NPM : 1506727116
Tanda Tangan :
ii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 27 Januari 2021
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang masa esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah serta kemudahan bagi penulis selama proses penulisan karya akhir ini. Melalui
kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orangtua saya serta tante saya (Reni Soewarso) yang sudah membantu secara
material dan moral kepada penulis.
2. Dr. Iqrak Sulhin S.Sos., M.Si. selaku dosen pembimbing dalam pengerjaan tugas
karya akhir.
3. Dr. Bagus Sudarmanto S.sos., M.Si., Dra. Mamik Sri Supatmi, M.Si., dan Bhakti
Eko Nugroho, M.A. selaku Penguji Ahli, Ketua Sidang, dan Sekretaris Sidang
yang telah memberikan masukan serta saran yang bermanfaat untuk tugas karya
akhir penulis.
4. Drs.Eko Hariyanto .M.Si. dan Herlina Permata Sari S.Sos., M.Crim. yang pernah
membimbing saya sebelumnya untuk penulisan Tugas Karya Akhir ini sebagai
pembimbing sebelumnya
5. Fashya Syafitri yang selalu memberikan perhatian dan dukungan terhadap penulis
secara mental dan serta moral semangat.
6. Ghiffari, Jovanka, Nandito, Krisanti, Sylvia, Salya, Belinda, Naufal, dan Arsenius
selaku teman-teman dekat penulis.
7. Teman-teman peminatan Kriminologi Jurnalistik; Ghiffari, Triasa, Belinda,
Destya dan Bimo.
8. Kriminologi angkatan 2015 yang telah menjadi teman terbaik selama masa
perkuliahan.
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Farhan Dzakwan Taufik
NPM : 1506727116
Program Studi : Kriminologi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis karya : Tugas Karya Akhir
“Framing Media Online Sebagai Bentuk Trial by the Press Studi Kasus: Jessica
Kumala Wongso di detik.com, Januari 2016 - Juni 2017”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 27 Januari 2021
Yang menyatakan,
v
ABSTRAK
Media massa memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat, media dapat
memberikan opini tersendiri terhadap suatu peristiwa terutama kejahatan, Vincent Sacco
(1955) menjelaskan bahwa media dapat melakukan kontekstualisasi terhadap suatu
peristiwa kejahatan melalui tiga aspek utama diantaranya; Collecting, Sorting, dan
Contextualization. Ketiga aspek tersebut berusaha untuk menjelaskan proses
kontekstualisasi berupa frame terhadap peristiwa yang ingin diangkat oleh media. Salah
satu contoh kasus yang memiliki unsur media framing adalah kasus pembunuhan Mirna
Wayan Salihin dengan menggunakan sianida dalam kopi, dengan tertuduh Jessica
Kumala Wongso. Beberapa penelitian sebidang menjelaskan bahwa dalam perjalanan
kasus ini terdapat framing yang dilakukan oleh media terhadap Jessica. Dalam
mengidentifikasi frame-frame tersebut tercipta perangkat analisis frame salah satunya
adalah model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Pan dan Kosicki menggunakan
perangkat ini untuk mengidentifikasi bagaimana realitas dari suatu isu permasalahan
sosial dikonstruksi oleh media. Hasil dari kajian ini ingin memperlihatkan bahwa proses
pembuatan berita oleh media (opini media) terhadap suatu peristiwa kejahatan dapat
mengonstruksi persepsi masyarakat terhadap kasus tersebut, yang dapat berujung pada
munculnya praktik trial by the press.
Kata Kunci: Trial by the press, Media framing, Framing, Frame analysis
vi
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Mass media has a strong influence in society, the media can provide its own
opinion on an event especially crime, Vincent Sacco (1955) explained that the media can
contextualize a crime through three main aspects including; Collecting, Sorting, and
Contextualization. These three aspects attempt to explain the contextualization process in
the form of a frame for the events the media wants to raise. One example of a case that
has elements of media framing is the murder case of Mirna Wayan Salihin using cyanide
in coffee, with the accused Jessica Kumala Wongso. Several studies in one level
explained that in the course of this case, there was a framing made by the media against
Jessica. In identifying the frames, a frame analysis tool was created, one of which is the
Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki model. Pan and Kosicki use this tool to identify
how the reality of a social problem issue is constructed by the media. The results of this
study want to show that the process of making news by the media (media opinion) on a
crime can construct public perceptions of the case, which can lead to the emergence of
trial by the press practice.
vii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Tabel 2.1 Empat Elemen Analisis Framing Model Pan dan Kosicki…………….……15
Tabel 4.1 Hasil analisis sampel 1…………………………………………………...…27
Tabel 4.2 Hasil analisis sampel 2…………………………………………………...…28
Tabel 4.3 Hasil analisis sampel 3…………………………………………………...…29
Tabel 4.4 Hasil analisis sampel 4…………………………………………………...…30
DAFTAR GAMBAR
ix
Universitas Indonesia
1 PENDAHULUAN
Media massa memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat, karena media dapat
mengubah persepsi masyarakat melalui konstruksi, seperti yang dijelaskan Nueman
dalam “The Concept of Powerful Mass Media” (Noelle-Neuman dalam Jochen Peter;
2004:164). Konstruksi persepsi masyarakat dibentuk melalui framing yang merupakan
strategi media di dalam mengolah suatu peristiwa menjadi artikel berita (Zhongdang Pan
dalam Eriyanto, 2012:292).
Dari pernyataan diatas lahirlah sebuah aturan dalam dunia jurnalisme, yaitu kode
etik jurnalis yang bertujuan untuk mengatur kekuatan media sebagai sebuah institusi
sosial. Kode etik tersebut berisi berbagai kesepakatan serta aturan para jurnalis dalam
meramu artikel berita. Namun, dalam realitanya banyak media melakukan pelanggaran
terhadap kode etik tersebut. Pada laporan dewan pers sendiri dalam jangka waktu tahun
2010 – 2017 memperlihatkan kenaikan signifikan pada pelanggaran; 1) pemberitaan yang
tidak berimbang, 2) pemberitaan yang mencampuradukkan fakta dan opini1. Dua jenis
pelanggaran tersebut menunjukan adanya Trial by the Press.
1
Aliansi Jurnalis Indonesia. 2017. Catatan Akhir Tahun AJI 2017.
https://aji.or.id/read/berita/747/catatan-akhir-tahun-aji-2017-tingginya-kasus-kekerasan-dan-
ancaman-phk.html (Diakses pada 25 November 2018)
1
Universitas Indonesia
2
Semua lingkup penjelasan diatas merupakan salah satu ruang lingkup objek kajian
kriminologi yaitu reaksi masyarakat atau publik mengenai suatu peristiwa kejahatan.
Muhammad Mustafa (2013) menjelaskan bahwa ada setidaknya enam objek penelitian
kriminologi diantaranya; konsep kejahatan (pengertian masyarakat), pelaku, korban,
reaksi masyarakat atau publik (mencakup media), penyebab atau faktor peristiwa
kejahatan terjadi, serta statistik kejahatan. Dalam reaksi masyarakat sendiri menjelaskan
mengenai bagaimana media sebagai institusi sosial penyalur informasi kepada
masyarakat mengenai apa itu kejahatan, mengapa hal tersebut terjadi, serta penjelasan
mengenai situasi korban maupun pelaku. Namun pada berjalannya hal tersebut ada
problematika yaitu munculnya konsep trial by the press yang menjelaskan proses
bagaimana media bisa menulis suatu berita yang tidak berdasarkan fakta, melainkan
didasarkan pada asumsi atas suatu laporan investigasi atau laporan langsung (Greer dan
McLaughin, 2012:397). Proses penyebaran informasi tidak berdasarkan fakta tersebut
merupakan strategi media dalam meramu suatu peristiwa kejahatan sesuai keinginan
mereka atau frame-frame yang ingin dibuat media.
Salah satu contoh kasus yang memiliki unsur media framing adalah kasus
pembunuhan Mirna Wayan Salihin dengan menggunakan sianida dalam kopi, dengan
tertuduh Jessica Kumala Wongso. Pemberitaan kasus ini menyita perhatian publik. Kasus
ini dieksploitasi oleh berbagai media. Contohnya pada kanal berita online detik.com
terdapat rubrik atau tag khusus “Jessica Kumala Wongso.” Terdapat setidaknya 10
halaman rubrik, pada satu halaman rubrik tersebut sedikitnya ada 5 berita terkait Jessica.
Maka ada sekitar 50 berita terkait Jessica pada satu rubrik sendiri. Contoh lain adalah
Kompas TV yang menayangkan siaran langsung pada 26 Oktober 2016 di media sharing
video Youtube. Tayangan tersebut berjudul “Episode akhir sidang Jessica Wongso” dan
berlangsung selama sembilan jam tayangan.
Lalu hal yang perlu diperhatikan adalah realitas dimana detik.com melakukan dua
pelanggaran yang sudah disebutkan diatas, pada laporan dewan pers pada jangka tahun
2016-2017 menunjukan peningkatan pelanggaran yang signifikan mengenai pemberitaan
kasus pembunuhan Wayan Mirna. Dimana detik.com sebagai salah satu media yang
masuk dalam daftar data pengaduan Dewan Pers Desember 2017 dalam kategori;
pemberitaan yang tidak berimbang, dan pemberitaan yang mencampuradukkan fakta dan
Universitas Indonesia
3
opini.2 Terlihat pada salah satu berita yang diramu oleh detik.com berjudul “Tak Ada Hal
yang Meringankan, Jessica Kumala Wongso Dituntut 20 Tahun Penjara!” yang ditulis
oleh Rina Atriana. Pada berita tersebut, jurnalis ingin memberikan pernyataan bahwa
tidak ada hal yang dapat meringankan tuntutan Jessica. Sementara, Jessica masih
memiliki kesempatan untuk mengajukan banding terhadap kasus yang ia alami.
Hal lain yang mendukung bahwa terdapat framing pada pemberitaan kasus Jessica
ialah penelitian tesis yang dilakukan oleh Wiendy Hapsari pada tahun 2018 yang berjudul
“Konstruksi Media Daring atas Putusan sidang kasus pembunuhan I Wayan Mirna Salihin
dalam tinjauan Kriminologi Konstitutif.” Dalam tulisannya ia menemukan bahwa
konstruksi wacana atau framing yang dilakukan oleh media adalah sebuah strategi media
dalam meramu suatu berita sesuai dengan keinginan dan keuntungan mereka. Lalu,
ditemukan berbagai macam frame-frame mengenai kasus Jessica, mulai dari
menyudutkan Jessica karena sifatnya, tindakannya, latar belakang dirinya, dan lain lain.
Penulis mengambil contoh penelitian ini sebagai model penelitian yang baik dan
dapat membantu melihat secara jelas bahwa kasus yang dituduhkan kepada Jessica
merupakan suatu peristiwa yang layak untuk dibahas dalam penelitian Kriminologi. Pada
penelitian ini ditemukan pula bahwa ada hal yang merugikan Jessica sebagai terdakwa
pada kasus pembunuhan Mirna di mana banyak media yang dengan sengaja meramu
berita dengan tujuan untuk membentuk wacana dominan yang dapat berujung pada
praktik trial by the press. Namun, ada perbedaan yang signifikan antara penelitian yang
ingin diteliti penulis dengan penelitian oleh Wiendy Hapsari. Di mana penulis
menemukan bahwa perlu adanya hasil konkrit yang dibutuhkan untuk membantu
menjelaskan perangkat analisis model Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki.
Pan dan Kosicki menambahkan bahwa untuk mendukung hasil analisis yang
sudah dilakukan dapat memberikan data dukungan bagaimana frame-frame tersebut aktif
melalui data wawancara atau pendapat masyarakat mengenai peristiwa yang menjadi
pokok analisis (Zhongdang pan, 1993:60).
Selain penelitian diatas terdapat pula juga hasil penelitina yang dilakukan oleh
Klein L. Jenner dan Danielle Tolson Copper, yang meneliti bias informasi berita lokal
2
Aliansi Jurnalis Indonesia. 2017. Catatan Akhir Tahun AJI 2017.
https://aji.or.id/read/berita/747/catatan-akhir-tahun-aji-2017-tingginya-kasus-kekerasan-
dan-ancaman-phk.html (Diakses pada 25 November 2018)
Universitas Indonesia
4
terhadap kasus Jerry Sandusky menggunakan tiga aspek penting dalam teori media
construction of crime diantaranya; collecting, sorting, contextualization. Klein dan
Copper menemukan adanya bias informasi yang dilakukan oleh media lokal dapat
mempengaruhi masyarakat serta juri dalam pengambilan keputusan pengadilan.
Diantaranya ada berita yang berjudul “'Sandusky is delusional!: Alleged victim's lawyer
hits out at former Penn State coach after he goes on TV saying: 'I'm attracted to young
people'” dimana pada berita tersebut Jerry digambarkan sebagai orang yang suka
menghayal, karena Jerry pernah mengatakan bahwa dirinya dianggap menarik oleh anak-
anak muda.
Klein melihat bahwa didalam berita tersebut terdapat unsur kepentingan media
karena ingin menggambarkan Jerry sebagai orang yang tidak berakal karena terlalu
berhayal bahwa anak-anak menyukai dirinya hal ini merupakan aspek collecting. Lalu
sorting, dimana media tersebut merepresentasikan dan menkonstruksi Jerry sebagai
pribadi yang tidak waras karena melakukan pelecehan terhadap anak – anak di bawah
umur. Pada aspek contextualization sendiri ia mewawancarai setidaknya lima juri yang
terlibat dalam pengadilan Jerry Sandusky. Ia menemukan bahwa tiga diantaranya
mengakui, setelah membaca berbagai berita mengenai Jerry pandangan mereka terhadap
Jerry berubah menjadi skeptic terhadap dirinya. Klein dan Copper sadar bahwa media
lokal sedang melakukan praktik media framing terhadap Jerry pada kasusnya.
1.2 Thesis Statement
Penulisan ini fokus pada bagaimana detik.com menciptakan opini media dalam
berita yang menyangkut kasus Jessica. Detik.com membangun opini bahwa Jessica
adalah pembunuh Mirna melalui sianida dalam kopi. Opini tersebut dibangun melalui
framing. Konstruksi dilakukan dengan cara menyudutkan Jessica pada setiap berita yang
dihasilkan. Dengan berbagai cara; 1) mulai dari pola dan skema berita, 2) bagaimana
media menceritakan fakta, 3) bagaimana media menyampaikan fakta, 4) bagaimana
media memberikan penekanan pada fakta tertentu (Zhongdang Pan, 1993:57). Bertujuan
untuk mengetahui bagaimana framing yang dilakukan media detik.com dapat membentuk
opini publik sehingga percaya bahwa Jessica bersalah bahkan sebelum putusan
pengadilan.
Universitas Indonesia
2 TINJAUAN PUSTAKA
mewawancarai setidaknya lima juri yang terlibat dalam pengadilan Jerry Sandusky. Ia
menemukan bahwa tiga diantaranya mengakui bahwa setelah membaca berbagai berita
mengenai Jerry pandangan mereka terhadap Jerry berubah menjadi skeptis.
Pembuatan framing mengacu pada faktor-faktor yang memengaruhi kualitas dari sebuah
berita. Faktor internal jurnalisme menentukan bagaimana organisasi berita membingkai
atau melakukan framing. Namun, terdapat juga faktor penting di luar jurnalisme. Faktor
tersebut adalah interaksi terus menerus antara jurnalis dengan elit dan gerakan sosial
masyarakat. Hasil dari proses framing adalah judul yang ter-framing. Jadi, proses framing
telah dimanifestasikan kedalam bentuk teks. Framing dari sebuah berita dapat
mempengaruhi interpretasi dan bagaimana cara melihat isu atau peristiwa. Konsekuensi
dari framing sebuah berita dapat dilihat dari tingkat individu dan masyarakat. Pada tingkat
individu, sikap seseorang terhadap suatu masalah dapat berubah tergantung pada tingkat
paparan frame tertentu. Pada tingkat masyarakat, framing dapat berkontribusi untuk
membentuk proses sosial yang mempengaruhi masyarakat. misalnya seperti pandangan
politik, pengambilan keputusan dan tindakan kolektif yang dilakukan sekelompok orang
di masayarakat.
Dalam melakukan framing sebuah isu atau peristiwa, terdapat komponen-
komponen penting yang pada akhirnya membentuk sebuah frame berita. Pendefinisian
komponen paling empiris dikemukakan oleh Tankard (2001) yang mengemukakan 11
mekanisme framing untuk mengidentifikasi frame dari sebuah berita. Kesebelas kompnen
tersebut adalah judul, sub judul, foto, keterangan foto, leads, penyeleksian sumber,
penyeleksian kutipan/quotes, pull quotes, logo, statistik dan grafik lalu yang terakhir
adalah pernyataan penutup. Dalam sebelas komponen tersebut terlihat bahwa judul
merupakan salah satu komponen yang membentuk framing.
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
beberapa poin penting yang membedakan. Dimana Wiendy ingin melihat secara
perspektif kriminologi konstitutif serta dengan teori pokok strukturisasi oleh Giddens
dalam melihat wacana dominan yang muncul dari frame-frame yang dilakukan oleh
media. Namun penulisan Tugas Karya Akhir ini, penulis berusaha untuk menjelaskan
pada ruang lingkup yang lebih spesifik dimana frame-frame yang dilakukan oleh media
(opini media) dapat teridentifikasi melalui perangkat analisis framing model Zhongdang
Pan dan Gerald M Kosicki, serta hubungannya dengan tiga aspek utama teori kriminologi
media construction of crime. Di mana tiga aspek tersebut mencakup collecting, sorting,
serta contextualization. Lalu penulis menemukan bahwa perlu adanya hasil konkrit yang
dibutuhkan untuk membantu menjelaskan perangkat analisis model Zhongdang Pan dan
Gerald Kosicki. Pan dan Kosicki menambahkan bahwa untuk mendukung hasil analisis
yang sudah dilakukan dapat memberikan data dukungan bagaimana frame-frame tersebut
aktif melalui data wawancara atau pendapat masyarakat mengenai peristiwa yang menjadi
pokok analisis (Zhongdang pan, 1993:60).
