Anda di halaman 1dari 19

LANDASAN FILOSOFI BIMBINGAN DAN KONSELING

Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Dosen Pembina Mata Kuliah Dr. Blasius Boli Lasan, M. Pd.

OLEH:

PUJI GUSRI HANDAYANI (190111950806)

PRODI S3 BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2019
LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Landasan Filosofi Bimbingan dan Konseling


1. Ontologi
Ontologi merupakan cabang ilmu filsafat yang mempelajari hakikat
dalam realitas terdalam dari segala sesuatu, baik yang bersifat fisik maupun yang
bersifat non fisik (Colman, 2006). Kleinman (dalam Hanurawan & Fendi, 2019)
mengemukakan bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari alam
semesta (universe) dan realitas.
Hakikat Manusia (Konseli)
Beberapa pendapat para ahli atau mazhab konseling tentang hakikat
manusia diantaranya dapat dipaparkan sebagai berikut:

a) Viktor E.Frankl mengemukakan bahwa hakikat manusia itu sebagai berikut:

1)   Manusia, selain memiliki dimensi fisik dan psikologis, juga memiliki
dimensi spiritual. Ketiga dimensi itu harus dikaji secara mendalam
apabila manusia itu hendak dipahami dengan sebaik-baiknya. Melalui
dimensi spiritualnya itulah manusia mampu mencapai hal-hal yang
berada di luar dirinya dan mewujudkan ide-idenya.

2)   Manusia adalah unik, dalam arti bahwa manusia mengarahkan


kehidupannya sendiri.

3)   Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk


membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu sendiri.

b) Freud mengemukakan sebagai berikut.


1) Manusia pada dasarnya bersifat pesimistis, deserministik, mekanistik,
dan reduksionistik.
2)   Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-
motivasi tak sadar, dorongan-dorongan biologis, dan pengalaman masa
kecil.
3)   Dinammika kepribadian berlangsung melalui pembagian enerji psikis
kepada Id, Ego dan Superego yang bersifat saling mendominasi.
4)   Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif,
naluri kehidupan (eros) dan kematian (tanatos).
5)   Manusia bertingkah laku dideterminasi oleh hasrat memperoleh
kesenangan dan menghindari rasa sakit (pleasure principle).

c) Passons mengemukakan delapan asumsi tentang hakikat manusia menurut


kerangka kerja teori konseling Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick
Perls (1884-1970) sebagai berikut.
1)    Individu memiliki kepribadian yang utuh, menyeluruh, bukan terdiri dari
bagian-bagian badan, emosi, pikiran, sensasi, dan persepsi. Individu
dapat dipahami apabila dilihat dari keterpaduan semua bagian-bagian
tersebut.
2)   Individu merupakan bagian dari lingkungannya. Oleh karena itu individu
baru dapat dipahami apabila memperhatikan konteks lingkungannya.
3)   Individu memilih bagaimana dia merespon rangsangan internal maupun
eksternal. Individu adalah aktor bukan reaktor.
4)   Individu kemampuan potensial untuk menyadari secara penuh semua
sensasi, pikiran, emosi, dan persepsinya.
5)   Individu memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan, sebab dia
menyadarinya.
6)   Individu memiliki kapasitas untuk membangun kehidupannya secara
efektif.
7)   Individu tidak dapat mengalami masa lalu dan masa yang akan datang,
tetapi dia hanya dapat mengalami masa sekarang.
d) Beck mengemukakan beberapa asumsi eksistensialis tentang hakikat manusia,
yaitu sebagai berikut.
1)   Manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. Dia punya
pilihan dan harus melakukan pilihan untuk dirinya sendiri.
2)   Manusia harus memandang atau memperhatikan orang lain sebagai bagian
dari dirinya, dan perhatiannya ini direfleksikan dalam pergaulan dengan
warga masyarakat yang lebih luas.
3)   Manusia eksis di duni nyata, dan hubungan dengan dunianya di satu sisi
merupakan ancaman yang dalam banyak hal tidak dapat merubahnya.
4)   Hidup yang bermakna harus menghilang ancaman yang dihadapi, baik fisik
maupun psikis. Tujuannya adalah untuk membebaskan manusia dari
ancaman, sehingga dapat mencapai perkembangan yang optimum.
5)   Setiap manusia memiliki pembawaan dan pengalaman yang unik, sehingga
memungkinkan berperilaku yang berbeda satu sama lainnya.
6)   Manusia berperilaku sesuai dengan pandangan subjektifnya tentang realitas.
7)   Secara alami manusia tidak dapat dikatakan “baik” atau “buruk” (jahat).
8)   Manusia mereaksi situasi secara menyeluruh tidak bersifat serpihan (seperti
hanya intelektual atau emosional).
e) B.F Skinner dan Watson (Corey, 2015) mengemukakan tenntang hakikat
manusia sebagai berikut.
1)   Manusia dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan
negatif yang sama.
2)   Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan social
budayanya. Dalam arti bahwa lingkungan merupakan pembentuk utama
keberadaan manusia.
3)   Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari.
4)   Manusia tidak memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri.

