Anda di halaman 1dari 7

Tong.Rosemarie.2009. Feminist Thought : A More Comprehensive Introduction.

Westview Press. pp 163-199.

Chapter 5 : Care-Focused Feminism

Akar pemikiran Care-Focused Feminism


Etika perhatian Carol Gilligan
Dalam bukunya In a Different Voice, Carol Gilligan mencatat bahwa penekanan pria
pada pemisahan dan otonomi membawa mereka untuk mengembangkan gaya penalaran
moral yang menekankan keadilan, kejujuran dan hak. Sebaliknya, penekanan perempuan
pada koneksi dan hubungan mengarahkan mereka untuk mengembangkan sebuah gaya
penalaran moral yang menekankan keinginan,kebutuhan dan ketertarikan atas orang tertentu.
Untuk menambahkan, Gilligan mengklaim bahwa karena kebanyakan ahli dalam teori
perkembangan moral menggunakan norma pria sebagai lawan norma manusia pada umumnya
untuk mengukur perkembangan moral perempuan sama dengan laki-laki, para ahli pun telah
salah menyimpulkan bahwa perempuan lebih kurang perkembangan moralnya daripada laki-
laki. Terganggu akan hal ini, Gilligan membuktikan bahwa bukanlah perempuan, melainkan
standar yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan perempuan sebagai seseorang yang
bermorallah yang harus diubah.

Gilligan memberi kritik pada mantan mentornya, Lawrence Kohlberg. Menurut


Kohlberg, perkembangan moral terdiri atas 6 tahap; 1) “hukuman dan orientasi ketaatan”,
anak harus melakukan seperti apa yang disuruh. 2) “orientasi relativis yang berperan
penting”, anak anak melakukan apa yang memenuhi kebutuhan orang lain, tetapi hanya jika
kebutuhannya sendiri yang demikian terpenuhi. 3) “kecocokan interpersonal atau orientasi
‘girl”. Anak yang menjadi dewasa menyesuaikan diri pada norma moral yang berlaku dalam
rangka untuk mengamankan persetujuan dari orang lain. 4) “orientasi hukuman dan
ketertiban”. Anak yang sudah mulai dewasa mulai melakukan tugasnya, menunjukkan rasa
hormat pada otoritas dan memelihara ketertiban sosial untuk kepentingannya sendiri. 5)
“orientasi kontrak sosial legalitas”. Anak muda mengadopsi sebuah pandangan moral dasar
utilitarian berdasarkan dimana individu diizinkan untuk lakukan sesuka mereka, asalkan
mereka menahan diri dari merugikan orang lain dalam proses. 6) “orientasi prinsip etik
universal. Orang dewasa mengadopsi pandangan moral Kantian yang menyajikan perspektif
moral yang universal untuk disajikan sebagai kritik moralitas konvensional. Orang dewasa
tidak lagi diatur oleh kepentingan diri, opini orang lain atau kekuataan konvensi hukum
namun prinsip universal yang self-legislated dan self-imposed seperti keadilan, pembalasan
dan rasa menghargai atas martabat seorang manusia.

Gilligan berpendapat bahwa perempuan mendapatkan nilai yang rendah dalam tes
Kohlberg sebab desainnya yang belum sempurna. Menurutnya itu adalah sebuah tes yang
dikonstruksikan untuk mengukur laki-laki. Hasilnya, perempuan yang tidak beralasan moral
seperti laki-laki menghasilkan nilai yang buruk. Menurutnya solusi atas masalah ini adalah
dengan mengembangkan sebuah tes yang bisa secara akurat mengukur perkembangan
perempuan dan laki-laki.

Dalam studinya pada perempuan yang mengandung mengenai aborsi, Gilligan


mencatat bahwa perempuan yang gagal untuk sepenuhnya memutuskan keputusan aborsi
terjebak pada Level Satu dari alasan moral, dimana agen moral menekankan kepentingannya
sendiri atau pada Level Dua, dimana agen moral menekankan kepentingan orang lain.
Sebaliknya, perempuan yang terlibat dalam Level Tiga, dimana agen moral menyeimbangkan
antara kepentingannya sendiri dengan orang lain, muncul paling damai dengan keputusan
aborsi mereka. Menurut Gilligan, pada level satu, dirinya adalah satu satunya objek perhatian
wanita. Pada level dua membutuhkan perempuan menjangkau orang lain dan menyadari
pentingnya kepentingan orang lain. Menurut Gilligan, untuk menghindari pribadi yang sakit
hati,marah dan penuh kebencian seorang perempuan harus mendorong dirinya ke level tiga.

Setelah menulis In a Different Voice,Gilligan mengisyaratkan bahwa pemikir moral


yang ideal yang memungkinkan lebih condong pada etika pelayanan daripada etika keadilan.

Etika kepedulian Nel Noddings

Menurut Noddings, perempuan dan laki-laki memiliki “bahasa moral” yang berbeda
dan budaya kita cenderung mendukung etika keadilan maskulin daripada etika kepedulian
feminin. Gaya moral reasoning perempuan lebih konkrit daripada moral reasoning laki-laki;
perempuan akan mengonsultasikan perasaannya, idealismenya, impresi, dan pengetahuan
yang dimilikinya untuk mencapai solusi dari suatu permasalahan tertentu.

Etika adalah mengenai relasi-relasi tertentu, dimana relasi berarti seperangkat


pasangan-pasangan yang diciptakan dari peraturan-peraturan yang mendeskripsikan pengaruh
atau pengalaman subyektif dari anggota-anggotanya.
Kepedulian yang hakiki memerlukan interaksi yang aktif dengan individu spesifik,
tidak bisa dicapai dengan niat yang baik saja. Peduli (caring) adalah ciri pada manusia, paling
tidak sama pentingnya dengan kapasitas manusia akan rasionalitas. Noddings menekankan
bahwa kita perlu menggunakan pengetahuan untuk meningkatkan kecenderungan alamiah
manusia untuk peduli.

Meskipun kepedulian etis memerlukan lebih banyak upaya daripada kepedulian


alamiah, Noddings tidak setuju dengan pandangan Immanuel Kant yaitu melakukan sesuatu
karena kita seharusnya melakukannya lebih baik daripada melakukan sesuatu karena kita mau
melakukannya. Moralitas adalah tentang menguatkan minat diri sendiri melalui proses
menguatkan minat orang lain.

Bagi perempuan, sebuah peristiwa yang evil adalah peristiwa yang merugikan
(harmful), sesuatu yang melukai seseorang tertentu. Menghapuskan evil bukan tentang
menghukum pendosa, melainkan tentang mengurangi rasa sakit, pemisahan dan keadaan
tidak berdaya.

Menurut Noddings, evil bukanlah fenomena abstrak, ialah kenyataan yang konjrit
yang mengambil bentuk salah satu atau lebih dari lima bentuk di bawah ini:

1. Menimbulkan rasa sakit


2. Menimbulkan rasa sakit karena perpisahan (pain of separation)
3. Mengabaikan hubungan sehingga rasa sakit karena perpisahan muncul atau orang-
orang yang terpisahkan mengalami dehumanisasi
4. Secara sengaja atau tanpa sengaja menimbulkan rasa tidak berdaya
5. Menciptakan sistem mistifikasi yang berkontribusi kepada rasa takut akan rasa tidak
berdaya
Etika adalah tentang mengatasi rasa sakit, perpisahan dan rasa tidak berdaya

Kritik terhadap Gilligan dan Noddings

Kritik terhadap Gilligan mengatakan bahwa data empiris Gilligan terlalu sedikit untuk
mendukung generalisasi berat yang ia buat tentang perbedaan “bahasa moral” perempuan dan
laki-laki. Menurut para kritikus, apabila ia memilih untuk mewawancarai laki-laki yang
menjadi populasi latar belakang kajiannya, Giligan mungkin akan menghasilkan kajian yang
lebih meyakinkan mengenai perbedaan gaya moral reasoning perempuan dan laki-laki.

Kritik lainnya adalah Gilligan terlalu terfokus kepada gender daripada


keanekaragaman perempuan yang ia kaji, sehingga ia kehilangan banyak kesempatan untuk
mengkaji bagaimana ras dan kelas membentuk moralitas seseorang. Ia juga dikritik karena
menaksir terlalu tinggi nilai-nilai etika kepedulian, ia dikritik karena kurang mengapresiasi
nilai etika keadilan.

Noddings dikritik karena impresi yang ia berikan yaitu pihak yang memperdulikan
selalu memberi dan pihak yang diperdulikan selalu mengambil. Menurut Sarah L. Hoagland,
Nodding beberapa kali mengimplikasikan bahwa pihak yang diperdulikan tidak memiliki
kewajiban kepada pihak yang memperdulikan. Hoagland juga mengkritik klaim Noddings
bahwa “ethical diminishment” hampir selalu menjadi konsekuensi pemutusan suatu
hubungan, meskipun hubungan tersebut kejam.

Maternal Ethics of Care and the Ethics of Care


Sara Ruddick
Sara Ruddick menyatakan bahwa motherng dapat dikategorikan sebagai dua hal, yaitu
kultural dan juga biologis. Dimana bahwa mothering dapat dikatakan sebagai tindakan yang
dapat dilakukan oleh pria dan juga wanita. Namun, karena sejarah yang diakibatkan dari
adanya masyarakat yang patriarkal dan juga adanya , mothering menjadi identik dengan
wanita. Hasil dari fenomena tersebut , Ruddick menghasilkan istilah yang disebut maternal
practice.
Maternal practice merupakan sebuah tindakan yang tidak boleh dianggap remeh oleh
masyarakat. Menurut Ruddick, anggapan bahwa maternal thinking merupakan tindakan yang
didasari atas perasaan yang irasional, dengan kata lain dikatakan dengan perasaan kasih
sayang, merupakan anggapan yang salah. Ruddick melihat bahwa maternal thinking
merupakan sebuah hal yang dipelajari dan sebagai hal yang rasional, maternal thinking
merupakan hal yang memiliki logika dan caranya sendiri.
Praktik maternal dianggap oleh Ruddick sebagai hal yang sesuai dengan praktik
manusia secara umumnya. Praktik ini harus dipelajari dan memiliki standarnya masing. Tidak
terkecuali praktik parenting.
Dalam berusaha untuk mencapai apa yang diusahakan, proses untuk menjadi baik
dalam suatu hal tentu membutuhkan cara-cara tertentunya. Selain itu, adanya rasa keinginan
untuk menjadi baik dari diri sendiri juga menimbulkan tekanan. Tekanan-tekanan ini
diharapkan dapat menjadi sebuah cara untuk mencapai apa yang dianggap sebagai baik.
Salah satu yang ditekankan dalam bagaiman membangun hubungan dalam kegiatan
parenting, Ruddick menekankan dimensi pertama yaitu adanya pengawasan tanpa harus
selalu was-was. Ruddick membayangkan bagaimana dalam melakukan kegiatan parenting,
sang bayi tidak perlu diajarkan sesuatu yang terlalu nyaman, tetapi juga terlalu berat.
Ruddick memiliki tiga dimensi dalam melakukan maternal practice tersebut, yaitu
adalah Cheerfulness, Fostering, dan Training. Cheerfulness merupakan dimensi yang melihat
bahwa seorang ibu tentunya akan menganggap praktek dalam sikap rendah hati itu penting
untuk menekankan pada keceriaan. Dimensi Fostering merupakan praktek membina anak-
anak dalam pertumbuhan. Seorang ibu yang baik tidak memaksakan anaknya harus
melakukan apa yang sudah ditulis, dan ibu yang baik memberikan penuh kasih sayang, cerita-
cerita yang menyenangkan yang dapat membantu anak-anaknya bertumbuh kembang suatu
kelak nanti. Dimensi ketiga dan terakhir dari praktek ibu adalah training. Ibu bekerja keras
untuk mensosialisasikan anak-anak mereka untuk membimbing menjadi anak yang mematuhi
norma-norma sosial di dalam masyarakat.

Virginia Held

Held menjelaskan bahwa ada beberapa pendekatan moral yang dirancang agar sesuai
dengan bentuk hubungan tertentu dan aktivitas publik. Beberapa dari pendekatan moral ini,
terkait dengan keadilan, biasanya sering dipakai di dunia ekonomi dan hukum. Setidaknya di
dunia Barat, pendekatan moral yang dihasilkan dalam, dari, dan untuk hubungan pribadi
belum biasa sepenuhnya diakui sebagai pendekatan moral.

Held mengakui bahwa meskipun banyak wanita menghabiskan banyak waktu di ranah
publik seperti yang mereka lakukan dalam ranah pribadi dan bahwa kodrat tidak menentukan
moralitas perempuan, ia tetap mengaku bahwa kesenjangan yang signifikan masih ada dalam
pengalaman moral perempuan dengan laki-laki. Held mengatakan bahwa walaupun etika
tradisional berupaya untuk netral, hal tersebut tidak akan benar-benar netral karena lebih
banyak membicarakan pengalaman laki-laki.

Held percaya bahwa laki-laki maupun perempuan dapat berperan sebagai pengasuh.
Laki-laki memang tidak melahirkan, namun hal itu bukan berarti mereka tidak dapat
mengasuh anak. Budaya tradisional yang seringkali berhadapan dengan peristiwa bahwa laki-
laki lebih sering berseteru membuat munculnya anggapan bahwa laki-laki lebih tidak
berperasaan dibandingkan dengan perempuan. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa laki-
laki tidak bisa menjadi pengasuh. Held berpendapat dari sudut pandang anak, bahwa tidak
peduli siapa yang memberikan perhatian atau memenuhi kebutuhan anak tersebut selama
masih ada orang yang memenuhinya. Walaupun Held beranggapan demikian, namun ia
percaya bahwa ada perbedaan kualiatif terkait asuhan laki-laki dengan perempuan. Hal ini
dapat dilihat dari fakta bahwa perempuan melahirkan serta membesarkan anak-anak, hal itu
merupakan sinyal bahwa perempuan lebih merasa bertanggung jawab atas mengasuh anak
dibanding dengan laki-laki.

Eva Feder Kittay

Menurut Kittay, sudut pandang ketergantungan atas pekerja membuat budaya


tradisional terus bertahan, yakni membuat perempuan beketergantungan kepada laki-laki. Hal
ini yang memunculkan pandangan bahwa perempuan adalah ‘ibu’, dan laki-laki adalah ‘ayah’
yakni yang mencari nafkah, sedangkan ‘ibu’ yakni sebagai yang berperan dalam mengasuh.
Sosialekonomi yang masih diskriminasi terhadap perempuan, dan budaya yang
memposisikan matriarkal sebagi pengasuh,mebuat hal itu menjadi terus berlangsung.
Disamping itu, faktor biologis yang pada kenyataannya mayoritas laki-laki lebih
memungkinkan berperan sebagai pekerja, secara tidak langsung dapat memposisikan
perempuan sebagai pengasuh.

Kesimpulan

Walaupun para care-focused feminist telah disalahkan karena terlalu fokus pada
tingkat personal, kenyatannya para care-focused feminist memperhatikan perhatian publik
dan professional. Gilligan dan Nodding membuat usaha yang kuat untuk mendemonstrasikan
hubungan care-focused feminism untuk pendidikan di tingkat primer,sekunder dan
professional. Menurut mereka berdua, pendidikan menyajikan saluran dari ranah pribadi ke
ranah publik. Artinya, etika perawatan akan dikeluarkan ke dunia publik. Menurut mereka,
etika perawatan harus menjadi etika utama yang digunakan di dunia professional dan publik.
Penjelasan mereka cocok dengan penjelasan Ruddick. Mereka bertiga berhipotesis bahwa
alasan mengapa banyak kekerasa terjadi di dunia adalah karena amat sedikit kepedulian di
dunia. Seperti menurut Ruddick, pemikir yang bersifat keibuan memiliki kewajiban untuk
menjadi aktivis perdamaian. Untuk menspesifikasikan lebih jauh pemikiran Ruddick,
Gilligan dan Nodding, Held berpendapat bahwa norma pasar-yaitu norma atas efisiensi dan
produktifitas- tidak boleh menjadi prioritas dalam pendidikan,chilcare,perawatan kesehatan
dan perlindungan lingkungan. Menurut Held,tugas pertama para care thinkers adalah untuk
menahan perluasan nilai pasar ke dunia dimana, sampai saat ini, nilai-nilai tersebut dianggap
sebagai sesuatu yang tidak pantas. Contohnya, care thinkers harus menahan pasar organ
tubuh manusia dan gamet manusia (sel telur dan sperma), seakan bagian tubuh yang mampu
menyimpan atau meningkatkan kehidupan manusia hanyalah komoditas yang hanya bernilai
seharga pasar siap untuk membayar mereka. Kittany lebih berani dalam menyuarakan etika
perawatan, mengatakan bahwa masyarakat harus menyadari ketergantungan itu, kebutuhan
untuk merawat orang lain dan kebutuhan untuk perawatan untuk diri sendiri adalah bagian
tak terhindarkan dari kondisi manusia.

Fiona Robinson berpendapat bahwa bila kita berfokus membuat kepedulian muncul di
dunia publik, tidak ada alasan mengapa etika perawatan tidak bisa di globalisasikan. Ia
mengklaim bahwa kita membutuhkan seorang feminist ethics of care, lengkap dan cukup
spesifik untuk membantu orang yang istimewa melihat bagaimana kekayaan mereka
membuat diri mereka menjadi pembohong jika mereka terlibat dalam pembicaraan mengenai
hak tanpa melibatkan tindakan perawatan yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai