0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
20 tayangan2 halaman
Dokumen tersebut membahas tiga pandangan tentang hakikat manusia, yaitu teori psikoanalitik, humanistik, dan behavioristik. Teori psikoanalitik melihat manusia dipengaruhi dorongan insting, humanistik melihat manusia rasional dan berkembang, sedangkan behavioristik melihat lingkungan dominan mempengaruhi manusia. Dokumen juga membahas paradigma interpretif dalam kajian budaya yang melihat manusia sebagai makhluk berkesadaran yang memberi art
Deskripsi Asli:
hakikat manusia dan paradigma manusia
Judul Asli
Hakikat Manusia dan Paradigma Manusia dalam kajian budaya
Dokumen tersebut membahas tiga pandangan tentang hakikat manusia, yaitu teori psikoanalitik, humanistik, dan behavioristik. Teori psikoanalitik melihat manusia dipengaruhi dorongan insting, humanistik melihat manusia rasional dan berkembang, sedangkan behavioristik melihat lingkungan dominan mempengaruhi manusia. Dokumen juga membahas paradigma interpretif dalam kajian budaya yang melihat manusia sebagai makhluk berkesadaran yang memberi art
Dokumen tersebut membahas tiga pandangan tentang hakikat manusia, yaitu teori psikoanalitik, humanistik, dan behavioristik. Teori psikoanalitik melihat manusia dipengaruhi dorongan insting, humanistik melihat manusia rasional dan berkembang, sedangkan behavioristik melihat lingkungan dominan mempengaruhi manusia. Dokumen juga membahas paradigma interpretif dalam kajian budaya yang melihat manusia sebagai makhluk berkesadaran yang memberi art
Hakikat Manusia dan Paradigma Manusia dalam kajian budaya
Hakikat manusia menurut beberapa pandangan :
1. Teori Psikoanalitik Dalam pandangan psikoanalitik diyakini bahwa pada hakikatnya manusia digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal ini menyebabkan tingkah laku seorang manusia diatur dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang memang ada dalam diri manusia. Terkait hal ini diri manusia tidak memegang kendali atau tidak menentukan atas nasibnya seseorang tapi tingkah laku seseorang itu semata-mata diarahkan untuk mememuaskan kebuTuhan dan insting biologisnya. 2. Teori Humanistik Para humanis menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan-dorongan dari dalam dirinya untuk mengarahkan dirinya mencapai tujuan yang positif. Mereka menganggap manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Hal ini membuat manusia itu terus berubah dan berkembang untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sempurna. Manusia dapat pula menjadi anggota kelompok masyarakat dengan tingkah laku yang baik. Mereka juga mengatakan selain adanya dorongan-dorongan tersebut, manusia dalam hidupnya juga digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial dan keinginan mendapatkan sesuatu. Dalam hal ini manusia dianggap sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. 3. Pandangan Behavioristik Pada dasarnya kelompok Behavioristik menganggap manusia sebagai makhluk yang reaktif dan tingkah lakunya dikendalikan oleh faktor-faktor dari luar dirinya, yaitu lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor dominan yang mengikat hubungan individu. Hubungan ini diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti adanya teori conditioning atau teori pembiasaan dan keteladanan. Mereka juga meyakini bahwa baik dan buruk itu adalah karena pengaruh lingkungan.
Paradigma manusia dalam kajian budaya
Paradigma interpretif juga memandang realitas sosial itu sesuatu yang dinamis, berproses dan penuh makna subjektif. Realitas sosial tidak lain adalah konstruksi sosial. Terkait posisi manusia, paradigma interpretif memandang manusia sebagai makhluk yang berkesadaran dan bersifat intensional dalam bertindak (intentional human being). Manusia adalah makhluk pencipta dunia, memberikan arti pada dunia, tidak dibatasi hukum di luar diri, dan pencipta rangkaian makna. Atas dasar pandangan tersebut, semua tindakan atau perilaku manusia bukan sesuatu yang otomatis dan mekanis, atau tiba-tiba terjadi, melainkan suatu pilihan yang di dalamnya terkandung suatu interpretasi dan pemaknaan. Karenanya setiap tindakan dan hasil karya manusia (dianggap) senantiasa sarat dan diilhami oleh corak kesadaran tertentu yang terbenam dalam sanubari atau dunia makna pelakunya. Untuk memahami dunia kehidupan dan tindakan manusia tentu berurusan dengan upaya menyingkap tabir dunia makna yang tersembunyi di balik yang tampak atau yang terekspresi di permukaan. Bagi paradigma interpretif yang tampak itu belum tentu yang sesungguhnya. Yang terbenam di balik yang tampak itulah yang menjadi pencarian peneliti paradigma interpretif. Menurut Faisal kehidupan seseorang atau kelompok yang terpola dalam dunia nyata sehari-hari (pattern of life) sesungguhnya merupakan pancaran dari pattern of life yang terbenam dalam dunia makna mereka. Dengan kata lain, yang tampak adalah pantulan dari yang tersebunyi. Sejalan dengan pandangan itu, studi terhadap dunia kehidupan dan perilaku manusia haruslah berpangkal dan bermuara kepada upaya pemahaman (understanding) terhadap apa yang terpola dalam dunia makna (reasons) atas manusia yang diteliti. Itulah yang menjadi akar filosofis lahirnya tradisi penelitian kualitatif, yang secara ringkas dapat diartikan sebagai upaya memahami suatu pemahaman (understanding of understanding). Itu sebabnya penelitian kualitatif dengan semua ragamnya berada di bawah payung paradigma interpretif, yang kadang-kadang disebut juga paradigma fenomenologi atau paradigma definisi sosial.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita