Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ari Hafiddun Muis

Kelas : PAI 1B
NIM : 2003016061

UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMGTIK 2020/2021

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan benar !

1. Jelaskan perbedaan dan persamaan serta model korelasinya (Hubungan) antara ilmu
Agama dan ilmu yang lainya ?

2. Coba Anda jelaskan secara singkat tanggung Jawab Moral keilmuan dari
pendekatan :
a. Ontologi
b. Epistemologi
c. Aksiologi
3. Mengapa ilmu dianggap tidak mampu menyelesaikan semua persoalan/aspek
kehidupan manusia Mungkinkah kita mengislamkan ilmu dan mengilmukan Islam?
Coba Anda Jelaskan jawaban Anda dengan contoh ?

4. Apakah alasan UIN Walisongo memilih UOS (Unity Of Scinces) sebagai Basis
keilmuaan, dan paradigma apa yang dibangun untuk mewujudkan gagasan Unity Of
Sciences (Kesatuan Ilmu) tersebut ?

5. Coba Anda Jelaskan 5 (lima) Prinsip Unity Of Sciences dan bagaimana Pendekatan
Teo-Anthroposentris yang di pakai UIN Walisongo dalam mengembangkan
paradigma Kesatuan Ilmu (Unity Of Sciences) ?

(Jawaban)

1. Perbedaan antara ilmu pengetahuan dan agama adalah:


1.Sumber kebenaran ilmu pengetahuan adalah akal pikiran manusia,
pengalaman, dan intuisinya, oleh karena itu disebut juga bersifat horizontal dan
immanent. Sedangkan sumber kebenaran agama adalah dari Allah, karena itu disebut
juga bersifat vertical dan transedental.
2.Bidang kajian agama adalah alam metafisik, sedangkan bidang kajian sains
adalah alam empiris. Agama bersifat dogmatis, mengandung nilai-nilai yang terkait
dengan keyakinan. Kebenaran dalam agama tidak selalu dapat diterima dengan nalar
(logika). Namun agama menawarkan penjelasan pada manusia tentang fenomena
tertentu. Penjelasan tersebut diperoleh melalui perasaan, intuisi, dan wahyu dari
Tuhan. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, yang berada pada tahapan yang langsung
berhubungan dengan fakta, harus dipersonalisasikan, juga harus menjelaskan fakta.
Konsekuensinya, ilmu memiliki struktur dan prosedur tertentu.
3.Pendekatan agama deduktif emosional, sedangkan sains induktif rasional.
4.Agama bersifat subjektif, sedangkan sains objektif.
5.Agama adalah sumber-sumber asumsi dari ilmu pengetahuan, dan ilmu
pengetahuan menguji asumsi-asumsi tersebut.
6.Agama mendahulukan kepercayaan dari pada pemikiran, sedangkan ilmu
pengetahuan mempercayakan sepenuhnya kekuatan daya pemikiran.
7. Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan kenyataan dogma-dogma
agama, sedangkan ilmu pengetahuan tidak mengakui dogma-dogma sebagai
kenyataan tentang kebenaran.
8.Agama menentukan tujuan hidup, sedangkan ilmu pengetahuan menentukan
sarana untuk hidup.
9.Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset),
pengalaman (empiris), dan percobaan (eksperimen). Manusia mencari dan
menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan
(mencari jawaban tentang) pelbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci,
kodifikasi firman Ilahi untuk manusia di bumi ini.
10.Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (yaitu kebenaran
yang masih berlaku sampai dengan ditemukan kebenaran atau teori yang lebih kuat
dalilnya atau alasannya) dan bersifat relatif (nisbi). Sedangkan kebenaran agama
bersifat mutlak (absolut), karena ajaran agama adalah wahyu yang diturunkan oleh
dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak, dan Maha Sempurna, yaitu Allah swt.
11.Ilmu pengetahuan dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya
sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.
Persamaan antara ilmu pengetahuan dan agama adalah :
1.Baik agama maupun sains dibangun atas dasar pengalaman manusia dan
mendapat inspirasi dari keyakinan. Pelaku kegiatan agama dan sains adalah sama-
sama manusia.
2.Keduanya merupakan sumber atau wadah kebenaran (obyektifitas) atau
bentuk kebenaran.
3.Keduanya mempunyai metode, sistem, dan mengolah obyeknya secara
lengkap.
4.Keduanya menjadi besar berkat pencarian dan perenungan yang didorong
oleh cinta yang murni kepada kebenaran. Baik ilmu pengetahuan maupun agama
bertujuan sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran.
Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri, mencari kebenaran tentang alam dan
termasuk di dalamnya manusia. Agama dengan karakteristiknya sendiri pula
memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik
tentang alam maupun tentang manusia dan tentang Tuhan.
Model korelasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan adalah hubungan
yang terkait dan reflektif dengan manusia. Dikatakan terkait karena keduanya tidak
dapat bergerak dan berkembang apabila tidak ada alat dan tenaga utama yang berada
di dalam diri manusia. Alat dan tenaga utama manusia adalah akal pikir dan
keyakinan sehingga dengan kedua hal tersebut manusia dapat mencapai kebahagiaan
bagi dirinya. Ilmu pengetahuan dapat bergerak dan berkembang berkat adanya akal
pikiran manusia, sedangkan agama dapat bergerak dan berkembang berkat adanya
keyakinan. Dikatakan reflektif karena ilmu pengetahuan dan agama baru dapat
dirasakan faedahnya dalam kehidupan manusia apabila keduanya merefleksi dalam
diri manusia. Agama dan ilmu pengetahuan memainkan peranan yang penting dan
fundamental dalam sejarah dan kehidupan manusia. Orang-orang yang mengetahui
secara mendalam tentang sejarah agama dan ilmu pengetahuan niscaya memahami
secara benar bahwa pembahasan ini sama sekali tidak membicarakan pertentangan
antara keduanya dan juga tidak seorang pun mengingkari peran sentral keduanya.
Sebenarnya yang menjadi tema dan inti perbedaan pandangan dan terus menyibukkan
para pemikir tentangnya sepanjang abad adalah bentuk hubungan keharmonisan dan
kesesuaian dua mainstream disiplin ini.

