mendapatkan "A" mungkin mencoba beberapa "C" dan "B". Seseorang yang takut air
harus berenang 3 atau 4 kali seminggu. Seseorang yang pemalu harus menyapa orang,
terlibat, mengungkapkan pendapat, dan umumnya bersikap tegas. Sebuah obat
tradisional untuk cegukan adalah dengan menawarkan satu dolar jika penderita dapat
menghasilkan 10 cegukan realistis secara berturut-turut tanpa terjadi apa-apa tanpa
disengaja. Tics juga telah disembuhkan dengan secara sukarela memproduksinya.
Mencoba melakukan kebalikan dari kebiasaan frustasi atau mendesak, yang bukan
apa yang ingin Anda lakukan akhirnya. Contoh: jika Anda ingin lebih bahagia,
berkonsentrasilah pada belajar bagaimana menjadi sangat tertekan: merasa tidak
berdaya, ingat semua kesalahan yang telah Anda buat, rasakan kesepian dan
berbeda, dan memikirkan kesalahan dan rasa bersalah Anda. Jika Anda tidak bisa tidur,
ubah tujuan Anda: cobalah untuk tetap terjaga. Jika Anda merasa bersalah melakukan
masturbasi, cobalah merasa lebih bersalah dengan masturbasi dua kali lebih sering dari
biasanya untuk sementara waktu. Jika Anda takut gelap, Anda harus sering, katakan 2
atau 3 kali semalam, mengalami kegelapan, bukan karena Anda ingin berada dalam
kegelapan setiap malam tetapi karena Anda ingin menjadi kurang takut.
Berhenti berjuang untuk suatu tujuan. Contoh: penderita insomnia berhenti berusaha
tidur dan menemukan sesuatu yang menarik untuk dilakukan. Seorang pria impoten
berhenti berusaha untuk ereksi dan fokus pada bersenang-senang dan menyenangkan
pasangannya. Kekasih yang terlalu pemilih menyerah mencari pasangan yang ideal.

16
Hubungan cinta membaik setelah saling memberi ruang (Brenner, 1985). Pemain tenis
melakukan lebih baik ketika dia menyerah pada kritik diri dan membangkitkan
perasaan (Gallwey, 1974). Terapis kadang-kadang membuat saran bahwa mereka
mengharapkan klien untuk menolak, yaitu paradoksnya adalah mereka diberitahu untuk
melakukan satu hal, tetapi mereka melakukan hal lain. Contoh: ibu rumah tangga yang
cerdas dan tidak bahagia didorong untuk "melakukan segalanya untuk suami Anda"
tetapi hasilnya, seperti yang diharapkan oleh terapis, ia segera memulai karier di luar
rumah.
Menyerahkan mimpi yang mustahil. Cari konsekuensi negatif dari keinginan Anda
yang menjadi kenyataan. Contoh: misalkan Anda ingin merasa superior daripada
inferior: Anda tidak akan disukai, akan sulit untuk menerima orang lain, tidak akan ada
kompetisi. Misalkan Anda ingin pasangan Anda sempurna daripada dengan kesalahan:
Anda akan lebih rendah dan dia akan mencari kekasih yang lebih baik, semua masalah
harus menjadi kesalahan Anda, dan kesempurnaan mungkin membosankan.
Intensi Paradoxical Banyak didefenisikan seperti paradoks telah ditawarkan itu
mengandung beberapa kesamaan. Pertama, mereka melibatkan pernyataan yang
bertentangan dengan pendapat yang diterima, atau umum. Kedua, mereka melibatkan
semacam kontradiksi logis. Ketiga, mereka sering melibatkan komunikasi eksplisit
yang tertanam dalam kerangka kerja implisit yang mengkomunikasikan pesan yang
berbeda. Perintah "Aku ingin kamu menjadi lebih spontan" yang terkenal adalah
contohnya, karena pesan eksplisit hanya dapat dipatuhi jika tidak dipatuhi. Ini adalah
ikatan ganda, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai esensi pernyataan paradoks.
Paradoks yang melekat dalam pernyataan seperti itu tidak mudah diurai dan sering
hanya bisa diselesaikan dengan meninggalkan hubungan sepenuhnya. Keempat,
paradoks dapat dilihat sebagai contoh pemikiran dialektis dalam filsafat, di mana
pernyataan apa pun bisa mengandung kebalikannya. Dapat dilihat dari definisi ini
bahwa kata kunci di balik paradoks adalah kontradiksi. Dalam hubungan konseling
yang mencari bantuan, intervensi paradoks dapat dilihat sebagai intervensi dimana
konselor tampaknya menganjurkan kelanjutan atau bahkan memperburuk masalah
daripada eliminasi mereka. Beberapa penulis melihat ini sebagai dekontekstualisasi
masalah dengan mengubah konteks dan lingkungan pendukung di mana gejalanya
muncul. Dalam prosesnya, gejalanya didefinisikan ulang sebagai solusi.

17
C. Jenis Intervensi Paradoksikal
Ada berbagai cara mengklasifikasikan paradoksal intervensi, tetapi satu sistem yang
bermanfaat membuat perbedaan antara intervensi berbasis kepatuhan dan intervensi
berbasis pembangkangan. Semua teknik paradoks tertentu dapat ditempatkan dalam
satu atau yang lain.
1. Intervensi Berbasis Kepatuhan
Intervensi ini digunakan dengan harapan klien akan mematuhi saran atau arahan
konselor dan dengan demikian meningkat. Dalam model kepatuhan-pembangkangan
asli, klien yang rendah pada reaktansi psikologis, yaitu, kecenderungan untuk
menolak pengaruh interpersonal, diharapkan untuk melakukan yang terbaik dengan
strategi ini. Ada beberapa jenis intervensi berbasis kepatuhan.
Membingkai ulang
Juga disebut konotasi positif, ini melibatkan pergeseran makna perilaku masalah
dari negatif ke positif. Misalnya, perasaan tertekan mungkin ditafsirkan kembali
sebagai sensitivitas yang sangat baik terhadap perasaan internal seseorang dan
kesediaan untuk berkorban demi kebaikan orang lain. Kecemasan mungkin
dibingkai ulang sebagai rasa peduli yang kuat tentang hasil suatu tugas. Teknik
terkait adalah penamaan ulang, di mana label perilaku bermasalah diubah tanpa
mengubah artinya. Konotasi negatif juga dapat terjadi, di mana perilaku positif
dilabel ulang sebagai negatif, tetapi itu jarang terjadi karena ada sedikit gunanya.
Resep Gejala
Strategi ini melibatkan dorongan klien untuk melakukan atau bahkan melebih-
lebihkan perilaku yang merupakan masalah sejak awal. Sebagai intervensi berbasis
kepatuhan, ia memperoleh kekuatannya dari kontrol baru yang dimiliki klien atas
perilaku yang sebelumnya dianggap tidak terkendali. Varian adalah penjadwalan
gejala, di mana klien diarahkan untuk (misalnya) merasa cemas atau berkelahi
dengan pasangannya pada waktu tertentu. Implikasinya, jika perilaku dapat dikontrol
dalam satu arah, itu dapat dikontrol di yang lain. Teknik ini sangat mirip dengan niat
paradoks Frank.
2. Intervensi Berbasis Pembangkangan
Intervensi ini digunakan dengan harapan klien akan menentang saran atau arahan
konselor dan dengan demikian meningkat. Mereka mirip dengan konseptualisasi asli Adler.
Dalam model kepatuhan-pembangkangan asli, klien yang mendapat skor tinggi pada

18
reaktansi psikologis diharapkan untuk melakukan yang terbaik dengan strategi ini karena
mereka akan menolak terapis untuk mempertahankan kebebasan mereka.
Resep Gejala
Meskipun terdaftar sebagai intervensi berbasis kepatuhan, ini juga dapat
dikonseptualisasikan sebagai intervensi berbasiskan definisi. Dengan klien reaktan, ia
memperoleh kekuatannya dari fakta bahwa penolakan klien terhadap saran atau arahan
konselor untuk melakukan perilaku bermasalah dengan sengaja mengurangi frekuensi
perilaku itu. Implikasinya, perilaku berada di bawah kendali lebih sadar daripada yang
dipikirkan klien sebelumnya. Klien bereaksi cenderung menolak penjadwalan gejala juga,
seringkali merasa lebih berat daripada hanya menyerah pada perilaku bermasalah.

D. Struktur
Posisi logoterapi mengenai penggunaan paradoks dalam terapi. Meskipun materi
tidak akan baru dalam arti penawaran fakta yang sebelumnya tidak dipublikasikan,
adalah niat kami untuk memberikan pernyataan definitif mengenai masalah terapeutik
ini berdasarkan tinjauan literatur logoterapi yang signifikan di daerah tersebut. Diskusi
tentang penelitian yang relevan tidak akan dilakukan dalam laporan ini karena
informasi tersedia di tempat lain (Solyom et al., 1972).
Paradoks dalam logoterapi sebagian besar dimasukkan di bawah "niat paradoks,"
teknik yang dikembangkan oleh Frankl pada tahun 1929 di rumah sakit jiwa dari
Universitas Kedokteran Wina dan pertama kali dibahas olehnya dalam jurnal
neuropsikiatri Swiss (Frankl, 1939). Frankl menciptakan istilah niat paradoks pada
tahun 1947 dalam sebuah buku yang diterbitkan dalam bahasa Jerman (Frankl, 1947).
Frankl menjelaskan efektivitas terapeutik teknik ini dengan merujuk pada fenomena
yang dikenal sebagai kecemasan antisipatif. * Individu eritropobia, misalnya, yang
takut memerah ketika memasuki ruangan dan menghadapi sekelompok orang,
sebenarnya akan memerah tepat pada saat itu. Gejala yang diberikan pada pasien
membangkitkan fobia dalam bentuk "harapan yang menakutkan" dari kekambuhannya;
fobia ini sebenarnya memicu kekambuhan gejala; dan kambuhnya gejala memperkuat
fobia.

19
KONSELING INTENSI PARADOX : SEBUAH TINJAUAN FILSAFIAH DAN
ILMIAH
Deskripsi kerangka teori dan sumber yang digunakan
Teori 1 Teori 2 Teori 3 Teori 4
Sigmund Victor Frankl Kierkegaard Alfred Adler
No. Dimensi Freud Will to Meaning Tahap Estetik Superiority dan Sintesis
Id, Ego, Inferiority
Superego.
1. Konsep Dorongan Kebebasan dalam Delfgaauw Manusia Konseling
nyata dari manusia untuk (1992:152) dimotivasi oleh Intensi -

setiap individu bebas bersikap menerangkan adanya Paradox

untuk atau mengambil bahwa manusia dorongan utama,


Theory and
berperilaku jarak terhadap diri memiliki pada yaitu mengatasi
Practice of
dan berusaha sendiri, termasuk kesenangan perasaan inferior
Counseling and
dalam didalamnya sikap indrawi pada dan menjadi
Pengert Psychotheraphy,
ian pemenuhan terhadap tingkah kondisi superior. Eighth Edition
Intensi, kebutuhan laku dan masalah- diombang- Dengan Gerald Corey
(Doron hidup masalah yang ambingkan oleh demikian 2009
gan)
dihadapinya. sebuah perilaku kita
dorongan- dijelaskan
dorongan atau berdasarkan
hasrat indrawi tujuan dan
dan emosi- ekspentasi akan
emosinya. masa depan.

Pengertian
Viktor Frankl PEGGY PAPP, Colin A. Espie Josh Keller
Teraphy
Paradox (1947) A.C.S.W (1980) (2011) (2019)
(Pembalik
an) Frankl Intervensi yang, Hubungan elemen Teknik Terapi
menjelaskan jika diikuti, akan psiko-fisiologis kontradiktif yang
efektivitas mencapai tampaknya namun saling digunakan
terapeutik kebalikan dari apa sangat relevan terkait yang dengan cara
tampaknya logis
teknik ini yang tampaknya dengan melawan dari
dalam isolasi,
dengan ingin dicapai. Paradoxical stimulus yang
tetapi yang tidak
merujuk pada Intention. datang dengan
rasional, tidak
fenomena yang Orang-orang konsisten dan kebalikannya

20
dikenal sebagai memiliki bahkan tidak untuk
kecemasan respons seksual masuk akal ketika mencapai hasil
antisipatif. ketika mereka muncul secara yang positif
(Fobia berusaha untuk bersamaan selama
pembentuk tidak stimulus itu
gejala) melakukannya. negatif.
Paradoxical Keputusan Psychobiological
Kesenjangan Kesediaan diri
antara logis dan untuk melawan
Intention diserahkan pada Inhibition/Pengha
keinginan untuk stimulus
Esensi (pembalikan klien untuk mbatan ketercapaian negatif untuk
diubah pada
keinginan) mengikuti atau Psikobiologis)
luaran positif
melawan
Memaksakan Membalikkan Suatu yang telah Pertentangan Melakukan
antara keinginan kebalikan
diri untuk keadaan diramalkan
dengan apa yang terhadap hal
Asumsi menghindari digantungkan perlu dihambat muncul yang tidak
diasumsikan diinginkan dan
apa yang ingin pada keadaan ketidaksesuaian
dapat dijadikan memunculkan
dihindari rasional diri nya acuan keberpositifan
nya
2. Prinsip 1. Kebebasan 3. 4.
manusia
bukan
merupakan
kebebasan
dari
kondisi-
kondisi
(biologis,
psikologis,
Utama dan
sosiologis)
2. Kebebasan
harus
disertai
dengan
tanggung
jawab
(responsibil
ity)

Prosedur Tahap 1. mendefinisikan


pertama, ulang,
perkenalan dan 2. melakukan pra-

21
pembinaan scribing, dan
raport 3. menahan.
Tahap kedua,
pengungkapan
dan penjajagan
masalah
Tahap ketiga,
pada tahap
pembahasan
pertama
Tahap
keempat, tahap
evaluasi dan
penyimpulan
Tahap kelima,
pada tahap
perubahan
sikap dan
perilaku klien
Metode 1. Teknik Intensi
Paradoksial
pada dasarnya
memanfaatkan
kemampuan
insani dalam
mengambil
jarak (self
detachment)
dan
kemampuan
mengambil
sikap (to take
a stand)
2. Teknik
Dereflection
pada dasarnya
memanfaatkan
kemampusan
transendensi
diri (self

22
transcendence
3. Bimbingan
rohani
menurut
Frankl
berurusan
dengan
kesehatan
rohani

Instrum - - - -
en

Nilai Kriteria
3. Guna Keberh
asilan

E. Nilai Guna

Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan
menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri
dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Dalam analisis eksistensial, psikolog tidak
mengarahkan, membimbing, atau menilai klien berdasarkan praduga-praduga. Tugas
psikolog hanyalah membantu klien menjadi dirinya yang otentik. Terapi eksistensial,
terutama berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan
bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Manusia memilki kesanggupan
untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang
memungkinkan manusia berpikir dan memutuskan.
Kesimpulan yang diperoleh adalah eksistensialisme bahwa manusia bebas untuk memilih.
Manusia merencanakan segala sesuatu bagi dirinya sendiri. Artinya manusia bertanggung
jawab terhadap dirinya. Dalam membentuk dirinya, manusia mendapat kesempatan setiap
kali memilih apa yang baik dan apa yang kurang baik baginya. Setiap pilihan dijatuhkan
terhadap alternatif-alternatif yang dihadapinya adalah pilihannya sendiri.

23
TINJAUAN EMPIRIK

A. Trend Penelitian

Landasan empirik mengenai komitmen karir bersumber dari beberapa hasil penelitian
yang diterbitkan dalam jurnal nasional dan internasional dengan rentang waktu 10 tahun
terakhir. Hasil penelitian tentang komitmen karir dikaji dari aspek objek/masalah
penelitian, metode penelitian dari hasil guna.
No Aspek 2003-2011 2012-2015 2016-2019
.

1 Judul Meta-Analysis Of Mft Joseph Carew. Aprezo Pardodi Maba


Interventions Journal Ontological Paradoxical Intervention Dalam
of Marital and Family Catastrophe: Bimbingan Dan Konseling Untuk
Therapy October Žižek and the Mengatasi Kecemasan
2003,Vol. 29, Paradoxical Jurnal Ilmiah Counsellia, Volume 7
NO.4,547-570 Metaphysics No. 2, Nopember 2017 : 99 - 109
(Teknik terapi Baru of German Idealism
Objek/Masalah
untuk mencegah University of Gail T. Fairhurst (2018): Refleksi:
permasalahan Michigan Library, Kembalikan Paradox ke Alam Liar?
keluarga) Ann Arbor, 2014 Intervensi Paradoks dan Implikasinya,
Journal of Change Management, DOI:
Budaya Dan 10.1080/14697017.2018.1552505
Bimbingan: Paradoks
India Implikasi Untuk Dampak Paradoksis dari Penanganan
Psikologi Profesional Pasien
Sonali Bhatt Intervensi pada Disparitas Tingkat
Marwaha, PhD. Cidera Di Antara Pekerja Rumah Sakit
Intersecting Erika L. Sabbath, ScD, Jie Yang, PhD,
Crossroads. New MSW, Jack T. Dennerlein, PhD, Leslie
Delhi: Concept I. Boden, PhD, Dean Hashimoto, MD,
Publishing. JD, and Glorian Sorensen, PhD AJPH
April 2019, Vol 109, No. 4
Use Of Paradoxical
Intention In The Paradoxes in rehabilitation ISSN:
Context of 0963-8288 (Print) 1464-5165 (Online)
Acceptance And Journal homepage:
Commitment https://www.tandfonline.com/loi/idre20
Therapy. Narinder Kapur (2019): Paradoxes in
Psychological rehabilitation, Disability and
Reports, 2004,95,946- Rehabilitation, DOI:
948. 10.1080/09638288.2019.1572795

24
Perempuan dan Paradoks dan Proses Ganda: Suatu
Kepemimpinan: Tinjauan dan Sintesis
Paradoks
Perkembangan, Dana
Heller Levitt, 2010
by the American
Counseling
Association.

Paradoxical Intention
Therapy- Colin A.
Espie- Behavioral
Treatments for Sleep
Disorders. DOI:
10.1016/B978-0-12-
381522-4.00006-7

2 Metode Studi empirik dari Buku Literasi Ekperimen penerapan layanan


beberapa penelitian Metafisika Filsafat bimbingan dan konseling, paradoxical
Penelitian
sebelumnya (studi intervention membantu konseli
Paradox secara mengatasi kecemasan
kepustakaan)
Ontologi
Studi empirik dari
beberapa penelitian Ekperimen penerapan bentuk baru
sebelumnya (studi perkembangan dalam pengaturan
kepustakaan) rehabilitasi. saya mempertimbangkan
tiga set paradoks yang dapat
Ekperimen antara berdampak pada rehabilitasi cedera
terapi paradoxical otak.
intervention untu
menghindari
konsekuensi
maladaptif dari
kecemasan antisipatif
dengan mendorong
klien untuk
meningkatkan
paparan mereka,
sering dengan nada
lucu, ke acara,
pemikiran, atau
perilaku yang
sebelumnya dihindari

25
Penelitian Survey
pada jumlah
Perempuan yang lebih
banyak hadir di dunia
kerja.

Ekperimen terapi
intensi paradoxical
untuk mengobati
kecemasan dan
insomnia
3 Hasil Guna Gambaran teknik baru 1. Menyajikan gambaran satu teknik
yang membahas intervensi unik yang bisa menjadi
pencegahan alternatif bagi guru bimbingan dan
permasalahan aspek konseling atau konselor untuk membantu
konseli mengatasi kecemasan dan
perkawinan dan
meningkatkan keefektifan layanan
intervensi keluarga,
bimbingan dan konseling.
baik dengan populasi
yang tertekan dan Gambaran konsep Paradoks yang
tidak tertekan. begitu melekat dalam harian tindakan
dan interaksi kehidupan organisasi
Untuk melihat ke yang mereka menjadi
dalam masalah ini sulit dikenali atau terlalu terkait dalam
dalam kaitannya sistem kontradiksi, bagaimana
dengan faktor seharusnya kita memikirkan intervensi.
profesional,
sosiologis, ekonomi Peneliti organisasi dalam mempelajari
dan psikologis dan berbagai fenomena di berbagai sub-
hubungannya dengan bidang manajemen
konseling dan
psikoterapi di India

Paradoks yang melekat


dihasilkan oleh
kontradiksi fungsional
antara sifat literal dan
fungsional dari
peristiwa verbal dan
terutama melibatkan
konstruksi verbal
mengenai peristiwa
yang tidak siap diatur
oleh aturan. Dalam

26
melakukan hal itu,
paradoks inheren
mengacu pada suatu
proses yang tidak bisa
sepenuhnya literal atau
lisan.

Mengetahui gambaran
perkembangan peran
dan jumlah
perempuan dalam
suatu asosiasi
profesional dan peran
pada kepemimpinan.

Mengetahui gambaran
penerapan terapi
intensi paradoxical
untuk mengatasi
permasalahan
kecemasan dan sulit
tidur.

B. Kontribusi

Paradoxical intervention yang selama ini di asosiasikan sebagai suatu teknik yang
efektif dalam mengatasi kecemasan, perlu mendapat porsi dalam kajian-kajian ilmiah.
Pada fight for pleasure terdapat hasrat yang berlebihan untuk memperoleh kepuasan.
Hasrat ini sering disertai kecenderungan kuat untuk menanti-nantikan dengan penuh harap
saat kepuasan itu terjadi pada dirinya (hyper reflection) dan terlalu menghasrati
kenikmatan secara berlebihan yang keduanya saling menunjang dalam memperkuat
anticipatory anxiety. Pola reaksi ini sering terdapat pada gangguan seksual (misalnya
frigiditas dan impotensi) dan non seksual (misalnya insomnia). Seperti pola reaksi
pertama, kedua pola reaksi ini pun mengembangkan mekanisme lingkaran tak berakhir
yang makin memperkuat kecemasan. Untuk mengatasi lingkaran proses yang tak berakhir
ini logoterapi “mengguntingnya” dengan teknik-teknik paradoxical intention dan
dereflection.

27
PENUTUP

A. Kesimpulan
Paradoxical intention adalah salah satu teknik dari terapi logoterapi. Logoterapi
berkaitan dan diartikan dengan filsafat manusia, asas-asas, metode, dan pendekatannya
memberi corak khusus pada kegiatan konseling sebagai salah satu bentuk aplikasinya.
Karakteristik logoterapi bisa dilihat dari tujuan konseling logoterapi yaitu diharapkan
agar pasien bisa menemukan dan memenuhi makna serta tujuan hidupnya dengan jalan
lebih menyadari sumber-sumber makna hidup, mengaktualisasi potensi diri,
meningkatkan keakraban hubungan antarpribadi, berpikir dan bertindak positif,
menunjukkan prestasi dan kualitas kerja optimal, mendalami nilai-nilai kehidupan,
mengambil sikap tepat atas musibah yang dialami, serta memantabkan ibadah kepada
tuhan. Jadi dari gambaran diatas menunjukkan bahwa konseling logoterapi merupakan
konseling individual untuk masalah ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering
menimbulkan kehampaan dan hilangnya gairah hidup.

B. Implikasi
Dalam teknik konseling ini, khususnya dalam proses penemuan makna hidup, terapis
atau konselor bertindak sebagai dianggap teman yang berperan serta (the participating
partner) yang sedikit demi sedikit menarik keterlibatannya bila klien telah mulai
menyadari dan menemukan makna hidupnya. Untuk itu relasi konselor dengan klien
harus mengembangkan hubungan antar pribadi yang ditandai oleh keakraban dan
keterbukaan, serta sikap dan kesediaan untuk saling menghargai, memahami, dan
menerima sepenuhnya satu sama lain. Fungsi terapis dalam hal ini adalah membantu
membuka keleluasaan pandangan klien terhadap berbagai nilai dan pengalaman hidup
yang secara potensial memungkinkan ditemukannya makna hidup dirinya.

GLOSARIUM

A attitudinal values musibah yang tak terelakkan


28
C compensatory self-improvement melakukan tindakan kompensasi perimbangan
creative values bekerja dan berkarya
D dereflection mentiadakan perenungan
deterministic serba ditentukan
E ecounter hubungan pribadi yang ditandai keakraban dan keterbukaan
experiential values kebenaran
eksistensial kemampuan untuk mengenal dan memaknai diri sendiri
eksistensialisme aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia
individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang
bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang
tidak benar
eksistensi yang estetik Kenikmatan jasmaniah dan rohaniah terpenuhi
eksistensi yang etik mengarah pada segi kehidupan batiniah
eksistensi yang religius melakukannya dengan kesadaran akan keimanan
F fight for pleasure hasrat yang berlebihan untuk memperoleh kepuasan
fobia ketakutan berlebihan terhadap sesuatu
focusing keterpusatan perhatian
frigiditas bersifat dingin tidak diketahui jalan pikirannya, tidak
menunjukkan emosi, ataupun tidak memiliki gairah.
H hyper reflection terlalu menghasrati kenikmatan secara berlebihan
I individu eritropobia gejala takut yang tiba-tiba
intensi niat, perencaan individu dalam melakukan suatu perbuatan
intensi paradox proses membalikkan niat dalam suatu dorongan perbuatan
intention : ekspresi untuk menyatakan suatu rencana atau sesuatu yang
akan dilakukan di waktu yang akan datang
intervensi pencegahan diri dalam melakukan suatu pekerjaan
K kebermaknaan isi kandungan arti dari suatu konsep atau kondisi hidup
M mechanistic serba mekanis
O ontektik asli, kembali seperti semua tanpa ada campuran
N neurotis ketakutan kepada suatu bahaya yang tidak diketahui
P participating partner pasangan atau teman yang berperan pada situasi kehidupan
point of deperture asal dari suatu konseptualisasi
paradox kebalikan
paradoxical proses membalikkan konsep atau keadaan
paradoxical intervention teknik logoterapi yang difungsikan membalikkan konsep
planned behavioral perilaku yang terencana dan direncanakan
psychobiological inhibition proses penghambatan
R reductionistic serba dikurangi
rekonstruksi membentuk dan membangun kembali
S spiritualitas wadah diri berkaitan dengan kepercayaan kepada Tuhan
situational recontruction pembentukan situasi sesuai yang diharapkan
Daftar Pustaka

29
Abidin, Zainal. 1971. Filsafat Manusia disadur dari buku Herbert Spiegelberg, The
Phenomenological Movement. The Hague: Martinus Nijhoff.

Alwisol. (2014). Psikologi Kepribadian (Revisi). Malang: UMM Press.

Barlow, D. H. (2002). Anxiety and Its Disorders The Nature and Treatment of Anxiety and
Panic (2 ed.). New York: The Guilford Press.

Bertens, K. 2006. Filsafat Barat Kontemporer Prancis. Jakarta: Gramedia.

Corey, G. (2012). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (9 ed.). Canada: Brooks
Cole.

Dister, Nico Syukur. Filsafat Kebebasan. Yogyakarta: Kanisius.

Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.

Kierkegaard, Sören Aabye (Johannes De Silentio), 1983, Fear and Trembling, Terj. Howard
V. Hong dan Edna H. Hong, Princeton University Press: Princeton

Palmer, Donald, D. 2003. Sartre Untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius,

Salomon-Shoham, V., & Rosenthal, R. (1987). Paradoxical interventions: A metaanalysis.


American Psychological Association.

Sartre, Jean-Paul. 1960. Existensialism and Humanism. London: Methuen & Co. Ltd.

Bertens, Kees, 1976, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.

Hadiwijono, Harun, 1980, Seri Sejarah Filsafat Barat 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Hassan, Fuad. 1973. Kita dan Kami, Bulan Bintang, Jakarta.

Hassan, Fuad. 1976. Berkenalan Dengan Eksistensialisme, Pustaka Jaya, Jakarta.

Watson, C. (1991). A Delphi Study of Paradox in Therapy. Dalam Promoting Change


Trough Paradoxical Therapy (Revised). New York: Brunner/Mazel.

30

Anda mungkin juga menyukai