Ilmu dapat membuat beberapa asumsi atau pengandaian tentang objek untuk
melakukan kajian yang lebih mendalam tentang hakikat objek empiris. Asumsi yang
telah dianggap benar dan tidak menimbulkan keraguan lagi ialah asumsi yang
merupakan sebuah dasar dan titik tolak dari segala pandang kegiatan. Asumsi itu
diperlukan, sebab pernyataan asumtif itulah yang nantinya akan memberikan arah
serta landasan bagi berbagai kegiatan penelaahan.
Terdapat beberapa pendapat tentang objek empiris yang telah dibuat oleh para ilmuan,
yakni:
1. Anggapan bahwa pada objek-objek tertentu memiliki kesamaan antara yang satu
dengan yang lainnya, misalnya dalam hal struktur, bentuk, sifat dan yang lainnya.
2. Anggapan bahwa dalam jangka waktu tertentu suatu benda tidak mengalami
perubahan.
Berpikir logis didefinisikan pula sebagai berpikir lurus, tepat, dan teratur sebagai
objek formal logika. Suatu pemikiran disebut lurus, tepat dan teratur apabila
pemikiran itu sudah sesuai dengan hukum, aturan, dan kaidah yang sudah ditetapkan
oleh logika.
Mematuhi hukum, aturan, serta kaidah logika berguna untuk menghindari berbagai
kesalahan dan penyimpangan dalam mencari kebenaran ilmiah.
Adapun tiga pokok kegiatan akal budi manusia adalah sebagai berikut:
2.Memberikan keputusan.
3.Merundingkan, yang berarti menghubungkan keputusan satu dengan lainnya, sehingga sampai
pada satu kesimpulan.
Fungsi dari pemikiran ontologi itu ialah membuat suatu peta mengenai segala sesuatu
yang mengatasi manusia. Sikap ontologi berusaha menampakkan dunia
transenden itu, dunia yang mengatasi manusia, bahkan menjadikannya sesuatu yang
dapat dimengerti. Dalam aliran-aliran filsafat yang timbul berkat usaha tersebut, maka
yang dipentingkan bukan pengertian-pengertian spekulatif. Plato berbicara tentang
ide-ide, tetapi yang yang dimaksudkannya bukan hasil pengasahan otak, melainkan
suatu dunia yang nyata, real namun lebih luhur dan lebih indah dari pada dunia ini
(Van Peursen. 2010).
Beberapa aliran ontologi terkenal yang berupaya menjelaskan hakikat realitas antara
lain: monisme, dualisme, pluralisme, materialisme, idealisme, nihilisme, dan
agnotisisme.
1)Monisme
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani monos yang berarti tunggal atau sendiri. Dari
istilah ini terdapat beberapa pengertian tentang monisme: 1) teori yang menyatakan
bahwa segala hal dalam alam semesta dapat dijabarkan pada kegiatan satu unsur dasar.
Misalnya, Allah, materi, pikiran, energi, bentuk; 2) teori yang menyatakan bahwa
segala hal berasal dari satu sumber terakhir tunggal.
Jadi, monisme berpandangan bahwa realitas secara mendasar adalah satu dari segi
proses, struktur, substansi, atau landasannya.
2)Dualisme
Istilah ini berasal dari bahasa latin, dualis yang berarti bersifat dua. Jika monisme
berpandangan bahwa hanya ada satu substansi yang tidak tersentuh perubahan dan
bersifat abadi, maka dualisme justru bepandangan bahwa ada dua substansi dalam
kehidupan ini yaitu, dualisme pada
dalam dimensi yang beragam dan rumit, tetpai materi tidak dapat diciptakan atau
dibinasakan.
5)Idealisme
Istilah idealisme berasal dari kata “ide” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Secara
sederhana, idealisme hendak menyatakan bahwa realitas terdiri atas ide-ide, pikiran-
pikiran, akal, atau jiwa, dan bukan benda material dan kekuatan.
Idealisme adalah suatu pandangan dunia atau metafisik yang menyatakan bahwa
realitas dasar terdiri atas, atau sangat erat hubungannya dengan ide, pikiran atau jiwa.
6)Nihilisme
Istilah nihilisme berasal dari bahasa latin yang secara harfiah berarti tidak ada atau
ketiadaan. Pengertian nihilisme dapat dirinci dalam beberapa poin berikut ini:
a) Penyangkalan mutlak, dalam konteks ini nihilism berarti titik yang menolak ideal
positif manapun
e) Keadaan psikologis dan filosofis dimana tidak ada ilia etis, religious, politik dan
social
7)Agnotisisme
Istilah agnotisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “a” yang
berarti bukan, tidak, dan gantikan yang berarti orang yang mengetahui atau
mempunyai pengetahuan tentang. Secara global terdiri beberapa pengertian mengenai
agnotisisme, yaitu:
a) Keyakinan bahwa kita tidak dapat memiliki pengetahuan tentang Tuhan atau
keyakinan bahwa mustahil untuk membuktikan ada atau tidak adanya Tuhan
b) Kadang-kadang digunakan untuk menunjuk pada penangguhan putusan tentang
beberapa jenis pengetahuan
Suatu pengetahuan tentang eksistensi dan sifat dari objek atau ide yang disebut juga
sebagai metafisika. Bisa pula diartikan dengan ‘apa yang dikaji oleh pengetahuan
itu?’. Filosofi ontologi berkaitan dengan manusia, sedangkan dalam keperawatan,
ilmu ontologi juga turut menyusun ilmu keperawatan. Oleh karena itu menurut sudut
pandang ini, maka keperawatan dapat menjadi objek penyelidikan filosofi.
RESUM TM 2
logika dan metode berfikir kritis
KONSEP LOGIKA
Yurike Septianingrum, S. Kep., Ns., M. Kep
Setiap orang harus memiliki pemikiran logis jika akan melakukan suatu kegiatan.
Tanpa adanya pemikiran logis, seseorang tidak akan bisa melakukan kegiatan dengan
baik dan benar. Berpikir logis dikategorikan sebagai ciri dari manusia yang universal.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berpikir diartikan sebagai menggunakan akal
budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Menimbang-meninmbang
dalam ingatan termasuk dalam proses berpikir. Sedangkan kata “logis” dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan sesuai dengan logika, benar menurut penalaran, dan
masuk akal.
Syarat :
Sebagaimana sifat-sifat lain pada umumnya, kita dapat me- nemukan serta mengenalnya pada hal
yang memiliki sifat bersang- kutan, demikian pula sifat “benar” tentu saja juga dapat dicari dan
dapat ditemukan dalam hal-hal yang memiliki sifat “benar” terse- but. Misalnya sifat “bersih”
dapat ditemukan pada udara yang ber- sih, lantai yang bersih; sifat “tenang” dapat ditemukan
dalam sua- sana kelas yang tenang, suasana hati yang tenang. Demikian pula sifat “benar” pada
umumnya dapat ditemukan pada hal-hal berikut: pemikiran yang benar, jawaban yang benar,
pengetahuan yang be- nar, penyataan yang benar, penjelasan yang benar, pendapat yang benar,
pandangan yang benar, informasi yang benar, berita yang benar, tindakan yang benar, kebijaksanaan
yang benar.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sifat “benar” da- pat berada pada kegiatan berpikir
maupun hasil pemikiran yang da- pat diungkapkan dalam bahasa lisan maupun tertulis, yang
berupa: jawaban, penyataan, penjelasan, pendapat, informasi, berita, tinda- kan, peraturan. Hasil
pemikiran pada pokoknya menunjukkan ada atau tidak-adanya hubungan antara yang diterangkan
dengan yang menerangkan. Misalnya yang menunjukkan adanya hubungan: udara bersih, lampu
menyala, rumah terbakar api, binatang meng- gigit orang, orang makan mangga. Pernyataan yang
menunjukkan tidak-adanya hubungan antara yang diterangkan dan yang mene- rangkan dinyatakan
dengan menggunakan kata ’tidak’. Contoh, pasar sayur ini tidak bersih, tanaman padi tidak subur,
kambing tidak hidup di air, manusia tidak bersayap.
Hasil pemikiran dikatakan benar, bila memahami bahwa ada hubungan antara yang diterangkan
dengan yang menerangkan, dan ternyata memang ada hubungan, atau memahami bahwa tidak ada
hubungan antara yang diterangkan dengan yang menerangkan, dan ternyata memang tidak ada
hubungan. Hasil pemikiran dikata- kan salah, bila memahami bahwa ada hubungan antara yang
dite- rangkan dengan yang menerangkan, padahal tidak ada, atau mema- hami bahwa tidak ada
hubungan antara yang diterangkan dengan yang menerangkan, padahal ada.