2. a. Ontologi
Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana
keadaan yang sebenarnya. Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada
satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu
berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas
dalam semua bentuknya. Pertanyaaan mendasar yang muncul dalam tataran ontologi
adalah untuk apa penggunaan pengetahuan itu? Artinya untuk apa orang mempunyai
ilmu apabila kecerdasannya digunakan untuk menghancurkan orang lain, misalnya
seorang ahli ekonomi yang memakmurkan saudaranya tetapi menyengsarakan orang
lain, seorang ilmuan politik yang memiliki strategi perebutan kekuasaan secara licik.
b. Epistimologi
Epistemologi adalah ilmu yang membahas secara mendalam segenap proses
penyusunan pengetahuan yang benar. Epistemologi ini mengarah pada pengetahuan
atau teori ilmu pengetahuan. Dalam hal ini kita membahas bagaimana Ilmu
pengetahuan itu diperoleh, dan bagaimana kita mengetahui apa yang kita ketahui.
Banyak sekali perdebatan mengenai ilmu pengetahuan. Unsur-unsul Ilmu
pengetahuan antara lain; mengetahui, diketahui, kesadaran mengenai sesuatu yang
diketahui. Dalam hal pendidikan, epistimologi berkaitan dengan metode yang
diberikan oleh guru. Contohnya, Kita harus tahu kenapa pendidikan itu harus
didirikan, dan apa yang melatar belakangi pendidikan di negara ini.
c. Aksiologi
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang
ditinjau dari sudut kefilsafatan. Aspek aksiologi filsafat membahas tentang masalah
nilai atau moral yang berlaku dikehidupan manusia. Dari aksiologi, secara garis besar
muncullah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia yaitu
etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas tentang
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat
yang berlaku pada komunitas tertentu. Dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku
yang penuh dengan tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun
terhadap tuhan sebagai sang pencipta. Estetika merupakan bidang studi manusia yang
mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa di dalam
diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam
satu kesatuan hubungan yang menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah
bukan semata-mata bersifat selaras serta bepola baik melainkan harus juga
mempunyai kepribadian.

3. Karena persoalan manusia sedemikian rumit, yaitu serumit manusia itu sendiri,
tetapi kadang dipandang sederhana. Manusia bukan saja merupakan benda fisik yang
tampak hingga bisa dilihat, yaitu berupa tubuhnya, melainkan di dalam tubuh itu
terdapat pikiran, perasaan, harapan, keinginan, dan lain-lain. Memahami manusia
hanya sebatas dari aspek tertentu , misalnya dari aspek fisiknya, tentu tidak cukup.
Fisik atau tubuh manusia itu sebenarnya ada yang menggerakkan, yaitu kekuatan di
dalam dada masing-masing orang. Ilmu pengetahuan dalam bidang apa saja, termasuk
yang ada hubungannya dengan manusia, kajiannya hanya mencukupkan dari aspek
yang tampak, yaitu melalui observasi, eksperimentasi, dan penalaran logis. Padahal
memahami manusia tidak cukup hanya dari aspek yang tampak. Manusia dalam
pengertian yang sebenarnya justru harus dipahami dari aspek yang tidak tampak.
Persoalan manusia yang sedemikian rumit tetapi hanya dipandang dan diselesaikan
secara sederhana, maka akibatnya menjadi tidak pernah final atau tuntas. Persoalan
pendidikan misalnya, manusia dipandang bisa ditingkatkan kualitasnya hanya melalui
beberapa pelajaran yang dianggap penting. Mereka diajari beberapa disiplin ilmu
disesuaikan dengan tingkat perkembangannya. Seperangkat ilmu yang dirumuskan
menjadi kurikulum dan bahan pelajaran sudah dianggap mampu mengubah atau
membentuk perilaku seseorang. Setelah mereka menguasai bahan pelajaran yang
ditunjukkan melalui nilai ujian, mereka diangap pintar dan mampu memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi dalam menjalani hidupnya. Anggapan tersebut tentu
tidak selalu benar. Orang yang sudah membaca banyak buku dan dinyatakan lulus,
ternyata belum mampu menyelesaikan problem hidupnya. Sekedar mendapatkan
lapangan pekerjaan misalnya, para lulusan lembaga pendidikan ternyata tidak mudah.
Buktinya, pengangguran dari waktu ke waktu semakin bertambah jumlahnya dan
tidak mudah diselesaikan. Mereka itu berasal dari lembaga pendidikan yang
dipandang cukup bermutu sekalipun. Oleh karena itu, seolah-olah ilmu yang diperoleh
tidak ada kaitannya dengan persoalan hidup setelah mereka lulus. Tanda lulus dan
ijazah hanya dijadikan pertanda bahwa yang bersangkutan secara formal telah
menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu.

4. Alasan UIN Walisongo memilih UOS (Unity Of Scinces) sebagai Basis keilmuaan
adalah untuk tercapainya tujuan visi UIN Walisongo yaitu Menjadi Universitas Islam
riset terdepan berbasis Kesatuan Ilmu Pengetahuan untuk kemanusiaan dan
peradaban. Selain itu diharapkan untuk bisa menjadi langkah maju mengubah
mindset, paradigma, dan pola pikir pemikiran keilmuan dan peradaban yang di
bangun oleh UIN Walisongo di dalam mengintegrasikan semua ilmu dalam bingkai
kesatuan ilmu (Unity of Science). Paradigma yang dibangun untuk mewujudkan
gagasan Unity Of Sciences (Kesatuan Ilmu) tersebut adalah “Wahdatul Ulum”

5. Dalam mengembangkan paradigma kesatuan ilmunya (Unityof Science),UIN


Walisongo memegang prinsip-pinsip paradigma sebagai berikut : 1. Integrasi.
Integrasi berarti menyatupadukan, menggabungkan, mempersatukan dua hal atau
lebih menjadi satu. Prinsip meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan merupakan satu
kesatuan yang bersumber dari Allah yang diperoleh melalui para nabi, eksplorasi akal,
maupun eksplorasi alam. 2. Kolaborasi. Kolaborasi adalah melakukan kerjasama
untuk mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini kolaborasi berarti memadukan nilai
universal Islam dengan ilmu pengetahuan modern guna peningkatan kualitas hidup
dan peradaban manusia. 3. Dialektika. Prinsip ini meniscayakan dialog yang intens
antara ilmu-ilmu yang berakar pada wahyu (reavealed sciences), ilmu pengetahuan
modern (modern sciences), dan kerifan lokal (local wisdom). 4. Prospektif. Prinsip
ini meyakini bahwa unity of science akan menghasilkan ilmu-ilmu baru yang lebih
humanis dan etis yang bermanfaat bagi pembangunan martabat dan kualitas bangsa
serta kelestarian alam. 5. Pluralistik. Prinsip ini meyakini adanya pluralitas realitas
dan metode dalam semua aktivitas keilmuan.
Pengertian Antroposentrisme adalah konsep utama di bidang etika lingkungan
dan filsafat lingkungan, karena sering dianggap sebagai akar masalah yang tercipta
akibat interaksi manusia dengan lingkungan. Meski begitu, antroposentrisme tertanam
kuat dalam berbagai budaya manusia modern dan tindakan - tindakan sadarnya. Istilah
ini dapat ditukar dengan humanosentrisme dan supremasi manusia. Di dalam
antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan
bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling
penting diantara mahkluk hidup lainnya. Manusia dan kepentingannya dianggap yang
paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam
kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah
manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat
perhatian. Segala sesuatau yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai
dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karena itu,
alampun dilihat hanya sebagai obyek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan
kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak
mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Yang menjadi masalah bukanlah
kecenderungan antroposentris pada diri manusia yang memperalat alam semesta
untuk kepentingannya. Tetapi masalah dan sumber malapetaka krisis lingkungan
hidup adalah tujuan-tujuan tidak pantas dan berlebihan yang dikejar oleh manusia di
luar batas toleransi ekosistem itu sendiri. Akhirnya dengan demikian manusia bunuh
diri.

Anda mungkin juga menyukai