Anda di halaman 1dari 12

PERSEPSI SISWA TERHADAP PELAKSANAAN

LAYANAN BIMBINGAN & KONSELING DI SEKOLAH


1
Sarifa Mala Dian✉, 2 Nur Arifathul Jannah, 3 Yusma Khuni Haya

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang


Email : malladian3@gmail.com

Abstrak : Pendidikan merupakan bentuk keahlian belajar yang sudah diprogram dalam berbagai macam
wujud, seperti pendidikan formal, nonformal dan di luar sekolah yang berproses seumur hidup.
Pendidikan memiliki tujuan untuk mengoptimalkan kemampuan masing-masing individu. Pendidikan
merupakan satu usaha dasar yang dikerjakan oleh kalangan masyarakat serta pemerintah lewat acara
bimbingan, pengajaran atau latihan. Pendidikan beroperasi di sekolah atau di luar sekolah seumur hidup
dalam merencanakan siswa atau peserta didik supaya mampu bermain peran setiap kawasan hidup
dengan baik di masa depan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengenai persepsi
siswa terhadap pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Pendekatan yang
digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Subjek populasi yang diteliti dalam
penelitian ini adalah Siswa kelas X hingga kelas XII yang masih menempuh jenjang pendidikan SMA.
Sampel pada penelitian ini adalah 30 siswa kelas X hingga kelas XII Sekolah Menengah Atas yang
tersebar di daerah Jawa Timur dan juga daerah Flores, NTT dengan karakteristik siswa yang pernah
memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan teknik probability sampling. Metode yang digunakan adalah metode
pertanyaan mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner, sedangkan metode pernyataan
mengumpulkan data dengan menggunakan skala model likert. Hasil penelitian yang di dapat adalah dari
30 responden, yang menyatakan persepsi positif terhadap pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah
sebesar 26 responden dengan presentase 86,7 %, sedangkan terdapat 4 responden yang menyatakan
persepsi yang negatif terhadap pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah dengan presentase 13,3 %.

Abstract : Education is a form of learning skills that have been programmed in various forms, such as
formal, non-formal and out-of-school education which is a lifelong process. Education has a goal to
optimize the ability of each individual. Education is a basic business carried out by the community and
the government through guidance, teaching or training programs. Education operates in school or
outside of school for life in planning students or learners to be able to play the role of every area of life
well in the future. The purpose of this study was to explain students' perceptions of the implementation
of guidance and counseling services in schools. The approach used in this research is a quantitative
approach. The population subjects studied in this study were students from class X to class XII who
were still taking high school education. The sample in this study was 30 students from class X to class
XII of high school spread across East Java and also Flores, NTT with the characteristics of students
who had used guidance and counseling services at their schools. The sampling technique in this study
used a probability sampling technique. The method used is the question method of collecting data using
a questionnaire, while the statement method of collecting data using a Likert scale model. The results
of the research obtained were from 30 respondents, who stated positive perceptions of the
implementation of counseling guidance in schools by 26 respondents with a percentage of 86.7%, while
there were 4 respondents who stated negative perceptions of the implementation of counseling guidance
in schools with a percentage of 13.3 %.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan bentuk keahlian belajar yang sudah diprogram dalam berbagai macam
wujud, seperti pendidikan formal, nonformal dan di luar sekolah yang berproses seumur hidup.
Pendidikan memiliki tujuan untuk mengoptimalkan kemampuan masing-masing individu.
Pendidikan merupakan satu usaha dasar yang dikerjakan oleh kalangan masyarakat serta pemerintah
lewat acara bimbingan, pengajaran atau latihan. Pendidikan beroperasi di sekolah atau di luar
sekolah seumur hidup dalam merencanakan siswa atau peserta didik supaya mampu bermain peran
setiap kawasan hidup dengan baik di masa depan.
Menurut Yusuf dan Juntika (2006:83), Bimbingan konseling merupakan sebuah sistem bantuan
yang diberikan dari konselor untuk konseli agar dapat menempuh perkembangan yang optimal.
Tujuan bimbingan dan konseling yaitu guna mempermudah individu siswa supaya mendapatkan
arahan diri dari bidang emosional, intelektual, social, dan moral-spiritual. Sehingga siswa dapat
menyesuaikan diri dengan konstruktif dan dinamis, serta mampu mencapai kehidupan yang berarti
(kontributif dan produktif), baik diri sendiri sampai orang lain.
Konselor memiliki tanggung jawab dalam mengendalikan serta melakukan berbagai macam
layanan dan pelaksanaan bimbingan konseling. Saat konselor mengerjakan tugas serta tanggung
jawab, ia menjadi pelayan untuk mencapai target pendidikan dengan luas atau menyeluruh, termasuk
terwujudnya tujuan pengembangan tiap siswa.
Siswa yang memiliki minat tinggi dalam mengikuti kegiatan bimbingan konseling dapat
mewujudkan pelaksanaan bimbingan dan konseling baik. Dunia persepsi merupakan dunia yang
memiliki banyak arti. Member persepsi berbeda dengan memandang suatu beda dan juga peristiwa
tidak dengan makna. yang manusia persepsi merupakan bentuk dari ekspresi, benda dengan
fungsinya, tanda serta kejadian. Persepsi siswa mengenai bimbingan konseling dapat menunjukkan
tinggi atau tidaknya minat siswa dalam mengikuti pelaksanaan bimbingan dan konseling. Persepsi
merupakan penafsiran terhadap dorongan yang dirasakannya. Adanya persepsi membuat individu
sadar akan lingkungan sekitarnya dan diri sendiri.
Fakta yang ada di lapangan khususnya di lingkungan sekolah terdapat berbagai macam persepsi
pada layanan bimbingan konseling, dengan ini penting adanya pembahasan mengenai persepsi dari
siswa tentang layanan bimbingan konseling di lingkungan sekolah karena bisa digunakan tergantung
pada kemampuan peserta didik. Selain itu, pembahasan ini sangat penting untuk diteliti supaya
peserta didik mengerti makna dari bimbingan konseling dan meniadakan persepsi buruk mengenai
bimbingan konseling sampai saat ini.
Dengan adanya permasalahan yang terjadi pada lingkungan sekolah, peneliti melakukan
penelitian dengan judul “PERSEPSI SISWA MENENGAH ATAS TERHADAP BIMBINGAN
LAYANGAN KONSELING DI SEKOLAH”
Kajian Pustaka
1. Pengertian Bimbingan
Frank W. Miller (1951) berpendapat bahwa bimbingan adalah struktur bantuan kepada
individu demi memperoleh penangkapanan dari diri serta arahan diri yang diperlukan demi
menyesuaikan diri dengan baik dan maksimal di lingkungan sekolah, keluarga maupun
masyarakat.
Bimbingan merupakan proses dimana para ahli memberikan bantuan untuk individu
atau beberapa orang, dari anak-anak sampai dewasa (Prayitno dan Erman Amti : 2004)
Arthur J. Jones mengemukakan bahwa bimbingan merupakan bantuan saat
menentukan pilihan dan pembiasaan diri serta saat menyelesaikan masalah-masalah yang
diperuntukkan oleh seorang individu dengan yang lainnya.
Pengertian lain dari bimbingan yaitu bentuk bantuan yang diperuntukkan oleh individu
yang berkepribadian baik juga berpendidikan cukup pada individu berbagai usia untuk
mengembangkan aktivitas hidupnya, meningkatkan pendapatnya sendiri serta dapat
menentukan pilihannya juga menanggung bebannya sendiri.
Dari pengertian-pengertian yang telah disebutkan diatas,dapat ditarik kesimpulan
bahwa bimbingan merupakan pertolongan untuk individu atau kelompok individu untuk
menyelesaikan atau menghindari persoalan-persoalan dalam kehidupannya agar
memperoleh kesejahteraan pada hidup.

2. Pengertian Konseling
Pengertian dari konseling yaitu suatu cara dalam membantu tiap individu dalam
melewati proses interaksi yang memiliki sifat pribadi antara konselor dengan klien supaya
klien dapat mengetahui diri serta lingkungannya, dapat member keputusan dan mencapai
tujuannya sesuai dengan nilai yang klien yakini sahingga klien merasakan perasaan senang
dan efektif pada perilakunya.
ASCA (American School Counselor Association) berpendapat bahwa konseling
merupakan hubungan yang bersifat rahasia secara tatap muka, penuh dengan perilaku dalam
menerima dan memberikan kesempatan yang dilakukan oleh konselor untuk klien.
Keterampilan dan pengetahuan konselor digunakan untuk membantu klien dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada.
Sedangkan Glen E. Smith berpendapat bahwa konselinf merupakan suatu proses saat
konselor member pertolongan kepada klien supaya dapat mengetahui dan memaknai fakta
yang terikat dengan pemilihan, persiapan serta pembiasaan diri sesuai kebutuhan masing-
masing indivdu.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan konseling
merupakan suatu proses dimana konselor memberikan bantuannya kepada klien yang tengah
mengalami persoalan yang dilaksanakan dengan wawancara konseling agar bisa
mendapatkan kebahgiaan hidup.

3. Tujuan Layanan Bimbingan Konseling


Tujuan bimbingan konseling pada umumnya untuk membantu tiap individu
mengembangkan dirinya secara baik sesuai proses perkembangan dan kegemaran yang
dimiliki individu, berbagai macam latar belakang seperti latar belakang keluarga hingga
status social ekonomi dan sesuai dengan permintaan positif dari lingkungannya. Tujuan
khusus bimbingan konseling adalah penjelasan tentang tujuan umum tersebut yang
berkaitan dengan persoalan individu dengan kesulitan persoalannya.
Tujuan bimbingan konseling di lingkungan sekolah secara khusus dapat :
a) Menumbuhkan potensi peserta didik sebaik mungkin
b) Menyelesaikan sulitnya persoalan saat memahami diri
c) Menyelesaikan dalam mengerti tentang persoalan yang ada di lingkungannya
d) Menyelesaikan kesukaran saat mengidentifikasi dan mengatasi masalah
e) Menyelesaikan kesukaran saat menunjukkan kemampuan dan bakat minat dari
bidang pendidikan dan profesi
f) Mendapatkan bantuan dari pihak yang ada di luar sekolah dalam mengatasi
persoalan yang tak dapat diselesaikan oleh sekolah tersebut.
4. Fungsi Layanan Bimbingan Konseling
Terdapat beberapa fungsi pada layanan bimbingan konseling di sekolah, yaitu :
a) Fungsi Pencegahan
Fungsi ini pada bimbingan konseling berguna untuk mencegah adanya masalah
yang terjadi pada siswa sampai mereka jauh dari persoalan yang bisa menghambat
terjadinya perkembangan.
b) Fungsi Pemahaman
Bimbingan konseling pada fungsi ini dilakukan dengan maksud memberi
pengertian mengenai diri siswa serta persoalannya dan lingkungannya oleh
pembimbing.
c) Fungsi Penetasan
Fungsi ini dapat membantu siswa saat dilanda persoalan dan tidak dapat
menyelesaikannya sendiri lalu ia pergi ke konselor atau pembimbing drngan
harapan siswa dapat menyelesaikan masalahnya. Siswa berada pada kondisi yang
tak mengenakkan pada saat dilanda masalah. Oleh karena itu, perlu adanya
penyelesaian dari bimbingan konseling untuk menyelesaikan permasalahannya
dimana upaya ini termasuk dalam upaya penetasan.
d) Fungsi Pemeliharaan
Prayitno dan Erman Amti berpendapat jika fungsi pemeliharaan yaitu
memelihara atau merawat sesuatu yang dirasa positif yang terdapat pada individu
sjswa, baik pembawaan maupun hasil dari perkembangan yang mencapai sejauh ini.
e) Fungsi Penyaluran
Pada fungsi ini siswa mendapatkan kesempatan dalam rangka perkembangan
diri yang tepat dengan kondisi pribadinya yang mencakup bakat dan minat, cita-
cita, cakap, dan sebagainya. Bentuk pelaksanaan bimbingan konseling terkait fungsi
ini yaitu :
- Memilih sekolah selanjutnya
- Mendapatkan jurusan yang sesuai
- Menyesuaikan program belajar
- Mengembangkan bakat minat
- Merencanakan karir
f) Fungsi Penyesuaian
Pada fungsi ini, bimbingsn konseling membimbing siswa dalam menciptakan
penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya. Lewat fungsi ini bimbingan konseling
menolong siswa untuk memperoleh penyesuaian diri dengan baik pada lingkungan
sekitarnya.
g) Fungsi Pengembangan
Fungsi ini membimbing siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya agar
lebih terarah
h) Fungsi Perbaikan
Pada fungsi ini bimbingan konseling diperuntukkan bagi siswa dalam
memecahkan persoalan yang dihadapinya.
i) Fungsi Advokasi
Fungsi ini membimbing siswa mendapatkan pembelaan atas hak ataupun
kepentingannya yang kurang mendapatkan perhatian.
Layanan bimbingan konseling bagi klien (konseli) pada pendidikan memiliki
fungsi, yaitu :
- Memahami diri serta lingkungan
- memberi fasilitas perkembangan serta pertumbuhan
- Untuk menyesuaikan individu dengan individu itu sendiri maupun
lingkungan sekifarnya
- Menyalurkan pilihan pada bidang pendidikan, karir dan kerja
- Mencegah adanya persoalan
- Penyembuhan serta perbaikan
- Untuk memelihara suasana individu dan keadaan yang kondusif guna
perkembangan diri klien
- Perkembangan potensi yang baik
- Ajakan diri pada diskriminasi
- Untuk membangun adanya adaptasi antara pendidik dengan tenaga
pendidik pada sistem dan kegiatan pendidikan sesuai latar belakang
bakat, minat, kemampuan, pendidikan, kecepatan dalam belajar serta
kebutuhan klien

5. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan pengetahuan mengenai objek, kejadian,atau kaitan kaitan-kaitan
yang didapatkan dengan memaknai pesan dan menyimpulkan informasi. Persepsi
merupakan pemberian makna pada dorongan inderawi (sensory stimuli).
Menurut Walgito persepsi merupakan proses yang dimana individu menerima
rangsangan melalui panca inderanya atau yang disebut juga dengan proses sensorik.
Prosesnya tidak berhenti begitu saja, proses rangsangan terus berlanjut dan menjadi proses
persepsi.
Sedangkan William James berpendapat bahwa terbentuknya persepsi itu didasarkan
pada data-data yang didapat dari lingkungan sekitar lalu ditangkap oleh indera, lalu sisanya
akan didapatkan dari memori dan diolah lagi sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Dari paparan di atas disimpulkan bahwa persepi merupakan perbuatan menilai dalam
diri seseorang saat mendapatkan rangsangan dari yang dirasa oleh alat inderanya.
Rangsangan itu akan mengembang menjadi sebuah pendapat yang dapat menjadikan
individu berpandangann tentang sebuah kasus ataupun peristiwa yang saat ini terjadi.

6. Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi


Banyak stimulus yang masuk ke alat indra saat proses persepsi, akan tetapi setiap
stimulus memiliki daya tarik yang berbeda. Rhenal Kasali berpendapat bahwa faktor-faktor
terjadinya persepsi ditentukan karena adanya faktor sebagai berikut :
a) Adanya latar belakang pada budaya
Persepsi terkait dengan budaya. Bagaimana saat kita mengartikan sebuah pesan
atau objek lingkungan tergantung dengan sistem nilai yang di anut. Besarnya
perbedaan budaya menentukan besarnya persepsi pada realita.
b) Pengalaman masa lampau
Khalayak pada dasarnya pasti pernah mengalami sebuah pengalaman atas
sesuatu yang tengah dibicarakan. Makin serius hubungan objek dengan khalayak,
maka pengalaman yang di miliki khalayak semakin banyak. Khalayak akan
melakukan penilaian selama ia menjalankan hubungan bersama objek. Biasanya
pengalaman serta hubungan itu tak hanya di rasakan oleh satu individu, namun
dirasakan oleh sekelompok individu dalam produk tertentu. Informasi merupakan
salah satu hal yang dapat memperkuat pengalaman masa lampau.
c) Nilai yang diikuti
Nilai merupakan komponen yang bersifat evaluasi dari keyakinan yang diikuti
mencakup kebaikan, kegunaan, kepuasan dan keindahan. Nilai memiliki sifat
normatif, alarm seorang anggota budaya tentang baik dan buruknya, benar dan
salahnya, hal apa saja yang harus diperjuangkan, dan sebagainya. Sumber dari nilai
yaitu isu filosofis yang termasuk dalam bagian lingkungan budaya, oleh sebab itu
nilai memiliki sifat yang stabil dan sulit untuk berubah.
d) Kabar yang berkembang
Kabar yang berkembang merupakan kabar mengenai produk, baik lewat media
massa maupun dari khalayak umum yang mempunyai pengaruh terhadap pemikiran
individu. Kabar yang berkembang adalah bentuk dari stimulus yang menarik
sensasi. Melalui kabar yang tersebar di masyarakat dapat menjadi pengaruh
terbentuknya pemikiran pada masyarakat. Dari kabar yang tersebar mampu
membuat orang lain memberi pengaruh yang baik secara sadar maupun tidak sadar.
Individu dapat menerangkan sebuah prinsip sederhana yang memiliki efek reaksi
pada rangsangan tertentu karena berdasarkan pada Teori Stimulus Respons yang
pada umumnya adalah hasil efek ataupun reaksi pada rangsangan tertentu dan
menerangkan bagaimana massa dapat memberi pengaruh orang lain sehingga
timbul adanya perubahan dengan sikapnya.

7. Macam-Macam Persepsi
Persepsi manusia pada dasarnya dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Persepsi Lingkungan Fisik
Menurut Mulyana (2004), persepsi ini merupakan tahapan pemaknaan pada
objek yang tak bernyawa di lingkungan sekitar. Terkadang panca indera melakukan
kesalahan saat mempersepsi lingkungan fisik. Panca indera sering menipu kita, hal
ini menyebabkan kita ragu dalam mempersepsi pada realita yang sebenarnya.
b) Persepsi Sosial (Pada Manusia)
Menurut Mulyana (2004), persepsi ini merupakan tahapan dalam menangkap
makna dari objek sosial serta peristiwa yang di alami di lingkungan sekitar. Masing-
masing individu mempunyai gambaran yang tak sama tentang realita
disekelilingnya.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Creswell (dalam
Asmadi Alsa, 2003) menjelaskan bahwa pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang
dilakukan dengan angka, yang datanya berupa bilangan (skor, nilai, peringkat atau frekuensi), yang
dianalisis secara statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya
spesifik, dan untuk melakukan prediksi bahwa studi tertentu mempengaruhi variabel lain. Penelitian
ini didasarkan pada pendekatan filosofi positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data kuantitatif/statistik,
dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Sumber Data
“Populasi merupakan keseluruhan penduduk yang akan diselidiki, dimana dalam populasi
dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama”
(Hadi, 2002 : 220). Subjek populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah Siswa kelas X hingga
kelas XII yang masih menempuh jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di tahun 2021 yang
tersebar di Indonesia. Siswa kelas X hingga kelas XII ini dipilih secara acak dari semua jurusan baik
jurusan IPA, IPS, Agama, maupun Bahasa.
Sampel penelitian merupakan bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Apa
yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu
“sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul mewakili”. (Sugiono, 2009 : 80). Sampel pada
penelitian ini adalah 30 siswa kelas X hingga kelas XII Sekolah Menengah Atas yang tersebar di
daerah Jawa Timur dan juga daerah Flores, NTT dengan karakteristik siswa yang pernah
memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability sampling,
yang meliputi simple random sampling. Probability sampling merupakan teknik pengambilan
sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Dikatakan simple/sederhana karena pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada di dalam populasi. Menurut
Weirsma (dalam Sevilla, 1993) teknik pengambilan sampel secara acak merupakan metode
pemilihan ukuran sampel dari suatu populasi dimana setiap anggota populasi memiliki peluang yang
sama dan semua kemungkinan penggabungannya yang dipilih sebagai sampel mempunyai peluang
yang sama.
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode pertanyaan mengumpulkan data
dengan menggunakan kuesioner, sedangkan metode pernyataan mengumpulkan data dengan
menggunakan skala. Jadi untuk penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
ialah menggunakan pernyataan dengan instrumen skala penelitian dimana sekala penelitian yang
dipakai adalah skala model likert.

Blueprint Skala Persepsi Siswa Mengenai Bimbingan & Konseling

No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total


1 Program BK Konseling dengan 1,2,3 4,5,6 6
murid
Layanan bimbingan 7,8,9,10,11 12,13,14,15,16 10
2. Fasilitas Ruang 17,18 31 3
3 Kualitas Efektif 19,20,21 22,23 5
Efisien 24,25,26,32 27,28,29,30 8
Total 17 15 32

Pada penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah skala persepsi diri, dimana
masing-masing skala tersebut terdapat pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable.
Penggunaan skala likert memiliki empat alternatif jawaban, yakni sangat setuju (SS), setuju (S),
tidak setuju (TS), serta sangat tidak setuju (STS).
Teknik Analisis Data
Metode analisis data adalah salah satu langkah yang dipakai untuk mengolah data hasil
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan kesimpulan. Untuk menganalisis data, digunakan
metode statistik yakni cara-cara ilmiah yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun,
menyajikan dan menganalisis data penelitian yang berwujud angka-angka.
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini ialah teknik deskriptif presentase (DP).
Dimana teknik ini bersifat eksploratif yang bertujuan untuk menggambarkan status fenomena.
Angka-angka hasil pengukuran/perhitungan dapat diproses dengan cara menjumlahkan,
membandingkan dengan jumlah yang diharapkan oleh presentase. “pencarian presentase
dimaksudkan untuk mengetahui status sesuatu yang dipresentasekan lalu ditafsirkan dengan
kalimat”, (Arikunto, 1998 : 245).
Langkah-langkah yang dilakukan yakni : 1). Menentukan rentang skor jawaban item
pernyataan, yakni jawaban yang diberikan respoden untuk tiap item diberi skor 1 sampai 4 untuk
item pernyataan favorable, serta skor 4 hingga 1 untuk item pernyataan unfavorable. 2). Mencari
jumlah skor empirik atau skor yang diperoleh dengan jumlah semua skor. 3). Menentukan uji
validitas, untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi
ukurnya (Saefudin Azwar, 2004). Pengujian validitas ini menggunakan korelasi product-moment
pearson, dengan menggunakan program SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Hasil penelitian ini dijelaskan secara deskriptif dibantu dengan penyajian dalam bentuk tabel.
Hasil penelitian secara umum meliputi jenis kelamin, usia, dan juga kelas, dijelaskan sebagai berikut:
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Laki-laki 7 23,3 23,3 23,3
Perempuan 23 76,7 76,7 76,7
Total 30 100 100

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa jenis kelamin dari responden penelitian ini berjumlah
30 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan, dengan presentase 23,3 % untuk
siswa laki-laki dan 76,7 % untuk siswa perempuan.

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia


Usia Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
16 tahun 9 30,0 30,0 30,0
17 tahun 15 50,0 50,0 80,0
18 tahun 4 13,3 13,3 93,3
19 tahun 1 3,3 3,3 96,7
20 tahun 1 3,3 3,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

Ditinjau berdasarkan tabel usia diatas, rentang usia responden berkisar antara 16 tahun hingga
20 tahun. Responden yang berusia 16 tahun sebanyak 9 siswa dengan presentase 30%, responden
yang berusia 17 tahun sebanyak 15 siswa dengan presentase 50%, responden yang berusia 18 tahun
sebanyak 4 siswa dengan presentase 13,4%, selanjutnya responden yang berusia 19 tahun dan 20
tahun sebanyak 1 siswa dengan presentase 3,3%.
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Kelas
Kelas Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
X 0 0 0 0
XI 10 33,3 33,3 33,3
XII 20 66, 7 66,7 100,0
Total 30 100 100,0

Ditinjau berdasarkan tabel kelas diatas, tidak terdapat responden yang duduk di bangku kelas
X, sedangkan untuk responden yang duduk di bangku kelas XI sebanyak 10 siswa dengan presentase
33,3% dan juga responden yang duduk di bangku kelas XII sebanyak 20 siswa dengan presentase
66,7%.

Sebelum uji hipotesis, dilakukan analisis data untuk menentukan tingkat persepsi siswa dalam
pelaksanaan layanan bimbingan konseling di sekolah. Distribusi frekuensi jawaban responden
mengenai persepsi siswa dalam pelaksanaan layanan bimbingan konseling di sekolah sebagai
berikut:

Persepsi Siswa Terhadap Bimbingan Konseling


Frequency percent Valid Percent Cumulative
Percent
Negatif 4 13,3 13,3 13,3
Positif 26 86,7 86,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

Ditinjau dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa dari 30 responden, yang menyatakan
persepsi positif terhadap pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah sebesar 26 responden dengan
presentase 86,7 %, sedangkan terdapat 4 responden yang menyatakan persepsi yang negatif terhadap
pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah dengan presentase 13,3 %.

Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis hipotesis menunjukkan bahwa ada pengaruh positif persepsi siswa
terhadap pelaksanaan pelayanan bimbingan konseling di sekolah. Hal ini berarti persepsi siswa
terhadap bimbingan konseling dapat mempengaruhi siswa dalam memanfaatkan pelaksanaan
layanan bimbingan & konseling di sekolah. Dengan demikian, semakin positif persespsi siswa maka
semakin tinggi keinginan mereka dalam memanfaatkan pelayanan bimbingan konseling di sekolah.
Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Cahyono dan
Darminto (2013) dengan judul “Hubungan Antara Persepsi dan Sikap Siswa Terhadap Bimbingan
dan Konseling dengan minat siswa untuk memanfaatkan layanan bimbingan konseling. Hasilnya
adalah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dan sikap siswa terhadap bimbingan dan
konseling.
Diliat dari hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa usia rata-rata responden pada penelitian ini
berkisar dari 16 – 20 tahun. Hal ini dikarenakan responden yang diteliti berada pada jenjang
pendidikan SMA yang sebagian besar usianya tidak jauh berbeda. Selain itu, sebagian besar
responden pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 23 siswi dengan
presentase 76,7 %.
Menurut Sugiyono di dalam teori, menyatakan bahwa persepsi merupakan bagaimana
seseorang membuat kesan pertama, prasangka apa yang mempengaruhi mereka dan jenis informasi
apa yang kita gunakan untuk sampai pada kesan itu dan seberapa akurat kesan kita. Persepsi
merupakan suatu proses yang di dahului oleh penginderaan, yang merupakan suatu proses nyata
rangsangan yang diterima individu melalui alat reseptor dan diteruskan ke susunan saraf pusat yakni
otak, sehingga individu dapat mempersepsikan apa yang dilihat, di dengar, dirasakan, dan lain
sebagainya.
Positif atau negatif suatu persepsi dipengaruhi oleh pemaknaan siswa itu sendiri terhadap objek
atau stimulus yang diterimanya. Persepsi adalah proses melihat sesuatu yang kemudian
menghasilkan interpretasi apakah objek tersebut bermanfaat atau tidak bagi individu menurut
Walgito (2004). Persepsi bersifat individual, Kotler dan Keller (2007) mengatakan bahwa persepsi
sangat bervariasi antar individu yang mengalami realitas yang sama. Objek yang sama mungkin
memiliki arti yang berbeda bagi setiap individu. Oleh karena itu, minat menggunakan bimbingan
konseling sangat dipengaruhi oleh persepsi siswa dalam memaknai objek itu sendiri. Setiap siswa
memiliki persepsi masing-masing terhadap objek yang dilihatnya, karena banyak hal yang dapat
mempengaruhi persepsi diantaranya pengetahuan, pengalaman, lingkungan dan informasi.
Tingkat minat menggunakan bimbingan konseling dipengaruhi oleh persepsi tentang
bimbingan konseling pada setiap siswa. Minat siswa tinggi jika persepsi siswa terhadap bimbingan
konseling positif, sebaliknya jika minat siswa rendah maka persepsi siswa juga negatif. Perhatian
dan motivasi dapat mempengaruhi minat seseorang. Selain itu, belum adanya motivasi siswa untuk
mengikuti layanan konseling di sekolah. Motif adalah keadaan dalam kepribadian seseorang yang
mendorong individu untuk melakukan kegiatan tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan. Jika
kegiatan tersebut didorong oleh motif dari dalam diri siswa, maka keberhasilan layanan bimbingan
dan konseling akan mudah dicapai dalam waktu yang relatif singkat, (Sardiman 2008).
Selanjutnya, didapatkan hasil dari penelitian ini bahwa persepsi positif siswa tentang
pelaksanaan layanan bimbingan konseling di sekolah sebesar 86,7 %, sedangkan persepsi negatif
siswa tentang pelaksanaan pelayanan bimbingan konseling di sekolah sebesar 13,3 %. Siswa yang
memberikan tanggapan negatif tentang pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah disebabkan
siswa-siswa tersebut belum merasakan manfaat dari pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah.
Masih terdapat perasaan malu dan takut ketika akan mengutarakan persoalan yang sedang dihadapi
kepada guru BK, sehingga mengakibatkan persoalan tersebut memupuk di dalam diri siswa tersebut.
Sebaliknya, sebagian besar siswa menyatakan persepsi positif mengenai pelaksanaan
bimbingan konseling di sekolah. Sebab, dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah, siswa-
siswa tersebut merasa sangat terbantu tidak hanya dalam penyelesaian persoalan yang sedang
dihadapi, namun juga merasa sangat terbantu pada berbagai bidang yang menyangkut perkembangan
diri, karir, cita-cita, kelompok belajar, dan sebagainya.
Persepsi adalah proses internal yang telah dikenali oleh individu ketika memilih dan mengelola
rangsangan eksternal. Stimulus ini ditangkap oleh panca indera seseorang, kemudian secara spontan
perasaan dan pikiran individu tersebut akan memberikan makna terhadap stimulus yang ada (Suranto
Aw, 2010). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa persepsi adalah proses pemahaman individu
tentang hubungan atau kontak dengan benda-benda di sekitarnya. Persepsi mempengaruhi minat
melalui pengalaman individu dalam memaknai objek, jika orang sering dihadapkan pada objek yang
sama, maka lama kelamaan persepsi tersebut dapat berubah, dimana perubahan tersebut terjadi
karena adanya proses belajar dan proses berpikir.
Minat juga erat kaitannya dengan kebutuhan. Menurut Sardiman (2008) cara yang dapat
ditempuh untuk membangkitkan minat seseorang adalah: 1). Membangkitkan kebutuhan. 2).
Menghubungkan dengan masalah pengalaman masa lalu. 3). Memberikan kesempatan untuk
mendapatkan hasil yang baik. 4). Menggunakan berbagai macam pengajaran. membentuk.
Pendapat di atas mengatakan bahwa pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi minat
seseorang, jika siswa sering mendengar opini positif tentang informasi tentang BK, maka minat
siswa dalam memanfaatkan bimbingan konseling tinggi, sebaliknya jika siswa sering mendapatkan
pernyataan negatif tentang BK, maka minat siswa akan rendah dalam menggunakan konseling.
Hasil penelitian menujukkan bahwa tingkat minat siswa dalam pemanfaatan layanan bimbingan
konseling di sekolah mereka masih rendah, seperti ketika siswa sedang menghadapi suatu persoalan,
namun mereka enggan untuk bercerita kepada guru BK dikarenakan persepsi dirinya terhadap guru
BK yang mungkin saja mengganggunya. Namun pada dasarnya besaran minat itu sendiri
dipengaruhi oleh besaran dari persepsi pada diri siswa itu sendiri.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian yang telah dilakukan dengan mengangkat
judul “Persepsi Siswa Terhadap Pelaksanaan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah’ ini, maka
dapat disimpulkan bahwa :
1) Dapat diketahui bahwa jenis kelamin dari responden penelitian ini berjumlah 30 siswa yang
terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan, dengan presentase 23,3 % untuk siswa
laki-laki dan 76,7 % untuk siswa perempuan.
2) Rentang usia responden berkisar antara 16 tahun hingga 20 tahun. Responden yang berusia
16 tahun sebanyak 9 siswa dengan presentase 30%, responden yang berusia 17 tahun
sebanyak 15 siswa dengan presentase 50%, responden yang berusia 18 tahun sebanyak 4
siswa dengan presentase 13,4%, selanjutnya responden yang berusia 19 tahun dan 20 tahun
sebanyak 1 siswa dengan presentase 3,3%.
3) Tidak terdapat responden yang duduk di bangku kelas X, sedangkan untuk responden yang
duduk di bangku kelas XI sebanyak 10 siswa dengan presentase 33,3% dan juga responden
yang duduk di bangku kelas XII sebanyak 20 siswa dengan presentase 66,7%.
4) Dari 30 responden, yang menyatakan persepsi positif terhadap pelaksanaan bimbingan
konseling di sekolah sebesar 26 responden dengan presentase 86,7 %, sedangkan terdapat 4
responden yang menyatakan persepsi yang negatif terhadap pelaksanaan bimbingan
konseling di sekolah dengan presentase 13,3 %.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan melalui data yang ada di lapangan, pada
umumnya penelitian ini berjalan dengan cukup baik. Namun tidak termasuk suatu kesalahan jika
peneliti ingin menyampaikan beberapa saran yang semoga saja bermanfaat untuk kemajuan pada
bidang bimbingan konseling. Adapun saran dari peneliti, yaitu perlu adanya penelitian lanjutan
untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling pada siswa
Sekolah Menengah Atas. Dan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan analisis di bidang konseling.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir dkk. 2012. Dasar – dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hlm. 60
Alex Sobur, 2011. Psikologi Umum. Bandung: Pusaka Setia. Hlm. 445 – 446
Bimo Walgito. 1997. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Hlm. 95
Burhan Bungin. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: PT Kencana Prenadamedia Group. Cet. Ke-7,
hlm. 281
Deddy Mulyana. 2001. Komunikasi Organisasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm. 198
Dewa ketut Sukardi. 1988. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Bina Aksara. Hlm. 168 – 169
Hidajanto Djamal, 2011. Dasar – dasar Penyiaran. Jakarta: Kencana. Hlm. 65
Jalaluddin Rakhmat. 2011. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm. 50
Lahmuddin. 2011. Landasan Formal Bimbingan Konseling di Indonesia. Bandung: Citapustaka Media
Perintis. Hlm. 114
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm. 242
Rhenald Kasali. 2007. Manajemen Periklanan Konsep Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta:
Grafiti. Hlm. 23
Rhenald Kasali. 2006. Manajemen Public Relation dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Grafiti. Hlm.
21.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Hlm. 80
Tohirin. 2013. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 36 –
47

Anda mungkin juga menyukai