Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MENGENAL MANUSIA MELALUI FILSAFAT


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum

Oleh:

ANISA NABILLA FIRDAUSI


NIM:12110123

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM WALI SEMBILAN
SEMARANG

2022
A. PENDAHULUAN
Filsafat manusia atau biasa disebut antropolofi filsafati adalah bagian
intergral dari sistem filsafat yang menyoroti tentang hakikat dan potensi
manusia itu sendiri. Jika dilihat dari ontologis yang mempunyai kedudukan
yang relatife penting karena semua persoalaan akan bermuara pada persoalan
asasi manusia.

Objek material filsafat manusia dan ilmu-ilmu tentang manusia


semisalnya ilmu psikologi dan antropologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang manusia. Baik filsafat manusia dan ilmu-ilmu tentang manusia, pada
dasarnya bertujuan untuk menyelidiki, menganalisis, menginterpestasikan
dan memahami gejala-gejala tentang manusia.

Aspek-aspek secara dimensi atau nilai-nilai merupakan sesuatu yang


hendak dipikirkan, dipahami dan diungkap semuanya menenai filsafat
manusia. Maka dari itu makalah ini dibuat untuk menambah ilmu
pengetahuan dan merupakan suatu kewajiban untuk menjalankan tugas dalam
pembelajaran mata kuliah Filsafat Umum.

B. PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Filsafat Manusia


Filsafat manusia adalah suatu ilmu dimana ilmu tersebut bersifat
membatasi diri pada penyelidikan terhadap gejala-gejala emiris dan
pengunaan metode yang bersifat observasional dan eksperimental. Filsafat
manusiadikatakan membatasi diri dalam penyelidikan dikarenakan filsafat
manusia hanya dapat diobservasional maupun dieksperimental memalui
pengalaman inderawi.1

Oleh sebab itu, ilmu tentang manusia tidak mampu menjawab


pertanyaan seperti haikikat mausia bersifat material atau spiritual? Apa
sebenarnya yang menjadi tujuan asasi dari hidup manusia? Apa yang

1 https://www.kompasiana.com/wafdatul.arbita/filsafat-manusia diakses pada sabtu 4


Januari 2023 pukul 18.26 WIB
seharusnya dilakukan manusia didalam dunia yang tidak menentu ini? Dan
masih banyak lagi pertanyaan mendasar lainnya.

Kemudian cara kerja ilmu pun terpaksa menjadi fragmentaris.


Keterbatasan metode observasi dan eksperimentasi tidak memungkinkan
ilmu tentang manusia untuk melihat gejala manusia secara utuh dan
menyeluruh hanya aspek atau bagian tertentu dari manusia yang bisa
disentuh oleh ilmu filsafat manusia. Psikologi sebagai suatu ilmu misalnya
bisa menekan pada aspek psikis dan fisiologis manusia sebagai suatu
organisme dan tidak spiritual atau eksistensial. Antropologi dan sosiologi
lebih memfokuskan diri pada gejala budaya dan pranata sosial manusia dan
tidak enggan bersentuhan dengan pengalaman dan gejala Individual.2

Meskipun demikian harus diakui bahwa terdapat banyak aspek


positif yang bisa kita petik dari hasil penelitian ilmu tentang manusia baik
ditinjau dari kegunaan dan aplikasi praktisnya maupun dari akumulasi
teoretisnya. Banyak teori yang berasal dari ilmu tentang manusia misalnya
ilmu psikologi sosiologi, antropologi yang secara tidak langsung bisa
dimanfaatkan dan diaplikasikan untuk tujuan-tujuan praktis.3

Di samping itu keterbatasan ruang lingkup ilmu yang disebabkan


oleh terbatasnya objek penyelidikan yaitu hanya terdapat pada gejala
empiris dan penggunaan metode penyelidikan observasi dan
eksperimentasi justru membuat ilmu-ilmu tersebut mampu menjelaskan
bahwa gejala atau kejadian tertentu dari manusia secara lebih spesifik dan
mendetail. Demikian pula halnya dengan gejala-gejala sosial manusia pada
ilmu sosiologi atau pada budaya dan perubahannya oleh antropologi
budaya untuk itu, harus kita akui bahwa berkat spesifikasi dan spesialisasi
ilmu-ilmu pada masa kini informasi ilmiah hasil penjelasan ilmu

2 Donny Gahral Adian dan Akhyar Yusuf Lubis, “Pengantar Filsafat Ilmu
Pengetahuan”, Depok: Koekoesan, 2011, hlm. 19

3 Paul Ricoeur, 1978, “Philosophy of Paul Ricoeur”, Boston: Beaton Press. (Edited and
translated by Charles R. and D. Stewart), hlm. 20,
pengetahuan bukan hanya banyak dan beragam tetapi juga semakin cermat
dan mendetail.

Pada pemikiran filsafat Schopenhauer, filsuf asal Jerman ini pada


prinsipnya merupakan hasil dari menyatukan dua hal atau lebih bagian
menjadi satu kesatuan atau biasa yang disebut dengan sintetis dari berbagai
peristiwa historis dalam sejarah manusia dan temuan-temuan ilmiah dalam
ilmu biologi. Menurut schopenhauer kejadian besar di dalam sejarah
manusia misalnya dalam bentuk peperangan dan revolusi besar pada
dasarnya digerakkan bukan oleh pemikiran-pemikiran rasional melainkan
merupakan ungkapan-ungkapan emosional para pelaku sejarah. Demikian
juga hasil temuan di dalam ilmu biologi menunjukkan bahwa semua
spesies berjuang untuk hidup dan didalam perjuangan tersebut mereka
lebih digerakkan oleh naluri mereka ketimbang oleh proses kognitif
(aktivitas individu) mereka.

Dari berbagai temuan di dalam ilmu sejarah dan ilmu biologi,


Schopenhauer sampai pada kesimpulan bahwa hakikat manusia pada
dasarnya adalah kehendak buta yang disebabkan oleh desakan terus-
menerus yang tidak bisa dipuaskan sehingga tidak dapat dikendalikan dan
tidak pernah terpenuhi. Manusia menurut Schopenhauer bukanlah
makhluk rasional seperti yang diduga oleh rasionalisme dan masyarakat
pada zamannya. Rasio hanya merupakan alat saja untuk kepentingan
kehendak buta.

Penggunaan metode refleksi dalam filsafat manusia tampak dari


pemikiran-pemikiran filsafat itu besar seperti yang dikembangkan oleh
Descartes, Kant, Edmund Husserl, Karl Jaspers dan Jean Paul Sartre.1
Refleksi yang dimaksudkan di sini menunjuk pada dua hal: pertama yaitu
pada pernyataan tentang esensi suatu hal (misalnya: Apakah esensi
keindahan itu; apakah esensi kebenaran itu; apakah esensi manusia itu;
apakah esensi alam semesta itu) dan kedua pada proses pemahaman diri
berdasarkan pada totalitas gejala dan kejadian manusia yang sedang
direnungkannya. Filsuf yang sedang berfilsafat pada kenyataannya bukan
hanya berusaha memahami esensi manusia baik secara keseluruhan
maupun secara individual, tetapi juga hendak memahami dirinya sendiri di
dalam pemahaman tentang esensi manusia itu.
2. Hakikat Manusia dalam Filsafat
Manusia adalah keyword yang harus dipahami terlebih dahulu bila
kita ingin memahami pendidikan. Untuk itu perlu kiranya melihat secara
lebih rinci tentang beberapa pandangan mengenai hakikat manusia:4

a. Pandangan Psikoanalitik

Dalam pandangan psikoanalitik diyakini bahwa pada


hakikatnya manusia digerakkan oleh dorongan-dorongan dari
dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal ini menyebabkan
tingkah laku seorang manusia diatur dan dikontrol oleh
kekuatan psikologis yang memang ada dalam diri manusia.
Terkait hal ini diri manusia tidak memegang kendali atau tidak
menentukan atas nasibnya seseorang tapi tingkah laku
seseorang itu semata-mata diarahkan untuk mememuaskan
kebuTuhan dan insting biologisnya.

b. Pandangan Humanistik

Para humanis menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan-


dorongan dari dalam dirinya untuk mengarahkan dirinya
mencapai tujuan yang positif. Mereka menganggap manusia
itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Hal ini
membuat manusia itu terus berubah dan berkembang untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sempurna. Manusia
dapat pula menjadi anggota kelompok masyarakat dengan
tingkah laku yang baik. Mereka juga mengatakan selain adanya
dorongan-dorongan tersebut, manusia dalam hidupnya juga
digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial dan keinginan
mendapatkan sesuatu. Dalam hal ini manusia dianggap sebagai

4
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Press, 2007, hal. 105- 109.
makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial.
3. Definisi Manusia pada Filsafat
Manusia dapat diartikan dari beberapa sudut pandang seperti dari
sudut pandang biologi, rohani, istilah, bahasa dan lain sebagainya. Dalam
definisi manusia itu sendiri bisa pahami secara bahasa bahwa manusia
berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti
berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menjadi
leader). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang
individu. Adapun pendapat mausia menurut para ahli yaitu:

Abineno J.I : Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan


"jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana".

Upanisads : Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh


(atman), jiwa, pikiran dan prana atau badan

Sokrates : Manusia adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak


berbulu dengan kuku datar dan lebar.

Erbe Sentanu : Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-


Nya. Bahkan bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling
sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain.5

Menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa manusia sosok


makhluk berakal budi dan mampu menguasai makhluk lain yang
diciptakan oleh tuhan. Adapun esensi manusia pada filsafat Arthur
Schopenhauer yang dibagi menjadi tiga yaitu dunia sebagai kehendak,
Kehendak sebagai kejahatan dan kebijaksanaan dalam hidup antara lain:
a. Dunia Sebagai Kehendak
1) Kehendak Untuk Hidup
Karakter atau watak merupakan tujuan dan sikap yang

5 http://www.definisi-pengertian.com/2015/12/pengertian-manusia-definisi-menurut-ahli.
diakses pada sabtu 4 Januari 2023pukul 19.26 WIB
merupakan kehendak bukan di dalam intelek.
Sesungguhnya, Imlek itu terdapat kehendak yang tidak
sadar, suatu daya atau kekuatan hidup yang abadi, suatu
kehendak dari keinginan yang kuat. Intelek merupakan
suatu kehendak ibarat pembantu yang mengantarkan
tuannya. "Kehendak adalah orang yang kuat tapi buta
sedang menggendong orang yang lumpuh tapi bisa
melihat".Begitu juga yang merujuk pada hati bukan dengan
rasio atau pikiran. Bahwa kehendak baik lebih mendalam
dan lebih dapat dipercaya daripada pikiran yang jernih.
Semua agama menjanjikan pahala untuk keunggulan
kehendak atau hati tapi tidak dengan keunggulan kepala
atau intelek.

2) Kehendak Untuk Reproduksi


Setiap organism normal pada saat mencapai tingkat
dewasa, segera mengorbankan dirinya untuk menjalankan
tugas reproduksi. Reproduksi adalah tujuan utama dan
naluri yang paling kuat dari setiap organism, karena dengan
cara itu kehendak menaklukan kematian. Hokum daya tarik
seksual adalah bahwa pemilihan pasangan hidup sebagian
besar ditentukan oleh kecocokkan di antara orang yang
berpasangan untuk beranak pinak.

Dalam banyak kasus, jatuh cinta bukanlah masalah


hubungan cinta timbal-balik antara dua manusia. Masalah
pokoknya adalah keinginan untuk memiliki apa yang tidak
mereka punyai. Sesungguhnya tidak ada perkawinan yang
mendatangkan malapetaka, kecuali perkawinan karena
cinta. Alasanya cukup jelas, bahwa tujuan utama
perkawinan adalah perpanjagan spesies, dan bukannya
kesenagan individu. Cinta adalah penipuan-diri yang
diperaktekkan oleh alam.
3) Kehendak sebagai Kejahatan
Jika dunia merupakan kehendak maka dunia adalah
dunia penderitaan. Alasannya,kehendak mengisyaratkan
keinginan,dan apa yang diinginkan selalu lebih besar dan
lebih banyak daripada apa yang diperoleh. Keinginan selalu
tidak berhingga, sedangkan pemenuhannya selalu terbatas.
Hidup adalah kejahatan karena segera setelah keinginan dan
penderitaan hilang dari manusia, maka kebosanan
menggantikan tempat keinginan dan penderitaan.
Bertambahnya pengetahuan bukan berarti bebas dari
penderitaan, melainkan justru memperbesar penderitaan.

4) Kebijaksaan Hidup
a) Filsafat
Kebahgian kita tergantung apa yang ada dalam pikiran
kita, bukan apa yang kita miliki didalam kantong kita.
Jalan keluar dari kejahatan kehendak adalah renungan
atau kontempalsi yang cerdas tentang kehidupan.
Begitu banyak manusia yang tidak pernah sanggup
untuk tidak mengamati apapun kecuali sebagai objek-
objek kajian- dan oleh sebab itu, mereka sengsara.
Maka, amatilah hal apapun sebagai objek-objek
pemahaman.6

b) Jenius
Jenius adalah bentuk tertinggi dari pengetahuan yang
tidak banyak unsur kehendaknya. Jenius adalah
objektifitas yang paling lengkap. Jenius adalah daya

6 https://www.kompasiana.com/arthur-schopenhauer-berkehendak diakses pada sabtu 4


Januari 2023 pukul 19.36 WIB
atau kekuatan yang meninggalkan kepentingannya
sendiri, menghapus keinginan dan tujuannya sendiri,
menunda kepribadiannya untuk sementara waktu
sehingga bisa menjadi subjek yang sungguh-sungguh
bisa mengetahui, dan visinya tentang dunia jelas.5

c) Seni
Objek ilmu adalah hal universal, yang berisi banyak hal
yang partikuler. Objek seni adalah hal partikular, yang
berisi sesuatu yang universal. Sebuah karya seni
dikatakan berhasil kalau ia menghadirkan ide platonic,
atau universal. Oleh sebab itu, seni lebih agung dari
ilmu karena ilmu dijalankan dengan akumulasi dan
penalaran yang kerasa dan hati-hati, sedangkan seni
mencapai tujuannya lewat intuisi dan presntasi. Ilmu
berdampingan dengan bakat, seni berdampingkan
dengan jenius.

d) Agama
Pada mulanya agama digambarakan sebagai metafisik
dari manusia-manusia yang bergerombol. Tetapi,
kemudian dilihat makna yang terkandung di dalam
praktek-praktek dan dogma-dogma agama.7

4. Keunikan Pada Manusia


Setiap manusia diciptakan dengan segala keunikannya masing-
masing, disiapkan segala sesuatu dan kebutuhannya lengkap komplit
didunia. Terdapat tiga kepribadian yang memang sudah diketahui sejak
dahulu dalam dunia psikologi. Tiga kepribadian ini dimiliki oleh setiap

7 Pradnyayanti, Luh Putu Santi, and Desak Made Ayu Indri Safira. "Kehendak Untuk
Berkuasa Dan Manusia Unggul Dalam Perspektif Friedrich Nietzche." Vidya Darsan: Jurnal
Mahasiswa Filsafat Hindu 2.2 (2021): 143-150.
orang masing-masing yaitu kepribadian atau bisa lebih dari satu,
merupakan kepribadian yang memiliki kelebihan maupun kelemahan dan
keunikan yang memang ada pada setiap diri manusia.8

Keunggulan manusia sendiri tidak dilahirkan oleh alam. Hanya


proses biologis sering tidak adil terhadap individu yang luar biasa, alam
sangat kejam pada produknya yang paling baik, alam lebih mencintai dan
melindungi manusia yang rata-rata dan sedang-sedang saja. Di dalam alam
terdapat penyimpanan yang terus-menerus pada jenis-jenis manusia titik
Oleh sebab itu, manusia yang unggul dapat hidup dan bertahan hanya
melalui seleksi manusia itu sendiri, melalui perbaikan kecerdasan dan
pendidikan yang meningkatkan derajat dan kualiatas masing-masing
individu.

Sebagaimana moralitas tidak terletak pada kebaikan demikian juga


tujuan dari kerja keras manusia Bukankah demi peningkatan kualitas hidup
umat manusia melainkan demi perkembangan individu unggul yang jauh
lebih baik dan kuat.
5. Wujud Hakikat Manusia (Karakteristik Manusia)
Beberapa wujud hakikat manusia yang dijelaskan di bawah ini akan
memberikan gambaran yang jelas bahwa manusia berbeda dengan hewan.
Wujud sifat hakikat manusia ini merupakan karakteristik yang hanya
dimiliki oleh manusia. Faham eksistensialisme mengemukakan bahwa
karakteristik manusia tersebut seharusnya menjadi bahan pertimbangan
dalam menetapkan dan membenahi arah dan tujuan pendidikan. Umar
Tirta Raharja dan La Sulo mengatakan di antara wujud sifat hakikat
manusia adalah sebagai berikut:9

8
https://www.gramedia.com/best-seller/tipe-kepribadian-introvert-extrovert-ambivert 5
Januari 2023 pukul 10.00 WIB

9
https://jurnal.ar-raniry.ac.id diakses pada sabtu 4 Januari 2023 pukul 20.10 WIB
a. Kemampuan Menyadari Diri

Melalui kemampuan ini manusia betul-betul mampu


menyadari bahwa dirinya memiliki ciri yang khas atau
karakteristi diri. Kemampuan ini membuat manusia bisa
beradaptasi dengan lingkungannya baik itu limgkungan berupa
individu lainnya selain dirinya, maupun lingkungan nonpribadi
atau benda. Kemampuan ini juga membuat manusia mampu
mengeksplorasi potensi-potensi yang ada dalam dirinya
melalui pendidikan untuk mencapai kesempurnaan diri.
Kemampuan menyadari diri ini pula yang membuat manusia
mampu mengembangkan aspek sosialitas di luar dirinya
sekaligus pengembangan aspek individualitas di dalam
dirinya.

b. Kemampuan Bereksistensi

Melalui kemampuan ini manusia menyadari bahwa


dirinya memang ada dan eksis dengan sebenarnya. Dalam hal
ini manusia punya kebebasan dalam ke ‘beradaan’ nya.
Berbeda dengan hewan di kandang atau tumbuhan di kebun
yang ‘ada’ tapi tidak menyadari ‘keberadaan’ nya sehingga
mereka menjadi onderdil dari lingkungannya. Sementara itu
manusia mampu menjadi manajer bagi lingkungannya.
Kemampuan ini juga perlu dibina melalui pendidikan. Manusia
perlu diajarkan belajar dari pengalaman hidupnya, agar mampu
mengatasi masalah dalam hidupnya dan siap menyambut masa
depannya.

c. Pemilikan Kata Hati (Conscience of Man)

Yang dimaksud dengan kata hati di sini adalah hati


nurani. Kata hati akan melahirkan kemampuan untuk
membedakan kebaikan dan keburukan. Orang yang memiliki
hati nurani yang tajam akan memiliki kecerdasan akal budi
sehingga mampu membuat keputusan yang benar atau yang
salah. Kecerdasan hati nurani inipun bisa dilatih melalui
pendidikan sehingga hati yang tumpul menjadi tajam. Hal ini
penting karena kata hati merupakan petunjuk bagi moral dan
perbuatan.

d. Moral dan Aturan

Moral sering juga disebut etika, yang merupakan


perbuatan yang merupakan wujud dari kata hati. Namun, untuk
mewujudkan kata hati dengan perbuatan dibutuhkan kemauan.
Artinya tidak selalu orang yang punya kata hati yang baik atau
kecerdasan akal juga memiliki moral atau keberanian berbuat.
Maka seseorang akan bisa disebut memiliki moral yang baik
atau tinggi apabila ia mampu mewujudkanya dalam bentuk
perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai moral tersebut.

e. Kemampuan Bertanggung Jawab

Karakteristik manusia yang lainnya adalah memiliki


rasa tanggung jawab, baik itu tanggung jawab kepada Tuhan,
masyarakat ataupu pada dirinya sendiri. Tanggung jawab
kepada diri sendiri terkait dengan pelaksanaan kata hati.
Tanggung jawab kepada masyarakat terkait dengan norma-
norma sosial dan tanggung jawab kepada Tuhan berkaitan erat
dengan penegakan norma-norma agama. Dengan kata lain kata
hati merupakan tuntunan, moral melakukan perbuatan,dan
tanggung jawab adalah kemauan dan kesediaan menanggung
segala akibat dari perbuatan yang telah dilakukan.

f. Rasa Kebebasan (Kemerdekaan)

Kebebasan yang dimaksud di sini adalah rasa bebas


yang harus sesuai dengan kodrat manusia. Artinya ada aturan-
aturan yang tetap mengikat, sehingga kebebasan ini tidak
mengusik rasa kebebasan manusia lainnya. Manusia bebas
berbuat selama perbuatan itu tetap sesuai denga kata hati yang
baik maupun moral atau etika. Kebebasan yang melanggar
aturan akan berhadapan dengan tanggung jawab dan sanksi-
sanksi yang mengikutinya yang pada akhirnya justru tidak
memberikan kebebasan bagi manusia.

g. Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak

Idealnya ada hak ada kewajiban. Hak baru dapat


diperoleh setelah pemenuhan kewajiban, bukan sebaliknya.
Pada kenyataanya hak dianggap sebagai sebuah kesenangan,
sementara kewajiban dianggap sebagi beban. Padahal manusia
baru bisa mempunyai rasa kebebasan apabila ia telah
melaksanakan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan
haknya secara adil. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan
menyadari hak ini haru dilate melalui proses pendidikan
disiplin. Sebagaimana dikutip oleh Umar dan La Sulo, Selo
Soemarjan menyatakan bahwa perlu ditanamkan empat macam
pendidikan disiplin untuk membentuk karakter yang
memahami kewajiban dan memahami hak-haknya.

1) Disiplin rasional yang bila dilanggar akan


melahirkan rasa bersalah.

2) Disiplin sosial, yang bila dilanggar akam


menyebabkan rasa malu.

3) Disiplin afektif, yang bila dilanggar akan


melahirkan rasa gelisah dan

4) Disiplin agama, yang bila dilanggar akan


menimbulkan rasa bersalah dan berdosa.10

h. Kemampuan Menghayati Kebahagian

Kebahagian bisa diartikan sebagai kumpulan dari rasa


gembira, senang, nikmat yang dialami oleh manusia. Secara

10
Umar Tirta Raharja dan La Sulo, Pengantar..., hal. 11.
umum orang berpendapat bahwa kebahagiaan itu lebih pada
rasa bukan pikiran. Padahal tidak selamanya demikian, karena
selain perasaan, aspek-aspek kepribadian lainnya akal pikiran
juga mempengaruhi kebahagian seseorang. Misalnya, orang
yang sedang mengalami stress tidak akan dapat menghayati
kebahagian secara utuh. Dari contoh ini jelas, bahwa
kemampuan menghayati kebahagiaan dipengaruhi juga oleh
aspek nalar di samping aspek rasa. Untuk mendapatkan
kebahagiaan seseorang harus berusaha. Usaha-usaha tersebut
harus berlandaskan norma-norma atau kaidah-kaidah yang
ada. Namun usaha-usaha yang dilakukan itu akan terkait erat
dengan takdir Tuhan. Sehingga rasa menerima dan syukur akan
mempengaruhi kemampuan manusia dalam menghayati
kebahagian. Dalam hal ini, pendidikan agama menjadi modal
utama untuk dapat menghayati kebahagian.
6. Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia
Di kalangan masyarakat awam, bahkan di antara sebagian ilmuan
menyatakan tidak ada perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan.
Namun kelompok ilmuan lainnya membedakan kedua istilah ini dengan
sangat teliti dan rinci. Monk, F.J, misalnya, menyatakan bahwa,
“Pertumbuhan secara khusus dimaksudkan untuk menjelaskan ukuran-
ukuran badan dan fungsi-fungsi fisik sedangkan perkembangan lebih
mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis
yang tampak.”11

a. Perkembangan (Development)

Reni Hawadi seperti dikutip Desmita mengatakan


bahwa pekembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan
proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan
tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru.
Dalam hal ini tercakup juga konsep usia, yang diawali dari saat

11
F.J. Monk, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1984, hal. 2.
konsepsi dan berakhir dengan kematian.12 Melengkapi
pendapat di atas Seiffert and Hoffnung dalam Desmita
menjelaskan bahwa definisi perkembangan adalah “long-term
changes in a person’s growth, feelings, pattern of thinking,
social relationship, motor skills”.

Merujuk pada pendapat di atas penulis menyimpulkan


bahwa perkembangan manusia diawali dari proses pembuahan
sampai manusia itu mati (decay process). Selama masa itu
manusia mengalami perubahan-perubahan yang progressif dan
berkelanjutan, dari fungsi jasmani dan rohani menuju tahap
pematangan dan belajar. Dalam hal ini Mustaqiem mengatakan
perubahan tersebut meliputi penguasaan syaraf dan otot,
kecakapan memahami sesuatu, pemilikan nila-nilai dan
inhibisi (kemampuan mengendalikan diri).

b. Pertumbuhan (Growth)

Pertumbuhan adalah suatu pertambahan atau kenaikan


dalam ukuran pada bagian-bagian tubuh atau dari organisme
sebagai suatu keseluruhan. Menurut A. E. Sinolungan seperti
dikutip Desmita.13 menyatakan bahwa pertumbuhan menunjuk
pada perubahan kuantitatif, yaitu yang dapat dihitung atau
diukur, seperti tinggi atau berat badan. Sementara itu Ahmad
Thontowi menyebutkan pertumbuhan sebagai perubahan jasad
yang meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari
adanya perbanyakan (multiplication) sel-sel.14

Dari beberapa definisi di atas bisa disimpulkan bahwa


yang dimaksud dengan pertumbuhan adalah perubahan-

12
Desmita, ‘Psikologi Perkembangan’, Bandung: Rosda Karya, 2007, hal. 4.
13
Desmita, ‘Psikologi Perkembangan’, Bandung: Rosda Karya, 2007hal. 5
14
https://www.pengertianilmu.com/2017/08/pengertian-pertumbuhan.html diakses pada
sabtu 6 Januari 2023 pukul 15.00 WIB
perubahan yang terjadi pada tubuh atau raga seperti
penambahan berat dan tinggi badan, pertumbuhan fungsi
jantung, paru-paru dan lainnya. Pertumbuhan badan
mengalami peningkatan, menetap dan selanjutnya sesuai
dengan bertambahnya umur seseorang menurun kembali.
Misalnya dari merangkak, seorang bayi kemudian bisa
berjalan, dan pada masa tuanya kembali hanya mampu
merangkak.
7. Potensi Manusia
Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan Allah
yang paling potensial. Artinya potensi yang dibekali oleh Allah untuk
manusia sangatlah lengkap dan sempurna. Hal ini menyebabkan manusia
mampu mengembangkan dirinya melalui potensi-potensi (innate potentials
atau innate tendencies) tersebut. Secara fisik manusia terus tumbuh, secara
mental manusia terus berkembang, mengalami kematangan dan
perubahan. Kesemua itu adalah bagian dari potensi yang diberikan Allah
kepada manusia sebagai ciptaan pilihan. Potensi yang diberikan kepada
manusia itu sejalan dengan sifat-sifat Tuhan, dan dalam batas kadar dan
kemampuannya sebagai manusia. Karena jika tidak demikian, menurut
Hasan Langgulung, maka manusia akan mengaku dirinya Tuhan.15

Jalaluddin mengatakan bahwa ada empat potensi yang utama yang


merupakan fitrah dari Allah kepada manusia.16

a. Potensi Naluriah (Emosional) atau Hidayat al- Ghariziyyat

Potensi naluriah ini memiliki beberapa dorongan yang berasal


dari dalam diri manusia. Dorongan-dorongan ini merupakan
potensi atau fitrah yang diperoleh manusia tanpa melalui proses
belajar. Makanya potensi ini disebut juga potensi instingtif, dan
potensi ini siap pakai sesuai dengan kebutuhan manusia dan

15
Hasan Langgulung, Azas-Azas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka, Al-Husna, 2008,
hal. 102.
16
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2003, hal. 34-36.
kematangan perkembangannya. Dorongan yang pertama
adalah insting untuk kelangsungan hidup seperti kebutuhan
akan makan, minum penyesuaian diri dengan lingkungan.
Dorongan yang kedua adalah dorongan untuk mempertahankan
diri. Dorongan ini bisa berwujud emosi atau nafsu marah, dan
mempertahankan diri dari berbagai macam ancaman dari luar
dirinya, yang melahirkan kebutuhan akan perlindungan seprti
senjata, rumah dan sebagainya. Yang ketiga adalah dorongan
untuk berkembang biak atau meneruskan keturunan, yaitu
naluri seksual. Dengan dorongan ini manusia bisa tetap
mengembangkan jenisnya dari generasi ke generasi.

b. Potensi Inderawi (Fisikal) atau Hidayat al- Hasiyyat

Potensi fisik ini bisa dijabarkan atas anggota tubuh atau indra-
indra yang dimiliki manusia seperti indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, peraba dan perasa. Potensi ini
difungsikan melalui indra-indra yang sudah siap pakai hidung,
telinga, mata, lidah, kulit, otak dan sisten saraf manusia. Pada
dasarnya potensi fisik ini digunakan manusia untuh mengetahui
hal-hal yang ada di luar diri mereka, seperti warna, rasa, suara,
bau, bentuk ataupun ukuran sesuatu. Jadi bisa dikatkan poetensi
merupakan alat bantu atau media bagi manusia untuk mengenal
hal-hal di luar dirinya. Potensi fisikal dan emosional ini
terdapat juga pada binatang.17

c. Potensi Akal (Intelektual) atau Hidayat al- Aqliyat

Potensi akal atau intelektual hanya diberikan Allah kepada


manusia sehingga potensi inilah yang benar-benar membuat
manusia menjadi makhluk sempurna dan membedakannya
dengan binatang. Jalaluddin mengatakan bahwa: “potensi akal

17
https://www.gramedia.com/literasi/panca-indera-manusia diakses pada sabtu 4 Januari
2023 pukul 20.45 WIB
memberi kemampuan kepada manusia untuk memahami
simbolsimbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa,
membandingkan, maupun membuat kesimpulan yang akhirnya
memilih dan memisahkan antara yang benar dengan yang salah.
Kebenaran akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi
dalam menciptakan kebudayaan serta peradaban. Manusia
dengan kemampuan akalnya mampu menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa
lingkungannya, menuju situasi kehidupan yang lebih baik,
aman, dan nyaman.18

d. Potensi Agama (Spiritual) atau Hidayat al- Diniyyat

Selain potensi akal, sejak awal manusia telah dibekali dengan


fitrah beragama atau kecenderungan pada agama. Fitrah ini
akan mendorong manusia untuk mengakui dan mengabdi
kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kelebihan dan
kekuatan yang lebih besar dari manusia itu sendiri. Nantinya,
pengakuan dan pengabdian ini akan melahirkan berbagai
macam bentuk ritual atau upacara-upacara sakral yang
merupakan wujud penyembahan manusia kepada Tuhannya.
Dalam pandangan Islam kecenderungan kepada agama ini
merupakan dorongan yang bersal dari dalam diri manusia
sendiri yang merupakan anugerah dari Allah. Dalam al-Qur’an
dijelaskan: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui,’ (QS: ar-Rūm:30).

Dari ayat di atas bisa dikatakan bahwa yang dimaksud dengan


fitrah Allah adalah ciptaan Allah. Artinya Allah menciptakan manusia

18
Jalaluddin, Teologi..., hal. 35.
dengan memberinya potensi beragama yaitu agama tauhid sehingga
apabila ada manusia yang tidak beragama tauhid maka itu tidak wajar. Dan
bisa dipastikan bahwa keadaan seperti itu adalah karena pengaruh dari luar
diri manusia. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Bukhari
menyatakan bahwa setiap anak yang lahir itu sesuai dengan fitrah atau
potensi beragama tauhid dari Allah, namun orang tuanya (lingkungannya)
yang menyebabkan anak tersebut keluar dari fitrah Allah tersebut.23
Untuk mempertahankan fitrah tersebut, manusia juga dibekali dengan
potensi emosi (seperti telah dijelaskan di atas), sehingga dengan emosi
yang ada dalam dirinya manusia dapat merasakan bahwa Allah itu ada. 19

Dalam ayat lain dijelaskan bahwa: “Dan ingatlah ketika Tuhan-mu


mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka dan berfirman, ‘Bukankah
Aku ini Tuhan mu?’ Mereka menjawab, ‘Betul, Engkau adalah Tuhan
kami, kami menjadi saksi.” (QS: al-A’raf;172). Dari ayat di atas bisa kita
simpulkan bahwa potensi beragama tauhid ini telah ada jauh sebelum
manusia lahir. Potensi positif ini harus dipupuk dan dibimbing melalui
proses pendidikan agar tidak menyimpang dari esensi potensi tersebut.

Dalam menjalani hidup di dunia ini manusia memang


membutuhkan agama. Selain potensi atau fitrah dari Allah tersebut,
Abuddin Nata20 mengatakan ada dua hal lain lagi mengapa manusia
membutuhkan agama. Manusia memang makhluk sempurna, namun
meskipun memiliki banyak potensi tetap saja manusia mempunyai banyak
kelemahan dan kekurangan. Hal ini menyebabkan manusia membutuhkan
sesuatu yang lain yang lebih hebat dari dirinya sendiri, yang dalam hal ini
adalah Tuhan. Hal lain adalah tantangan dalam hidup yang berupaya
menjauhkan atau melencengkan manusia dari potensi beragama ini.

19
Yuni Setianingsih, Birrul Awlad Vs Birrul Walidain Upaya Pendidikan Emosional
Anak dalam Keluarga, Banda Aceh: Ar_Raniry Press, 2007, hal. 24.
20
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 16-
25
Tantangan ini bisa berasal dari dalam diri manusia, seperti dorongan hawa
nafsu dan bisikan setan ataupun dari luar diri manusia yaitu lingkungan
atau manusia lain yang ingin menjauhkannya dari agama tauhid.

C. ANALISIS
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dalam
berbagai ayat al- Qur’an dijelaskan tentang kesempurnaan penciptaan
manusia tersebut. Kesempurnaan penciptaan manusia itu kemudian semakin
“disempurnakan” oleh Allah dengan mengangkat manusia sebagai khalifah di
muka bumi yang mengatur dan memanfaatkan alam. Allah juga melengkapi
manusia dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan untuk memenuhi
kebuTuhan hidup manusia itu sendiri. Di antara potensi-potensi tersebut
adalah potensi emosional, potensi fisikal. potensi akal dan potensi spritual.
Keseluruhan potensi manusia ini harus dikembangkan sesuai dengan fungsi
dan tujuan pemberiannya oleh Tuhan. Ada berbagai pandangan dan pendapat
seputar pengembangan potensi manusia, seperti pandangan filosofis,
kronologis, fungsional dan sosial. Di samping memiliki berbagai potensi
manusia juga memiliki berbagai karakteristik atau ciri khas yang dapat
membedakannya dengan hewan yang merupakan wujud dari sifat hakikat
manusia.

D. KESIMPULAN
Secara praktis filsafat manusia bukan saja berguna untuk mengetahui
apa dan siapa manusia secara utuh melainkan juga untuk mengetahui siapakah
sesungguhnya diri kita di dalam pemahaman tentang manusia yang
menyeluruh itu. Pemahaman yang demikian pada akhirnya memudahkan kita
dalam mengambil keputusan keputusan praktis atau dalam menjalankan
berbagai aktivitas hidup sehari-hari.

Dalam pengambilan makna dan arti dari setiap peristiwa yang setiap
saat kita jalani dan menentukan arah tujuan hidup kita yang selalu saja tidak
mudah untuk kita tentukan secara pasti dan berkelanjutan. Sedangkan, secara
teroris filsafat manusia mampu memberikan kepada kita pemahaman yang
esensial tentang manusia sehingga pada akhirnya kita bisa meninjau secara
kritis asumsi- asumsi yang tersembunyi di balik teori-teori yang terdapat di
dalam ilmu tentang manusia.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/wafdatul.arbita/filsafat-manusia

Donny Gahral Adian dan Akhyar Yusuf Lubis, “Pengantar Filsafat Ilmu
Pengetahuan”, Depok: Koekoesan, 2011

Paul Ricoeur, 1978, “Philosophy of Paul Ricoeur”, Boston: Beaton Press. (Edited
and translated by Charles R. and D. Stewart).

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Press,


2007, hal. 105- 109.

http://www.definisi-pengertian.com/2015/12/pengertian-manusia-definisi-
menurut-ahli.

https://www.kompasiana.com/arthur-schopenhauer-berkehendak

Pradnyayanti, Luh Putu Santi, and Desak Made Ayu Indri Safira. "Kehendak
Untuk Berkuasa Dan Manusia Unggul Dalam Perspektif Friedrich
Nietzche." Vidya Darsan: Jurnal Mahasiswa Filsafat Hindu 2.2 (2021): 143-
150.

https://www.gramedia.com/best-seller/tipe-kepribadian-introvert-extrovert-
ambivert

https://jurnal.ar-raniry.ac.id

Umar Tirta Raharja dan La Sulo, Pengantar

F.J. Monk, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1984

Desmita, ‘Psikologi Perkembangan’, Bandung: Rosda Karya, 2007hal. 5

https://www.pengertianilmu.com/2017/08/pengertian-pertumbuhan.html

Hasan Langgulung, Azas-Azas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka, Al-Husna,


2008

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2003.

https://www.gramedia.com/literasi/panca-indera-manusia
Jalaluddin, Teologi.

Yuni Setianingsih, Birrul Awlad Vs Birrul Walidain Upaya Pendidikan


Emosional Anak dalam Keluarga, Banda Aceh: Ar_Raniry Press, 2007,

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003

Anda mungkin juga menyukai