Pertarungan antara Jiwa dan Tubuh pada Manusia: Rene Descartes (1596-1650)
Tubuh, seperti halnya benda-benda fisik lainnya, terdiri dari partikel-partikel yang bergerak dan
memiliki keluasan. Jiwa, yang esensinya adalah kesadaran dan berpikir, keberadaannya tidak
bergantung pada ruang dan waktu karena ia merupakan “substansi” yang immaterial atau bukan-fisik.
Lebih jauh dikatakan oleh Descartes, bahwa jiwa secara sadar kadang-kadang menolak atau mengubah
respons-respons tubuh. Namun, hal itu tidak selalu berhasil.
Descartes beranggapan bahwa konflik-konflik demikian tidak pernah terjadi dalam jiwa itu sendiri,
melainkan selalu tejadi antara jiwa terhadap tubuh. Bagi descartes jiwa adalah terpadu, rasional, dan
konsisten, tetapi juga terbatas kekuatannya dalam menghadapi tubuh, yang seringkali sukar
dikendalikan. Demikian bahwa persaingan atau pertarungan antara tubuh dan jiwa tidak lain adalah
esensi dari kondisi manusia yang sebenarnya.
Pada tahun 1966 sebuah majalah sastra terkenal Perancis, memuat sebuah kartun yang sangat menarik
perhatian. Kartun tersebut menggambarkan empat pemikir strukturalis –yakni, Claude Levi-Strauss,
Roland Barthes, Michel Foucault, dan Jacques Lacan— sedang duduk di bawah pohon-pohon tropis,
mengenakan rok berumbai dan gelang-gelang kaki terbuat dari rerumputan. Kartun tersebut
menggambarkan bahwa keempat tokoh tersebut sangat terkenal dalam alirannya yang dinamakan
strukturalisme. Kendati sangat populer, namun akan sangat tidak bijaksana kalau kita terpaku pada
kehadiran gambar yang bersifat kelakar itu.
Penulis telah memilih momennya dengan sangat tepat sehingga mendapat pengaruh yang cukup
besar, momennya paling tidak ada dua hal. Pertama, oleh kemunduran eksistensialisme Perancis, yang
setelah Perang Dunia Kedua merajai dunia intelektual di Perancis. Kedua, terkecuali marxisme, yang
masih tetap merupakan pilihan yang banyak diminati para Cendikiawan Perancis, nyaris tidak ada lagi
gerakan ideologis yang patut diperhitungkan pada saat itu. Keempat tokoh strukturalisme itu terkenal
memiliki kepribadian-kepribadian yang bijaksana. Sehingga sejarahnya intelektual Perancis dengan
jalan mana ide-ide yang sejak semula terpencar-pencar dan agak heterogen, ini mulai terbentuk dalam
satu kesatuan yang koheren.
Strukturalisme adalah sebuah metode penyelidikan, suatu cara pendekatan yang khas, dan (seperti
yang selalu dibanggakan oleh para strukturalis) suatu cara menguraikan data-data yang tengah
diselidiki. Strukturalisme muncul secara tiba-tiba pada tahun 1960-an di Perancis, tapi dasar-dasarnya
sudah ada beberapa tahun lebih awal di luar Perancis. Apa yang terjadi di Perancis pada tahun 1960
adalah bahwa alat kognitif yang menjemukan itu, diubah ke dalam bentuk sebuah slogan strukturalisme
dan kemudian menjadi sangat menarik dan menggairahkan untuk pertama kalinya tercipta suatu mode
intelektual yang kehilangan rasa keseimbangannya. Tujuannya adalah membentangkan karya-karya
dari lima pemikir Perancis yang dikenal luas, yang berhubungan strukturalisme dan tujuan dari
pendahuluannya, di ujung lainnya tak seorang pun diantara empat pemikir merasa bahagia diberi cap
strukturalisme.
Berikut ini adalah cara memisahkan lima pemikir tersebut ke dalam dua kategori yang terpisah. Levi
–strauss dan lacan adalah dua pemikir universalist: kedua-duanya bersangkut paut bukan dengan
berkerjanya pikiran-pikiran manusia pada individu-individu tertentu dan pada waktu-waktu tertentu
melainkan berkenaan dengan berkerjanya pikiran manusia pada manusia. Sebaliknya, bartes, foueault,
dan derrida tampil sebagai tiga orang realis yang bergelut dengan dimensi historis pemikiran, evolusi
pemikiran waktu, dan implikasi-implikasi dari pemikiran-pemikiran tersebut bagi masyarakat tertentu.