7. Aliran Humanistik memiliki pandangan yang optimistik terhadap hakikat


manusia. Para ahli teori humanistik mempunyai keyakinan sebagai berikut.

1)   Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri.


2)   Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah
lakunya, yang dalam hal ini manusia bukan poin yang diatur sepenuhnya oleh
lingkungan.

3)   Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh
ketidaksadaran, kebutuhan irrasional atau konflik.

Ontologi Bimbingan dan konseling


Proses yang berkesinambungan dan merupakan kegiatan yang
direncanakan dan sistematis dan terarah untuk pencapaian tujuan tertentu. Objek
dalam ilmu Bimbingan dan Konseling adalah individu yang dibantu agar dapat
menyelesaikan masalahnya. Individu yang sedang berkembang dengan segala
keunikannya dan membutuhkan bantuan untuk diberikan bantuan dalam
memberi pertimbangan keragaman dan keunikan individu.
Bimbingan dan konseling perkembangan maka objek materialnya adalah
perkembangan peserta didik/konseli. Mungkin lebih tepat adalah pengembangan
tingkah laku yang sesuai dengan tugas perkembangan. Perkembangan itu artinya
sudah, sedang, dan yang akan terjadi sesuai usia, tetapi pengembangan adalah
upaya menterjadikannya seperti yang seharusnya (Blasius, 2014).
2. Epistemologi:
Epistimologi adalah cabang filsafat yang melakukan penelaahan tentang
hakikat manusia. epistimologi adalah cabang filsafat yang mempelajari
pengetahuan dan metode memperoleh pengetahuan.
Secara khusus, dalam epistimologi dilakukan kajian-kajian yang
mendalam tentang hakikat terjadinya perbuatan mengetahui, sumber
pengetahuan, tingkat-tingkat pengetahuan, metode untuk memperoleh
pengetahuan, kesahihan atau validitas penegtahuan, dan kebenaran pengetahuan.
Epistimologi Bimbingan dan Konseling
Teori pengetahuan yang membahas secara mendalam segenap proses
yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan, mempersoalkan
hubungan antara dua subjek yang setara antara konselor dan konseli. Pada ilmu
Bimbingan dan konseling, proses yang terlibat pada usaha dalam mendapatkan
pengetahuan melalui wawancara dimana kegiatan ini berfungsi untuk
memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar,
meningkatkan kematangan, memberikan bantuan melalui pengambilan
keputusan dan usaha penyembuhan. Konselor berusaha mengurangi jarak antara
dirinya dengan konseli.
Bimbingan dan konseling dikritik sebagai teknologi bantuan yang tidak
memiliki teori dan metode sendiri tetapi menggunakan metode-metode ilmu-
ilmu sebelumnya misalnya psikologi seperti wawancara, observasi, advis, dan
sebagainya.
3. Aksiologi:
Cabang filsafah yang mempe;ajari hakikat nilai. Berdasarkan pokok
penekanannya, aksiologi dapat dibagi menajdi etika (filsafat tentang baik buruk
perilaku manusia) atau filsafat moral dan estetika atau filsafat keindahan (theory
of beauty).
Aksiologi Bimbingan dan Konseling
Keilmuan Bimbingan dan Konseling adalah untuk membantu individu agar
memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan,dan norma agama), mengantisipasi berbagai masalah yang terjadi dan
berupaya untuk mencegah terjadinya masalah, menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif yang digunakan untuk memfasilitasi perkembangan siswa.
Konselor memahami bahwa konseling merupakan sesuatu yang sarat nilai yang
dapat memunculkan bias.
Tujuan Bimbingan dan konseling adalah dimilikinya tujuan yang dapat
dikatakan identik dengan tujuan pendidikan atau nilai-nilai dalam paham
kehidupan. Tujuan akhir pendidikan dan bimbingan dapat dikatakan sama saja
karena keduanya mementingkan kesejahteraan dan kebahagiaan individu. Hal
yang perlu dikenali adalah tujuan perantaranya adalah memahami diri, mengenal
bakat dan minat, mewujudkan potensi, memilih program studi, merencanakan
karir yang tepat dan sebagainya sehingga tujuan akhir tersebut dapat tercapai.
Jadi Bimbingan dan konseling sebenarnya “bermain” dan berperan pada tujuan
perantara.
Secara naluriah manusia memiliki kebutuhan untuk hidup bahagia,sejahtera,
nyaman dan menyenangkan. Prayitno dan Erman (dalam yusuf, 2010) mengemukakan
model witney sweeney tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya
mengembangkan dan mempertahankannya sepanjang hayat. Menurut mereka ciri-ciri
hidup sehat ditandai dengan 5 kategori tugas kehidupan, yaitu:
a.      Spiritualitas; Agama sebagai sumber inti bagi hidup  sehat. Dimensi  dari
aspek spiritual adalah; kemampuan manusia memberikan arti  kepada 
kehidupannya, optimisme terhadap  kejadian-kejadian yang akan datang dan
diterapkannya nilai-nilai dalam hubungan antar orang serta  dalam
pembuatan keputusan.
b.      Pengaturan diri; Seseorang yang  mengamalkan hidup  sehat pada dirinya
terdapat sejumlah ciri, termasuk rasa diri berguna,  pengendalian diri, 
pandangan   realistik,  spontanitas  dan  kepekaan  emosional, kemampuan
rekayasa intelektual, pemecahan masalah, dan kreativitas, kemampuan
berhumor, kebugaran jasmani   dan   kebiasaan   hidup  sehat,  maka  orang 
mampu   mengkoordinasikan hidupnya  dengan  pola  tingkah  laku yang
bertujuan,  melalui  pengarahan, pengendalian dan pengelolan diri sendiri.
c.      Bekerja; Dengan  bekerja  orang  akan  memperoleh  keuntungan 
ekonomis,  psikologis  ( percaya diri, merasa  berguna ),  dan   sosial 
( tempat   bertemu   orang    lain,  persahabatan,   dan  status ) kesemuanya
akan menunjang kehidupan yang sehat bagi diri sendiri dan orang lain.
d.      Persahabatan ; Persahabatan memberikan 3 kautamaan kepada hidup yang
sehat, yaitu :
-   Dukungan emosional, kedekatan , perlindungan, rasa aman, kegembiraan.
-   Dukungan keberadaan, penyediaan kebutuhan fisik, bantuan keuangan.
-    Dukungan informasi, pemberian data yang diperlukan, petunjuk
peringatan, nasehat.
e.    Cinta; Dengan  cinta  hubungan  seseorang  dengan  orang lain cenderung menjadi
sangat intim, saling  mempercayai,  saling  terbuka,  saling  bekerjasama, dan  saling 
memberikan  komitmen  yang  kuat.
Paparan tentang hakikat, tujuan, dan tugas kehidupan manusia di atas sebagai hasil olah
pikir para ahli, mempunyai implikasi kepada layanan bimbingan dan konseling, dalam
hal ini terutama terkait dengan perumusan tujuan bimbingan dan konseling, dan cara
pandang konselor terhadap konseli yang sebaiknya didasarkan pada harkat dan martabat
manusia.
Sedangkan menurut Sukmadinata, 2007 Aliran filsafat juga memiliki pandangan
tentang hakikat manusia, tujuan hidup manusia dan implikasinya terhadap bimbingan
konseling yaitu sebagai berikut:
a.      Idealisme
Idealisme merupakan faham filsafat yang mengakui adanya dunia ide di
samping dunia riil dimana sekarang kita berada. Dunia ide ini merupakan dunia
rohani, spiritual yang bersifat abadi, sedang dunia riil merupakan dunia materi yang
dapat diamati dengan indra, dunia ini bersifat fana. Kehidupan di dunia riil bersifat
sementara, serta terbatas. Sedang dunia ide bersifat kekal, tidak lagi terbatas oleh
ruang dan waktu. Para idealis mengakui adanya nilai-nilai abadi yang bersifat
mutlak, baik nilai nilai moral (etika) maupun nilai nilai kultural (estetika). Tujuan
kehidupan manusia adalah mencari kebenaran dan kebahagiaan spiritual yang abadi
yakni dunia ide.
Bimbingan konseling diarahkan pada pengembangan anak dan remaja agar
menguasai nilai-nilai, hidup sejalan dengan nilai-nilai moral dan estetika.
Bimbingan dan Konseling berfungsi membantu anak-anak dan remaja dalam
memahami kebahagiaan abadi, membantu menyiapkan diri dalam mencapai
kehidupan abadi.
b.   Realisme
Realisme merupakan faham filsafat yang lebih menekankan dunia nyata,
kenyataan tunduk pada hukum alam yang bersifat universal. Manusia berusaha
menemukan hukum universal melalui penelitian empiris dan fakta yang telah
dibuktikan dalam penelitian menjadi acuan dalam kehidupan manusia.
Nilai merupakan standar yang telah dirumuskan secara ilmiah, etika
merupakan tuntutan moral yang didasarkan pada pemikiran ilmiah. Keindahan atau
estetika ada pada alam dan hubungan yang bersifat ilmiah. Manusia harus mengerti
hukum universal tersebut, tujuan kehidupan manusia adalah mengembangkn dan
menyempurnakan pemahamannya tentang alam melalui kajian dan penelitian
ilmiah. Bimbingan dan konseling diarahkan pada pengembangan pengetahuan dan
kemampuan siswa pada alam, tuntutan, prinsip dan hukum alam.
c.    Pragmatisme
Pragmatisme memandang kenyataan atau kehidupan selalu berubah. Dalam
kehidupan manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi ini yang
membut manusia berubah atau lingkungannya yang berubah.
Pragmatisme tidak mengakui kebenaran yang universal atau kebenaran mutlak.
Kebenaran hanyalah generalisasi atau prinsip tentatif yang menjadi pegangan dalam
berinteraksi dengan lingkungan yang akan diuji dalam penelitian selanjutnya.
Konsep pragmatisme tentang nilai sangat situasional.
d.   Eksistensialisme
Konsep eksistensialisme lebih menekankan pada aspek pribadi dan sosial.
Pendidikan dan bimbingan diarahkan pada menimbulkan perubahan-perubahn
pribadi dan sosial. Bimbingan dan konseling diarahkan pada pengembangan
kepribadian anak agar memiliki secara pribadi maupun sosial. Pemberian layanan
bimbingan ditujukan agar siswa memiliki pemahaman terhadap segala potensi dan
kekuatan dirinya, segala tuntutan dan masalah yang dihadapinya. Tugas para
pembimbing adalah pengembangan semua potensi dan kekuatan anak, agar mereka
menjadi manusia yang sehat dan produktif.
Bagi bangsa indonesia yang menjadi landasan filosofis bimbingan dan
konseling adalah pancasila, yang nilai-nilainya sesuai dengan fitrah manusia
sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat. Maka pembuatan program bimbingan
dan konseling harus merujuk kepada nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila
pancasila tersebut. Pancasila sebagai landasan bimbingan dan konseling
mempunyai implikasi sebagai berikut:
1) Tujuan bimbingan dan konseling harus selaras dan sesuai dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap sila pancasila. Dengan demikian tujuan
bimbingan dan konseling adalah memfasilitasi peserta didik agar mampu ;
(1) mengembangkan potensi, fitrah dan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan
Yang maha Esa dengan cara mengimani, memahami dan mengamalkan
ajaranNya. (2) mengembangkan sikap-sikap yang positif seperti respek
terhadap harkat dan martabat sendiri dan orang lain, dan bersikap empati.
(3) mengembangkan sikap-sikap kooperatif, kolaboratif, toleransi dan
altruis (ta’awun bil ma’ruf) (4) mengembagkan sikap demokratis,
menghargai pendapat orang lain, dan bersikap mengayomi masyarakat. (5).
Mengembangkan kesadaran untuk membangun bangsa dan negara yang
sejahtera dan berkeadilan dalam berbagai aspek kehidupan (ekonomi,
hukum, pendidikan, dan pekerjaan).
2) Konselor seyogyanya menampilkan kualitas pribadi yang sesuai dengan
nilai-nilai pancasila, yaitu beriman dan bertaqwa, bersikap respek terhadap
orang lain, mau bekerja sama dengan orang lain. Bersikap demokratis, dan
bersikap adil terhadap para siswa.
Perlu melakukan penataan lingkungan (fisik dan sosial budaya) yang
mendukung twrwujudnya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan perorangan
maupun masyarakat pada umumnya. Upaya itu diantaranya:
 menata kehidupan lingkungan yang hijau berbunga, bersih dari polusi
 mencegah dan memberantas kriminalitas
 menghentikan tayangan televisi yang merusak nilai pancasila, seperti
tayangan yang merusak akidah, moral masyarakat
 mengontrol secara ketat penjualan alat kontrasepsi
 memberantas korupsi dan melakukan clean government
B. Kajian Etika dan Estetika
1. Kode etik dalam Etika Bimbingan dan Konseling
Salah satu bahasan etika adalah kode etik. Bimbingan dan konseling
telah memilikinya. Tetapi kritik yang sering dilontarkan adalah pelanggaran
kode etik konselor-yang pada profesi lain juga relatif sama menandakan para
konselor kurang mengahyati makna terdalam atau roh profesinya.
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan
tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas
manusia, kelompok, atau budaya tertentu.
Kode etik adalah seperangakat standar, peraturan, pedoman, dan nilai
yang mengatur mengarahkan pembuatan Atau tindakan dalam suatu
peruahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan
interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan
moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi,
diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling
Indonesia.
2. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruk perilaku
manusia dan bagaimana cara hidup yang baik dalam kehidupan seseorang.
3. Estetika
Filsafat keindahan atau estetika adalah cabang filsafat yang mempelajari
hakikat seni atau keindahan
4. Metodologi: mempersoalkan proses bimbingan dan konseling, untuk
memajukan pengetahuan, membuat penemuan, mempelajari fakta-fakta
dalam rangka meningkatkan beberapa aspek dari dunia dan membangun
hubungan antara peristiwa dan mengembangkan teori, sehingga membantu
para profesional untuk membuat prediksi kejadian masa depan. Konselor
menggunakan logika induktif, mengkaji permasalahan secara kontekstual,
dan mengembangkannya dalam rancangan tindakan bimbingan dan koseling.
C. Landasan Psikologi Bimbingan dan Konseling

Landasan Psikologis

Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman


bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk
kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai
oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan,
(c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.

a. Motif dan Motivasi

Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan


seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan
asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan
sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi,
memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya
motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri
individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–,
menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada
suatu tujuan.

b. Pembawaan dan Lingkungan

Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang


membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu
yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek
psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau
ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu
dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada
lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu
akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada
pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat
tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot).
Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan
yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi
bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula
individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan
sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.

c. Perkembangan Individu

Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan


berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga
akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan
kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu
yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless
tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu;
(2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang
perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5)
teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang
perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8)
Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa
bayi sampai dengan masa dewasa.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai


aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah
perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor
pembawaan dan lingkungan.

d. Belajar

Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.
Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat
mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu
berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar
adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah
ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian
sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif,
afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan
prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan
atau pun hasil belajar sebelumnya.

Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat


beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori
Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi;
dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif
konstruktivisme.

e. Kepribadian

saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang
kepribadian secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan
yang dilakukan oleh menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang
berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan
satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat
dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem
psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.
Scheneider (1955) dalam mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses
respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan
konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut
dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas
sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya
itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi
fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan
berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang
bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Landasan Sosial-Budaya

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan


pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan
sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada
dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya,
ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan
dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi
tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan
sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga
menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian
individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak
“dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang
pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku
individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor


dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya
yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber
hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar
budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d)
kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang
digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan
mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu
atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang
biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan
penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan
muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya
dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar
budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali
apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor
dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu
diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya


(2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa
bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk
lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan
dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman.
Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya
bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi
pluralistik.

Landasan Ilmu Pengetahuandan Teknologi (IPTEK)

Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang


memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya.
Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis
dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis
dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam
bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling


telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan
lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”.


Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan
praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik,
evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum
dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk
kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori
maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling
selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai
bentuk penelitian.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis


komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam
bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak
memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling
pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan
teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien)
tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui
hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”.
Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi
menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam
melaksanakan bimbingan dan konseling.

Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya
mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno,
2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus
mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik
berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan
penelitian.

Landasan Pedagogis

Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga
segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan
merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses
bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan
bimbingan dan konseling.

Landasan Religius

Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga
hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong
perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-
kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya
secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan
teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan
beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula
oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah
bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa
Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak
memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini
sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-
nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan
dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Daftar Rujukan

Blasius, B., L. 2014. Konselor Sekolah: Tinjauan dan Upaya Profesionalisasi. Malang;
Elang Mas.

Blasius, B., L. 2015. Mengidentifikasi Keilmuan Bimbingan dan Konseling. UM; Jurnal
JKBK.

Colman, A. M. 2006. A Dictionary of Philosophy. New York. Oxford Universitt Press.

Corey, G. (2015). Theory and practice of counseling and psychotherapy. Nelson


Education.

Davenport, T. and Völpel, S. (2001), "The rise of knowledge towards attention


management", Journal of Knowledge Management, Vol. 5 No. 3, pp. 212-222.

Fattah, H., & Fendi, S. 2019. Filsafat Ilmu Psikologi . Bandung; Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, Nana, Syaodih. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek.


Bandung: Maestro.
Prayitno, E. A., & Amti, E. (2004). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suriasumantri, J. S. (2009). Ilmu dalam perspektif: Sebuah kumpulan karangan tentang
hakekat ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wreksosuhardjo, sunarjo.2005. Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan dan Ilmu Filsafat
Pancasila. Yogjakarta: Andi

Anda mungkin juga menyukai