Iklan merupakan bagian dari reklame, iklan juga merupakan bentuk kegiatan
komunikator. Sehingga iklan pada hakekatnya adalah pesan yang disampaikan dari
komunikator kepada komunikan.
Banyak penelitian tentang iklan, salah satunya dilakukan Sita van Bammelen
pada penelitian era tahun 70-an terhadap iklan-iklan di barat yang membuktikan
bahwa perempuan direpresentasikan dalam stereotip tradisonal yang cenderung
merendahkan posisi perempuan. Lima belas tahun kemudian—masih menurut
Bammelen—ternyata iklan tidak ada perubahan.
Hal yang sama ternyata terjadi di Indonesia. Thamrin Amal Tamagola (1990)
menyimpulkan bahwa iklan media cetak memperlihatkan adanya dominasi bias
gender. Tidak hanya pada media cetak, iklan di televisi pun banyak yang
mencerminkan itu.
Dalam buku hasil penelitian terhadap 45 iklan selama Juli 2003 lalu, diketahui
bahwa iklan-iklan masih saja banyak yang bias gender. Buku yang terdiri dari 6 bab
ini banyak mengungkap masalah bagaimana dan dalam hal apa saja bias gender
tersebut direpresentasikan.
Begitu pula dalam pembagian wilayah peran laki-laki dan perempuan, publik
dan domestik. Sebagai contoh dalam iklan Surf, digambarkan laki-laki pergi kerja dan
perempuan bersama anak-anak di rumah. (hal. 122)
Apa yang direpresentasikan dalam iklan televisi bias gender tersebut banyak
dijumpai masyarakat. Sehingga bias gender iklan televisi sebenarnya merupakan
penegasan relitas sosial. Namun hasil penelitian ini tidak dapat mencerminkan seluruh
iklan televisi bias gender, karena penelitian ini lebih difokuskan pada iklan yang
diduga mengandung bias gender.
Apapun alasannya, sedikit atau tidak iklan yang mengandung bias gender
sudah semestinya dikritisi. Hal ini sebagai upaya pemberdayaan masyarakat akan
kesetaraan gender. Lebih lanjut, buku ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
dalam perspektif kebijakan, adanya perubahan pada isi iklan agar lebih
memperhatikan kesetaraan gender, karena bisa saja hal ini sengaja dilakukan oleh
pembuat iklan agar pesan dapat dengan mudah diterima masyarakat. (may)