Anda di halaman 1dari 11

Psikologi Positif

“Wisdom”

Claudia Nadya Wijaya – 1571009


Maria Angelica Wuisan – 1571016
Lidya Oktovani Randa – 1571017
Barbara Oktaviana A. T. – 1571018
Jeconiah Gerald Malino - 1571026

Program Studi Psikologi Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Atma Jaya Makassar
Makassar 2018
WISDOM

Snyder dan Lopez (2007) mengatakan beberapa filsuf dan teolog


menganggap kebijaksanaan (kehati-hatian) merupakan satu dari empat unsur
kebaikan utama (yang lain adalah keberanian, keadilan dan kesederhanaan).
Kebaikan utama tersebut memiliki urutan, yaitu kehati-hatian, keadilan,
keberanian dan kesederhanaan. Kebaikan utama tersebut membuat
pengembangan pada diri individu.
Lopez dan Snyder (2003) menyatakan sumber utama dari definisi
kebijaksanaan yaitu kamus. Kamus sejarah Jerman mendefinisikan
kebijaksanaan sebagai wawasan dan pengetahuan tentang diri sendiri dan
dunia, mengenai penilaian yang baik untuk menghadapi masalah kehidupan
yang sulit. Seperti juga Kamus Oxford mendefinisikan kebijaksanaan sebagai
penilaian yang baik dan saran yang baik dalam masa-masa kehidupan yang sulit
dan tidak pasti.
A. Teori wisdom
Wisdom sering dikaitkan dalam pepatah-pepatah kuno dan dalam ulasan
filosofis, seperi yang dikemukakan oleh Robinson (Snyder and Lopez, 2007)
yang mana mengungkapkan tiga konseptualisasi kebijaksanaan yang
berbeda yaitu:
1. Kebijaksanaan yang ditemukan pada orang yang mencari kehidupan
kontemplatif (bahasa Yunani istilah sophia);
2. Kebijaksanaan yang bersifat praktis, seperti yang ditampilkan oleh
negarawan besar (phronesis); dan
3. Kebijaksaaan dalam pemahaman ilmiah (episteme).
Aristotle (Snyder and Lopez, 2007) kemudian muncul dan menambahkan
jenis daftar kebijaksanaan dengan menggambarkan teorema, teoritis pikiran
dan pengetahuan yang ditujukan untuk kebenaran, dan membedakannya
dari phronesis (kebijaksanaan praktis). Selama abad ke-15, 16, dan 17 di
dunia Barat, ada dua masalah yang mendominasi diskusi keilmuan
mengenai kebijaksanaan. Filsuf, ahli teologi, dan antropolog budaya
memperdebatkan filosofis versus aplikasi pragmatis kebajikan, bersama
dengan sifat ilahi atau manusia dari kualitas. Perdebatan tersebut
menyebabkan definisi psikologis dan operasionalisasi kebijaksanaan sangat
sulit dihasilkan, hingga pada akhirnya pada abad 20 mulai membaik ketika
adanya upaya ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuan. Hal tersebut
menghasilkan teori mengenai kebijaksanaan,yaitu:
1. Implicit Theories of Wisdom
Pada teori implisit membahas mengenai keyakinan atau
representasi mental yang dimiliki oleh individu mengenai kebijaksanaan
dan karakteristik individu bijak. Peneliti pertama yaitu penelitian disertasi
Clayton (Snyder and Lopez, 2007) yang pertama kali melakukan
pemeriksaan sistematis dari konstruk kebijaksanaan. Clayton melakukan
pengukuran dengan mengunakan skala multidimensional dan
mengidentifikasi bahwa ada tiga dimensi dari konstruk kebijaksanaan
yaitu (1) afektif (empati dan kasih sayang), (2) reflektif (intuisi dan
introspeksi), dan (3) kognitif (pengalaman dan kecerdasan).
Dalam studi selanjutnya, Sternberg (Snyder and Lopez, 2007) yang
juga menggunakan skala multidimensional menemukan enam kualitas
dari kebijaksanaan yaitu: (1) kemampuan penalaran, (2) sagacity
(pengetahuan mendalam dan pemahaman), (3) belajar dari ide dan
lingkungan, (4) judgment, (5) penggunaan informasi yang cepat, dan (6)
ketajaman (ketajaman persepsi). Studi lain, Holliday dan Chandler
(Snyder and Lopez, 2007) menetapkan bahwa ada lima faktor
mendasari kebijaksanaan, yaitu: (1) pemahaman luar biasa, (2)
judgment dan keterampilan komunikasi, (3) kompetensi umum, (4)
keterampilan interpersonal, dan (5) kerendahatian sosial.
Baltes (Snyder and Lopez, 2007) menganalisis kebijaksanaan dari
segi budaya-sejarah dan filosofis dan menemukan bahwa kebijaksanaan
merupakan:
a. alamat penting / hal yang susah dalam kehidupan;
b. melibatkan pengetahuan khusus atau superior, penilaian, dan
saran;
c. mencerminkan pengetahuan dengan lingkup luar biasa, mendalam,
dan keseimbangan yang berlaku untuk situasi kehidupan tertentu;
d. dimaksudkan dengan baik dan menggabungkan pikiran dan
kebajikan; dan
e. sangat sulit dicapai tetapi mudah diakui.
Sebuah studi analitik mengenai faktor kebijaksanaan oleh
Staudinger, Sowarka, dkk. (Snyder and Lopez, 2002) melanjutkan teori
Berlin mengenai paradigma kebijaksanaan menggambarkan teori
implisit mengenai dimensi dari individu ideal yang bijaksana, yaitu:
a. Faktor Pengetahuan luar biasa tentang akuisisi kebijaksanaan
1) memahami sifat keberadaan manusia
2) mencoba belajar dari kesalahannya sendiri
b. Faktor Pengetahuan luar biasa tentang penggunaan kebijaksanaan
1) tahu kapan memberi / menahan nasihat
2) adalah orang yang nasihatnya akan diminta untuk masalah
hidup
c. Faktor Pengetahuan luar biasa tentang konteks kehidupan
1) tahu bahwa prioritas kehidupan dapat berubah selama
perjalanan hidup
2) tahu tentang kemungkinan konflik di antara berbagai domain
kehidupan
d. Faktor Kepribadian yang luar biasa dan fungsi sosial
1) adalah pendengar yang baik
2) adalah orang yang sangat manusiawi
2. Explicit Theories of Wisdom
Teori eksplisit mengenai kebijaksanan lebih terfokus pada konstruk
behavioral. Erikson (Snyder dan Lopez, 2007) menyatakan bahwa teori
eksplisit yang diaplikasikan pada kebijaksanaan berkaitan dengan teori
lama mengenai kepribadian dan Piaget (Snyder dan Lopez, 2007)
menyatakan bahwa hal tersebut berkaitan dengan perkembangan
kognitif individu. Baltis & Smith; Baltes & Staudinger; Sternberg (Snyder
dan Lopez, 2007) menjelaskan bahwa hal tersebut berkaitan pada
pengaplikasian pengetahuan pragmatis dalam mencari tahu mengenai
fungsi manusia.
Jean Piaget (Snyder dan Lopez, 2007) menjelaskan mengenai teori
tahapan dalam perkembangan kognitif pada masa anak-anak dan masa
dewasa. Anak-anak dimulai dari perkembangan sensorimotor (anak-
anak belajara dari merasakan dan melakukan), tahap praoperasional
(anak memberikan simbol terhadap apa yang dipelajari), tahap
operasional konkrit (anak-anak mulai belajar untuk berpikir secara logis)
hingga usia 12 tahun. Tahap operasional formal, individu
mengembangkan kemampuan untuk membuat hipotesis secara
sistematis. Riegel (Snyder dan Lopez, 2007) mengembangkan teori
Piaget dan menyimpulkan bahwa bentuk berpikir operasional postformal
diartikan sebagai tahap operasi dialektis atau lebih dikenal sebagai
kebijaksanaan. Operasi dialektis (argumen secara logis untuk mencaari
tahu sebuah kebenaran atau kenyataan) dihubungkan dengan
kebijaksanaan yang melibatkan berpikir reflektif untuk mencari
keseimbangan informasi dan kebenaran yang sesuai dengan konteks
kebudayaan dan sejarah.
Erikson (Snyder dan Lopez, 2007) menjelaskan bahwa
kebijaksanaan merupakan bagian optimal dari perkembangan individu.
Kebijaksanaan menunjukkan kedewasaan individu yang meliputi hal-hal
di luar kepentingan pribadi. Penelitian yang dilakukan Orwoll (Snyder
dan Lopez, 2007) mengenai individu yang dinilai sebagai individu yang
bijaksana, integritas Eriksonian didampingi oleh kekhawatiran mengenai
kebaikan bersama.
Teori keseimbangan Sternberg dan Baltes (Snyder dan Lopez,
2007) menjelaskan bahwa paradigma Berlin mengenai kebijaksanaan
sama dengan menekankan pada organisasi dan mengaplikasikan
pengetahuan pragmatis. Dua pandangan tersebut menjelaskan bahwa
individu yang bijaksana dapat memahami cara pandang individu lain,
memiliki pengetahuan mengenai dunia, membuat solusi yang bermakna
terhadap suatu masalah, dan melakukan tindakan untuk mencapai
tujuan bersama.
Sternberg (Snyder dan Lopez, 2007) menggambarkan diagram
yang dikenal sebagai Sternberg’s wisdom model. Gilligan dan Kohlberg
(Snyder dan Lopez, 2007) menjelaskan bahwa diagram tersebut
menjabarkan proses bagaimana individu yang memerlukan moral tingkat
tinggi dalam membuat keputusan. Individu akan ditantang mengenai
dilema pada kehidupan nyata yang mengaktifkan kemampuan membuat
alasan yang dikembangkan pada masa remaja dan disempurnakan
pada masa dewasa. Latar belakang individu dan nilai pribadi yang
dipegang mengenai pengetahuan dalam menyeimbangkan kepentingan
pribadi dan membuat respon yang bijaksana. Individu yang berusaha
untuk menjadi bijaksana akan memeriksa kemungkinan respon untuk
menentukan sejauh mana solusi memerlukan adaptasi terhadap
lingkungan, pembentukan lingkungan agar sesuai dengan solusi, atau
memilih lingkungan baru agar solusi dapat berhasil.

Sternberg (Snyder dan Lopez, 2007) menjelaskan bahwa


kebijaksanaan melibatkan sebuah pengambilan keputusan ketika
terdapat masalah yang memerlukan sebuah kejelasan. Salah satu
contoh merupakan mencari solusi untuk larangan merokok di area
kampus dan cara yang dapat dilakukan merupakan menyeimbangkan
masalah pribadi dan tindakan dalam membagi pendapat yang bijaksana
memerlukan kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi. Baltes dan
Smith; Baltes dan Staudinger (Snyder dan Lopez, 2007) menjelaskan
bahwa kebijaksanaan merupakan cara dalam merencanakan, menata,
dan mengerti sebuah kehidupan yang baik. Individu memerlukan dua
kriteria dasar, yaitu pengetahuan faktual dan pengetahuan prosdural.
Baltes (Snyder dan Lopez, 2007) menjelaskan bahwa keahlian tersebut
menuntut individu untuk “mengetahui apa” (pengetahuan mengenai sifat
dan perkembangan manusia, perbedaan tiap individu, hubungan sosial,
dan norma) dan untuk “tahu bagaimana” (mengembangkan strategi
untuk menangani masalah dan memberikan saran, menyelesaikan
konflik kehidupan, merencanakan dan mengatasi tantangan yang dapat
menghambat penyelesaian masalah).
B. Developing Wisdom
Karya Erikson dan Jung memberi para teoritikus modern petunjuk
tentang bagaimana penyelesaian suatu konflik dapat mengarah pada
peningkatan pemahaman dan penilaian. Erikson (Snyder & Lopez, 2007)
menekankan bahwa kebijaksanaan diperoleh melalui penyelesaian krisis
yang terjadi sehari-hari, secara khusus krisis-krisis yang melibatkan
integritas dan keputusasaan. Jung (Snyder & Lopez, 2007) memberikan
usulan bahwa kebijaksanaan berkembang melalui resolusi konflik psikis
yang berkaitan dengan individuasi dari satuan suatu keluarga. Baltes,
Labouvie Vief, dan Sternberg (Snyder & Lopez, 2007) menyatakan bahwa
kebijaksanaan dibangun berdasarkan pengetahuan, keterampilan kognitif,
dan karakteristik kepribadian, juga bahwa hal tersebut memerlukan
pemahaman mengenai budaya dan lingkungan sekitar. Kebijaksaan juga
berkembang secara perlahan melalui pemaparan terhadap model peran
yang bijaksana.
Kebijaksanaan atau wisdom tumbuh ketika individu belajar berpikir
secara fleksibel ketika memecahkan suatu masalah, dan pemecahan
masalah tersebut memerlukan pengenalan ide menurut tempat dan budaya.
Individu menjadi lebih fleksibel dalam berpikir dengan mengenali bahwa
jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan bergantung pada faktor-faktor
kontekstual dan dengan menyeimbangkan hal-hal yang penting. Baltes dan
Staudinger (Snyder & Lopez, 2007) menemukan bahwa individu yang
membahas permasalahan ataupun dilema dengan individu yang dicintai
ataupun dengan individu lain dan kemudian diberikan waktu untuk refleksi,
menunjukkan peningkatan dalam kinerja yang berhubungan dengan
kebijaksanaan individu tersebut.
C. Wise People and Their Characteristics
Monika Ardelt (Snyder & Lopez, 2007) menemukan dari hasil penelitian
yang dilakukan bahwa masa kanak-kanak individu tidak berdampak pada
pengembangan kebijaksanaan, melainkan kualitas lingkungan sosial individu
pada masa dewasa awal. Ardelt juga menemukan bahwa individu yang
bijaksana memperoleh kepuasan hidup yang lebih besar dibandingkan
dengan individu yang tidak bijaksana. Orwoll dan Archenbaum (Snyder &
Lopez, 2007) meninjau dari peran yang dimainkan gender dalam
perkembangan kebiijaksanaan, dalam mempertimbangkan berbagai cara
yang dilakukan pria dan wanita untuk mencapai dan mengungkapkan
kebijaksanaan. Orwoll dan Archenbaum juga melaporkan bahwa banyak
tindakan bijaksana pria yang terjadi di depan umum, sedangkan tindakan
bijaksana wanita lebih dilakukan secara pribadi.
Baltes dan Staudinger (Snyder & Lopez, 2007) menemukan bahwa
untuk rentang usia dari 25 sampai 75 tahun, gradien atau jarak antar usia
adalah nol, sehingga dalam penelitian yang dilakukan Baltes dan Staudinger,
tidak ada perbedaan usia dalam tingkat kebijaksanaan individu. Namun,
kebijaksanaan tampak menurun pada usia sekitar akhir 70-an ke atas. Baltes
dan Staudinger juga melaporkan bahwa antara usia 15 hingga 25 tahun
adalah waktu utama untuk memperoleh kebijaksanaan, di mana secara
terpisah, temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa masa remaja dan
dewasa awal merupakan masa-masa subur untuk mengembangkan
kebijaksaan individu, dan usia akhir 70-an ke atas justru menghasilkan
penurunan dalam kebijaksanaan. Dibutuhkan penelitian yang lebih banyak
lagi untuk menjelaskan perkembangan kebijaksanaan selama periode 50
tahun antara usia 25 dan 75 tahun.
Smith dan Staudinger (Snyder & Lopez, 2007) dalam penelitian yang
dilakukan secara terpisah menyimpulkan bahwa peran latar belakang dalam
pekerjaan juga dipertimbangkan sehubungan dengan cara individu dalam
mengungkapkan kebijaksanaan. Penelitian yang dilakukan mengungkapkan
bahwa psikolog klinis memiliki tingkat yang lebih tinggi pada kinerja yang
berhubungan dengan kebijaksanaan, jika dibandingkan dengan individu-
individu pada profesi lain yang telah dicocokkan pada tingkat pendidikan dan
usia. Meskipun kebijaksanaan yang ditampilkan oleh psikolog tinggi, namun
tidak pada tingkat ahli. Berdasarkan temuan tersebut, para peneliti
menyimpulkan bahwa spesialisasi profesional tidak berperan dalam
manifestasi kebijaksanaan.
D. The Measurement of Wisdom
Beberapa pendekatan pengukuran telah digunakan dalam model
kebijaksanaan yang dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya. Bentuk
kebijaksanaan yang melibatkan keahlian dalam perilaku dan makna hidup
telah dilakukan melalui pemecahan masalah individu. Sternberg (Snyder dan
Lopez, 2007) mengemukakan bahwa masalah kebijaksanaan membutuhkan
individu untuk menyelesaikan sebuah konflik, di mana individu tersebut
mengarah pada pengembangan tes kebijaksanaan standar dan formal.
Ukuran laporan singkat tentang kebijaksanaan yang menggunakan skala
Likert telah di validasi untuk dimasukkan dalam nilai-nilai Action
Classification of Strength dan menyertakan lima aspek kebijaksanaan yaitu
rasa ingin tahu, kecintaan terhadap pembelajaran, perhatian penuh,
kreativitas dan perspektif. IQ dan kreativitas tidak selalu terkait dengan
sebuah kebijaksanaan. Individu yang sangat cerdas atau kreatif tidak
selamanya di anggap sebagai individu yang bijak.
E. Relationship Between Wisdom and Intelligence
Dalam kehidupan sehari-hari, individu dapat membedakan tentang
bagaimana sebuah kebijaksanaan dan kecerdasan, walaupun kedua hal
tersebut hampir serupa. Kecerdasan berfungsi sebagai pengetahuan dasar
untuk menyelesaikan tugas-tugas pendukung dalam kehidupan sehari-hari
bagi diri sendiri dan orang lain, sedangkan kebijaksanaan mencakup
pengetahuan, penilaian, dan fleksibilitas individu dalam menyelesaikan
masalah dalam kehidupan demi kepentingan bersama. Clayton (Snyder dan
Lopez, 2007) mengemukakan bahwa kecerdasan yang terkristalisasi
memiliki rentang waktu atau terikat oleh waktu yaitu pengetahuan yang
diperoleh saat ini mungkin tidak berlaku lagi dalam 20tahun yang akan
datang, sedangkan kebijaksanaan bersifat selamanya dan tidak lekang oleh
waktu. Kebijaksanaaan merupakan pengetahuan yang bertahan dalam
utilitas beberapa dekade dan bahkan sampai berabad-abad. Lopez (2008)
mengemukakan bahwa kecerdasan merupakan pengungkapan suatu
kebenaran yang baru, sedangkan kebijaksanaan merupakan bagaimana
menemukan kembali makna dari sebuah kebenaran sebelumnya. Stenberg
(Snyder dan Lopez, 2007) mengemukakan bahwa ciri-ciri kebijaksanaan
yaitu kebijaksanaan lebih dari sebuah kecerdasan, kebijaksanaan
melibatkan kecerdasan antar pribadi atau berhubungan dengan banyak
pribadi yang berbeda, dan kebijaksanaan merupakan keterampilan
manajemen dalam kehidupan sehari-hari.
Lopez (2008) mengemukakan bahwa individu yang bijaksana tidak
hanya tahu bagaimana menguasai dunia luar, tetapi juga bagaimana
menguasai diri sendiri atau batin dan emosinya. Individu yang bijaksana
telah belajar untuk mengatur emosi yang ada dalam dirinya dan
mengembangkan keseimbangan batin dalam situasi apapun. Individu yang
bijak dapat menangani situasi apa pun yang menghampiri individu tersebut.
Individu yang bijak tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Individu yang bijak mampu mencegah dan memprediksi hal-hal
buruk yang akan terjadi dan menghindarinya, bertindak dengan cara yang
efektif dan masuk akal. Individu yang bijak juga mampu menangani situasi
lebih tenang.
Lopez (2008) mengemukakan bahwa meskipun individu yang cerdas
atau berpengetahuan adalah ahli solusi masalah dan pandai memberikan
saran teknis, individu yang bijak lebih mungkin dicari untuk saran tentang
masalah kehidupan. 28 siswa (72%) disebutkan memberikan saran sebagai
salah satu karakteristik dari orang bijak, sedangkan hanya 10 siswa (26%)
terdaftar memberi nasihat sebagai karakteristik dari individu yang cerdas /
berpengetahuan. Para siswa mendaftar banyak contoh nasihat bijak.
DAFTAR PUSTAKA

Lopez, S.,J.(2008). Positive Psychology: Exploring the Best in People. London:


Praeger Perspective.
Lopez, S. J. & Snyder, C. R. (2003). Positive psychological assessment: a
handbook of models and measures. American Psychological
Association: Washington, DC, US.
Snyder, C. R., & Lopez, J. S. (2002). Handbook of positive psychology. New
York: Oxford University.

Snyder, C. R., & Lopez, J. S. (2007). Positive psychology the scientific and
practical explorations of human strengths. California: Sage Publications,
Inc.

Anda mungkin juga menyukai