Anda di halaman 1dari 6

BAB 4

SIFAT-SIFAT KHAS INDIVIDU YANG LAIN: MASALAH INTELEGENSI

PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah inteligensi merupakan salah satu
masalah pokok, karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak dikupas orang,
baik secara khusu maupun secara sambil lalu dalam pertautan dengan pengupasan lain. Tentang
peranan inteligensi itu dalam proses pendidikan ada yang menganggap demikian pentingnya
sehingga dipandang menentukan dalam hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal belajar,
sedang pada sisi lain ada juga yang menganggap bahwa intelegensi tidak lebih mempengaruhi
soal tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa intelegensi merupakan salah satu
faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar seseorang, terlebih-lebih
pada waktu anak masih sangat muda, intelegensi sangat besar pengaruhnya.
Adapun pembahasan mengenai intelegensi itu secara teknis pada pokoknya dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
(1) Pembahasan mengenai sifat hakekat intelegensi, dan
(2) Pembahasan mengenai penyelidikan intelegensi itu.
Hal yang pertama itu lebih bersifat teoretis-konsepsional, sedang hal yang kedua lebih bersifat
teknis metodologis. Dalam pada itu harus diingat, bahwa penggolongan seperti yang
dikemukakan itu hanyalah bersifat teknis bukan prinsip

A. SIFAT HAKEKAT INTELEGENSI


Ini persoalan daripada sifat hakekat intelegensi itu dapat dirumuskan dengan Pernyataan:
Apakah intelegensi itu?. Pernyataan ini, justru dalam bentuknya yang demikian itu, menjadi
obyek diskusi yang hangat bagi banyak ahli-ahli psikologi, terutama disekitar tahun-tahun 19001925. Persoalannya sendiri sebenarnya telah tua sekali, lebih tua daripada psikologi sendiri,
karena hal tersebut telah dibahas oleh ahli-ahli filsafat dan kemudian ahli-ahli biologi sebelum
psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri lahir.
Para ahli psikologi yang mula-mula membahas masalah tersebut, yaitu sifat hakekat
intelegensi, memakai metode filsafat, yaitu mereka menyusun definisi mengenai intelegensi itu
atas dasar pemikiran spekulatif-logis. Dalam pada itu pada waktu yang bersamaan dengan
kejadian yang dikemukakan diatas itu test-test yang mula-mula berhasil disusun oleh beberapa
ahli. Sepanjang pengalaman penulis tidaklah selalu ada hubungan yang jelas antara definisi
mengenai inteligensi dan pengukuran intelegensi yang diajukan oleh seseorang ahli psikologi.

Cara pendekatan filsafat itu sampai sekarang masih banyak diikuti oleh ahli ahli di eropa
daratan dan daerah pengaruhnya, sedangkan ahli ahli didaerah Anglo-Saksis (terutama Amerika
Serikat dan Inggris) sedikit demi sedikit makin mengutamakan diskusi dan analisi mengenai
data, hasil berbagai eksperimen, dan meninggalkan cara analisis logis-spekulatif itu, yang
dipandang lepas dari data empiris.
Dalam pada itu apabila kita menumpahkan perhatian kita kepada data empiris itu, maka
segera ternyata bagi kita bahwa masalah sifat hakekat intelegensi itu berjalinan rapat dengan
masalah-masalah lain, seperti misalnya:
(a) Bagaimanakah jalan perkembangan intelegensi itu pada anak-anak normal, danpada
anak-anak kurang normal?
(b) Sejauh manakah perkembangan intelegensi itu dipengaruhi oleh factor-faktor dasar,
sejauh mana dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan?
(c) Bagaimana kita dapat membedakan intelegensi dan prestasi belajar sebagai hasil
didikan?
Sekitar tahun-tahun 1920-1930 sejumlah proyek-proyek penelitian yang luas telah
dilakukan orang untuk dapat memberi jawaban terhadap persoalan-persoalan diatas itu. Analisis
dan pembahasan mengenai hasil-hasil tersebut kiranya memberikan kepada semua pihak yang
turut ambil bagian bahwa tidak ada satu masalah pun yang dapat dijawab secara memuaskan
tanpa menimbulkan masalah lain yang sama sulitnya.
Dewasa ini kebanyakan ahli yang secara aktif melakukan penelitian dalam bidang
intelegensi tidak berusaha menjawab persoalan yang seluas yang diketengahkan dimuka, yaitu:
Apakah Intelegensi itu?, akan tetapi mereka memusatkan pengupasan masalah-masalah yang
lebih khusus, seperti misalnya:
(a) Bagaimanakan struktur mental orang dewasa?
(b) Bagaimanakah struktur mental itu berubah-ubah dengan bertambahnya umur?
(c) Apakah seseorang itu dalam hal intelegensi akan tetap pada kelompok tertentu
ataukah dia akan berubah/berpindah ke kelompok lain?
Disini secara garis besar akan dikemukakan berbagai konsepsi mengenai intelegensi itu, yang
merupakan jawaban bagi pernyataan Apakah intelegensi itu? yang tersebut dimuka. Konsepsikonsepsi tersebut pada dasarnya digolong-golongkan menjadi lima kelompok, yaitu:
(1) Konsepsi-konsepsi yang bersifat spekulatif,
(2) Konsepsi-konsepsi yang bersifat pragmatis,
(3) Konsepsi-konsepsi yang didasarkan atas analisis faktor, yang kiranya dapat kita sebut
konsepsi-konsepsi faktor,
(4) Konsepsi-konsepsi yang bersifat operasional, dan
(5) Konsepsi-konsepsi yang didasarkan atas analisis fungsional, yang kiranya dapat kita
sebut konsepsi-konsepsi fungsional.

1. Konsepsi-konsepsi mengenai Intelegensi Bersifat Spekulatif-Filsafat


Spearman, dalam bukunya yang terkenal, yaitu The Abilities of Man (1927)
mengelompokkan konsepsi konsepsi yang bersifat spekulatif-filsafati itu menjadi tiga
kelompok:
(a) Yang memberikan definisi mengenai intelegensi umum,
(b) Yang memberikan definisi mengenai daya-daya jiwa khusus yang merupakan
bagian daripada intelegensi, dan
(c) Yang memberikan definisi intelegensi sebagai taraf umum daripada sejumlah
besar daya-daya khusus.
a. Intelegensi Umum
(1) Ebbinghaus (1897) memberi definisi intelegensi sebagai kemampuan untuk
membuat kombinasi.
(2) Terman (1921) memberi definisi intelegensi sebagai kemampuan untuk
berfikir abstrak.
(3) Thorndike memberi definisi intelegensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan
taraf ketidak-lengakapan dari pada kemungkinan-kemungkinan dalam
perjuangan hidup individu.
b. Intelegensi sebagai Kesatuan daripada Daya-daya Jiwa Formal
Walaupun secara konsepsional teori psikologi daya itu ditnggal orang, namun
pengaruh aliran tersebut sampai kini masih terasa sekali. Dan konsepsi-konsepsi daya
mengenai intelegensi ini dapat dikatakan merupakan kelanjutan pengaruh psikologi daya itu.
Jadi menurut konsepsi ini intelegensi adalah persatuan (kumpulan yang dipersatukan)
daripada daya-daya jiwa yang khusus. Karena itu pengukuran mengenai intelegensi juga
dapat ditempuh dengan cara mengukur daya-daya jiwa khusus itu, misalnya daya mengamati,
daya mereproduksi, daya berfikir, dan sebagainya.
c. Inteligensi sebagai Taraf Umum daripada Daya-daya Jiwa Khusus
Konsepsi-konsepsi ini timbul dari keyakinan, bahwa apa yang diselidiki (ditest)
dengan test intelegensi itu adalah intelegensi umum. Jadi intelegensi diberi
definisisebagai taraf umum yang mewakili daya-daya khusus.

2. Konsepsi-konsepsi yang Bersifat Pragmatis


Dasar dari konsepsi ini kiranya adalah yang dinyatakan oleh Boring, bahwa
intelegensi adalah apa yang di test oleh test intelegensi, dia menulis antara lain:

Intelligence is what the tests test. This is narrow definition, but it is the only
point of departure for a rigorous discussion of the test. It would be better if the
psychologists could have used some other and more technical term, since the
ordinary connotation intelligence is much broader. The damage is done, however,
and no harm need result if we but remember that measurable intelligence is
simply what the tests of intelligence test, until further scientific observation
allows us to extend the definition.
Konsepsi ini cocok sekali dengan selera banyak ahli di Amerika Serikat. Kurang radikal
daripada pendapat Boring itu ialah pernyataan Terman, bahwa inteligensi itu dapat diukur sesuai
dengan definisinya. Pernyataan ini dianalogikan dengan pengetahuan tentang listrik, pengukuran
terhadap listrik tergantung kepada definisi yang diberikannya, panasnya, alirannya dan
sebagainya.
Jika sekiranya ini benar, maka sebenarnya dengan test itu kita tidak mendapatkan
pengetahuan baru sama sekali, karena yang kita ukur itu kita sudah mengerti sebelumnya.
3. Konsepsi-konsepsi Faktor
Konsepsi-konsepsi ini dinamakan demikian sebenarnya beralas pada kenyataan bahwa
di dalam menyelidiki dan mencari sifat hakekat intelegensi itu orang mempergunakan teknik
analisis faktor, suatu teknik yang mula-mula dirintis oleh Spearman, dan kemudian cepat
berkembang, terutama di daerah Anglo Saksis. Psikologi yang begitu besar peranannya dalam
psikologi dewasa ini banyak sekali bersandar kepada analisis faktor itu,
(a) Teori Spearman
Dengan teknik analisis faktor Spearman menemukan bahwa tiap tingkah laku
manusia itu dimungkinkan (disebabkan) oleh dua faktor, yaitu:
(1) Faktor umum, general faktor, dan
(2) Faktor-faktor khusus tertentu (special factor).
Faktor umum atau general faktor itu, yang dilambangkan dengan huruf g merupakan hal
atau faktor yang mendasari segala tingkah laku orang. Jadi di dalam tiap tingkah laku itu berjalan
faktor g itu. Sedang faktor khusus atau special factor, yang dilambangkan dengan huruf s, hanya
berfungsi pada tingkah laku tingkah laku khusus saja. Jadi tiap tingkah laku itu dimungkinkan
atau didasari oleh dua faktor, yaitu: faktor g dan s tertentu. Faktor g itu berfungsi pada tiap
tingkah laku, jadi yang berfungsi pada tingkah laku tingkah laku yang berbeda itu adalah faktor g
yang sama dan faktor s yang tidak sama. Keterangan ini mungkin dapat diberi ilustrasi begini:
Tingkah laku 1 = Tl1 = g + s1
Tingkah laku 2 = Tl2 = g + s2

Tingkah laku 3 = Tl3 = g + s3


Tingkah laku 4 = Tl4 = g + s4
Tingkah laku 5 = Tl5 = g + s5
Selanjutnya Spearmen berpendapat, bahwa faktor g itu tergantung kepada dasar,
sedangkan faktor s itu dipengaruh oleh pengalaman (lingkungan, pendidikan).
(b) Teori Thomson
Thomson tidak dapat menyetujui pendapat Spearman tersebut Menurut dia apa yang
disebut faktor g oleh Spearman itu tidak ada. Betul secara statistic Spearman telah
menunjukkan adanya faktor g itu, tetapi menurut Thomsom pembuktian Spearman itu dapat
ditunjukkan bahwa tidak betul Jadi apa yang disebut oleh Spearman faktor g itu tidak ada,
yang ada hanyalah bermacam-macam faktor khusus, faktor-faktor s.
Faktor-faktor s ini tidak tergantung kepada keturunan atau dasar, melainkan
tergantung kepada pendidikan. Adanya anak-anak dari golongan atas lebih cerdas daripada
anak-anak dari golongan rendah itu bukan karena dasar melainkan karena mereka lebih
banyak mempunyai kesempatan untuk belajar.

(c) Teori Cyrill Burt


Pendirian Burt sangat dekat dengan pendirian Spearman. Dia sependapat dengan
Spearman bahwa pada manusia terdapat faktor g, yang mendasari semua tingkah lakunya,
dan seperti Spearman dia berpendapat, bahwa faktor g ini tergantung kepada dasar,
dibawa sejak lahir. Selanjutnya dia juga berpendapat, bahwa tiap-tiap orang memiliki
banyak faktor s.
Tetapi di samping kedua macam faktor itu menurut Burt masih ada lagi faktor
yang ketiga, yaitu faktor kelompok (group factor, common factor), yang biasanya
dilambangkan dengan huruf c. Faktor c ini adalah faktor yang berfungsi pada sejumlah
tingkah laku, tetapi tidak pada semua tingkah laku. Jadifaktor c itu lebih luas daripada
faktor s, tetapi sempit daripada faktor g.
Jadi tiap tingkah laku itu menurut Burt dimungkan oleh ketiga macam faktor,
yaitu faktor g, faktor c dan faktor s. Untuk jelasnya, mungkin juga dapat diberikan
ilustrasi seperti tadi, jadi:
Tingkah laku 1 = Tl1 = g + cx +s1
Tingkah laku 2 = Tl2 = g + cx + s2

Tingkah laku 3 = Tl3 = g + cx + s3


Tingkah laku 4 = Tl4 = g + cy + s4
Tingkah laku 5 = Tl5 = g + cy + s5

(d) Teori Thurstone


Thurstone adalag tokoh Chicago. Dia sependapat dengan Burt, bahwa ada faktor c,
yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku, juga sependapat dengan Burt mengenai adanya
faktor s yang jumlahnya banyak sekali, sebanyak tingkah laku khusus yang dilakukan oleh
manusia yang bersangkutan. Akan tetapi mengenai faktor g dia menolaknya, dia berpendapat,
bahwa faktor g itu tidak ada, jadi hanya ada dua macam faktor saja, yaitu faktor c dan faktor
s.
Adapun faktor c itu menurut Thurstone banyaknya ada 7, yaitu:
(1) Faktor ingatan, kemampuan untuk mengingat, memory dan diberi lambing
huruf M.
(2) Faktor-faktor verbal, kecakapan untuk menggunakan bahasa, verbal factor,
dan dilambangkan dengan huruf V.
(3) Faktor bilangan, kemampuan untuk bekerja dengan bilangan, misalnya
kecakapan berhitung, dan sebagainya (number factor), yang dilambangkan
dengan huruf N.
(4) Faktor kelancaran kata-kata, word fluency, dilambangkan dengan huruf W,
yaitu seberapa lancer seseorang mempergunakan kata-kata yang sukar
ucapannya:faktor ini dianggap pula merupakan petunjuk daripada kelancaran
dalam kerja mental, yaitu mudah-tidaknya seseorang mengubah fikirannya
atau mengalihkan fikirannya sesuai dengan kebutuhan
(5) Faktor penalaran atau reasoning, yaitu diberi lambang dengan huruf R, yaitu
faktor yang mendasari kecakapan untuk berfikir logis,
(6) Faktor persepsi atau perceptual factor, yang diberi lambang huruf P, yaitu
kemampuan untuk mengamati dengan cepat dan cermat,
(7) Faktor ruang atau spatial factor, yang diberi lambang dengan huruf S, yaitu
kemampuan untuk mengadakan orientasi dalam ruang.
Kalau sekiranya ada kecakapan umum, itu bukan karena adanya faktor g,
melainkan karena kombinasi daripada faktor c itu.
(e) Pendapat Gulford
Guilford (1961, 1967) orang yang dewasa ini

Anda mungkin juga menyukai