PENDAHULUAN
Riset Hewan Sebelum Thorndike
Descartes berpendapat bahwa tubuh manusia dan hewan berfungsi
berdasarkan prinsip mekanis yang sama sehingga tidak banyak menimbulkan
penelitian anatomis terhadap binatang. Akan tetapi, Darwin menunjukkan bahwa
manusia dan nonmanusia adalah sama dalam hampir semua aspeknya: secara
anatomis, emosional, dan kognitif. The Expression of Emotions in Man and
Animals karya Darwin (1872) pada umumnya dianggap sebagai teks pertama
tentang psikologi perbandingan. Tak lama setelah Darwin memublikasikan
bukunya itu, sahabatnya, George John Romanes (1848-1894) memublikasikan
Animal Intelliegence (1882), Mental Evolution in Animals (1884) dan Mental
Evolution in Man (1885). Bukti yang diberikan oleh Romanes untuk mendukung
gagasan adanya kontinuitas kecerdasan dan perilaku emosional dari hewan ke
manusia pada umumnya bersifat anekdotal dan sering dicirikan oleh
anthropomorphizing atau menisbahkan proses pemikiran manusia ke binatang.
Misalnya, Romanes menghubungkan emosi kemarahan, takut, dan cemburu
dengan ikan; menghubungkan afeksi, simpati, dan kebanggaan dengan burung;
dan menghubungkan malu dan penalaran dengan anjing.
Usaha mendeskripsikan perilaku binatang secara lebih objektif dilakukan
oleh Conwy Lloyd Morgan (1842-1936) yang memberi nasihat kepada periset
hewan dalam bukunya An Introduction to Comparative Psychology (1891).
Seperti ditunjukkan Hergenhahn (2005), kanon Morgan sering disalahtafsirkan
sebagai peringatan untuk tidak berspekulasi tentang pikiran atau perasaan
binatang. Morgan sesungguhnya percaya bahwa nonmanusia juga punya proses
kognitif. Kanonnya mengatakan kepada kita, bahwa kita tidak dapat
mengasumsikan bahwa proses mental manusia adalah sama dengan proses mental
binatang dan kita tidak boleh menghubungkan suatu perilaku dengan proses
kognitif kompleks apabila perilaku itu dapat dijelaskan dengan proses kognitif
yang tidak kompleks.
Morgan mendeskripsikan perilaku hewan sebagaimana perilaku itu terjadi
di lingkungan natural. Misalnya, dia mendeskripsikan secara detail bagaimana
anjingnya belajar mengangkat palang pintu pagar, dan karenanya bisa
membebaskan diri dari kurungan. Riset Morgan lebih baik ketimbang riset
sebelumnya, tetapi dibutuhkan perbaikan tambahan; perilaku hewan harus
dipelajari secara sistematis dalam kondisi laboratorium yang terkontrol. Dengan
kata lain, perilaku hewan harus dikaji secara ilmiah.
Gambar 1.1
Margaret Floy Washburn (Atas seizin Archives of the History of American Psychology,
University of Akron, Ohio.)
Gambar 1.2
Salah satu jenis kotak teka-teki yang dipakai Thorndike dalam risetnya tentang belajar.
Thorndike menyebut waktu yang dibutuhkan hewan untuk memecahkan
problem sebagai fungsi dari jumlah kesempatan yang harus dimiliki hewan untuk
memecahkan problem. Setiap kesempatan adalah usaha coba-coba, dan upaya
percobaan berhenti saat si hewan mendapatkan solusi yang benar. Dalam
eksperimen dasar ini, Thorndike secara konsisten mencatat bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah (variabel terikat) menurun secara
sistematis seiring dengan bertambahnya upaya percobaan yang dilakukan hewan
artinya, semakin banyak kesempatan yang dimiliki hewan, semakin cepat ia akan
memecahkan problem.
Belajar adalah Inkremental, Bukan Langsung ke Pengertian Mendalam
Dengan mencatat penurunan gradual dalam waktu untuk mendapatkan
solusi sebagai fungsi percobaan suksesif, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar
bersifat incremental (inkremental/bertahap), bukan insightful (langsung ke
pengertian). Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam langkah-langkah kecil
yang sistematis, bukan langsung melompat ke pengertian mendalam. Dia mencatat
bahwa jika belajar adalah insightful, grafik akan menunjukkan waktu untuk
mencapai solusi tampak relatif stabil dan tinggi pada saat hewan dalam keadaan
belum belajar. Pada saat hewan mendapatkan pengertian mendalam untuk
memecahkan masalah, grafiknya akan langsung turun dengan cepat dan akan tetap
di titik itu selama durasi percobaan. Gambar 1.3 juga menunjukkan tampilan
grafik jika belajar langsung menghasilkan pengertian.
PEMBAHASAN
Penegasan Teori
Behavioristik merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih
kepada sisi fenomena jasmaniah. Aliran ini mengabaikan aspek mental seperti
kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Aliran ini
memaknai “belajar” adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respons. Terdapat sejumlah teori belajar yang
berkembang berkenaan dengan aliran behavioristik seperti teori koneksionisme
yang dipopulerkan oleh Thorndike (Astawa dan Adnyana, 2018, hlm. 113-114).
Edward Lee Thorndike adalah salah satu pelopor dalam aliran
behavioristik. Menurut Edward Lee Thorndike, belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respons
(Thoboroni, 2015, hlm. 58). Asosiasi yang demikian itu disebut pertalian atau
koneksi antara stimulus dan respons (S-R). Asosiasi atau koneksi itulah yang
menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya
kebiasaan-kebiasaan bertingkah laku (Astawa dan Adnyana, 2018, hlm. 114).
Stimulus yang terdapat pada asosiasi diartikan sebagai apa yang merangsang
terjadinya kegiatan belajar yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respons adalah reaksi
yang dimunculkan oleh individu ketika belajar yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan atau gerakan (Baharuddin dan Wahyuni, 2015, hlm. 93).
Eksperimen pertama yang dilakukan oleh Thorndike adalah memasukkan
kucing di dalam sangkar tertutup. Pintu sangkar akan dapat dibuka secara
otomatis jika knop di dalam sangkar disentuh. Diluar sangkar diletakkan makanan
kucing tersebut. Setiap respons menimbulkan stimulus yang baru. Selanjutnya,
stimulus baru ini akan menimbulkan respons lagi, demikian seterusnya
(Thoboroni, 2015, hlm. 58). Thorndike dalam percobaannya tersebut memasukkan
masalah baru di dalam belajar, yakni masalah dorongan, hadiah, dan hukuman.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Thorndike menyimpulkan bahwa adanya
hadiah berupa makanan yang diletakkan di luar sangkar; respons-respons yang
ditampakkan oleh hewan bersifat otomatis-mekanistik; dan respons yang
dilakukan kucing bukanlah merupakan hasil dari penalaran, respons yang muncul
lebih merupakan usaha yang bersifat coba-coba yang dilakukan oleh hewan
(Astawa dan Adnyana, 2018, hlm. 115).
Percobaan yang dilakukan oleh Thorndike menghasilkan teori trial and
error. Ciri-ciri belajar trial and error, yaitu adanya aktivitas, berbagai respons
terhadap berbagai situasi, adanya eliminasi terhadap berbagai respons yang salah,
dan adanya kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Jika dalam usaha mencoba-
coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang cocok, kemudian akan dipegangnya.
Karena latihan yang terus-menerus, waktu yang lama dipergunakan untuk
melakukan perbuatan yang cocok itu semakin lama semakin efisien (Thoboroni,
2015, hlm. 58).
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu
kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan unutuk
memacahkan masalah yang lain. Thordike melihat bahwa organisme sebagai
mekanismus hanya bergerak atau bertindak jika ada perangsang yang
memengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut Thordike
disebabkan adanya law of efffect. Dalam kehidupan sehari-hari, law of effect dapat
terlihat dalam memberi penghargaan atau ganjaran dan memberi hukuman dalam
pendidikan. Karena adanya law of effect, terjadilah hubungan atau asosiasi antara
tingkah laku/reaksi yang dapat mendatangkan suatu hasil (Thoboroni, 2015, hlm.
61).
Teori Thorndike memiliki beberapa kelemahan, yaitu terlalu memandang
manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka yang disamakan dengan
hewan; memandang belajar hanya merupakan asosiasi antara stimulus dengan
respons; dan karena proses belajar berlangsung secara mekanistis, “pengertian “
tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka
mengabaikan “pengertian “ sebagai unsur yang pokok dalam belajar (Thoboroni,
2015, hlm. 62).
Hasil-Hasil Penelitian
Implementasi Teori Thorndike Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa
Dalam Menyelesaikan Soal Aljabar Kelas VIII Smpn 1 Sumbergempol Tahun
Pelajaran 2014/2015. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat
menentukan dalam sistem pendidikan, dalam hal ini, seorang guru atau pendidik
memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan pendidikan dan bagi
penyaluran ilmu, salah satunya materi Aljabar yang merupakan karya Al-
Khawarizmi, teori yang menurut peneliti sesuai untuk diterapkan dalam materi
aljabar adalah teori Connectionism (Teori Thorndike), yang dikemukakan oleh
Edward Lee Thorndike, menurutnya belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respons. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal aljabar setelah
penerapan Teori Thorndike adalah berhasil, karena pada saat pelaksanaan di
lapangan, peneliti menerapkan Teori Thorndike lengkap dengan ketiga hukum
primernya yaitu hukum kesiapan, latihan, dan efek. Guru harus mampu
menyiapkan siswa dengan memberi motivasi, berdoa, dan lain sebagainya, lalu
guru juga dapat memberi latihan untuk mengukur sejauh mana siswa memahami
materi yang telah disampaikan, dan dapat melakukan wawancara untuk
mengatahui langkah yang tepat dalam meningkatkan pemahaman siswa.
Teori Koneksionisme Dalam Pembelajaran Bahasa Kedua Anak Usia Dini.
Teori koneksionisme merupakan teori belajar yang memandang bahwa belajar
terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah, termasuk pembelajaran
bahasa pada anak usia dini. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif analisis, data diperoleh melalui observasi dan wawancara selama empat
kali pertemuan. Hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat kesesuaian hukum dan
prinsip belajar teori koneksionisme Edward Thorndike yakni hukum kesiapan,
latihan, dan efek. Perkembangan bahasa sangat dipengaruhi oleh motivasi,
motivasi dalam hal ini adalah memberi hadiah sebagai stimulus dan respon
sehingga muncul kepuasan dan menjadi penguat anak-anak dalam belajar di
kemudian hari.
Implikasi Teori Belajar E.Thorndike (Behavioristik) Dalam Pembelajaran
Matematika. Teori belajar Behavioristik merupakan teori yang berpandangan
bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui stimulus respon.
dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam
hal kemampuannya yang bertujuan merubah tingkah laku dengan cara interaksi
antara stimulus dan respon. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif
yaitu menggambarkan atau menjelaskan variabel (hal-hal yang berkaitan dengan
teori Thorndike dan implikasinya dalam pelajaran matematika) di lapangan
berdasarkan kajian pustaka (literatur) yang berupa buku, artikel ilmiah jurnal
penelitian, dan lain sebagainya. Salah satu pembelajaran di sekolah yang dapat
mengembangkan potensi siswa adalah pembelajaran matematika, hal ini
dikarenakan tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah melatih siswa
untuk mengembangkan pola pikir dalam menyelesaikan permasalahan yang
mereka jumpai di kehidupan, karena itu guru diharapkan dapat membantu siswa
untuk berpikir logis, kritis, sistematis, serta mampu memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya yang berkaitan dengan matematika, penerapan
teori Thorndike dalam matematika yakni sebelum proses belajar mengajar
dimulai, pendidik terlebih dahulu memastikan siswanya telah siap untuk belajar,
kemudian materi yang diberikan hendaknya memiliki hubungan dengan materi
sebelumnya, lalu pengulangan terhadap materi dan latihan dapat membantu siswa
utnuk lebih ingat materi tersebut, terakhir, beri hadiah kepada siswa yang berhasil
belajar dengan baik, bagi yang belum segera diperbaiki. Teori belajar Thorndike
adalah salah satu teori belajar behavioristik yang mengutamakan stimulus dan
respon, teori belajar ini disebut juga dengan “Connectionism” karena belajar
merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon.
Relevansi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap Pendidikan Agama Islam.
Teori belajar behaviorisme dapat digunakan untuk membantu proses
pembelajaran. Namun diketahui bahwa banyak percobaan dalam teori
behaviorisme dilakukan dengan menggunnakan hewansehingga menimbulkan
pertanyaan, apakah teori belajar behaviorisme sejalan dengan ajaran agama Islam
dan dapat digunakan dalam Pendidikan Islam. Penelitian ini merupakan penelitian
kepustakaan yang dianalisis dengan menggunakan teknik analisis konten. Hasil
dari penelitian ini adalah ditemukan adanya relevansi antara teori belajar
behaviorisme terhadap pendidikan Islam, sebagai berikut: (1) Teori belajar
behaviorsime dapat digunakan untuk membantu proses pembelajaran pendidikan
Islam (2) Teori belajar behaviorsime merupakan teori belajar yang
sejalan/berkaitan dengan ajaran agama Islam (3) Adanya pengkondisian (clasical
conditioning), pengulangan dan penguatan dalam teori behaviorsime yang juga
digunakan dalam pembelajaran pendidikan Islam (4) Teori belajar behaviorsime
menurut Edward Lee Thorndike mengandung empat hukum, yaitu: law of
radiness (hukum kesiapan), law of exercise (hukum latihan), law of effect (hukum
latihan), dan law of attitude (hukum sikap), yang sejalan/berkaitan dengan proses
pembelajaran pedidikan Islam.
Pengaruh Strategi Pembelajaran Dengan Pemberian Reward Dan
Punishment Terhadap Motivasi Belajar Siswa SDI Al-Hakim Maron Boyolangu
Tulungagung. Keberhasilan pendidikan sangat tergantung pada proses
pembelajaran di kelas, guru diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan baik
serta dapat memperbaiki moral peserta didik, dalam menjalankan tugasnya
umumnya seorang guru dihadapkan dengan beberapa masalah, salah satu
contohnya yakni rendahnya motivasi, banyak ayat al-quran yang membahas
tentang reward untuk memotivasi manusia berbuat baik dan punishment untuk
mencegah manusia berbuat buruk, salah satu diantaranya dapat dilihat dalam surat
Ali Imran ayat 148, adapun punishment terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 126.
Pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sumber data
penelitian yakni primer (hasil pengerjaan angket) dan sekunder (dokumentasi,
laporan, arsip, dll). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SDI Al-Hakim
Maron dari dua kelas sampel yang diambil yaitu kelas IV A sebagai kelas
eksperimen dan IV B, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara strategi pembelajaran menggunakan reward dan punishment dengan
motivasi belajar yakni sebesar 95,5% (termasuk dalam kategori tinggi).
Berdasarkan pemaparan di atas terkait analisis data dan pembahasan, peneliti
menarik kesimpulan yaitu strategi pembelajaran dengan pemberian reward dan
punishment dapat memberi pengaruh terhadap motivasi belajar siswa SDI Al-
Hakim Maron Boyolangu Tulungagung.
Analisis Teori Behavioristik (Edward Thordinke) Dan Implementasinya
Dalam Pembelajaran SD/MI. Inti dari proses pembelajaran adalah segala upaya
yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik,
setiap guru harus terampil dalam proses pembelajaran, pemahaman dan
pertimbangan, dalam menggunakan stategi. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian Library research dengan metode deskriptif kontent analysis yaitu
dengan metode menganalisis isi dari objek yang diteliti berdasarkan sumber-
sumber yang relevan seperti buku, jurna, dan teori pendukung lainnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam empat hukum yang ditawarkan oleh
thorndike yaitu: pertama hukum kesiapan, hukum akibat, dan hukum latihan,
keempat hukum sikap, dapat diterapkan dengan baik dan sistematis maka proses
pembelajara dapat berjalan efektif dan membuat siswa mudah menyerap materi
yang telah disampaikan oleh guru serta dapat menumbuhkan sikap berani dengan
cara trial and error. Dalam pembelajaran guru dapat menerapkan empat hukum
itu agar siswa dapat ikut terlibat secara maksimal dalam pembelajaran, sehingga
tujuan dapat tercapai.
GLOSARIUM
Afeksi cinta kasih, perasaan-perasaan, dan emosi yang dibedakan dari aspek
pengenlan dan penerangan kepribadian.
Anatomis bersifat anatomi.
Asosianisme hukum atau aturan dalam suatu masyarakat atau kelompok yang
mengatur nilai, hubungan antar-ide dapat dijelaskan lewat hukum asosiasi.
Determinisme keyakinan filosofis bahwa semua peristiwa terjadi sebagai akibat
dari adanya beberapa keharusan dan karenanya tak terelakkan.
Eksperimental berhubungan dengan percobaan.
Inferensi tindakan atau proses yang berasal kesimpulan logis dari premis-premis
yang diketahui atau dianggap benar.
Inkremental berkembang sedikit demi sedikit secara teratur.
Kapabilitas kemampuan atau kecakapan dalam melakukan sesuatu.
Kognitif potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis),
sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation).
Koneksionisme pendekatan dalam bidang kecerdasan buatan, psikologi kognitif,
sains kognitif, neurosains, dan filsafat budi.
Kontemporer kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama
dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini.
Kontiguitas ide tentang fakta otak yang cenderung mengasosiasikan stimulus
yang terjadi dalam waktu dan tempat yang berdekatan.
Law of Effect jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan timulus - respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
Law of Exercise hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin
bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak dilatih.
Law of Readiness kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu
berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Motivasi usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu
tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Pergeseran asosiatif salah satu hukum tambahan kecil E. L. Thorndike (1874-
1949) dari hukum efeknya yang mirip dengan prinsip asosiasi stimulus
Ivan Pavlov dan juga memiliki beberapa kemiripan dengan prinsip
pengkondisian generalisasi.
Persepsi proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya.
Probabilitas peluang atau kemungkinan dari suatu kejadian, terjadi atau tidak dan
seberapa besar kemungkinan kejadian tersebut berpeluang untuk terjadi.
Punishment penggunaan rangsang yang tidak menyenangkan dengan tujuan
menghilangkan tingkah laku yang buruk.
Respons reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Reward sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu yang diberikan,
baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu lembaga yang biasanya
diberikan dalam bentuk material atau ucapan.
Reduksi pengurangan
Stimulus apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra.
Suksesif proses pembentukan tingkah laku.
Terminology ilmu tentang istilah-istilah perkataan atau bisa lebih jelas nya ialah
ilmu untuk menjelaskan pengertian dari beberapa istilah.
Transfer training penerapan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
selama pelatihan ke pekerjaan atau peran yang ditargetkan.
Variabel terikat faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk menentukan
adanya pengaruh variabel bebas.
DAFTAR PUSTAKA