Anda di halaman 1dari 24

TEORI KOGNITIF EDWARD CHACE TOLMAN DAN TEORI

PEMROSESAN INFORMASI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Psikologi Belajar yang Diampu oleh
Masrifah, S.Psi., M.Si

Disusun oleh:

Arfina Izzun Nisa' (190541100001)


Salsabila Nurlabania (190541100003)
Natasya Farah Dita (190541100019)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..Segala puji syukur kami


panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah bahasa Indonesia tepat
waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “TEORI KOGNITIF EDWARD CHACE


TOLMAN DAN TEORI PEMROSESAN INFORMASI” dapat terselesaikan atas
kerjasama kelompok yang baik. Kami berharap makalah ini dapat menjadi
referensi bagi pihak yang tertarik pada teori belajar kognitif dan teori pemrosesan
informasi. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut
pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema bahasa ini masih memerlukan


penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik
dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami
sampaikan. Akhir kata, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

November, 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 1
..........................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Tujuan Makalah ......................................................................................... 4

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar Kognitif tentang Behaviorisme Purposive dan Tingkah Laku
Molar ................................................................................................................ 6

2.2 Konsep Teoritis Utama............................................................................... 7


2.3 Enam Jenis Belajar..................................................................................... 9
2.4 Percobaan Terhadap Tikus......................................................................... 9
2.5 Pendapat Tolman Tentang Pendidikan ...................................................... 9
2.6 Teori Pemrosesan Informasi....................................................................... 9
2.7 Model Pemrosesan Informasi..................................................................... 9

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 13
3.2 Saran .......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSAKA........................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Proses belajar adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan belajar adalah untuk
mencapai tujuan pendidikan. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta
berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien. Menurut
Cronbach dalam bukunya educational psychology dengan menyatakan bahwa
“Belajar dengan yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam
mengalami itu sipengajar mempergunakan panca indranya.

Seorang pendidik terlebih dahulu harus mengetahui teori belajar sebelum


melaksanakan proses pembelajaran. Teori belajar akan sangat membantu
pendidik, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar,
mempelajari peserta didiknya, menggunakan prinsip-prinsip psikologi maupun
dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri.

Konsep pengembangan pembelajaran adalah sebuah implikasi


pengembangan dari teori-teori belajar yang sebelumnya sudah ada dan upaya
untuk menggambarkan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita
memahami proses kompleks suatu pembelajaran. Teori belajar selalu berawal dari
suatu sudut pandang psikologi belajar tertentu. Pada era modern ini, dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan terutama bidang pskiologi pendidikan
bermunculan pula berbagai teori tetang belajar. Berdasarkan dari pengembangan
ilmu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat di kelompokan menjadi tiga
kelompok teori belajar, yaitu:

a. teori-teori belajar Behaviorisme

b. teori-teori belajar Kognitivisme

c. teori-teori belajar Humanistik

1
2

Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang teori belajar Edward Chace
Tolman, dimana teori-teorinya beorientasi kognitif atau melihat perilaku untuk
menjelaskan pembelajaran berbasis otak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah makalah


sebagai berikut:

A. Apakah itu konsep teori belajar kognitif Tolman?


B. Apa saja pengembangan dari teori belajar kognitif Tolman?
C. Bagaimana kaitan teori belajar kognitif Tolman dengan pendidikan?
D. Apa saja cakupan mengenai teori pemrosesan informasi?
E. Apa model pemrosesan informasi?

1.3 Tujuan Makalah

Dengan mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini sebagai
berikut:

A. Untuk mengetahui konsep dari teori belajar kognitif Tolman


B. Memahami konsep dan teori belajar kognitif Tolman
C. Mengetahui kaitan teori belajar kognitif Tolman dengan pendidikan
D. Memahami cakupan teori pemrosesan informasi
E. Memahami model teori pemrosesan informasi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Kognitif tentang Behaviorisme Purposive dan Tingkah Laku
Molar

Teori belajar kognitif Edward C. Tolman mengatakan bahwa tingkah laku


manusia secara keseluruhan disebut tingkah laku molar. Tingkah laku molar ini
terdiri dari berbagai tingkah laku yang lebih kecil yang disebut
molekular. Karakteristik utama molar behavior (perilaku molar) adalah perilaku
itu purposive (memiliki tujuan); yakni ia selalu diarahkan untuk tujuan tertentu.
Bentuk perilaku yang dinamakan Tolman (1932) sebagai molar, misalnya: seekor
tikus yang berlari di simpang siur jalan (maze), seekor kucing yang keluar
dari puzzle box, anak-anak yang saling bercerita tentang pikiran dan perasaan
mereka.

Di dalam olahraga dapat dicontohkan pada mahasiswa jurusan tertentu,


yaitu dapat diilustrasikan ada mahasiswa yang hanya mementingkan atau
menggali spesialisasi cabang olahraga yang ditekuninya. Dan apabila dituntut
untuk mempelajari cabang olahraga lain yang kurang dikuasai, maka ia akan
menjalankanya dengan apa adanya tanpa adanya pemahaman perilaku kalau
cabang olahraga tersebut harus dikuasai dan juga bermanfaat. Ia hanya
mengharapkan kelulusan dan nilai tanpa berfikir tentang apa makna harus
mempelajari cabang olahraga yang lain. Yang harus diperhatikan, bahwa ketika
menyebutkan hal di atas maka akan melibatkan seluruh otot, kelenjar,
kegelisahan sensory dan motor nerver. Untuk respon-respon seperti di atas,
bagaimanapun juga cukup mengidentifikasikan sifat-sifat mereka sendiri.

Dalam hal ini, teori Tolman disebut sebagai purposive


behaviorism (behaviorisme purposif) sebab ia berusaha menjelaskan perilaku
yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan  atau dengan kata lain mengkaji
perilaku dalam kaitannya dengan tujuan yang hendak dicapai melalui perilaku
itu. Sorotan bahwa Tolman dianggap sebagai setengah behavioris atau setengah
kognitif itu adalah karena sebutan dari orang lain dan itu bukan sebutan dari

3
4

Tolman sendiri. Tolman menggunakan istilah purposive semata-mata untuk


pendiskripsikan). Ia terkenal dengan contoh mencari perilaku sampai makanan
ditemukan. Oleh karena itu, nampak "as if (seolah-olah)" perilakunya
adalah goal-directed atau purposive. Dalam hal ini ada persamaan antara Guthrie
dan Tolman. Menurut Guthrie perilaku tetap berlaku sepanjang pemeliharaan
stimuli disajikan oleh beberapa status kebutuhan (need). Sedangkan menurut
Tolman perilaku "as if" merupakan goal diarahkan sepanjang organisme sedang
mencari-cari sesuatu yang ada di lingkungannya.

Teori belajar Tolman dapat dikatakan sebagai camuran antara teori Gestalt
dan Behaviorisme. Keberadaan teori Gestalt terhadap proses berteorinya
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan. Sikapnya yang senang terhadap
teori Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya terhadap behaviorisme. Tolman
memperhatikan ada sedikit nilai dalam introspective approach, padahal ia
merasakan psikologi merupakan obyektif yang komplit. Pemikirannya
bertentangan dengan para behavioris yang menyatakan unit perilaku bisa
dipelajari sebagai unsur-unsur yang terpisah. Para behavioris seperti Pavlov,
Guthrie, Hull, Watson, dan Skinner digambarkan Tolman sebagai "Psychology of
Twitchism" karena mereka melihat segmen-segmen perlilaku yang besar dapat
dibagi menjadi segmen-segmen kecil, seperti reflek-reflek yang selanjutnya
dianalisis.

Tolman memandang dengan menjadikan elemen-elemen kecil,


sesungguhnya behavioris telah membuang artinya secara utuh. Akan tetapi dia
juga yakin bahwa hal seperti itu mungkin juga untuk dijadikan sebagai objek
ketika belajar tentang molar behavior secara sistematis. Oleh karena itu bisa
dikatakan bahwa Tolman seorang behavioris secara metodologi dan teoris kognitif
dalam hal metafisik. Dengan kata lain, ia belajar behavior untuk menentukan
proses kognitif.
5

2.2 Konsep Teoritis Utama

Teori Belajar Edward C. Tolman memperkenalkan penggunaan


variable Intervening (penyela atau perantara) dalam riset psikologis, dan Hull
meminjam gagasan itu darinya. Sehingga keduanya menggunakan
variable intervening dengan cara yang serupa dalam penelitiannya. Akan tetapi,
Hull mengembangkan teori belajar yang lebih luas dan komprehensif dari pada
Tolman.

Asumsi – asumi umum yang dikemukakan Tolman dalam proses belajar


kognitif:

A. Apa Arti Belajar?

Para tokoh behavioris seperti, Pavlov, Watson, Guthrie, dan Hull, mengatakan
bahwa asosiasi-asosiasi stimulus respons itu yang dipelajari dan melibatkan
hubungan S-R yang komplek. Atau belajar adalah perubahan dengan tingkah laku
sebagai dari interaksi antara lain stimulus dan respons. Sedangkan Tolman banyak
mengambil petunjuk atau pandangan awal dari teori-teori Gestald, yang
mengatakan bahwa dalam belajar, hal yang utama adalah proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Sebuah organisme yang sampai pada
eksplorasi, yang kemudian menemukan peristiwa tertentu, lalu ditunjukkan pada
peristiwa tertentu lainnya, atau dengan kata lain, lalu ditunjukkan pada peristiwa
tertentu lainnya, atau dengan kata lain, sebuah tanda memimpin tanda memimpin
tanda yang lain. Oleh karena itu, Tolman lebih dikenal sebagai ahli teori S-S.
Pengetahuan bagi Tolman adalah suatu proses berkelanjutan yang tidak
memerlukan motivasi apapun.

Dalam hal ini, Tolman sependapat dengan Guthrie dan bertentangan


dengan Pavlov, Skinner, dan Torndike. Bagaimanapun juga, haruslah ditunjukkan
bahwa motivasi adalah penting bagi teori Tolman. Karena motivasi itu
menentukan aspek-aspek lingkungan mana yang hendak disertai oleh organisme
tersebut. Misalnya, organisme yang lapar akan memakan makanan yang ada di
lingkungan itu.
6

Menurut Tolman, belajar adalah mengenal tentang situasi. Organisme


belajar tentang sesuatu yang ada di sekitarnya, jika ia berbalik ke kiri, ia akan
menemukan sesuatu. Jika ia berbalik ke kanan, ia temukan juga sesuatu yang lain.
Hal ini terjadi secara berangsur-angsur, sehingga ia dapat membuat kesimpulan
sendiri. Dengan demikian, menurut Tolman, belajar itu akan sia-sia jika hanya
dihafal.
Di dalam ilmu Keolahragaan banyak didominasi dengan keterampilan-
keterampilan gerak, maka belajar akan sia-sia jika hanya dihafal. Digambarkan
para tokoh behavioris, mengartikan bahwa belajar adalah interaksi antara S-R,
menurut Tolman ini akan sia-sia karena di dalam memperoleh pembelajaran
hanya bergantung kepada respon sehingga stimulus hanya menghafalkan apa yang
diberikan oleh respon. Pembelajaran yang dikemukakan oleh Tolman adalah
interaksi antara S-S, dimana stimulus memperoleh pembelajaran dari
pengalamanya sendiri dan lingkunganya. Hal ini akan berpengaruh pada kognisi,
yaitu memori otak akan efektif menyimpan lebih lama stimulus karena
memperoleh pembelajaran secara langsung.
Dapat dicontohkan secara konkret, di Indonesia
olahraga AmericanFootball masih sangat awam dan jarang. Apabila di dalam
pembelajaran hanya mengandalkan hanya dari R-S, tentu akan sulit untuk
membayangkan penggambaran yang dimaksudkan. Tetapi apabila di dalam
pembelajarannya secara langsung mengalami dan mengenal lingkungannya, maka
akan dapat menggambarkan secara langsung tanpa adanya respon yang
mempengaruhi.

B. Confirmation Versus Reinforcement

Sebagaimana Guthrie, konsep penguatan (reinforcement) adalah tidak penting


bagi Tolman sebagai variabel pembelajaran. Akan tetapi, Tolman mengatakan
sebagai konfirmasi, di mana behavioris menyebutnya Reinforcement. Selama
perkembangan sebuah peta kognitif, harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan
oleh sebuah organisme. Dugaan adalah sebuah firasat tentang sesuatu dan
fungsinya. Di mana awal sebuah dugaan bersifat sementara yang disebut
hipotesis, yang berasal baik dari pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah
7

dikonfirmasikan akan dipakai. Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang.


Yang harus diperhatikan adalah proses penerimaan maupun penolakan hipotesis
merupakan sebuah proses kognitif bukan termasuk tindakan behavior.

Dalam proses pengambilan keputusan dalam persepsi, ada 4 tahap


pengambilan keputusan:
1. Kategorisasi primitive, di mana objek atau peristiwa yang diamati diisolasi dan
ditandai berdasarkan ciri-ciri khusus.
2. Mencari tanda (cue search), di mana peneliti secara tepat memeriksa
lingkungan untuk mencari informasi-informasi tambahan untuk
memungkinkannya melakukan kategorisasi yang tepat.
3. Konfirmasi, terjadi setelah objek mendapatkan penggolongan sementaranya.
Pada tahap ini peneliti tidak lagi terbuka untuk sembarang masukan, melainkan ia
hanya menerima tambahan informasi yang akan memperkuat konfirmasi
keputusannya. Masukan-masukan yang tidak relevan dihindari.
4. Konfimasi tuntas, di mana pencarian tanda-tanda diakhiri. Tanda-tanda baru
diabaikan dan tanda-tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan juga
diabaikan.
Sebelum penelitian dilakukan harus mempunyai dugaan-dugaan sebagai
kesimpulan sementara (hipotesis) dari informasi-informasi yang telah diperoleh
baik dari pengalaman maupun bukan sebagai kofirmasi dari penelitian.

C. Vicarious Trial and Error

Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam kebingungan (jalan simpang


siur). Sehingga ia bisa memanfaatkannya sebagai pendukung untuk menafsirkan
teori belajarnya. Seekor tikus sering berhenti pada suatu titik tertentu dan
memandang sekelilingnya seolah-olah berpikir tentang berbagai alternatif yang
ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan memandang sekelilingnya) yang disebut
Tolman sebagai Vicarious Trial and Error, sehingga organisme itu bisa membuat
kesimpulan sendiri dari berbagai kegiatan yang telah dilakukannya.

Jadi belajar itu terjadi dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan


sehingga memperoleh pengalaman dan belajar terjadi dari kesalahan-kesalahan
8

yang dilakukan sampai akhirnya memperoleh titik optimal ataupun kesempurnaan


dari kegiatan-kegiatan yang sebelumnya telah dilakukan. Hal ini terjadi pada
semua pembelajaran begitu juga dalam hal olahraga yang banyak mengutamakan
keterampilan gerak.

D. Learning Versus Performance

Hull membedakan antara learning dan performance. Pada akhir teorinya, Hull


menyatakan bahwa banyaknya jumlah percobaan (trial) yang diperbuat
merupakan satu-satunya variable belajar. Sedangkan variabel-variabel lainnya,
yang ada dalam sistemnya merupakan variable perantara (performance).
Sehingga performance dapat dimaksudkan sebagai perwujudan belajar ke dalam
prilaku. Hal seperti ini penting bagi Hull, dan lebih penting lagi bagi Tolman. 

Menurut Tolman, kita mengetahui banyak hal tentang lingkungan di sekitar


kita, akan tetapi, kita hanya akan melaksanakan informasi atau pengetahuan itu
ketika kita harus melakukannya. Dalam status kebutuhan (need), organisme
memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya hingga sampai pada real testing yang
bisa mengurangi kebutuhan itu. Misalnya, ada dua kran air dalam rumah kita,
dalam jangka waktu yang lama, kita tidak pernah memperhatikan atau
meminumnya hingga suatu saat terasa sangat haus. Secara spontan kita akan
meminum salah satu dari keduanya. Dari sini, kita akan mengetahui bagaimana
menemukan air minum itu tanpa harus menunggu hingga terasa haus. 

E. Latent Learning

Latent learning (pembelajaran laten) adalah pembelajaran yang tidak langsung


dalam kinerja seseorang. Dengan kata lain, pembelajaran laten merupakan suatu
jenis pembelajaran dimana hasil pembelajaran tersebut tidak langsung terlihat; hal
ini terjadi tanpa suatu penguatan yang nyata. Konsep tentang latent
learning sangat penting bagi Tolman, dan dia merasa sukses dalam
mendemonstrasikan eksistensinya.
Teori Belajar Edward C. Tolman – Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh
Tolman dan Honzik (1930) melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba
9

belajar untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan yang simpang siur).
Kelompok pertama, tidak pernah mendapatkan atau menemui makanan saat
melintasi jalan yang simpang siur itu. Kelompok kedua, selalu diberi makanan di
ujung labirin. Sedang kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11
mengadakan percobaan. Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman.
Teorinya tentang latent learning meramalkan bahwa kelompok ini akan belajar di
simpang siur jalan itu, sama halnya dengan kelompok yang secara teratur
diperkuat. Dan ketika penguatan (reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11,
kelompok ini akan melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus
diperkuat (reinforced).

F. Reinforcement Expectancy

Menurut Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa “situasi”.


Term understanding selalu ada hubungannya dengan Tolman sebagaimana para
behavioris. Dalam situasi problem-solving, kita belajar untuk memperoleh cara
yang paling paktis. Kita belajar untuk mengharapkan terjadinya persitiwa tertentu,
mengikuti peristiwa yang lain. Seekor binatang mengharapkan jika ia pergi ke
suatu tempat tertentu, maka ia akan menemukan reinforcer tertentu. Manurut pada
ahli teori S-R, bahwa merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan
mengganggu prilaku sepanjang kuantitas reinforcement tidak dirubah secara
drastis. Sedangkan menurut Tolman, ia memprediksikan, jika reinforcer dirubah,
prilaku akan terganggu, karena reinforcement expectancy merupakan bagian dari
apa yang diharapkan
10

2.3 Enam Jenis Belajar

Teori Belajar Edward C. Tolman – Dalam artikel “There is more than one
kind of learning,” Tolman mengusulkan enam jenis belajar. Ringkasnya adalah
sebagai berikut: 

A. Cathexis (jamak),  adalah tendensi belajar untuk mengasosiasikan


objek tertentu dengan keadaan dorongan tertentu. Misalnya, ada
makanan tertentu untuk memuaskan dorongan lapar dari seseorang
yang tinggal disuatu Negara. Oaring yang tinggal di daerah dimana
biasanya makan ikan itu sudah menjadi kebiayasaan cenderung akan
mencari ikan untuk menghilangkan laparnya. Orang-orang ini mungkin
tidak menyukai daging sapi atau spageti karena, menurut mereka,
makanan itu tidak diasosiasikan dengan pemuasan dorongan rasa
lapar. 
B. Keyakinan Ekuivalensi, Ketika sebuah "sub goal" mempunyai
pengaruh yang sejenis dengan dirinya, maka sub goal itu dikatakan
mendasari sebuah equivalence belief. Hal seperti ini hampir sesuai
dengan yang disebut oleh para ahli teori S-R sebagai secondary
reinforcement. Tolman (1949) menganggap bahwa jenis belajar ini
termasuk dalam typical "social drives" dari pada physiological drives.
Misalnya, Seorang atlet olahraga yang belajar pada fakultas ataupun
akademi olahraga, maka dengan jelas dapat ditunjukan dengan minat,
kebutuhan dan menerima pembelajaran tanpa harus menanyakan
tentang kualitas nilai belajar dan juga tanpa menanyakan
tentang equivalence belief. Di sini ada sedikit perbedaan antara
Tolman dan para ahli teori S-R, kecuali pada sebuah fakta di mana
Tolman menyebut "love reduction" sebagai reinforcement, dan para
teori S-R lebih suka menyebutnya sebagai penurunan drive.
C. Field Expectancies, Ini dikembangkan dengan cara yang sesuai
menurut perkembangan peta kognitif. Sebuah organisme belajar
tentang objek dan fungsinya. Ketika melihat suatu tanda tertentu ia
11

mengharapkan sign yang lain akan mengikutinya. Pengetahuan umum


tentang lingkungan digunakan untuk menerangkan latent
learning dan place learning. Hal seperti ini bukan merupakan S-R
learning melainkan S-S learning atau sign-sign learning. Dicontohkan
seorang mahasiswa yang melihat sign untuk belajar, setelah memiliki
bekal ilmu yang cukup ia berharap untuk bisa menjadi model
pembelajaran untuk yang lainya. Satu-satunya "reinforcement"  yang
penting untuk jenis belajar seperti ini adalah konfrmasi sebuah
hipotesis.
D. Field-Cognition Modes,Jenis belajar seperti ini kurang diminati oleh
Tolman. Ini adalah sebuah strategi, cara pendekatan untuk
situasi problem-solving. Hal ini merupakan sebuah tendensi untuk
menyusun perceptual field dalam bentuk tertentu. Tolman mencurigai
bahwa kecenderungan ini adalah bawaan, tetapi bisa dimodifikasi
dengan pengalaman. Sesungguhnya hal paling utama pada strategi
yang bekerja dalam pemecahan masalah adalah akan dicoba pada
situasi yang sama pada masa yang akan datang. Seperti itulah field
cognitionmodes yang efektif, atau problem-solving, yaitu
memindahkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan.
Pengalaman belajar akan digunakan atau di uji pada situasi yang akan
datang.
E. Drive Discrimination, hanya mengacu kepada fakta bahwa organisme
dapat menentukan status drive mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka
mampu merespon sewajarnya. Contohnya, Seorang mahasiswa Pasca
Sarjana Ilmu Keolahragaan dibebaskan untuk menentukan program
jurusannya, memilih Olahraga Usia Dini maupun Kesehatan Olahraga.
F. Motor Patterns, Tolman menunjukkan bahwa teorinya sebagian besar
itu terkait dengan ide asosiasi bukan terkait dengan ide yang
berhubungan dengan perilaku. Motor patern learning ini merupakan
suatu usaha untuk memecahkan sebuah masalah. Tolman menerima
interpretasi Guthrie tentang bagaimana respon bisa menjadi hubungan
dengan stimuli.
12

2.4 Percobaan Terhadap Tikus

Teori Belajar Edward C. Tolman – Bisa dikatakan bahwa Tolman bukan satu-
satunya orang di kalangan teoretisi  yang memberikan perhatian lebih pada
perilaku hewan dibandingkan pada manusia. (Hal ini juga bisa dilihat pada Kohler
dalam salah satu tahapan persepsi manusia juga.) dalam hal tertentu, pilihan ini
juga mencerminkan factor penyebab yang menuntun kalangan behavioris untuk
meneliti hewan: hewan lebih simple dan lingkungan mereka lebih mudah
dikontrol.

Hal ini juga mencerminkan keinginan Tolman untuk menunjukkan bahwa


system kognitif bisa bersifat objektif dan tidak perlu bergantung sama sekali pada
apa yang dikatakan oleh individu. Tolman sendiri dengan gaya tulsannya yang
terus terang menyodorkan kemungkinan alasan yang ketiga. Ia mengatakan bahwa
para psikolog biasanya berangkat dari keinginan untuk memecahkan masalah-
masalah besar kehidupan manusia, namun kemudian merasa gamang setelah
membayangkan konsekuensi dari tugas besar semacam itu dan akhirnya lebih
memilih mengamankan diri dengan mengkaji segi-segi tertentu, perilaku
pembelajaran tikus misalnya.

2.5 Pendapat Tolman Tentang Pendidikan

Dalam banyak hal, Tolman dan Gestalt sepakat mengenai pendidikan. keduanya
menekankan pentingnya pemikiran dan pemahaman. Menurut Tolman murid
perlu melakukan tes hipotesis dalam situasi problem. Ia juga mengatakan bahwa
belajar bukan hanya soal memberi respon atau strategi yang benar, tatapi juga
menghilangkan respos atau strategi yang salah. Sedangkan guru bertindak sebagai
konsultan yang membantu siswa dalam menjelaskan dan mengkonfirmasi atau
menolak hipotesis. Seperti teoritisi Gestalt, Tolman juga menunjukkan bahwa
siswa semestinya dihadapkan pada topic dan berbagai sudut pandang yang
berbeda. Proses ini akan memungkinkan siswa untuk mengembangkan peta
kognitif yang akan dipakai untuk menjawab pertanyaan tentang topic tertentu dan
topic lainnya.
13

2.6 Teori Pemrosesan Informasi

Belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku seseorang dalam situasi


tertentu yang disebabkan oleh “pengalaman berulang” terhadap situasi tersebut.
Dalam tinjauan psikologi kognitif belajar diartikan sebagai The process of
acquiring knowledge  (proses memperoleh pengetahuan). Pengalaman yang
dimaksud adalah pengalaman hidup yang dialami oleh si pelajar agar menjadi
mandiri. Belajar erat kaitannya dengan pengembangan kognitif (penguasaan
intelektual), afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai)
dan psikomotorik (keterampilan bertindak atau berprilaku). Dalam pandangan
pakar psikologi belajar kognitifis, keberhasilan belajar di ukur oleh kematangan
kognisi si pelajar, dalam hal ini otak sebagai organ tubuh yang berkaitan dengan
intelejensi, menjadi sangat dominan sebagai pusat memori
Teori pembelajaran pemrosesan informasi adalah bagian dari teori belajar
sibernetik. Secara sederhana pengertian belajar menurut teori belajar sibernetik
adalah pengolahan informasi. Dalam teori ini, seperti psikologi kognitif, bagi
sibernetik mengkaji proses belajar  penting dari hasil belajar, namun yang lebih
penting  dari kajian proses belajar itu sendiri adalah sistem informasi, sistem
informasi inilah yang pada akhirnya akan menentukan proses belajar.
Teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang
ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Asumsi ini
didasarkan pada suatu pemahaman yaitu cara belajar sangat ditentukan oleh
sistem informasi. Dengan penjelasan saat seorang siswa dapat memperoleh
informasi dengan satu proses dan siswa yang lain juga dapat memperoleh
informasi yang sama namun dengan proses belajar yang berbeda.
Pemrosesan informasi itu sendiri secara sederhana dapat diartikan suatu
proses yang terjadi pada peserta didik untuk mengolah informasi, memonitornya,
dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut dengan inti
pendekatannya lebih kepada proses memori dan cara berpikir. Dalam teori
pemrosesan informasi, terdapat beberapa model mengajar yang akan mendorong
pengembangan pengetahuan dalam diri siswa dalam hal mengendalikan stimulus
yaitu mengumpulkan dan mengorganisasikan data, menyadari dan memecahkan
masalah, mengembangkan konsep sehingga mampu menggunakan lambang verbal
14

dan non verbal dalam penyampaiannya. Bahkan orientasi utama pada modelnya
mengarah kepada kemampuan siswa  dalam mengolah, menguasai informasi
sehingga dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan yang akan didapatkannya.
Model proses belajar yang dikembangkan oleh Gagne didasarkan pada teori
pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut:
- Rangsangan yang diterima panca indera akan disalurkan ke pusat syaraf dan
diproses sebagai informasi.
-  Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam
memori jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.
- Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan
dapat diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.
Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar. Fase-fase
itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa
atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran
siswa. Kejadian-kejadian belajar itu akan diuraikan dibawah ini, yaitu: 
1. Fase motivasi: siswa yang belajar harus diberi motivasi untuk memanggil
informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
2.   Fase pengenalan: siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian
yang esensial dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi.
3. Fase perolehan: apabila siswa memperhatikan informasi yang relevan,
maka ia telah siap untuk menerima pelajaran.
4.  Fase retensi: informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari
memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi
melalui penggulangan kembali
5.  Fase pemanggilan: pemanggilan dapat ditolong dengan memperhatikan
kaitan-kaitan antara konsep khususnya antara pengetahuan baru dengan
pengetahuan sebelumnya.
6. Fase generalisasi: biasanya informasi itu kurang nilainya, jika tidak dapat
diterapkan diluar konteks di mana informasi itu dipelajari.
7. Fase penampilan: tingkah laku yang dapat diamati. Belajar terjadi apabila
stimulus mempengaruhi individu sedemikan rupa sehingga
15

performancenya berubah dari situasi sebelum belajar kepada situasi


sesudah belajar.
8. Fase umpan balik: para siswa harus memperoleh umpan balik tentang
penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum
mengerti tentang apa yang diajarkan.

2.7 Model Pemrosesan Informasi

Pada hakikatnya model pembelajaran dengan pemerosesan informasi didasarkan


pada teori belajar kognitif. Model pembelajaran tersebut berorientasi pada
kemampuan siswa memproses informasi dan sistem yang dapat memperbaiki
kemampuan belajar siswa. Pemrosesan informasi menunjuk kepada cara-cara
mengumpulkan atau menerima stimulus dari lingkungan, mengorganisasi data,
memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah serta
menggunakan simbol-simbol verbal dan non-verbal.

Proses informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi


(encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge) dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informas-informasi yang telah disimpan dalam ingatan
(retrival). Teori belajar pemerosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar
merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.

Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori. Sistem


syaraf menggunakan kode internal yang merepresentasikan stimulus eksternal.
Dengan cara ini representasi objek/kejadian eksternal dikodekan menjadi
informasi internal dan siap disimpan.

Storage adalah informasi yang diambilkan dari memori jangka pendek


kemudian diteruskan untuk diproses dan digabungkan ke dalam memori jangka
panjang. Namun tidak semua informasi dari memori jangka pendek dapat
disimpan. Kunci penting dalam penyimpanan di memori jangka panjang adalah
adanya motivasi yang cukup untuk mendorong adanya latihan berulang hal-hal
dari memori jangka pendek.
16

Retrieval adalah hasil akhir dari proses memori. Mengacu pada


pemanfaatan informasi yang disimpan. Agar dapat diambil kembali, informasi
yang disimpan tidak hanya tersedia tetapi juga dapat diperoleh karena meskipun
secara teoritis informasi yang disimpan tersedia tetapi tidak selalu mudah untuk
menggunakan dan menempatkannya.
Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang
faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya
diamksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya
dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan
yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-
hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.

Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi berikut


Antara stimulus dan respon berpijak pada asumsi, yaitu:
1. Pemrosesan informasi ketika pada masing-masing tahapan dibutuhkan
sejumlah waktu tertentu
2.   Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk ataupun isinya
3. Salah satu tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.

Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen, yaitu


komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol).
Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan
fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya ”lupa”. Ketiga
komponen tersebut adalah sebagai berikut :
A.  Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor adalah sel tempat pertama kali informasi diterima dari
luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi
hanya bertahan dalam waktu yang sangat singkat dan mudah tergangu atau
berganti.
B. Working Memory (WM)
17

Working Memory diasumsikan mampu menangkap informasi yang


mendapat perhatian individu, perhatian dipengaruhi oleh persepsi.
Karekateristik Working Memory  adalah memiliki kapasitas terbatas
(informasi hanya mampu bertahan 15 detik jika tidak diadakan
pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari
stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM,
upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan
pengulangan.
C. Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory diasumsikan:
1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu,
2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan
3) bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah
terhapus atau hilang. Sedangkan lupa adalah proses gagalnya
memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Tennyson
mengemukakan proses penyimpanan informasi merupakan proses
mengasimilisasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang telah
dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dadar pengetahuan.

Pada taraf aplikasi, teori sibernetik dalam pembelajaran telah banyak


dikembangkan, diantarannya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi
pada pemrosesan informasi. Berdasarkan pendekatan ini Reigeluth, Bunderson,
dan Merril mengembangkan strategi penataan isi atau materi pembelajaran
berdasarkan empat hal, yakni pemilihan, penataan urutan, rangkuman dan sintesis.
Teori pemrosesan informasi memiliki keunggulan dalam strategi
pembelajaran, yaitu sebagai berikut :
1. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
2.  Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3.  Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4.  Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin
dicapai
18

5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang


sesungguhnya
6. Kontrol belajar memungkinkan belajaar sesuai irama masing-masing
individu
7.  Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang
tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk
kerja yang diharapkan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori Belajar Edward C. Tolman jika kita memandang kemampuan Tolman


memasukkan aspek-aspek terbaik behaviorisme ke dalam teori kognitif, luasnya
variable yang ia gunakan, kita bisa menyimpulkan bahwa  Tolman adalah teoritisi
pembelajaran terbesar, diantara para teoritisi yang telah kita bahas. Dalam
konsepsinya, teorinya mungkin yang terbaik yang pernah ada. Jika melihat
pembahasan belajar laten oleh Tolman dan Honzik, eksperimen jalur teka-teki
melingkar oleh Tolman, Ritchie dan Kalish yang menunjukkan bahwa tikus dapat
belajar relasi spasial dan respon sederhana, telah diidentifikasikan sebagai perintis
studi tentang kognisi komparatif dewasa ini. Penelitian Tolman tentang belajar
spasial (ruang) dan peta kognitif masih menjadi pedoman riset terhadap belajar
ruang pada manusia non manusia.

Teori pemprosesan informasi menyatakan bahwa hanya sedikit informasi


yang dapat diolah dalam memori kerja setiap saat. Terlalu banyak elemen bisa
sangat membebani memori kerja sehingga menurunkan keefektifan pengolahan
informasi. Jika penerima diharuskan membagi perhatian mereka diantara, dan
mengintegrasikan secara mental dua atau lebih sumber-sumber informasi yang
berkaitan misalnya, teks dan diagram, proses ini mungkin menempatkan suatu
ketegangan yang tidak perlu pada memori kerja yang terbatas dan menghambat
pemerolehan informasi.

Proses informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi


(encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge) dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informas-informasi yang telah disimpan dalam ingatan
(retrival). Dan proses ini lebih menunjukkan pengolahan pada proses yang terjadi
dalam memory. Sehingga kemudian kekuatan memory ini dibagi menjadi dua
yaitu memory jangka pendek dan memory jangka panjang. Ini kemudian muncul
bahwa dalam suatu memory ada yang hanya mampu menampung informasi dalam
jangka waktu tertentu.        

19
20

3.2 Saran

Diantara hal-hal yang menjadi kekurangan Tolman adalah teorinya tidak mudah
diteliti secara empiris, teorinya banyak menggunakan variabel individual, bebas
dan intervening yang sulit untuk dijelaskan semuanya. Tolman mendiskusikan
jenis hukum yang dibutuhkan psikologi, namun ia tidak pernah mengembangkan
hukum-hukum ini. Ia melakukan eksperimen-eksperimen untuk menunjukkan
bahwa rumusan-rumusan kognitif itu lebih baik, namun eksperimenya mengenai
rumusan kognitif ini tidak cukup teliti sehingga tidak bisa digunakan untuk
memprediksi. Ia menyediakan kerangka kognitif untuk menginterprestasi
pembelajaran, namun ia tidak memberikan hokum-hukum pembelajaran mendetail
seperti pada Skinner atau teori yang teliti seperti pada Hull, atau prinsip umum
pembelajaran seperti pada Gutrhie.
DAFTAR PUSAKA

Arif Mustofa, M. Thobroni, 2012. “Belajar & Pembelajaran: Pengembangan


Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: Ar
Ruzz Media

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran, cet.1 Jakarta: Rineka


Cipta

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar, Bandung: Sinar Baru

Algesindo

Syah, Muhibbin.  2003. Psikologi Belajar, Jakarta: Raja Grapindo Persada

21

Anda mungkin juga menyukai