Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 4

BIMBINGAN DAN KONSELING


LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING

DOSEN :
Drs. Taufik, M.Pd,. Kons.

OLEH :

Nama : Shania Andrisa Putri


Nim : 19006043

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Uraian tentang landasan psikologis mengemukakan berbagai hal pokok yang amat besar
pengaruhnya terhadap pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu tentang tingkah laku, motif dan
motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan dan tugas-tugas perkembangan, belajar
dan penguatan, dan kepribadian. Tentang landasan ilmiah dan teknologis dibahas secara garis
besar keilmuan bimbingan dan konseling, peranan ilmu-ilmu lain dan teknologi, serta peranan
penelitian dalam pengembangan bimbingan dan konseling.

Tujuan

Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat memahami dan memiliki wawasan
tentang:

1. Landasan filosofis tentang hakikat manusia dan implikasinya dalam pelayanan


bimbingan dan konseling.
2. Landasan religius dan implikasinya dalam pemuliaan kemanusiaan manusia melalui
pelayanan bimbingan dan konseling.
3. Landasan psikologis dan implikasi berbagai aspek psikologis itu dalam pelayanan
bimbingan dan konseling.
4. Landasan sosial budaya dan implikasinya dalam pelayanan bimbingan dan konseling
pada umumnya, khususnya dalam bimbingan dan konseling antarbudaya.
5. Landasan ilmiah dan teknologi serta implikasinya dalam pengembangan pelayanan
bimbingan dan konseling.
6. Landasan pedagogis yang mewarnai seluruh kerangka beras, proses, dan tujuan
bimbingan dari konseling.

A. Landasan Filosofis

Kata filosofi atau filsafat berasal dari bahasa Yunani: philos berarti cinta, dan shopos berarti
bijaksana. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Lebih luas, kamus Webster
New Universal memberikan pengertian bahwa filsafat merupakan ilmu yang mempelajari
kekuatan yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau
hukum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan
kenyataan, termasuk ke dalamnya studi tentang estetika, etika, logika, metafisika, dan lain
sebagainya. Dengan kata lain, filsafat merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-
luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya tentang sesuatu.
Tidak ada lagi pemikiran yang lebih dalam, lebih luas, lebih tinggi, lebih lengkap ataupun lebih
tuntas daripada pemikiran filosofis.

Pemikiran yang paling dalam, paling luas, paling tinggi, dan paling tuntas itu mengarah
kepada pemahaman tentang hakikat sesuatu. Sesuatu yang dipikirkan itu dikupas, diteliti, dikaji
dan direnungkan segala seginya melalui proses pemikiran yang selurus-lurusnya dan setajam-
tajamnya sehingga diperoleh pemahaman menyeluruh tentang hakikat keberadaan dan keadaan
sesuatu itu. Hasil pemikiran yang menyeluruh itu selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk
bertindak berkenaan dengan sesuatu yang dimaksudkan itu. Karena tindakan yang dilakukan itu
didasarkan atas pemahaman yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya,
selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya itu maka tindakan itu tidak gegabah atau bersifat
acak yang tidak tentu ujung pangkalnya.

Para penulis Barat telah banyak yang mencoba untuk memberikan deskripsi tentang hakikat
manusia (antara lain dalam Patterson, 1966,Alblaster&Lukes, 1971; Thompson & Rudolph,
1983). Beberapa di antara deskripsi tersebut mengemukakan.

a) manusia adalah makhluk rasional yang mampu berpikir dan mem- pergunakan ilmu
untuk meningkatkan perkembangan dirinya
b) manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, khususnya apabila
ia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya
c) manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri,
khususnya melalui pendidikan
d) manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk; dan hidup berarti
upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol
keburukan.

2. Tujuan dan Tugas Kehidupan

Adler (1954) mengemukakan bahwa tujuan akhir dari kehidupan psikis adalah "menjamin" terus
berlangsungnya eksistensi kehidupan kemanusiaan di atas bumi, dan memungkinkan
terselesaikannya dengan aman perkembangan manusia. Sedangkan Jung (1958) melihat bahwa
kehidupan psikis manusia mencari keterpaduan, dan di dalamnya terdapat dorongan instinktual
ke arah keutuhan dan hidup sehat (dalam Witner & Sweeney, 1992). Lebih jauh, sebagai
kesimpulan dari hasil studinya tentang ciri-ciri manusia yang hidupnya sehat, Maslow (dalam
Witner & Sweeney, 1992) menegaskan bahwa daya upaya yang keras untuk terciptanya hidup
yang sehat merupakan kecenderungan yang bersifat universal dalam kehidupan manusia. Dalam
kaitan itu semua, Witney& Sweeney (1992) mengajukan suatu model tentang kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup serta upaya mengembangkan dan mempertahankannya sepanjang hayat.
Kedua pemikir tersebut mengemukakan ciri-ciri hidup sehat sepanjang hayat dalam lima kategori
tugas kehidupan, yaitu berkenaan dengan spritualitas, pengaturan diri, pekerjaan, persahabatan,
dan cinta.