Amy Binder (2000) menjelaskan bahwa framing adalah sebuah skema atau pola
interpretasi yang dilakukan individu untuk memaknai, mengidentifikasi, mengetahui,
serta menempatkan sebuah peristiwa melalui sudut pandangnya secara langsung maupun
tidak langsung (Binder, 2000:2). Sudut pandang yang berbeda ini dibingkai menjadi
makna yang mendasari pesan, dan menghasilkan tafsiran berbeda dari representasi
informasi yang sama.
Konsep framing dapat dilihat dalam pendekatan sosiologis, yang mencoba melihat
proses suatu realitas yang dapat diubah atau dibentuk oleh seseorang yang mempunyai
kekuatan atau wewenang atas informasi atau realitas tersebut. Termasuk juga pada proses
pembentukan berita yang dilakukan oleh organisasi yang kompleks dan sekaligus
berperan sebagai institusi sosial, yaitu media (McQuail, 2010:120).
Menurut Goffman, semua tindakan yang dilakukan oleh manusia atau individu itu
bermakna dan mempunyai arti, hal ini dikarenakan manusia mencoba untuk menafsirkan
Universitas Indonesia
10
setiap tindakan yang dilakukan oleh individu lain (Goffman, 1955: 5). Menurut Goffman
analisis framing dapat mengidentifikasi bagaimana suatu realitas dibingkai.
Pembentukan tersebut berada dalam proses konstruksi realitas sosial yang dimaknai dan
dibingkai dengan makna tertentu sebagai strategi media dalam meramu berita (Goffman
dalam Eriyanto, 2011:3). Dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian
merupakan proses pembentukan makna dari sebuah teks atau isi tulisan tersebut
(Goffman dalam Eriyanto, 2012:5).
Perangkat analisis Goffman dibagi dua, yaitu: bingkai natural (natural framework),
dan bingkai sosial (social framework) (Goffman dalam Eriyanto, 2012:13). Bingkai
natural menjelaskan peristiwa alamiah yang tidak terduga serta membutuhkan solusi
konkrit atau tindakan konkrit manusia untuk mengatasinya. Sedangkan bingkai sosial
merupakan aspek kecerdasan atau hasil dari kecerdasan yang dapat terkontrol oleh
manusia. Kedua bingkai tersebut saling berhubungan karena bingkai sosial pada dasarnya
dipengaruhi oleh bingkai natural (Goffman dalam Eriyanto, 2012:13).
Bila disintesiskan maka media framing dapat dipahami sebagai pembingkaian suatu
peristiwa oleh media sebagai bentuk strategi media dalam menkonstruksi opini publik.
Dalam konteks jurnalistik, pembentukan konstruksi ini dimaknai sebagai meramu suatu
peristiwa dengan menghubungkan berbagai fakta dan opini sebagai strategi media.
Meskipun hal tersebut adalah gagasan yang logis, McQuail melihat diperlukannya
menggunakan istilah ini secara tepat, terutama ketika tujuannya untuk mempelajari
dampak yang mungkin dari framing berita (McQuail, 2010:124).
Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki memiliki pandangan tersendiri mengenai
apa itu framing serta perangkat analisis yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi framing.
Pan dan Kosicki menciptakan empat perangkat analisis framing yang dapat memberikan
pandangan makrostruktural dan mikrostruktural mengenai media framing secara
struktural (Zhongdang Pan, 1993:57). Pertama adalah level makrostruktural, yakni level
framing dalam tingkat wacana. Kedua, level mikrostruktural yang membahas mengenai
fakta apa yang disajikan secara eksplisit dan fakta mana yang tidak terlihat tanpa adanya
analisis terlebih dahulu (Zhongdang Pan, 1993:70). Pemilihan fakta, angle, narasumber
juga termasuk bagian dalam level ini. Dimana perangkat tersebut adalah sebagai berikut;
Sintaksis, Skrip, Tematik, serta Retoris. Model ini memandang bahwa isu atau peristiwa
publik adalah bagian dari konstruksi realitas.
Universitas Indonesia
11
Profesionalisme jurnalis dan media merupakan kunci utama bagi kehidupan pers
yang sehat. Fungsi tersebut diamanatkan pada UU No.40 Tahun 1999 yang mengatur
tentang pers. Namun, pada realitanya banyak praktik trial by the press yang muncul akibat
frame-frame dari media pada berita yang mereka publikasikan sebagai bentuk strategi
media dalam meramu berita. Menurut Samantha (2008) trial by press merupakan istilah
yang populer di abad ke-20 dan awal abad ke-21 yang menggambarkan dampak dari
liputan pemberitaan media berpengaruh pada reputasi seseorang dengan menciptakan
persepsi secara luas pada masyarakat serta mengabaikan putusan hukum suatu pengadilan
(Samanta, 2008:3). Trial by the press sendiri lahir dari pertentangan antara dua konsep
fair trial dan free press (Brandwood, 2000:3).
Brandwood percaya bahwa kedua konsep tersebut memiliki kaitan kuat terhadap
trial by the press. Ia melihat konsep ini sebagai sebuah peristiwa di mana apabila pers
tidak mengindahkan adanya kepentingan fair trial pada suatu peradilan pidana
(Brandwood, 2000:3). Menurutnya, perkembangan teknologi seperti internet pada tahun
2000-an dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap perkembangan pers.
Brandwood melihat bahwa perlu adanya batasan pers mengenai bagaimana mereka dapat
menyiarkan, meliput, atau meramu suatu peristiwa menjadi bahan pemberitaan mereka
(Brandwood, 2000:5).
Maka dari alasan tersebutlah muncul berbagai perundingan para jurnalis untuk
membuat kode etik jurnalisme yang dapat menjadi pedoman mereka dalam meramu suatu
peristiwa menjadi berita dengan secara etis. Pelopor yang pertama kali mencetuskan perlu
adanya kode etik dalam jurnalisme adalah organisasi jurnalis Hutchin Commission pada
tahun 1947 (Stephen, 2018:1). Pada jurnal yang ditulis oleh Stephen Bates membahas
mengenai laporan oleh Hutchin Commission yang memberikan pernyataan bahwa perlu
adanya batasan pers sebagaimana dalam membuktikan dapat dipercaya pers oleh
masyarakat (Stephen, 2018:1). Di Indonesia sendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
merupakan salah satu organisasi para jurnalis di Indonesia yang memberikan pedoman
Universitas Indonesia
12
kode etik yang dianggap dapat menuntun para jurnalis dalam meramu berita.3
Dalam kode etik tersebut AJI percaya bahwa kemeredekaan pers dan hak publik
atas informasi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, lalu diturunkanlah prinsip
tersebut menjadi 21 poin. Diantaranya poin-poin tersebut terdapat benang merah penting
yang menjadi dasar dari setiap poin ialah;4 menghormati hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang faktual, jurnalis tidak mencampuradukan fakta dan opini,
memberikan pemberitaan yang berimbang secara kritis namun tetap menghormati hak
dan kewajiban pihak yang dibahas dalam berita, serta menjunjung tinggi asas praduga
tidak bersalah agar menghindari fitnah yang dapat menimbulkan pencemaran nama baik
individu atau kelompok.
Berangkat dari penjelasan diatas, perlu diketahui makna dari fair trial serta free
press sendiri. Jon Bruschke (2004) menyebutkan bahwa fair trial adalah keadaan dimana
proses peradilan pidana berjalan sesuai prosedur tanpa adanya intervensi atau intervensi
berlebihan dari pihak manapun dan saksi diwajibkan memberikan pendapat atau
kesaksian yang mandiri atau tidak dipengaruhi oleh intervensi manapun. Sedangkan free
press diartikan sebagai kebabasan pers yang berhak memberitakan berbagai peristiwa
yang mereka anggap menarik untuk diangkat dan dipublikasikan ke masyarakat
(Brandwood, 2000:3).
Brandwood mempunyai keyakinan bahwa media dapat menkonstruksi opini
publik melalui frame – frame yang mereka buat, dan ini dapat membentuk opini publik
terhadap suatu proses peradilan pidana (Brandwood, 2000:5). Media dapat menjadi
“lembaga hukum” yang memvonis terdakwa terlebih dahulu daripada proses peradilan
yang sebenarnya (Samantha, 2008:3).
Seiring perkembangan waktu, muncul konsep trial by media, di mana Greer dan
McLaughin menggunakan istilah ini pada penelitiannya tentang media nasional di Inggris
(Greer dan McLaughin, 2012:397). Konsep ini mirip dengan konsep trial by the press,
perbedaanya adalah, sesuai perkembangan teknologi informasi abad ke-21, memasukkan
media online sebagai sarana baru penyaluran informasi. Greer dan McLaughin
mengatakan bahwa trial by media merupakan proses bagaimana media bisa menulis suatu
3
Aliansi Jurnalis Indonesia. 2019. Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
https://aji.or.id/read/kode-etik.html (Diakses pada 10 Desember 2020)
4
Ibid.
Universitas Indonesia
13
berita yang tidak berdasarkan fakta, melainkan didasarkan pada asumsi atas suatu laporan
investigasi atau laporan langsung. Trial by media bukan fitnah jika menggunakan fakta
dan data yang didapatkan langsung dari lapangan, dokumen ataupun sumber lain (Greer
dan McLaughin, 2012:398).
Universitas Indonesia
14
publik mengenai suatu isu atau peristiwa yang sedang terjadi dalam masyarakat.
Pembentukan tersebut berada dalam proses konstruksi realitas sosial yang dimaknai dan
dibingkai dengan makna tertentu sebagai strategi media dalam meramu berita (Goffman
dalam Eriyanto, 2011:3).
Bagaimana ketiga aspek Sacco terkait dengan framing dapat dijelaskan oleh
penelitian milik Klein L Jenner dan Danielle Tolson Copper “Trial by Error: A Content
Analysis of the Media Coverage Surrounding the Jerry Sandusky Trial”. Klein dan
Copper melakukan penelitian kasus Jerry Sandusky yang merupakan terdakwa kejahatan
pelecehan anak – anak. Pada penelitiannya, Klein dan Copper menemukan bahwa
pandangan masyarakat terhadap Jerry terkonstruksi secara langsung oleh banyaknya
media lokal yang meliput secara terus menerus, serta menelusuri berbagai macam hal
yang berkaitan dengan Jerry, mulai dari sifatnya, sikapnya terhadap tetangga, tingkah
lakunya sehari-hari, wawancara terhadap keluarga terdakwa, dan mengobservasi
langsung gerak gerik Jerry pada masa tahanan.
Hal yang fatal dalam peradilan pidana Jerry Sandusky ini, adalah ia dijatuhi
hukuman 30 tahun penjara oleh pengadilan. Dimana hanya ada 3 alat bukti yang dapat
memberatkan pelaku. Pada dasarnya, ia dituduh telah melakukan pelecehan terhadap anak
di bawah umur. Klein dan Copper mengidentifikasi berbagai macam artikel berita yang
berkaitan dengan kronologi ditemukannya pelaku di tempat kejadian perkara. Klein
menemukan setidaknya ada 10 berita yang dengan sengaja melakukan framing.
Diantaranya ada berita yang berjudul “'Sandusky is delusional!': Alleged victim's lawyer
hits out at former Penn State coach after he goes on TV saying: 'I'm attracted to young
people'” dimana pada berita tersebut Jerry digambarkan sebagai orang yang suka
menghayal, karena Jerry pernah mengatakan bahwa dirinya dianggap menarik oleh anak
– anak muda.
Lalu Klein menggali lebih dalam lagi, mengapa berita-berita tersebut dapat
mempengaruhi masyarakat serta juri dalam pengambilan keputusan pengadilan. Klein
menggunakan tiga aspek Sacco dalam penelitiannya. Klein melihat bahwa didalam berita
tersebut terdapat unsur kepentingan media karena ingin menggambarkan Jerry sebagai
orang yang tidak berakal karena terlalu berhayal bahwa anak muda menyukai dirinya. Ini
sesuai aspek collecting. Lalu sorting, dimana media tersebut merepresentasikan dan
menkonstruksi Jerry sebagai pribadi yang tidak waras karena melakukan pelecehan
Universitas Indonesia
15
Menghasilkan
Opini media
Membentuk
Alur kerangka berpikir yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut.
Kasus Jessica Kumala Wongso diberitakan oleh media Detik.com dengan menggunakan
strategi frame yang mereka miliki. Strategi frame tersebut banyak yang menimbulkan
pelanggaran, yaitu: “berita yang menghakimi” dan “berita yang mencampuradukkan fakta
dan opini”. Kedua aspek tersebut melanggar kode etik jurnalisme. Lalu hasil dari artikel
yang melakukan pelanggaran memunculkan opini media yang dapat berujung pada
Universitas Indonesia
16
praktik trial by the press di masyarakat. Lalu frame-frame tadi akan dinterpretasi melalui
empat struktur perangkat analisis yang dicestukan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M
Kosicki diantaranya; Sintaksis, Skrip, Tematik, dan Retoris bertujuan untuk melihat
secara jelas konstruksi realitas yang teranyam dalam sebuah artikel berita (Zhongdang
Pan dan Kosicki, 1993:60).
Universitas Indonesia
17
Tabel 2.1 Empat Elemen Analisis Framing Model Pan dan Kosicki
● Sintaksis
Sintaksis merupakan struktur yang dapat diamati melalui bagan berita, hal
ini berhubungan langsung bagaimana seorang jurnalis menyususn suatu peristiwa,
kutipan, fakta, opini, pengamatan atas permasalahan ke dalam suatu artikel berita.
Dengan demikian, sintaksis dalam suatu artikel berita dapat diamati dari badan
berita tersebut (mulai dari pemilihan headline atau judul, pemilihan kata pada
lead, latar belakang informasi yang digunakan sebagai pondasi proses story
telling, serta sumber-sumber yang dikutip oleh jurnalis tersebut).
● Skrip
Skrip merupakan cara jurnalis menyusun naskah, perangkat analisis ini
dapat mengetahui gaya seorang jurnalis dalam membangun alur cerita atau cara
ia bertutur dalam mengemas suatu peristiwa. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana
jurnalis menyusun 5W + 1 H, yaitu: Who, What, When, Where, Why dan How
suatu artikel.
● Tematik
Tematik menitikberatkan pada bagaimana cara seorang jurnalis
mengungkapkan pandangannya atas sebuah peristiwa menjadi sebuah teks
kalimat, proposisi, serta hubungan antar-kalimat yang terbentuk dalam suatu
artikel berita.
● Retoris
Retoris berhubungan dengan cara jurnalis menekankan arti tertentu. Dapat
diartikan bahwa aspek ini melihat bagaimana seorang jurnalis dalam memakai
beberapa aspek dalam sebuah tulisan mulai dari pilihan kata, grafik, idiom, serta
gambar untuk menekankan pada makna tertentu.
Proses analisis dimulai dengan mengumpulkan data-data sekunder, yakni berupa
artikel berita pada media detik.com untuk mencari frame-frame pada setiap artikel berita
tersebut. Frame kemudian dirumuskan dan menghasilkan framing dari pemberitaan
detik.com. Inspirasi Pan dan Kosicki menciptakan perangkat analisis ini adalah untuk
mengembangkan perangkat analisis yang sebelumnya pernah dikembangkan oleh
Goffman. Dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian merupakan proses
Universitas Indonesia
18
pembentukan makna dari sebuah teks atau isi tulisan tersebut (Goffman dalam Eriyanto,
2012:5).
Dimana Goffman menitikberatkan pada dua poin penting dalam menjelaskan
perangkat analisis miliknya, yaitu: bingkai natural (natural framework), dan bingkai
sosial (social framework) (Goffman dalam Eriyanto, 2012:13). Dari kedua poin tersebut
Pan dan Kosicki mengembangkan kembali menjadi 4 struktur elemen perangkat
analisisnya bertujuan untuk melihat pesan, gambar, maksud dari tulisa, leksikon,
metafora, dan lain lain (Zhongdang Pan, 1993:59). Tidak hanya berfungsi sebagai
perangkat namun juga sebagai sebuah cara dalam melihat unit analis secara mendalam,
dengan membagi-bagi secara detail substansi dari unit analisis (Zhongdang Pan,
1993:59).
Menurut Pan dan Kosicki perangkat ini dapat membantu memahami fram-frame
apa saja yang tersirat dari suatu artikel berita menggunakan 4 elemen; sintaksis, skrip,
tematik, retoris. Dari hasil analisis tersebut munculah beberapa hal; 1) atribusi kasual dari
berita tersebut, 2) menarik benang merah atau kesimpulafn dari artikel berita, 3) serta
mengidentifikasi maksud, tujuan, prinsip, serta sudut pandang penulis (Zhongdang Pan,
1993:60). Dibawah ini merupakan skema yang dibuat oleh Pan dan Kosicki dalam
memahami perangkat analisis miliknya.
Pada penelitian ini Pan dan Kosicki memberikan arahan dalam memakai
perangkat analisisnya untuk melakukan analisis tidak hanya pada sebatas mengambil
sampel berita sebagai data pokok. Mereka menambahkan bahwa untuk mendukung hasil
analisis yang sudah dilakukan dapat memberikan data dukungan bagaimana frame-frame
tersebut aktif melalui data wawancara atau pendapat masyarakat mengenai peristiwa yang
menjadi pokok analisis (Zhongdang pan, 1993:60). Untuk membandingkan serta melihat
efek atau dampak dari berbagai artikel mirip yang membahas peristiwa tersebut.
Universitas Indonesia
3 URAIAN DATA
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan
melakukan penelusuran online di situs berita detik.com mengenai pemberitaan kasus
Jessica selama bulan Januari 2016 hingga bulan Juni 2017. Lebih spesifik lagi adalah
sebagai berikut; dimulai dari proses penyidikan serta penyelidikan kasus pembunuhan
terhadap Wayan Mirna, proses penemuan bahwa Jessica dinayatakan sebagai tersangka,
proses pada saat pengadilan berlangsung, artikel berita yang membahas mengeai putusan
20 tahun oleh Pengadilan Negeri, proses banding yang diajukan oleh Jessica.
Sampel 1
https://news.detik.com/berita/d-
Tak Ada Hal yang 3314344/tak-ada-hal-yang-
Meringankan, Jessica meringankan-jessica-kumala-
Kumala Wongso wongso-dituntut-20-tahun-penjara
Dituntut 20 Tahun
Penjara! Rabu, 05 Oktober 2016, 21:32 WIB
Sampel pertama adalah pemberitaan mengenai tidak ada hal yang dapat
meringankan Jessica dari tuntutan 20 tahun penjara. Artikel ini fokus pada tuntutan
pelanggaran yang dituduhkan oleh Jessica pada pasal 340 KUHP. Menurut pemberitaan
detik.com pada 5 Oktober 2016, menjelaskan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
selama 20 tahun penjara kepada terdakwa Jessica. Menurut JPU Melanie Wuwung dalam
sidang tuntutan pada Rabu, 5 Oktober 2016 di Pengadilan Negeri Jakarta pusat.
19
Universitas Indonesia
20
Menurut Jaksa, Jessica melakukan pembunuhan berencana karena ada unsur sakit
hati dengan Mirna. Dari keterangan Jaksa yang mengambil keterangan Mirna (korban)
menyebutkan, “Mirna pernah bilang bahwa Patrick (mantan pacar Jessica), adalah orang
tidak modal, tukang selingkuh dan pemakai narkoba.” Lalu Jurnalis menekankan kembali
keterangan Jaksa Melanie tentang tidak ada hal yang meringankan Jessica mulai dari
proses penyidikan hingga persidangan.
Sampel 2
https://news.detik.com/berita
Jessica divonis 20 tahun /d-3331111/jessica-divonis-
bui, hakim: 20-tahun-bui-hakim-
perbuatannya keji dan perbuatannya-keji-dan-sadis
sadis!
Kamis 27 Oktober 2016, 17:09
WIB
Pada sampel kedua ini memberitakan mengenai vonis 20 tahun penjara Jessica
serta pernyataan hakim mengenai tindakan Jessica yang keji dan sadis. Menurut
pemberitaan pada 25 Oktober 2016, fokus pada pernyataan hakim yang menyebutkan
bahwa tindakan Jessica adalah keji dan sadis. Ketua Hakim Kisworo menyebutkan bahwa
Jessica bersalah atas tuduhan pembunuhan berencana kepada Mirna. Menurut Kisworo,
Lalu jurnalis menuliskan pernyataan JPU yang beranggapan bahwa Jessica tidak
menyesali tindakannya membunuh Mirna. Lalu diakhir artikel dituliskan Jessica terbukti
membunuh Mirna dengan menaruh sianida dalam gelas es kopi Vietnam yang diminum
oleh Mirna dan menyebutkan bahwa tindakan Jessica bermotif sakit hati terhadap Mirna.
Universitas Indonesia
21
Sampel 3
https://news.detik.com/berita/d-
3331177/otto-hakim-binsar-
Otto: Hakim Binsar Sentimen Sekali sentimen-sekali-terhadap-jessica-
Terhadap Jessica, Penuh Kebencian penuh-kebencian
Kamis 27 Oktober 2016, 18:01 WIB
Lalu pada bagian akhir berita Otto menyebutkan bahwa hakim mengabaikan
fakta-fakta di persidangan. Menurutnya tidak ada bukti langsung yang dapat
membuktikan bahwa Jessica lah yang menaruh racun sianida ke dalam gelas kopi yang
diminum Mirna. Otto Hasibuan menyebutkan, “Banyak yang saya lihat pertimbangannya
tidak sesuai dengan fakta. Padahal dalam persidangan dia (Mirna) mati bisa karena stroke,
jantung. Dan yang paling penting barang bukti 4 sebagai masterpiece korban mati
sebenarnya bukan karena sianida. Sama sekali hakim tidak mempertimbangkannya.”
Universitas Indonesia
22
Sampel 4
https://news.detik.com/berita/332
5378/jessica-saya-tenang-dibilang-
Jessica: Saya Tenang Dibilang
pembunuh-berdarah-dingin-saya-
Pembunuh Berdarah Dingin,
Saya Nangis Drama nangis-drama
Pada sampel keempat ini fokus pemberitaan detik.com ialah pada pernyataan
Jessica yang bilang dirinya dianggap serba salah oleh JPU dan tidak bisa meyakinkan
bahwa dirinya tidak bersalah. Pada pemberitaan 20 Oktober 2016 menyebutkan
pernyataan Jessica mengenai anggapan serba salah oleh Jaksa terhadapnya. Menurutnya,
“Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk meyakinkan jaksa, saat saya tenang
dibilang pembunuh berdarah dingin, saya menangis dibilang ada drama. Bahkan
ada saksi ahli yang bilang saya adalah pembunuh berdasarkan muka saya, Ini satu
penderitaan yang tak terbayangkan oleh saya” ujar Jessica pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, Kamis 20 Oktober 2016.
Lalu pada akhir artikel Jurnalis menuliskan pernyataan Jessica yang menegaskan
bahwa dirinya tidak bersalah dan mengaku bingung kenapa ia harus dituduh sebagai
oembunuh Mirna.
Pada bagian pengambilan sumber data mengenai opini publik dibutuhkan untuk
melihat bagaimana berbagai artikel berita yang sudah terpublikasi oleh media dapat
mengonstruksi sudut pandang publik mengenai suatu peristiwa tertentu. Pan dan Kosicki
menjelaskan bahwa untuk mendukung hasil analisis yang sudah dilakukan dapat
memberikan data dukungan bagaimana frame-frame tersebut aktif melalui data
wawancara atau pendapat masyarakat mengenai peristiwa yang menjadi pokok analisis
(Zhongdang pan, 1993:60). Untuk membandingkan serta melihat efek atau dampak dari
berbagai artikel mirip yang membahas peristiwa tersebut.
Universitas Indonesia
23
Sampel 1
Diskusi online megenai kasus Jessica di Kompasiana.com, 20 September 2016 oleh Risa Karmida
(https://www.kompasiana.com/risakarmida/57e0c2f9a323bdb811f01909/sidang-jessica-menumpuki-dosa-
media?page=all)
Pada forum diskusi ini, Risa Karmida sebagai penulis awal bercerita banyak dosa
media terhadap Jessica selama proses peradilan pidana kasusnya berlangsung. Pada
forum diskusi yang ia buka pada 20 September 2016 dengan judul “Sidang Jessica,
Menumpuki Dosa Media.” Dalam salah satu isi tulisannya ia membuat pandangan bahwa
“Sidang Jessica menginvasi konten dunia maya mulai dari situs berita terpercaya, situs
abal-abal, sampai media sosial. Sidang Jessica menghiasi koran dan majalah.” Lalu ia
mengambil contoh pada kasus sodomi yang ditudukan pada karyawan Jakarta
International School (JIS), ia menuliskan bagaimana kelalaian kepolisian yang
melakukan salah tangkap pada kasus itu, dan lebih cenderung memihak pada orang tua
korban ketimbang melihat bukti konkrit yang ada. Risa melihat fenomena kasus Jessica
ini bisa disebut sebagai “trial by the press” atau pengadilan oleh pers.
Lalu pada kolom komentar forum diskusi tersebut, muncul beberapa orang
menanggapi atau berusaha berdiskusi mengenai tulisan ini. Salah satunya adalah
komentar Edy Supriatna Syafei yang memberi komentar,
Universitas Indonesia
24
“Media, semata mengejar rating. Ada pergeseran dari fungsi pers: informasi,
hiburan dan pendidikan. Opini publik bergeser. Ada positifnya juga sih,
mahasiswa dari berbagai disiplin ilmunya bisa belajar tentang proses jalannya
peradilan. Salam hangat” ujar Edy.
Sampel 2
Pada komentar artikel yang berjudul “Cemburu dan Dendam Mungkin Jadi Motif
Jessica Bunuh Mirna” pada 11 Maret 2016 terdapat diskusi pada kolom komentar
mengenai berita tersebut. Sukma Sejati sebagai salah satu orang yang berkomentar
berpendapat,
“Cemburu dan dendam mungkin jad motif Jessica bunuh Mirna dari judulnya
artikel ini sudah memvonis Jessica adalah pembunuh hanya motifnya
dipertanyakan, sangat nggak tepat dimuat dimedia karena belum ada putusan
pengadilan” ujar Sukma Sejati pada 12 Maret 2016
Universitas Indonesia
25
Sampel 3
Pada berita yang berjudul “ini fakta-fakta mengejutkan di sidang Jessica” pada 15
Juni 2016. Terdapat komentar oleh John Wahjudi yang berpendapat bahwa,
“Ini tuh masalah gampang kok Jessica beli minuman kira kira 40 menit sebelum
Mirna datang Terus Mirna minum dan mati keracunan sianida. Sianda ada di
dalam gelas yang diminumnya ya siapa lagi yang taroh? Jessica atau yang bikin
kopi. Semua circumstances sekarang memberatkan Jessica dan mengarah ke dia,
kalau dia nggak bisa memberikan alibi yang jelas dan terang ya dia pelakunya”
ujar John Wahjudi pada 20 Juni 2016.
Sampel 4 Sampel 5
Universitas Indonesia
26
Pada sampel ini penulis melihat Twitter sebagai media sosial yang banyak
memperlihatkan pendapat masyarakat tentang suatu peristiwa. Pada kedua cuitan yang
ditulis oleh Patyani Joedawinata dan Uplex, memberikan pendapat mereka mengenai
kasus Jessica. Patyani menberikan pendapat dalam bahasa inggris, “She killed her friend,
hired expensive lawyer, and then playing victim and act like innocent in the courtroom
#sidangjessica” ujar Patyani pada 12 Oktober 2016. Lalu pada cuitan ini beberapa orang
memberikan komentar, Fun Polling memberikan pendapat, “yang nge-like & me-retweet
pernyataanmu banyak neng. Artinya bnyk yg sependapat. Hanya takut diserang
buzzernya JW. Jadi pilih diam.” Lalu Patyani sebagai pembuka diskusi menjawab
kembali, “diserang buzzer mah cuekin aja bang. Agak ngeri kl tweet qt kena UU ITE kl2
ada pihak yg anggap ini hate speech.” Selanjutnya adalah cuitan oleh Uplex yang
berpendapat, “Mentang2 orang kaya ber duit bisa mlintar mlintir suspect di hukum ringan
sudah jelas2 si Jes pembohong sadis #sidangjessica
Universitas Indonesia
4 ANALISIS
Sampel 1: Tak Ada Hal yang Meringankan, Jessica Kumala Wongso Dituntut 20
Tahun Penjara!
Hasil Analisis Sampel 1
Frame: Tak ada hal yang dapat meringankan Vonis Jessica
Elemen Strategi Penulisan
Pada bagian judul, jurnalis langsung menyuguhkan pernyataan jaksa penuntut
umum mengenai tak ada hal yang dapat meringankan Jessica. Namun, jurnalis
Sintaksis
tidak memberikan bukti yang kuat untuk mendukung pernyataan ybs. Hanya
mengacu pada pernyataan Jaksa terhadap Jessica.
Who (Jessica), What (tidak ada hal yang meringankan Jessica), When
(persidangan 5 oktober 2016), Where (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat), Why
Skrip (JPU menyuguhkan berbagai tuntutan berat dan menganggap motif Jessica
adalah sakit hati), how (Melalui pernyataan JPU yang menyatakan tidak ada hal
yang dapat meringankan Jessica).
Meyakinkan pembaca bahwa tidak ada hal yang dapat meringankan vonis
Jessica. Lalu dijelaskan oleh jaksa motif Jessica melakukan pembunuhan karena
Tematik sakit hati. Argumen tersebut disampaikan atas dasar perkataan Mirna kepada
Jessica yang menyebutkan mantan pacar Jessica merupakan orang tidak baik.
Jaksa menganggap Jessica sakit hati atas perkataan tersebut.
Seolah-olah membangun kebenaran sepihak dengan menyuguhkan pernyataan
Jaksa bahwa tidak ada hal yang meringankan Jessica. Hal ini didasari oleh
Retoris peryataan jaksa atas motif Jessica. Dimana jaksa menganggap Jessica sakit
hati atas perkataan Mirna, lalu merencanakan tindakan pembunuhan kepada
Mirna.
Tabel 4.1 Hasil analisis sampel 1
Dalam data berita ini, jurnalis menulis mengenai tuntutan hukuman 20 tahun
penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jessica dianggap telah melakukan pelanggaran
pembunuhan berencana pada pasal 340 KUHP. Selanjutnya jurnalis mengutip pernyataan
JPU Melanie Wuwung dalam sidang tutuntan di Pengadilan Jakarta Pusat. “Menuntut
supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili
perkara ini memutuskan satu, menyatakan terdakwa Jessica Kumala alias Jessica Kumala
Wongso terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan yang direncanakan
terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP. Dua,
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa terhadap Jessica Kumala Wongso dengan pidana
penjara selama 20 tahun penjara,” ujar Melanie Wuwung.
27
Universitas Indonesia
28
Lalu, jurnalis mengutip perkataaan Mirna, yang disampaikan oleh Jaksa “Korban
(Mirna) pernah bilang bahwa Patrick (mantan pacar Jessica), adalah orang tidak modal,
tukang selingkuh dan pemakai narkoba.” dan jaksa mengucapkan “tidak ada hal yang
meringankan.” Selanjutnya pada bagian akhir berita jurnalis menulis bagaimana cara
Jessica melakukan aksinya dengan memasukan racun natrium sianida (NaCN) ke dalam
gelas Vietnamese Iced Coffe (VIC) yang disajikan untuk Mirna.
Sampel 2: Jessica divonis 20 tahun bui, hakim: perbuatannya keji dan sadis!
Hasil Analisis Sampel 2
Frame: Pemastian Vonis Hukuman 20 Tahun Penjara Adalah hal yang pantas
Elemen Strategi Penulisan
Skema berita menggunakan struktur piramida terbalik dengan
judul, lead, kutipan sumber yang ditempatkan pada paragraph
pertama. Pada bagian Lead, wartawan langsung menyuguhkan
Sintaksis pernyataan hakim bahwa perbuatan yang dilakukan Keji dan Sadis.
Namun, di akhir artikel, wartawan menampilkan pernyataan hakim
yang tidak sekeras sebelumnya, yakni soal kemungkinan perbaikan
diri Jessica di masa datang
Who (Jessica), What (Vonis 20 tahun), When (27 Oktober 2016),
where (pengadilan negeri Jakarta Selatan) Why (Jessica kejam dan
Skrip
sadis), How (lJessica membunuh dengan sianida dan tidak merasa
menyesal)
Layak mendapat vonis hukuman 20 tahun penjara karena sifatnya
Tematik
yang kejam dan sadis.
Menonjolkan sosok Jessica di pengadilan, sebagai pihak yang
Retoris
punya karakter sadis, psikopat. Terlihat dari tatapan mata.
Tabel 4.2 Hasil analisis sampel 2
Pada sampel berita ini, jurnalis fokus pada vonis hukuman Jessica selama 20 tahun
penjara. Lalu jurnalis mengutip perkataan Hakim Ketua Kisworo di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Pernyataan tersebut berbunyi, “Akibat perbuatan terdakwa, telah
mengakibatkan korban Wayan Mirna Salihin telah meninggal dunia, Dua, perbuatan
terdakwa adalah keji dan sadis tersebut dilakukan terhadap teman terdakwa sendiri.” Lalu
pada akhir berita, ditulis Jessica terbukti membunuh Mirna dengan menaruh sianida
dalam gelas es kopi Vietnam yang dipesan di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016.
Pembunuhan dilakukan karena motif sakit hati terhadap Mirna.
Universitas Indonesia
29
Artikel berita ini memuat pernyataan Otto Hasibuan sebagai pengacara Jessica
yang tidak puas dengan hasil sidang Jessica pada 27 Agustus 2016 di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Otto menyebutkan “Cara membacanya Pak Binsar itu menunjukkan
sentimen sekali, menunjukkan kebencian kepada Jessica, Itu tidak boleh dilakukan
seorang hakim. Hakim harus arif dan bijaksana. Soal hukum 20 tahun hukumlah, tapi
tidak boleh dengan penuh kebencian.” Otto mengatakan majelis hakim sama sekali tidak
mempertimbangkan pleidoi tim pengacara dan Jessica. Dia menuding ada keberpihakan
hakim terhadap keluarga Mirna. Lalu di akhir artikel ditulis “Otto menegaskan, pihaknya
akan mengajukan banding dan bertarung habis-habisan membela Jessica. ‘Yang jelas kita
sudah banding dan masih ada second round. Lonceng kematian telah berdentang, tapi
kami masih penuh harapan.”
Universitas Indonesia
30
Pada awal artikel berita ini, jurnalis menulis pembacaan duplik atas replik dari
Jaksa oleh Jessica. Ditulis bahwa Jessica bingung harus berbuat apalagi untuk
meyakinkan Jaksa bahwa dia tidak bersalah, ”Jessica menegaskan dirinya selalu salah di
mata jaksa sehingga dia bingung harus berbuat apalagi untuk meyakinkan jaksa bahwa
dia tidak bersalah.” Lalu pada bagian akhir artikel ditulisan pernyataan oleh Jessica yang
berkata “Bahkan ada saksi ahli yang bilang saya adalah pembunuh berdasarkan muka
saya, Ini satu penderitaan yang tak terbayangkan oleh saya.”
Pemberitaan kasus Jessica telah mengarah pada praktik trial by the press terhadap
Jessica. Detik.com melakukan framing terhadap Jessica dengan menyajikan pemberitaan
kasus Jessica secara intens dan berupaya menggiring opini bahwa Jessica bersalah. Pada
saat dilakukan pencarian melalui mesin pencari di kanal detik.com dengan keyword atau
tag khusus “Jessica Kumala Wongso” muncul 50 berita yang berkaitan dengan kata kunci
dimana mayoritas membahas mengenai kasus pembunuhan I Wayan Mirna Salihin oleh
Jessica Wongso dengan menggunakan racun sianida yang dimasukkan ke dalam kopi
Mirna. Detik.com menyajikan kasus ini dengan berbagai frame-frame yang mereka
lakukan. Terlihat pada hasil analisis diatas terdapat berbagai macam frame yang diramu
Universitas Indonesia
31
oleh detik.com mulai dari; semua tindakan yang dituduhkan kepada Jessica adalah benar
dan tidak ada hal yang dapat meringankannya, meyakinkan pembaca bahwa kepastian
untuk menghukum Jessica selama 20 tahun adalah hal yang pantas, sikap sentimen
beberapa hakim terhadap Jessica yang disiratkan oleh media membenci Jessica, dan
anggapan bahwa semua tindakan Jessica serba salah di mata Jaksa Penuntut Umum.
Analisis di bagian 4.1 dengan menggunakan empat elemen perangkat analisis
framing oleh Zhondang Pan - Sintaksis, Skrip, Tematik, Retoris - menemukan bahwa
hampir semua sampel menunjukan usaha untuk menyudutkan Jessica pada bagian judul
dan juga lead. Penggiringan opini secara jelas terlihat, salah satunya dalam sampel 4.
Ditemukan pada sampel tersebut, detik.com berusaha melakukan framing pada beberapa
bagian dalam artikel berita.
Pada bagian sintaksis ditemukan detik.com menggunakan skema berita struktur
piramida terbalik dengan judul, lead, kutipan sumber yang ditempatkan pada paragraf
pertama. Lalu pada bagian Lead, wartawan langsung menyuguhkan pernyataan hakim
bahwa perbuatan yang dilakukan Jessica Keji dan Sadis. Pada bagian ini jurnalis dengan
sengaja menonjolkan aspek sensasi untuk meyakinkan pembaca bahwa Jessica adalah
pribadi yang Keji dan Sadis berdasarkan pernyataan Hakim Ketua Kisworo. Lalu pada
bagian tematik, jurnalis memframing dengan mengatakan bahwa “Jessica juga tidak
menyesal atas perbuatannya membunuh Mirna. Selain itu, Jessica menurut Majelis Hakim
tidak mengakui perbuatannya sendiri” hal ini menunjukan bahwa Jessica layak mendapat
vonis hukuman 20 tahun penjara. Personal opini tersebut tentu dapat mempengaruhi
pembaca dalam melihat kasus Jessica. Selanjutnya, pada retoris, jurnalis ingin
menonjolkan bahwa Jessica ialah pribadi keji dan sadis. Hal ini ditunjukan dari argumen
jurnalis dan juga kutipan langsung dari pernyataan hakim yang menunjukan bahwa
tindakan Jessica keji dan sadis. Ini terlihat dalam kalimat “… perbuatan terdakwa adalah
keji dan sadis… dilakukan terhadap teman terdakwa sendiri."
Terbentuknya wacana membawa konsekuensi yang berbahaya, tak hanya bagi
Jessica sebagai objek berita namun juga persepsi masyarakat sebagai khalayak yang
mengonsumsi pemberitaan tersebut. Bagi Jessica, pemberitaan tunggal yang menjadi
dominan tanpa menawarkan adanya wacana tandingan sangat beresiko karena dapat
menimbulkan perasaan tertekan, merasa terasing, serta dibenci. Meski dalam prosedur
pemberitaan media massa dikenal mekanisme hak jawab bagi objek berita yang merasa
Universitas Indonesia
32
dirugikan, namun prosedur tersebut tak mampu menghilangkan stigma negatif yang
terlanjur muncul di publik.
Resiko tersebut juga muncul ketika sebuah pemberitaan dilakukan secara masif,
seperti pemberitaan kasus Jessica oleh detik.com. Detik.com merupakan salah satu situs
berita yang memiliki banyak pengunjung. Berdasarkan ranking Alexa, situs ini
menempati posisi kedua sebagai situs berita terbesar di Indonesia dengan jumlah traffic
mencapai tiga juta orang per harinya. Situs ini juga memiliki nilai average visits yang
cukup tinggi, yang berarti bahwa rata-rata orang yang berkunjung ke situs ini betah
berlama-lama membuka laman yang tersaji disana. Dengan performa yang demikian,
maka detik.com memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap persepsi masyarakat
melihat suatu peristiwa yang sedang terjadi dalam masyarakat. Namun, tidak menutup
kemungkinan ada beberapa berita yang dihasilkan dapat menyesatkan dan menggiring
pada kesimpulan yang salah terhadap peristiwa tersebut. Persepsi yang salah tersebut
dapat berujung pada munculnya praktik trial by the press dalam menanggapi kasus
Jessica.
Dari penjelasan hasil analisis diatas ditemukan detik.com membingkai beberapa
informasi mengenai kasus Jessica dengan frame-frame diantaranya; semua tindakan yang
dituduhkan kepada Jessica adalah benar dan tidak ada hal yang dapat meringankannya,
meyakinkan pembaca bahwa kepastian untuk menghukum Jessica selama 20 tahun adalah
hal yang pantas, sikap sentimen beberapa hakim terhadap Jessica yang disiratkan oleh
media membenci Jessica, dan anggapan bahwa semua tindakan Jessica serba salah di mata
Jaksa Penuntut Umum. Semua frame tersebut merupakan strategi media dalam meramu
suatu peristiwa sesuai sudut pandang atau keinginan media tersebut. Hasil snalisis
menemukan bahwa pada detik.com terdapat beberapa berita melakukan frame terhadap
Jessica yang digambarkan bersalah.
4.3 Analisis Hubungan Trial by the Press dengan Media Framing
Universitas Indonesia
33
Informasi yang diperoleh tentang sistem peradilan pidana dikumpulkan dari apa yang
masyarakat dengar dan lihat dari media atau dari orang lain.
Melihat penjelasan sebelumnya pada bagian 2 mengenai teori media construction of
crime dengan contoh penelitian oleh Klein L Jenner dan Danielle Tolson Copper “Trial
by Error: A Content Analysis of the Media Coverage Surrounding the Jerry Sandusky
Trial.” Menemukan bahwa media dapat mengonstruksi kasus Jerry Sandusky melalui
berbagai macam strategi frame. Frame-frame tersebut menciptakan persepsi pada
masyarakat mengenai pribadi Jerry Sandusky, terutama para Juri yang ikut ambil dalam
persidangan tersebut. Frame-frame diterapkan oleh media yang menelusuri berbagai
macam hal yang berkaitan dengan Jerry, mulai dari sifatnya, sikapnya terhadap tetangga,
tingkah lakunya sehari-hari, wawancara terhadap keluarga terdakwa, dan mengobservasi
langsung gerak gerik Jerry pada masa tahanan.
Klein dan copper melihat sebuah kelalaian besar yang dilakukan oleh media dengan
tidak dihiraukannya hak Jerry sebagai terdakwa dalam kasusnya. Melihat pada contoh
berita yang diambil oleh Klein untuk penelitiannya “'Sandusky is delusional!: Alleged
victim's lawyer hits out at former Penn State coach after he goes on TV saying: 'I'm
attracted to young people'” dimana pada berita tersebut Jerry digambarkan sebagai orang
yang suka menghayal, karena Jerry pernah mengatakan bahwa dirinya dianggap menarik
oleh anak-anak. Dari contoh tersebut Klein dan Copper mencoba mewawancarai
setidaknya lima juri yang terlibat dalam persidangannya, ia menemukan bahwa tiga dari
lima orang tersebut mendapatkan efek skeptis kepada Jerry setelah mereka melihat
adanya penggambaran oleh media yang menyatakan bahwa Jerry adalah orang yang suka
berdelusi.
Lalu hubungannya pada kasus yang menjadi tujuan penelitian ini adalah dimana
kedua kasus tersebut baik Jerry maupun Jessica sama-sama tidak mendapatkan
sepenuhnya hak mereka untuk mendapatkan privasi pada proses peradilan pidana yang
sedang mereka jalani. Efeknya adalah terbentuknya opini mengenai Jessica menjadi tidak
baik, hal ini tentu saja merugikan Jessica karena ia punya hak sebagai terdakwa untuk
dilindungi dari berbagai macam persepsi buruk terhadapnya. Frame yang dilakukan
media ini melanggar hak Jessica atas praduga tak bersalah, mempengaruhi keputusan
pengadilan yang merampas hak Jessica atas pengadilan yang adil, serta merupakan
pencemaran nama baik mengingat status Jessica adalah masih terdakwa sebelum putusan
Universitas Indonesia
34
Kasus pembunuhan yang dituduhkan kepada Jessica merupakan salah satu kasus
kejahatan yang mendapat banyak atensi dari publik. Sejak awal peristiwa ini terjadi
hingga putusan hakim dijatuhkan, media masih menjadikan kasus ini sebagai objek berita.
Publik pun masih memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada kasus ini. Dalam
penyuguhannya, media membentuk strategi wacana tertentu yang ditampilkan dalam
sebuah berita. Pembentukan konstruksi sosial yang dilakukan oleh media terkait
pemberitaan kejahatan bisa dimengerti melalui teori media construction of crime yang
dicetuskan oleh Vincent Sacco. Terkait dengan konstruksi realitas, Sacco (1995)
menyatakan media massa memiliki strategi pembentuk wacana tersendiri dalam
memaknai peristiwa kejahatan sebelum pada akhirnya muncul konstruksi realitas tertentu.
Menurut Sacco (1995) ada tiga aspek terkait media construction of crime, yaitu;
collecting, sorting, dan contextualization.
Dalam tahap itulah dilakukan konseptualisasi terhadap suatu objek yang dipersepsi
sehingga lahirlah sebuah konstruksi tertentu. Menurut Berger, proses pembentukan
realitas tersebut berlangsung secara linear, yakni sebuah proses yang urut dan berakhir
hingga proses intenalisasi. Konstruksi realitas atas frame terhadap kasus Jessica dapat
terlihat dari adanya berbagai opini serta diskusi publik secara online. Dimana pada sampel
1 mengenai opini publik, ditemukan adanya tulisan yang berargumen bahwa “Saat ini
publik sedang mengadili Jessica di ruang sidang mereka sendiri yang bernama media
massa. Penonton menikmati alur persidangan yang seolah nyata, tak sabar menunggu
Universitas Indonesia
35
ejakulasi akhir yaitu jawaban “benarkah Jessica yang meracuni Mirna? Mengapa ia
melakukannya?”
Upaya mengumpulkan, memilah-milah serta mengkontekstualisasikan peristiwa
kejahatan tersebut dipengaruhi oleh berbagai elemen diantaranya adalah kebijakan
redaksional, ideologi serta kepentingan perusahaan media. Banyaknya pengaruh dalam
proses konstruksi media kasus Jessica menjadikan hasil konstruksi seringkali tidak
sebangun dengan realitas sebenarnya. Sebagaimana dikatakan oleh Schudson (1995:141-
142), berita terkait kasus Jessica adalah hasil dari konstruksi sosial yang melibatkan
pandangan, simbol, dan nilai-nilai realitas itu sendiri.
Universitas Indonesia
36
5 KESIMPULAN
Media melakukan framing dengan tujuan menggiring opini publik terhadap isu
tertentu. Dari analisis beberapa sampel berita pada detik.com yang dibahas pada bagian
4, terlihat detik.com melakukan framing terhadap Jessica dengan tujuan menyudutkan
Jessica dan menyatakan Jessica bersalah. Media memiliki strategi wacana tersendiri
dalam memaknai peristiwa kejahatan yang sangat menarik perhatian publik, termasuk
pula pada kasus Jessica. Proses pembuatan wacana isu tersebut tidak terlepas dari
pengaruh media sebagai sebuah institusi sosial yang menyalurkan informasi kepada
masyarakat.
Melihat bagaimana cara detik.com mengolah dan juga meramu berita terkait kasus
Jessica dengan membangun framing menimbulkan opini yang telah menghakimi Jessica.
Hal ini dibuktikan dengan memakai perangkat analisis framing yang dikemukakan oleh
Zhandong Pan dan Kosicski. Pada berbagai berita yang disuguhkan oleh detik.com
ditemukan frame-frame berupa; semua tindakan yang dituduhkan kepada Jessica adalah
benar dan tidak ada hal yang dapat meringankannya, meyakinkan pembaca bahwa
kepastian untuk menghukum Jessica selama 20 tahun adalah hal yang pantas, sikap
sentimen beberapa hakim terhadap Jessica yang disiratkan oleh media membenci Jessica,
dan anggapan bahwa semua tindakan Jessica serba salah di mata Jaksa Penuntut Umum.
Universitas Indonesia
37
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alexander, S.L. 2003. Covering the Courts: A Handbook for Journalist. Edisi ke-2.
Maryland: Rowman & Littlefield Publisher INC.
Barak, Gregg. 1995. Media, Process, and the Social Construction of Crime: Studies in
Newsmaking Criminology. London: Routledge Publications.
Bruschke, Jon dan Loges, E. William. 2004. Free Press vs Fair Trials. Lawrence Erlbaum
Associates Publishers.
Chancer, Lynn S.. 2005. High-Profile Crimes: When Legal Cases Become Social Causes.
University of Chicago Press.
Coombs, Danielle Sarver. 2013. Last Man Standing: Media, Framing, and the 2012
Republican Primaries. Rowman & Littlefield Publishers.
Eriyanto. 2011. Analsisi isi: Pengantar metodologi untuk penelitian ilmu komunikasi dan
ilmu-ilmu sosial lainnya. Jakarta: Kencana.
Eriyanto. 2012. Analisis framing: konstruksi, ideologi, dan Politik media. Yogyakarta:
LkiS
Goffman, E. 1974. Frame analysis: an essay on the organization of experience. New York:
Longman.
Jewkes, Y. 2004. Media and crime: key approaches to criminology. London: Sage
Publications.
Keren, G. 2011. Perspective on Framing. New York: Psychology Press.
Lipschultz, Jeremy H., and Michael L. Hilt. 2002. Crime and Local Television News :
Dramatic, Breaking, and Live from the Scene. Routledge.
Mustofa. Muhammad. (2010). Kriminologi: Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas,
Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum Edisi kedua. Bekasi: Sari Ilmu
Pratama.
Muhammad Mustofa. 2013. Metodologi Penelitian Kriminologi. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Matthew B. Miles & A. Michael Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis: An
Expanded Sourcebook (Ed. Ke-2). Amerika Serikat: Sage Publications Ltd, hlm.
10-11.
McQuail, Dennis. 2010. McQuail’s Mass Communication Theory (Ed. Ke-6). London:
Sage Publications
Paul Mason. 2003. Criminal Visions : Media Representations of Crime and Justice.
Universitas Indonesia
38
Willan Publishing.
Shaffaat, Idri. 2008. Kebebasan, Tanggung Jawab dan Penyimpangan Pers. Jakarta:
Prestasi Pustaka
Surette, Ray. 2011. Media, Crime and Criminal Justice: Images, Realities, and Policies.
Fourth Edition. United States: Wadsworth Cengage Learning.
Sykes, Geoffrey Skyes. 2010. Courting the Media: Contemporary Perspectives on Media
and Law. Nova Science Publishers Inc..
Taylor, J. Steven et al. 2016. Introduction to Qualitative Research Methods: A GuideBook
and Resource. Ed ke-4. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Tabbert, Ulrike. 2015. Crime and Corpus: The linguistic representation of crime in the
press. John Benjamins Publishing Company.
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa. 2011. Kriminologi. Jakarta: PT.Raja Grafndo
Persada.
Artikel Jurnal
Bohlander, Michael. 2010. Open Justice or Open Season?: Should the Media Report the
Names of Suspects and Defendants?, 74. The Journal of Criminal Law. Hal 321-
338.
Brandwood Armstrong, Joanne. 2000. You say “Fair Trial” and I say “Free press”: British
and American Approaches to Protecting Defendants right in High Profile Trials.
British and American Approach.
Calanchi, Alessandra. 2014. Crime, Crime Fiction and the Construction of Public Feeling
through the Media in Italy, Vol. 32(2). Italian Americana. Hlm. 172-184.
Crushner, Quintin. 2009. Spreading the News: Communicating with the Media During
High-profile Trials, Vol. 93/2. Judicature. Hlm. 52-60.
Erickson, Willliam H. 1977. Fair Trial and Free Press: The Practical Dilemma. Stanford
Law Review. Hal 115-125
Ethelb, H. 2016. The people or the police: who to blame? A study investigating linguistic
and textual devices journalists use in framing news stories. Theory and practices in
language studies, 6(12). Hal 2245-2253.
Evans, K. 2012. Media Representations of Male and Female ‘Co-Offending’: How
Female Offenders are Potrayed in Comparison to Their Male Counterparts,. Internet
Journal of Criminology. Hal 5-6.
Giles, D.C. & Shaw, R.L. 2009. The Psychology of News Influence and Development of
Media Framing Analysis. Social and Personality Psychology Compass, 3(4). Hal
375-393.
Henry, S. & Milovanovic, D. 2000. Constitutive criminology: origins, core, concepts, and
Universitas Indonesia
39
Universitas Indonesia
40
Penelitian Terdahulu
Mackie, Emma. 2016. Tesis. The Monstrous Feminime: Media Representations of
Women Who Commit Crime in New Zealand. Albany: Massey University, New
Zealand.
Putra, A. Hudana. 2017. Tugas Karya Akhir. Trial by the Press oleh Media Online dalam
Pemberitaan Kasus Tindak Pidana Korupsi Syarifuddin Umar. Depok: Universitas
Indonesia.
Wiendy, Hapsari. 2018. Tesis. Konstruksi Media Daring atas Putusan sidang kasus
pembunuhan I Wayan Mirna Salihin dalam tinjauan Kriminologi Konstitutif. Depok:
Uniersitas Indonesia.
Universitas Indonesia
41
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
43
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia