AKAR IDEOLOGIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN A. Hakikat Ideologis Kebijakan Pendidikan B. Penyebab Perbedaan Arah Praktik Penyelenggaraan Pendidikan C. Paham Ideologi Pendidikan A. Hakikat Ideologis Kebijakan Pendidikan Pada umumnya, praktik penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat dilatarbelakangi adanya berbagai pertimbangan subjektif masyarakatnya berupa preferensi nilai serta prinsip yang dipilih. Pertimbangan dan kehendak masyarakat atau cita-cita sosial dalam praktik penyelenggaraan pendidikan, baik di sekolah maupun diluar sekolah, mempunyai dua peran penting yang berbeda : Tidak melegitimasi bahkan melanggengkan formasi sosial yang ada (status quo), tetapi sebaliknya: berperan untuk membangun atau mengubah tatanan sosial menuju yang lebih adil Peran yang berlawanan tersebut sebenarnya merupakan pantulan (reflection) dari kehendak serta cita-cita sosial yang berbeda dari suatu masyarakat B. Penyebab Perbedaan Arah Praktik Penyelenggaraan Pendidikan Menurut William F.ONeil: perbedaan arah praktik penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan ideologi yang digunakan oleh tiap-tiap masyarakat. Aneka kebijakan yang mengarah pada perbaikan pendidikan masih mendasarkan pada fondasi ideologi yang rapuh atau tidak jelas dasar-dasar ideologisnya. C. Paham Ideologi Pendidikan Brameld membagi empat macam ideologi pendidikan yang disebut dengan aliran filsafat pendidikan: PERENIALISME ESENSIALISME PROGRESIVISME REKONSTRUKTIVISME Perenialisme: sasaran yang perlu dicapai dalam pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip- prinsip tentang kenyataan, kebenaran, serta nilai yang abadi dan tidak terikat ruang dan waktu. Esensialisme: alam semesta beserta segala unsurnya diatur oleh hukum yang mencakup semuanya serta tatanan yang sudah mapan sebelumnya. Tugas utama manusia adalah memahami hukum dan tatanan tersebut. Sasaran utama sekolah adalah mengenalkan siswa pada karakter dasar alam semesta yang sudah tertata. Sehingga anak harus dikenalkan pada warisan budaya sekaligus sebagai pelestari budaya. Progresivisme: tujuan utama sekolah adalah meningkatkan kecerdasan praktis, yang membuat siswa lebih efektif dalam menghadapi dan memecahkan problem dalam kehidupan sehari- hari. Progresivisme menekankan pendidikan harus bersifat duniawi, eksperimentatif, eksploratif, aktif, dan evolusioner sehingga sering disebut paham eksperimentalisme. Paham rekonstruktivisme menekankan bahwa sekolah semstinya diabdikan pada pencapaian tatanan sosial yang demokratis. Orientasi utama sekolah harus pembangunan rakyat ONeil membuat penggolongan meliputi tiga macam ideologi pendidikan , yaitu: a. IDEOLOGI KONSERVATIF b. IDEOLOGI LIBERAL c. IDEOLOGOGI KRITIS-RADIKAL a. Ideologi Konservatif Ideologi Konservatif memandang ketidaksederajatan masyarakat merupakan hukum keharusan alami, hal yang mustahil dihindari serta merupakan ketentun sejarah. Adanya keyakinan bahwa Tuhan yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya Dia yang mengetahui makna dibalik semua itu. Kaum yang menderita kemiskinan, buta huruf, tertindas, dipenjara dianggap disebabkan kesalahannya sendiri. b. Ideologi Liberal Ideologi ini berangkat dari keyakinan bahwa dalam masyarakat terjadi banyak masalah, termasuk urusan pendidikan, tetapi masalah dalam pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Tugas pendidikan tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Proses pendidikan tidak boleh lepas dengan kondisi-kondisi eksternal, dalam hal ini ekonomi dan politik. Pendidikan harus dapat menyesuaikan diri seperti pengadaan sarana prasarana yang memadai (ketercukupan ruang kelas, perpustakaan, laboratorium yang canggih, dan peralatan komputer yang komplit), menyeimbangkan rasio guru-murid, penciptaan metode pembelajaran yang baru Meski begitu, terdapat perbedaan pandangan antara ideologi konservatif dan liberal: Pendidikan adalah apolitik dan excellent harus merupakan target utama pendidikan Kaum liberal melihat kaitan pendidikan dalam struktur kelas dan dominasi politik, budaya, serta gender Pendidikan merupakan media untuk menyosialisasikan dan mereproduksi nilai tata susila dan keyakinan agar masyarakat luas sebagai sistem berfungsi dengan baik Menurut cita-cita ini, gambaran manusia ideal adalah manusia rasionalis liberal, yaitu semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektual, baik tatanan alam maupun sosial yang dapat ditangkap oleh akal. ideoologi liberalisme dipengaruhi oleh positivisme seperti metode scientific serta adanya pemisahan antara fakta dan nilai menuju pemahaman objektif. c. Ideologi Kritis-Radikal Pendidikan bagi kaum kritis ini merupakan arena perjuangan politik. Jika bagi kaum konservatif pendidikan diarahkan untuk menjaga status quo, kaum liberal pendidikan diorientasikan untuk perubahan moderat, namun ideologi kritis ini menghendaki pendidikan sebagai sarana perubahan struktur secara fundamental dalam politik, ekonomi, serta gender. Kaum kritis berpendapat: Diskrimansi kelas serta gender dalam masyarakat tercermin pula dalam dunia pendidikan Perhatian utama pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap the dominant ideology ke arah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang berpikir serta bertindak untuk selalu kritis terhadap keadaan sistem serta struktur yang tidak adil dan menindas Pendidikan tidak mungkin dapat bersikap netral, objektif, dan mengambil jarak dengan masyarakat. Visi pendidikan adalah melakukan kritik terhadap sistem dominan beserta kelas dominan yang ada sebagi perwujudan atas pemihakan terhadap rakyat kecil, kelompok miskin, atau kelas tertindas umumnya dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih adil. D. Pendekatan-pendekatan dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan Secara teoritis, Arif Rohman menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan dirumuskan dengan mendasarkan diri pada landasan pemikiran yang lebih ilmiah empiris. Dua pendekatan perumusan kebijakan pendidikan: Social demand approach Man-power approach Social demand approach adalah pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang mendasarkan diri pada aspirasi, tuntutan, serta beragam kepentingan yang didesakkan oleh masyarakat. Man-power approach adalah sebuah pendekatan yang lebih menitikberatkan pada pertimbangan rasional dalam rangka menciptakan ketersediaan sumberdaya manusia (human resources) yang memadai dimasyarakat MENUJU FORMULASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KRITIS-PARTISIPATIF Hudson mengelompokkan teori perumusan kebijakan pendidikan menjadi lima teori, yaitu: TEORI RADIKAL (RADICIAL THEORY) TEORI ADVOKASI (ADVOCACY THEORY) TEORI TRANSAKSI (TRANSACTIVE THEORY) TEORI SINOPTIK (SYNOPTIC THEORY) TEORI INKREMENTAL (INCREMENTAL THEORY) TEORI RADIKAL (RADICIAL THEORY)
Teori ini menekankan kebebasan lembaga lokal
dalam menyusun sebuah kebijakan pendidikan. Semua kebijakan pendidikan pendidikan yang menyangkut penyelenggaraan dan perbaikan penyelenggaraan pendidikan di tingkat daerah diserahkan pada daerah TEORI ADVOKASI (ADVOCACY THEORY)
Teori ini tidak menghiraukan perbedaan seperti
karakteristik lembaga, lingkungan sosial dan kultural, lingkungan geografis, serta kondisi lokal lainnya. Teori advokasi lebih mendasarkan pada argumentasi yang rasional, logis, dan bernilai. Pemerintah pusat perlu menyusun kebijakan pendidikan yang bersifat nasional demi kepentingan umum Teori advokasi bersumber dari akar teori konflik yang merekomendasikan pemberian kewenangan negara atau pemerintah pusat. Pemerintah pusat harus mampu menyeimbangkan kemajuan pendidikan antardaerah TEORI TRANSAKSI (TRANSACTIVE THEORY)
Teori ini menekankan bahwa perumusan
kebijakan sangat perlu didiskusikan secara bersama dengan semua pihak. Pada dasarnya, teori transaktif sangat menekankan harkat individu serta menjunjung tinggi kepentingan masing-masing pribadi. TEORI SINOPTIK (SYNOPTIC THEORY)
Teori ini menekankan bahwa dalam menyusun
sebuah kebijakan diperlukan metode berpikir sistem. Objek yang dirancang dan terkena kebijakan, dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan tujuan yang sering disebut dengan misi. Oleh karena itu teori ini disebut teori sistem TEORI INKREMENTAL (INCREMENTAL THEORY)
Teori ini menekankan pada perumusan kebijakan
pendidikan yang berjangka pendek serta berusaha menghindari perencanaan kebijakan yang berjangka panjang