 Tugas kehidupan 1: Spiritualitas

Dalam kategori ini terdapat agama sebagai sumber inti bagi hidup sehat. Agama sebagai sumber
moral, etika dan aturan-aturan formal berfungsi untuk meiindungi dan melestarikan kebenaran
dan kesucian hidup manusia. Karakter dan gaya hidup perorangan dikembangkan dengan
memperhatikan keharmonisan dengan Sang Maha Kuasa.
 Tugas kehidupan 2: Pengaturan Diri

Seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada dirınya terdapat sejumlah ciri, termasuk rasa diri
berguna; pengendalian diri; pandangan realistik; spontanitas dan kepekaan emosional;
kemampuan rekayasa intelektual; pemecahan masalah; dan kreativitas; kemampuan berhumor;
kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat. Dengan ciri-ciri tersebut seseorang akan mampu
mengauordinasikan hidupnya dengan pola tingkah laku yang bertujuan, tidak sekadar acak
ataupun seadanya, melalui pengarahan, pengendalian dan pengelolaan diri sendiri demi
peningkatan dirinya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat luas.

 Tugas kehidupan 3: Bekerja

Dengan bekerja, seseorang akan memperoleh keuntungan ekonomis (termasuk sumber keuangan
untuk membelanjai hidup sehari-hari, untuk mengejar sukses yang lebih tinggi, dan untuk modal
bagi pemanfaatan penggunaan waktu senggang, rekreasi, dan pemeliharaan kesehatan);
keuntungan psikologis (menimbulkan rasa percaya diri, pengendalian dan perwujudan diri,
merasa berguna); dan keuntungan sosial (merupakan tempat bertemu dengan orang lain,
memiliki status, dan persahabatan); yang kesemuanya itu akan menunjang kehidupan yang sehat
bagi diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya, seseorang yang tidak mau dan/atau tidak mampu
bekerja biasanya adalah orang yang kurang berani menghadapi tantangan untuk mencapai
kebahagiaan hidup. Ketidakmampuan menjalani tugas kehidupan ini oleh Dreikurs dianggap
sebagai suatu gejala sakit yang cukup serius.

B. Landasan Religius.

Pada bagian terdahulu telah dikemukakan beberapa unsur-unsur keagamaan terkait erat dalam
hakikat, keberadaan, dan perikehidupan kemanusiaan. Dalam pembahasan lebih lanjut tentang
landasan religius bagi layanan bimbingan dan konseling perlu ditekankan tiga hai pokok, yaitu:

a. keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan.
b. sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah dan
sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan
c. upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana
dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan
yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan
pemecahan masalah individu.

Manusia Sebagai Makhluk Tuhan :

1. Keyakinan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan menekankan pada ketinggian derajat dan
keindahan makhluk manusia itu serta peranannya sebagai khalifah di muka bumi. Derajat dan
keberad ang paling mulia.

2. Sikap Keberagamaan
Kehidupan beragama merupakan gejala yang universal. Pada bangsa- bangsa dan kelompok-
kelompok manusia dari zaman ke zaman senantiasa dijumpai praktek-praktek kehidupan
keagamaan. Makna "keagamaan itu sangat beraneka ragam (terentang dari paham-paham
animisme, politeisme, sampai monoteisme) dan dalam banyak seginya diwarnai oleh dan bahkan
ada yang terpadu menjadi satu dengan unsur-unsur dikembangkan oleh manusia sendiri.

3. Peranan Agama

Studi tentang gejala keagamaan, khususnya sebagai gejala psikologis, telah menjadi pusat
perhatian para ahli. Seperti Stanley Hall, sejak abad ke-19. Lebih jauh studi tersebut diarahkan
kepada peranan agama bagi pekerjaan para ahli kesehatan jiwa (psikolog). Pada tahun 1965 Dr.
John G.Fink mendirikan lembaga pendidikan pasca sarjana psikologi yang kurikulumnya
meliputi teori dan praktek mengenai hubungan antara agama dan psikologi (dalam Clark,
Malony, Daane &Tippet, 1973). Kajian tentang hubungan agama dan psikologi ini didasarkan
pada asumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengalami peristiwa-
peristiwa keagamaan pada dirinya, namun kemampuan itu sering kali tidak termanfaatkan.

C. Landasan Psikologis Psikologi

merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis dalam bimbingan dan
konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran
layanan (klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah
tingkah laku klien, yaite tingkah laku klien yang perlu diubah atau dikembangkan apabila ia
hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang
dikehendakinya. Apakah tingkah laku individu itu? Secara sederhana dapat diberi batasan bahwa
tingkah laku adalah gerak-hidup individu yang dapat dirumuskan dalam bentuk kata kerja.
Segenap kata kerja yang dapat dijumpai di dalam kamus bahasa dan kata kerja bentukan
menggambarkan tingkan laku tertentu. Jenis dan jumlah tingkah laku manusia terus berkembang
sesuai dengan perkembangan budaya mereka.

Tingkah laku individu tidak terjadi dalam keadaan kosong, melainkan mengandung latar
belakang, latar depan, sangkut-paut, dan isi tertentu. Lagi pula, tingkah laku itu berlangsung
dalam kaitannya dengan lingkungan tertentu yang mengandung di daiamnya unsur-unsur waktu,
tempat, dan berbagai kondisi lainnya. Suatu tingkah laku merupakan perwujudan dari hasil
interaksi antara keadaan interen individu dan keadaan ekstern lingkungan.

Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologi perlu
dikuasai, yaitu tentang:

(1) motif dan motivasi,

(2) pembawaan dasar dan lingkungan,

(3) perkembangan individu,


(4) belajar, balikan dan penguatan, dan

(5) kepribadian.

1. Motif dan Motivasi

Motif adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku, Dorongan ini hidup pada
diri seseorang dan setiap kali mengusik serta menggerakkan orang itu untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang terkandung di dalam dorongan itu sendiri. Dengan demikian, suatu
tingkah laku yang didasarkan pada motif tertentu tidaklah bersifat sembarangan atau acak,
melainkan mengandung isi atau tema sesuai dengan motif yang mendasarinya.

2. Pembawaan dan Lingkungan

Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa yang
dibawa sejak lahir itu sering disebut pembawaan. Dalam artinya yang luas pembawaan meliputi
berbagai hal, seperti warna kulit, bentuk dan warna rambut, golongan darah, kecenderungan per-
tumbuhan fisik, minat, bakat khusus, kecerdasan, kecenderungan ciri-ciri kepribadian tertentu.
Kerentanan terhadap penyakit tertentu sering kali juga dikaitkan dengan pembawaan.
Pembawaan itu diturunkan melalui pembawa sifat yang terbentuk segera setelah sel telur dari ibu
bersatu dengan sel sperma dari ayah pada saat konsepsi.

3. Perkembangan Individu

Sejak ditakdirkan ada itu berkembang menjadi janin, janin menjadi bayi, bayi lahir ke dunia;
terus berkembang menjadi anak kecil, anak usia SD, remaja, dewas, akhirnya manusia usia
lanjut. Dengan demikian jelas bahwa per- kembangan individu itu tidak sekali jadi, melainkan
bertahap berkesinambungan. Masing-masing aspek perkembangan, seperti perkembangan
kognitif/kecerdasan, bahasa, moral, hubungan sosial, fisik, kemampuan motorik memiliki tahap-
tahap perkembangannya sendiri. Di samping itu, hukum-hukum perkembangan berlaku bagi
perkembangan segenap aspek itu secara menyeluruh, termasuk di dalamnya peranan faktor-
faktor pembawaan dan lingkungan.

4. Belajar, Balikan, dan Penguatan

Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Peristiwa belajar
terentang dari bentuk-bentuk belajar yang ditandai oleh perubahan tingkah laku yang amat
sederhana sebagai hasil latihan singkat sampai dengan proses mental tingkat tinggi. Topik
tentang belajar menjadi materi dasar dan pokok dari pembahasan psikologi, bahkan menjadi inti
dalam paparan tentang persepsi dan berpikir; kemampuan dan imajinasi, berargumentasi, dan
menilai/mempertimbangkan; sikap, ciri-ciri kepribadian, dan sistem nilai; serta perkembangan
dan organisasi kegiatan yang membentuk kepribadian individu (Marx &Bunch, 1977).

5. Kepribadian
Sering dikatakan bahwa ciri seseorang adalah kepribadiannya. Dalam khasanah psikologi
rumusan yang satu tentang kepribadian agaknya masih sulit dicapai. Mengenai pengertian
kepribadian ini, para ahli psikologi umumnya memusatkan perhatian pada faktor-faktor fisik dan
genetika, berpikir dan pengamatan, serta dinamika motivasi dan perasaan (Mussen &
Rosenzweiq, 1973). Sejumlah hasil studi memperlihatkan adanya hubung- an (meskipun
hubungan ini tidak terlalu tinggi) antara bentuk tubuh dengan ciri-ciri kepribadian, dan hasil
studi tentang anak kembar menunjukkan adanya pengaruh faktor-faktor genetik terhadap aspek-
aspek kepribadian. Demikian pula, pola berpikir (cognitif style) terkait pada ciri-ciri kepri-
llbadian.

D. Landasan Sosial Budaya

Dalam Bab I telah dikemukakan adanya dimensi-dimensi kemanusia- an. Salah satu dari dimensi
kemanusiaan itu adalah "dimensi kesosialan" Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah
dapat hidup seorang diri. Di mana pun dan bilamana pun manusia hidup senantiasa membentuk
kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin baik keselamatan, perkembangan,
maupun keturunan. Dalam kehidupan berkelompok itu, manusia harus mengembangkan
ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai anggota demi
ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa perangkat nilai,
norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi
sebagai rujukan hidup para pendukungnya.

1. Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya

Uraian terdahulu mengemukakan bahwa seorang individu tidak dapat hidup sendiri. Setiap anak,
sejak lahirnya harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tetapi juga tuntutan budaya di
tempat ia hidup, tuntutan budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan tingkah lakunya
sehingga sesuai dengan. pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut (McDaniel, 1956).

2. Bimbingan dan Konseling Antarbudaya

Sesuai dengan dimensi kesosialannya, individu-individu saling ber- komunikasi dan


menyesuaikan diri. Komunikasi dan penyesuaian diri antar- individu yang berasal dari latar
belakang budaya yang sama cenderung lebih mudah daripada antar mereka yang berasal dari
latar belakang yang berbeda. Ada lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi dan penyesuaian diri antarbudaya, yaitu sumber-sumfber berkenaan dengan
perbedaan bahasa, komunikasi non-verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasan
(Pedersen, dkk., 1976).
E. Landasan Ilmiah dan Teknologis

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki


dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun
pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara berkelanjutan.

1. Keilmuan Bimbingan dan Konseling

Ilmu, sering juga disebut ilmu pengetahuan", merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun
secara logis dan sistematiki Pengetahuan ialah sesuatu yang diketahui melalui pancaindra dan
pengolahan oleh daya pikir. Dengan demikian, ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai
pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik. Sebagai
iayaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling mempunyai objek kajiannya
sendiri, metode penggalian pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika
pemaparannya.

2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling

Pernah disebutkan, bimbingan dan konseling, sebagaimana juga pendidikan, merupakan ilmu
yang bersifat multireferensial, artinya ilmu dengan rujukan berbagai ilmu yang lain. Di muka
telah diuraikan betapa psikologi, ilmu pendidikan, dan filsafat memberikan sumbangan yang
besar kepada bimbingan dan konseling. Demikian juga dengan sosiologi membe ikan
pemahaman tentang peranan individu dalam berfungsinya masyarakat, keluarga, interaksi
antarindividu dalam kelompok; gabungan antara sosiologi dan ilmu ekonomi memberikan
pemahaman tentang kondisi status sosial-ekonomi individu; gabungan antara sosiologi,
antropologi dan kebudayaan memberikan pemahaman tentang latar belakang antropologi- sosial-
budaya klien; ilmu-ilmu kemasyarakatan dan lingkungan memberikan pemahaman tentang
interaksi timbal balik antara individu dan lingkungan; ilmu hukum, agama, dan adat-istiadat
memberikan pemahaman tentang nilai dan norma yang harus diikuti oleh individu dalam
menjalani kehidupannya di masyarakat; ilmu statistik dan evaluasi memberikan pemahaman dan
teknik-teknik pengukuran dan evaluasi karakteristik individu; biologi memberikan pemahaman
tentang kehidupan kejasmanian individu. Hal itu semua sangat penting bagi teori dan praktek
bimbingan dan konseling.

3. Pengembangan Bimbingan dan Konseling Melalui Penelitian

Bimbingan dan konseling, baik teori maupun praktek pelayanannya, bersifat dinamis dan
berkembang, seiring dengan berkembangnya ilmu- ilmu yang memberikan sumbangan dan
seiring pula dengan perkembangan budaya manusia pendukung pelayanan bimbingan dan
konseling itu. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi dapat
dikembangkan di belakang meja, melalui proses pemikiran dan perenungan, namun
pengembangan yang lebih lengkap dan teruji di dalam praktek ialah apabila pemikiran dan
perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian di lapangan. Pengembangan praktek
pelayanan bimbingan dan konseling, tidak boleh tidak harus melalui penelitian, bahkan kalau
dapat penelitian yang bersifat eksperimen. Dengan demikian melalui penelitian suatu teori dan
praktek bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan dan/atau
keefektifan/keefisienannya di lapangan.

F. Landasan Pedagogis

Setiap masyarakat, tanpa terkecuali, senantiasa menyelenggarakan pendidikan dengan berbagai


cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Boleh dikatakan bahwa pendidikan
itu merupakan salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi
osial (Budi Santoso, 1992).

Dengan reporduksi sosial itulah nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial yang melandasi
kehidupan masyarakat itu diwujudkan dan dibina ketangguhannya. Karena itu berbagai cara
dilakukan masyarakat untuk mendidik anggotanya, seperti menceritakan dongeng- dongeng
mitos, menanamkan etika sosial dengan memberitahu, menegur dan keteladanan, melalui
permainan, terutama yang memperkenalkan peran-peran soal, serta lain-lain kegiatan di antara
teman sebaya, dan kerabat. Kegiatan pendidikan itu kini meluas dilakukan di sekolah maupun
luar sekolah dengan menggunakan alat bantu yang didukung dengan teknologi modern. Pada
bagian ini pendidikan akan ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari tiga segi,
yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu
bentuk kegiatan pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan
pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.

1. Pendidikan Sebagai Upaya Pengembangan Individu Bimbingan

Merupakan Bentuk Upaya Pendidikan. Di depan telah dikemukakan bahwa pelayanan bimbingan
dan konseling berfokus pada manusia; bahkan dikatakan Bimbingan dari manusia, oleh manusia,
dan untuk manusia. Manusia yang dimaksud di sini adalah manusia yang berkembang, yang
terus-menerus berusaha mewujudkan keempat dimensi kemanusiaannya menjadi manusia
seutuhnya. Wahana paling utama untuk terjadinya proses dan tercapainya tujuan perkembangan
itu tidak lain adalah pendidikan.

2. Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling

Nugget 1981 mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari keterampilan dalam
pengambilan keputusan, pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru.
Dengan belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya; dengan
memperoleh hal-hal baru itulah klien berkembang

3 Pendidikan Lebih Lanjut Sebagai Inti Tujuan Bimbingan dan Konseling

Pendidikan merupakan upaya berkelanjutan. Apabila suatu kegiatan atau program pendidikan
selesai, individu tidak hanya berhenti di sana. lamaju terus dengan kegiatan dan program
pendidikan lainnya. Ibarat bola salju yang menggelinding, makin jauh menggelinding makin
besar. Proses pendidikan yang berhasil setiap kali memperkaya peserta didik dan makin
memantapkan pribadi peserta didik menuju manusia seutuhnya. Demikian pula dengan hasil
bimbingan dan konseling. Hasil pelayanan itu tidak hanya berhenti sampai pada pencapaian hasil
itu saja, melainkan perlu terus digelindingkan untuk mencapai hasil-hasil berikutnya. Namun,
berbeda dari pendidikan, individu yang berhasil dalam proses bimbingan dan konseling tidak
diharapkan segera memasuki program bimbingan dan konseling lainnya. Bahkan sebaliknya;
individu yang berhasil dalam bimbingan dan konseling itu diharapkan tidak perlu memasuki
program bimbingan dan konseling lagi ataupun mengambil program bimbingan lebih lanjut.
Oleh karena itu tidak dikenal istilah "bimbingan dan konseling berkelanjutan" dalam arti
membimbing individu yang sama terus-menerus.
Kepustakaan

Armanti, Herman, Prayitno. 2013. Dasar-Dasar Bimbingan dan konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hikmawati, Fenti. 2012. Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Wali Pers.
Sukardi, Dewa Ketut. 2010. PengantarPelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Tohirin. 2015. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai