Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Filsafat dan ilmu pengetahuan adalah dua produk dan nalar peradaban manusia
yang saling berkait erat. Manusia menjalankan amanah sebagai khalifah dan abdi Allah, selain
oleh agama ia juga dituntun oleh filsafat dan ilmu pengetahuan. Jadi manusia adalahsebagai
pemegang amanah terhadap pemeliharaan dunia oleh karenanya manusia memerlukan
pengetahuan dan pemikiran dalam mengemban tugas tersebut.

Manusia fitrahnya berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk berpikir secara logis
dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini berkembang karena
didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya, sehingga hal-hal yang sifatnya
abstrak sekalipun mampu mereka kembangkan, hingga akhirnya sampai pada tingkatan
yang dapat dipahami dengan mudah. Karena hal inilah mengapa dalam istilah Aristoteles
manusia ia sebut sebagai animal rationale.

Oleh sebab itu seorang Cendekiawan seharusnya bekerja secara sistematis, berfikir,
dan berlogika serta menghindari diri dari subyektifitas pertimbangannya, meskipun hal ini
tidak mutlak. Ketidakpuasan atas keilmuan yang dibangun diatas pemikiran awam terus
mendorong berbagai disiplin keilmuan, salah satunya adalah filsafat. Filsafat mengurai
kembali semua asumsi tersebut guna mendapatkan sebuah pengetahuan yang hakiki.

Setiap kepala memiliki pemikirannya masing-masing, begitu pula dengan para


ilmuan, setiap individu merujuk pada filsatat yang sama, yaitu penggunaan metode Ilmiah
dalam menyelesaikan sebuah problematika keilmuan yang mereka hadapi. Karena
penggunaan metode ilmiah dalam sebuah wacana keilmuan dapat meringankan ilmuan dan
pengikutnya dalam melacak kebenaran wacana mereka tersebut. Sehigga akhirnya lahirlah
sebuah asumsi bahwa dalam pengetahuan ilmiah semua kebenaran dapat dipertanggung
jawabkan, meskipun hanya atas nama logika.

1
Karena pada hakekatnya setiap kebenaran ilmiah selalu diperkuat dengan adanya
bukti-bukti empiris maupun indrawi yang mengikutinya. Sehingga dalam proses berfikir
ilmiah ataupun sebuah pencapaian pemahaman final perlu ditopang dengan logika. Disebut
logika bilamana ia secara luas dapat definisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara
benar, yang bermuara pada kesimpulan yang benar.

Penarikan kesimpulan dalam berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan logika deduktif dan logika induktif. Selain itu bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah
juga sangat berperan penting dalam melakukan kegiatan berpikir ilmiah. Karena bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah serta
media untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Tanpa bahasa maka
manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak seperti apa yang kita lakukan
dalam kegiatan ilmiah.

Karenanya, guna mendukung dan mengembangkan wacana keilmuan yang selama


ini telah berjalan, maka diperlukan sebuah masterplan yang mumpuni. Rencana tersebut
haruslah di dalamnya mengandung langkah-langkah baik logika teoritis, skematis, maupun
implementasi, serta pelaksanaannya. Ia meliputi: persiapan gambaran metodologi yang
akan digunakan, yang diikuti diskursus komprehensif dalam bidang tersebut, kemudian
mengkolaborasikannya dengan wacana keilmuan lain, sehingga didapati sebuah sistem berfikir
yang dapat disambut oleh semua belah pihak. Yang kesemuanya akan kembali bermuara
pada proses pembelajaran terutama dalam wacana keilmuan.

Satu hal dalam logika penalaran, yang menjadi pertimbangan adalah pernyataan-
pernyataan yang ada sebelumnya. Masing-masing hanya dapat bernilai salah atau benar
namun tidak keduanya. Hal inilah yang sebelumnya disebut sebagai proposisi. Proposisi yang
telah dihimpun ini nantinya akan dapat dievaluasi dengan beberapa cara, seperti: deduksi, dan
induksi. Maka dari itu, poin pembahasan yang relevan dengan topik wacana kali ini, adalah
metode induksi dan deduksi. Yang secara singkat jika metode induksi diartikan sebagai
salah satu cara untuk menarik kesimpulan yang umum digunakan oleh para ilmuwan. Maka

2
metode deduksi adalah kebalikan dari metode induksi, karena ia menarik kesimpulan kepada
yang lebih khusus, dan terperinci.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian penalaran?
2. Apa saja jenis-jenis penalaran ilmiah?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan setiap metode penalaran ilmiah?
4. Apa yang dimaksud dengan salah nalar?

1.3. TUJUAN PENULISAN


1. Mengetahui maksud dari penalaran ilmiah
2. Mengetahui jenis-jenis penalaran ilmiah
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari setiap jenis penalaran ilmiah
4. Mengetahui maksud dari salah nalar

1.4. BATASAN MASALAH


1. Hanya berfokus pada penalaran ilmiah
2. Hanya berfokus pada metode penalaran secara umum

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENALARAN ILMIAH

3
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan
bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan melalui
kegiatan merasa atau berpikir. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia sering
mengabaikan atau bahkan melupakan logika dalam berfikir dan membuat aturan.
Kebanyakan orang-orang tersebut menganggap remeh tentang logika dan berfikir
seenaknya saja, mereka mengiginkan suatu hal yang mudah dan praktis. Sehingga yang
terjadi adalah kejanggalan-kejanggalan dalam komunitas masyarakat banyak.

Perlu disadari bahwa sesuatu yang logis biasanya akan mudah dipahami oleh nalar kita
tetapi sesuatu yang tidak logis kadang bertentangan dengan pikiran dan hati kita. Dalam
banyak hal kita sering mengalami berbagai kejadian yang kita pikir tidak logis misalnya ada
yang jelas-jelas melakukan korupsi dengan uang milliaran rupiah bahkan triliunan rupiah
tapi di mata hukum disamakan dengan seorang pencuri seekor ayam. Ada juga yang jelas
terbukti bersalah tetapi tidak tersentuh oleh hukum.

Atas dasar realitas tersebut diperlukan suatu logika dalam kehidupan manusia agar
kita mengetahui kapan saatnya berpikir logis, kapan saatnya berpikir tidak logis, setiap tempat
dan waktu ada logikanya, setiap logika ada waktu dan tempatnya.

Menurut Suhartono Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir


secara logis dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena
mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka
manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya.
Karena kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai
“animal rationale”.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, penalaran berasal dari kata nalar yang berarti
pertimbangan baik buruk, budi pekerti dan akal budi. Dari pengertian tersebut terdapat kata
akal yang merupakan sarana untuk berfikir. Kemampuan menalar hanya di miliki oleh manusia.
Dengan kemampuan menalar manusia dapat mengembangkan pengetahuan lain yang kian hari
kian berkembang.

4
Filosofi penalaran, ialah: sebuah cara untuk melahirkan pemikiran secara tidak langsung
melalui pernyataan/ statements propositions yang sistematis yang dicari keterkaitannya untuk
memperoleh kesimpulan atau konklusi (Jody Moenandir, 2011). Konklusi adalah juga sebagai
sebuah pernyataan/statemen.

Penalaran juga merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu


dalam menemukan kebenaran atau suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis
penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing. Suparno dan Yunus (2006:41)
mendefinisikan penalaran adalah proses berpikir sistematik dan logis untuk memperoleh
sebuah simpulan (pengetahuan atau keyakinan).

Menurut Dr. Asep Hermawa, M.Sc. (2005) mengatakan bahwa penalaran ilmiah
merupakan gabungan dari penalaran deduktif (deduction) dan induktif (induction). Tegasnya,
pada dasarnya berpikir ilmiah itu menggabungkan dua pola berpikir yakni berpikir deduktif atau
berpikir rasional dan berpikir induktif atau berpikir empiris (Sudjana dan Ediyono, 1991:8).
Penalaran deduksi berkaitan dengan rasio nalisme sedangkan penalaran induktif berkaitan
dengan empirisme. Maka dengan itu, penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan
dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan Pascal,
hatipun mempunyai logika tersendiri.

2.2 Metode Penalaran (Reasoning)

Dalam bukunya Jody Moenandir (2011) mengatakan bahwa pendekatan studi penalaran
adalah untuk mengidentifikasikan beberapa bentuk penalaran untuk menunjang kesimpulan.
Dua bentuk penalaran adalah penalaran deduktif dan penalaran induktif. Logika formal
diutarakan sebagai ilmu deduksi. Studi penalaran induktif disebut sebagai logika informal atau
penalaran kritis (Anonymous, 2003; Ratcliff, 2003). Deduksi, ialah proses pembuatan
5
kesimpulan melalui proposisi (usulan) yang berjalan dari yang umum menuju ke suatu yang
khusus cara kerja priori ilmu pasti, penalaran dengan kesimpulan yang wilayahnya lebih sempit
dari wilayah premisnya. Adapun bentuk-bentuk dari metode penalaran (reasoning) dan Alasan
(Argumentasi), yaitu :

2.2.1 Penalaran Deduktif (Deductive Reasoning)

Penalaran deduktif (deductive reasoning) merupakan sebuah proses yang masuk akal
dari pengembangan prediksi spesifik dari prinsip umum. Salah satu cara berfikir logis dan
analistik, yang tumbuh dan berkembang dengan adanya pengamatan yang semakin intens,
sistematis, dan kritis disebut juga penalaran deduktif. Tipe penalaran ini berjalan dari umum ke
khusus. Dikembangkan oleh Aristoteles, dengan silogisme dan anteseden, ialah dengan adanya
karakteristik berbentuk: Premis 1 (Mayor), Premis 2 (Minor) dan Kesimpulan/Konklusi, sebagai
akibat adanya antecedent.

Deduksi, (dari umum ke khusus) adalah: Sebuah proses pembuatan kesimpulan melalui
proposisi yang berjalan dari suatu yang umum menuju ke suatu yang khusus ialah sesuatu yang
dianggap benar secara umum dalam kelas tertentu akan berlaku pula ke benar annya pada
semua peristiwa yang terjadi dalam setiap hal yang termasuk dalam kelas tersebut yang khusus
sehingga, terdapat adanya proses menalar dari umum yang menuju ke hal yang khusus. Cara
untuk memperoleh ilmu dengan menalar secara deduktif dengan hasil kesimpulan yang benar
yang dikembangkan oleh Aristoteles (384 -322 SM) disebut juga silogisme (Syllogism).

Melalui deduksi silogisme oleh Aristoteles disebut juga sebagai kesimpulan/konklusi,


ialah cara untuk memperoleh ilmu secara deduksi dengan teratur, sehingga kesimpulan/
konklusi tersebur diperoleh dengan cara sebaik-baiknya. Contoh secara umum ialah sebagai
berikut:

Silogisme hipotesis :

1. Modus ponendo ponens (menegaskan sesuatu karena lebih dulu menegaskan yang lain,
hanya sebagai tautologi (pengulangan saja ialah mengulangi sesuatu yang sudah ditegaskan

6
2. Modus tollendo tollens (memungkiri sesuatu berdasarkan pemungkiran lain lebih dulu)
bentuk ini terkenal dan berperan penting dalam kerja empiris (azas falsifikasi, azas kepalsuan)

Catatan : modus = bentuk

bentuk 1. dan 2. ialah dua bentuk deduksi (silogisme kategoris) (eg. A=B,B=C maka, mau
tidak mau suka tidak suka, A=C) kesimpulan deduksi adalah berlaku selalu, dimana-mana,
mutlak dan pasti.

Silogisme/Syllogism terdiri dari 2 (dua) pernyataan/statements/proposisi, ialah:premis 1


[mayor], ialah proposisi pertama disebut anteseden/ antecedent premise. 2 [minor), ialah
proposisi kedua disebut anteseden/ anteseden konklusi/kesimpulan disebut konsekuensi.

e.g. premise 1 (mayor) semua makhluk hidup akan mati

premise 2 (minor) manusia adalah makhluk hidup

Kesimpulan/konklusi maka semua manusia sebagai makhluk hidup akan mati.

Silogisme (Syllogism) Mempunyai beberapa jenis:

 Kategori, ialah: Yang dimaksud dengan silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi
dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan
simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat
khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek
simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor. Dengan kata
lain sebuah proses berfikir dengan penentuan kesamaan atau perbedaan dari dua
konsep objektif dengan membandingkan dengan konsep ketiga, secara berturut-turut.

Contoh:

- Semua manusia bijaksana.


- Semua polisi adalah manusia.
- Jadi, semua polisi bijaksana.

7
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis
mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme di atas ialah manusia. Term penengah
hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada,
simpulan tidak dapat diambil

Contoh:

- Semua manusia tidak bijaksana.


- Semua kera bukan manusia.
- Jadi, (tidak ada kesimpulan).

Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut

a) Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah

Contoh :

- Semua atlet harus giat berlatih.


- Xantipe adalah seorang atlet.
- Xantipe harus giat berlatih.

Term = minor Xantipe

Term mayor = harus giat berlatih

Term menengah = atlet

Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah

Contoh :

- Gambar itu menempel di dinding.


- Dinding itu menempel di tiang.

Dalam premis terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding dan dinding menempel
di tiang. Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik kesimpulan

b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan. Dua
premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
8
Contoh :

- Semua semut bukan ulat.


- Tidak seekor ulat pun adalah manusia.

d) Bila salah satu premisnya negatif simpulan pasti negatif.

Contoh:

- Tidak seekor gajah pun adalah singa.


- Semua gajah berbelalai.
- Jadi, tidak seekor singa pun berbelalat.

e) Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif

Contoh :

- Semua orang yang rajin bekerja dan suka menabung dapat menjadi kaya.
- Handoyo ialah seorang yang rajin bekerja dan suka menabung,
- Jadi Handoyo dapat menjadi kaya.

f) Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan

Contoh :

- Sebagian orang jujur adalah petani


- Sugian pegawai negeri adalah orang jujur.
- Jadi, (tidak ada kesimpulan).

g) Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus

Contoh :

- Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.


- Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
- Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.

9
h) Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik suatu
kesimpulan.

Contoh:

- Beberapa manusia adalah bijaksana.


- Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
- Jadi, tidak ada simpulan).

 Hipotesis, ialah silogisme yang premis 1 (mayornya) ialah sebuah proposisi/ Statement
pernyataan yang hipotetis. Sedangkan premis 2 (minornya) adalah pengakuan atau
penolakan pada Sebuah bagian dari premis mayornya.
a. Silogisme hipotetis kondisional, ialah silogisme dengan premis (mayor) nya
mempunyai bentuk suatu keputusan bersyarat (jika.....maka......). Contohnya :
- Jika seorang yang rajin bekerja dan suka menabung, akan menjadi kaya.
- Hartono ialah seorang yang rajin bekerja dan suka menabung, maka Hartono
akan dapat menjadi kaya.
- Jika Harsono seorang yang boros dan malas bekerja, maka Harsono tidak akan
menjadi seorang yang kaya.
- Bila Harmoko ialah seorang yang kaya, maka Harmoko ialah seorang yang tidak
boros dan tidak malas bekerja.

b. Silogisme disjungtif (disjunctive syllogism)

Silogisme disjungtif (disjunctive syllogism), ialah silogisme yang premis 1 (mayor)nya


berbentuk proposisi/statement pernyataan disjungtif (bersifat memisahkan).Contohnya :

 Hartono atau Harmoko yang boros dan malas bekerja. sdr. Hartono tidak boros dan tidak
malas bekerja, maka Harmoko yang boros dan malas bekerja

c. Silogisme konjungtif (conjunctive syllogism)

10
Silogisme konjungtif (conjunctive syllogism), ialah silogisme yang premise I mayor nya
berbentuk proposisi/ statement/ pernyataan konjungtif (pernyataan dengan kata penghubung).
Contohnya :

 Tidak mungkin Handoyo seorang yang boros dan malas bekerja dapat menjadi kaya.
 Handoyo seorang yang kaya, maka Handoyo bekerja.

Penalaran Deduktif, penalaran sahih bila kesimpulan argumen benar bila premise benar. Contoh
penalaran deduktif adalah melalui silogisme:

 Premise 1 Semua orang dapat mati


 Premise 2 Handoyo ialah orang
 Kesimpulan: Handoyo pasti dapat mati

Penalaran ini sahih karena kedua premisnya benar dan kesimpulannya juga benar.
validitas/sahih ialah termasuk dalam penalaran argumen . Maka dalam sebuah argumen
deduktif dengan penalaran yang sahih kesimpulan berisi informasi yang ada dalam premisnya.
Bentuk penalaran ini termasuk logika Aristoteles yang juga dikenal sebagai Logika Aristoteles,
logika silogistik, logika proposisional dan logika predikat.

 Silogisme Alternatif

Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi
alternatif. Kalau premis minor nya membenarkan salah satu alternatif, kesimpulannya akan
menolak alternatif yang lain.

Contoh :

- Dia salah seorang kiai atau professor.


- Dia seorang kiai.
- Jadi, dia bukan seorang professor.
- Dia adalah seorang kiai atau professor.
- Dia bukan seorang kiai.
- Jadi, dia seorang professor

11
 Entimen

Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan
maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor
karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum yang dikemukakan hanya premis minor
dan simpulan.

Contoh:

- Semua sarjana adalah orang cerdas


- Ali adalah seorang sarjana
- jadi, Ali adalah orang cerdas

Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu "Ali adalah orang cerdas karena dia adalah
seorang sarjana.”

Beberapa contoh entimen:

- Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu

Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat
diubah menjadi silogisme.

Kelebihan penalaran deduktif adalah terletak pada faktor kebutuhan fokus yang
intens dalam menganalisa suatu pengertian dari segi materinya, sehingga penggunaan
waktu bisa lebih efisien. Bahkan dari segi lain keterampilan yang digunakan bisa tersusun
lebih rapi, hal ini bisa terjadi karena poin-poin yang ingin dicapai sudah jelas. Terlebih
pendekatan ini sesuai untuk digunakan dalam proses pembelajaran, seperti halnya guru
memberikan penerangan sebelum memulai pembelajaran. Selain itu pada deduksi,
kesimpulannya merupakan suatu konsekuensi logis dari premispremisnya. Sehingga pada
suatu penalaran yang baik, kesimpulan dapat menjadi benar manakala premis-premisnya
benar.

12
Adapun kelemahannya terletak pada aktifitas penarikan kesimpulan yang dibatasi
pada ruang lingkup tertentu. Serta jika salah satu dari kedua premisnya, atau bahkan
keduanya salah maka kesimpulan yang didapat berdasarkan premis tersebut akan salah pula.

Kelemahan lainnya adalah kesimpulan yang diambil berdasarkan logika deduktif tak
mungkin lebih luas dari premis awalnya, sehingga sulit diperoleh kemajuan ilmu
pengetahuan jika hanya mengandalkan logika deduktif. Selain itu manakala argumennya
diuji kebenarannya, maka yang mungkin teruji hanya bentuk atau pola penalarannya tapi
bukan materi premisnya, jadi benar salahnya premis tersebut tidak dapat diuji.

2.2.2 Penalaran Induktif (Inductive Reasoning)

Induksi adalah bentuk inferensi penghasil proposisi tentang objek yang tak teramati, khusus
atau umum yang didasarkan pada pengamatan terdahulu (Anonymous, 2008). Pengertian ini
dipergunakan untuk memformulasikan pernyataan umum berdasar pada pengamatan yang
terbatas dari pengulangan pola fenomenal. Penalaran induktif sangat bertentangan dengan
penalaran deduktif. Karena, premis yang benar dalam penalaran induktif tidak menjamin
kesimpulannya benar (kesimpulan dalam penalaran induktif mengikuti derajad peluang).
Metode penalaran ini ialah ampliatif (ample-cukup). Contoh berasal dari David Hume (seorang
empiris) :

 Premise Matahari terbit di Timur setiap pagi hingga saat ini.


 Kesimpulan: Matahari juga akan terbit di Timur pada hari esok.

Penalaran analogi, ialah penalaran dari hal khusus ke hal yang khusus. Contohnya:

 Premise :Handoyo ialah manusia dan Handoyo dapat mati.


 Premise 2 : Hartono ialah manusia.
 Kesimpulan: Hartono akan dapat mati.

Penalaran analogi dapat dipandang sebagai bentuk penalaran induktif sejauh kebenaran
premise tidak menjamin kebenaran kesimpulan. Pandangan tradisi penalaran induktif adalah
penalaran dari yang khusus menuju ke yang umum. Contohnya:
13
 Premise1 Handoyo ialah manusia dan Handoyo dapat mati
 Premise 2 Hartono ialah manusia dan Hartono dapat mati
 Kesimpulan: Semua manusia dapat mati

Induksi, ialah proses pembuatan kesimpulan melalui proposisi, yang berjalan dari yang
khusus menuju ke yang umum, cara kerja posteriori ilmu-ilmu empiris, penalaran dengan
kesimpulan yang wilayahnya lebih luas dari premisnya. Teori ini dikembangkan oleh Francis
Bacon dengan bukunya Novum organum (1620). Organum=Logical works=pekerjaan yang
masuk akal. Penalaran induktif (Inductive reasoning), ialah: Sebuah proses penalaran yang
dipergunakan untuk pengembangan aturan yang lebih umum dari observasi spesifik. Tipe
penalaran ini berjalan dari yang spesifik menuju ke yang umum (generalisasi yang konseptual).
Induksi, (dari khusus ke umum), ialah:

 Sebuah proses pembuatan kesimpulan melalui proposisi yang berjalan dari suatu yang
khusus menuju ke suatu yang umum
 Dasar yang dilakukan ialah adanya pengalaman indria, yang berbentuk obyek khusus
yang banyak, kemudian di simpulkan ke dalam bentuk suatu konsep yang
memungkinkan sescorang untuk dapat memahami suatu gejala/ fenomena
Perlakuan/treatments suatu penelitian).

Proses berpikir induktif. (universal ke konseptual. fakta ke abstrak), adalah: Bila seseorang
mengamati dari banyak obyek bahwa berbagai hal yang termasuk pada suatu kelas tertentu
mempunyai identitas yang universal, selanjutnya dari hal tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan yang konseptual. Contohnya :

 Aldi rajin bekerja dan hemat


 Aldin rajin bekerja dan hemat
 Anna rajin bekerja dan hemat
 Ami rajin bekerja dan hemat
 Alan rajin bekerja dan hemat

Padahal Aldi, Aldin, Anna, Ami dan Alam adalah karyawan dan karyawati di UB. Maka, semua
karyawan dan karyawati di UB rajin belgia dan hemat

Analisis:
14
Pada contoh tersebut sebuah kesimpulan bahwa: karyawan dan karyawati di UB rajin bekerja
dan hemat ditarik dari hasil pengamatan pada berbagai keadaan, selanjutnya ke universal an
hasil pengamatan dijadikan dasar dalam pembuatan kesimpulan dan kesimpulan yang diambil
berbentuk konsep yang sangat berguna sebagai ilmu dan pengetahuan, cara semua karyawan
dan karyawati di UB vang menggunakan cara kerja dan sikap rajin bekerja dan hemat, sehingga
cara berpikir induktif berawal dari fakta menuju ke abstrak (dari pengamatan indria/nyata/fakta
menuju ke konsep).

Beberapa bentuk penalaran ilmiah induktif adalah sebagai berikut :

1. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang
mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum. Dari beberapa
gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa "Lulusan sekolah A pintar pintar." Hal ini
dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti
itu.
Contoh:
- Jika dipanaskan, besi memuai
- Jika dipanaskan, tembaga menuai
- Jika dipanaskan, emas memuai
- Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.

Sahih atau tidak sahihnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal yang berikut :
1) Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makin sahih
simpulan yang diperoleh.
2) Data it harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang
sahih.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data data yang mempunyai sifat khusus tidak
dapat dijadikan data.

15
2. Analogi
Analogi adalah cara penarikan pemalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai
sifat yang sama, Contoh:

Nina adalah Lulusan akademi A


Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik
Ali adalah tuhan akademi A
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik

Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut :

1) Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan


2) Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan
3) Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.

3. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Misalnya, tombol ditekan dan akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari
hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. la kena penyakit
kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini. tia
hubungan antara masalah, yaitu sebagai berikut.
a. Sebab – akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. disamping itu, hubungan ini dapat
berpola A menyebabkan B,C,D dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang
dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran
seseorang untuk mendapatkan kesimpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu
16
penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji
buah mangga jatuh dari batangnya, kita akanmemperkirakan beberapa kemungkinan
penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan
mungkin pula dilempari oleh anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinan itu yang
menjadi penyebabnya.
Andaikata angin tiba-tiba bertiup (A), dan hujan yang tiba-tiba turun (B), ternyata
tidak sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu kita dapat menyimpulkan bahwa
jatuhnya buah mangga itu disebabkan oleh lemparan anak-anak (C).
Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut :
Angin hujan lemparan mangga jatuh
(A) (B) (C) (E)
Angin hujan mangga tidak jatuh
(A) (B) (E)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh
(C) (E)
Pola-pola seperti itu sesuai pula dengan metode agreement yang berbunyi sebagai
berikut. “Jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala mempunyai satu dan hanya satu kondisi
yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu
tersebut.
teh, gula, garam menyebabkan kedatangan semut
(P) (Q) (R) (Y)
gula, lada, bawang menyebabkan kedatangan semut
(Q) (S) (U) (Y)
Jadi, gula menyebabkan kedatangan semut.
(Q) (Y)

b. Akibat-sebab
Akibat-sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter. Ke dokter
merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan entimen. Akan tetapi
dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.
17
c. Akibat-akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya Peristiwa "akibat"
langsung disimpulkan pada suatu akibat" yang lain. Contohnya adalah sebagai berikut :
Ketika pulang dari pasar, Ibu Sonya melihat tanah di Halamannya becek Ibu langsung
menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola itu dapat dilihat
seperti berikut ini.
hujan menyebabkan tanah becek
(A) (B)
Hujan menyebabkan kain jemuran basah
(A) (C)
Dalam proses penalaran, "akibat-akibat", peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan
peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah
(B) (C)

Semua penelitian yang menggunakan samples, karenanya, didekati dengan pendekatan


induktif, karena pengamatan dari yang khsusus menuju ke hal yang umum, dari fakta ke
konseptual, dari sesuatu fakta khusus menuju ke generalisasi, dari kenyataan fakta khusus ke
teori, sehingga ditemukan suatu ilmu teoretis, ialah disebut sebagai sebuah bentuk dari suatu
temuan (findings).

Maka Induksi,ialah sebuah cara untuk memperoleh kesimpulan yang objektif dan sahih
(valid). Dasar yang dilakukan ialah adanya pengalaman indria, yang berbentuk objek khusus
yang banyak. kemudian. disimpulkan ke dalam bentuk sebuah konsep, yang memungkinkan
seseorang untuk memahami suatu gejala (fenomena).

Penalaran ini diadobsi oleh banyak penggiatnya, karena ia dipandang dapat


memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang ragam pengetahuan yang akan dituju. Sehingga lebih

18
mudah menemukan pola-pola tertentu suatu ilustrasi yang ada. Ia juga dinilai efektif
untuk memicu keterlibatan yang lebih mendalam dalam suatu proses pencapaian kesimpulan.
Sebabnya tiada lain adalah adanya kasus awal yang tepat.
Adapun kelemahan dari proses ini antara lain, Penalaran induktif, sesuai dengan
sifatnya, yaitu tidak memberikan jaminan bagi kebenaran kesimpulannya. Meskipun,
premispremisnya semua benar, tidak otomatis membawa kebenaran pada kesimpulan yang
diperoleh, selalu saja ada kemungkinan terdapat sesuatu yang tidak sama sebagaimana di
amati.
Serta pada induksi, kesimpulannya bukan merupakan suatu konsekuensi logis dari
premis-premisnya. Sehingga pada suatu penalaran yang baik, kesimpulan tidak dapat menjadi
benar 100% manakala premis-premisnya benar. Atau dengan kata lain kelengkapan
kesimpulannya hanya dapat menjadi bersifat tidak lebih dari “mungkin benar” manakala
kesemua premis-premisnya benar. Sehingga kesimpulan penalaran induktif tidak 100 % pasti.
Selain itu besarnya ada kemungkinan ketidaktelitian di dalam pengamatan atau human error
yang dipengaruhi banyak faktor, seperti fasilitas ataupun panca indra yang tidak sempurna.

2.2.3 Perbedaan penalaran deduktif dan penalaran induktif

Penalaran deduktif terkait dengan apa yang mengikuti premis yang diberikan (jika a,
maka b). Penalaran induktif, karenanya, proses yang berasal perolehan hal umum yang
tergantung dari pengamatan. Kadang-kadang dimasukan kedalam studi yang masuk akal. Selaras
dengan hal tersebut, harus dibedakan antara sahih deduktif dan sahih induktif
(disebut:kogensi). Sebuah inferensi adalah sahih secara deduktif, jika dan hanya jika (dalam
statistika dikenal dengan istilah: if and only if), tidak terdapat keadaan yang mungkin dimana
semua premisnya ialah benar dan kesimpulan salah/palsu. Sebuah argumen induktif dapat sahih
ataupun tidak sahih.

Idea kesahihan deduktif dapat dinyatakan dengan pasti untuk sistem logika dalam artian
yang dapat dimengerti dengan jelas. Validitas induktif disatu sisi membutuhkan definisi yang

19
tergantung secara umum dari seurutan pengamatan. Makna ketersediaan definisi ini dapat
didekati dengan beberapa cara, yang hanya terkait dengan logika deduktif dalam hal ini.

Proses deduktif-induktif :

1. Disebut sebagai sebuah metode ilmu


2. Inventarisasi masalah
3. Identifikasi masalah
4. Formulasi masalah
5. Formulasi hipotesis
6. Pengumpulan, pengaturan dan analysis data
7. Formulasi kesimpulan
8. Verifikasi atau uji kebenaran, penolakan atau modifikasi dari hypothesis oleh Uji dari
konsekuensi nya dalam keadaan yang spesifik.

Penalaran deduktif dan induktif dapat disusun dalam bentuk sbb.:

20
Contoh:

Penalaran Deduktif Penalaran Induktif

Hukum Newton semua yang keatas akan setiap kali diperhatikan bahwa tendangan keatas,
kembali kebawah, maka bila menendang bola akan kembali ke bawah maka bila suatu ketika
ke atas akan kembali ke bawah. menendang ke atas harus kembali ke bawah

Penalaran dari observasi didukung oleh Penalaran dari hukum gravitasi didukung oleh
observasi. referensi dari tanpa sumber teori hukum Newton
bahkan bagi seseorang yang tak pernah lihat bola
ditendang

Penalaran deduktif : berkesimpulan Penalaran induktif : penyusunan generalisasi dari


menggunakan fakta proses mental terkait fenomena yang diamati atau prinsip
dalam definisi,aturan dan property.

Penalaran Deduktif = Logika Deduktif Penalaran induktif = logika induktif

ialah penalaran menggunakan penalaran Ialah proses penalaran yang mengarah pada
deduktif. premise yang diberikan kepada premisnya
dipercaya mendukung kepada kesimpulan yang
harus benar bila kesimpulan premise-premise nya
benar

2.3 SALAH NALAR

21
Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut salah
nalar. Salah nalar ini disebabkan oleh ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya.
Apabila kita perhatikan beberapa kalimat dalam bahasa Indonesia secara cermat, kadang-
kadang kita temukan beberapa pernyataan atau premis tidak masuk akal. Kalimat-kalimat yang
seperti itu disebut kalimat dari hasil salah nalar. Kalau kita pilah pilah beberapa bentuk salah
nalar itu, kita dapat membagi salah nalar itu dalam beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

2.3.1 Deduksi yang Salah

Salah nalar yang disebabkan oleh deduksi yang salah merupakan salah nalar yang amat
sering dilakukan orang. Hal ini terjadi karena orang salah mengambil simpulan dari suatu
silogisme dengan diawali oleh premis yang salah atau tidak memenuhi syarat. Beberapa contoh
salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut :

- Pakk Ruslan tidak dapat dipilih sebagai lurah di sini karena dia miskin.

- Bunga anggrek sebetulnya tidak perlu dipelihara karena bunga anggrek banyak
ditemukan dalam hutan.

- Dia pasti cepat mati karena dia menderita penyakit jantung.

2.3.2 Generalisasi Terlalu Luas

Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak
seimbang dengan besamya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.
Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut :

- Gadis Bandung cantik-cantik.

-Kuli pelabuhan jiwanya kasar

-Orang Makasar pandai berdayung

2.3.3 Pemilihan Terbatas pada Dua Alternatif

22
Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan "itu"
atau "ini". Beberapa contoh peralatan yang salah seperti itu adalah sebagai berikut

- Engkau harus mengikuti kehendak ayah, atau engkau harus berangkat dari rumah ini

-Dia membakar rumahnya agar kejahatannya tidak diketahui orang

-Engkau harus memilih antara hidup di Jakarta dengan serba kekurangan dan hidup di
kampung dengan nanggung malu

2.3.4 Penyebab yang Salah Nalar

Salah nalar jenis ini disebabkan oleh kesalahan mental sesuatu sehingga mengakibatkan
terjadi per an maksud. Orang tidak menyadari bahwa yang dikatakannya itu adalah salah.
Beberapa contoh salah nilai yang termasuk adalah sebagai berikut :

-Matanya buta sejak beberapa waktu yang lalu Itu tandanya dia melihat gerhana matahari
total

-Sejak ia memperhatikan dan membersihkan kuburan para leluhurnya, dia hamil

-Kalau ingin dikenal orang, kita harus memakai kacamata

2.3.5 Analogi yang Salah

Salah nalar dapat terjadi apabila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan
anggapan persamaan salah yang lain satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada
Beberapa contoh jenis salah nalar seperti ini adalah sebagai berikut :

-Sumini, seorang alumni Universitas Indonesia, dapat menyelesaikan tugasnya dengan


baik Oleh sebab itu Tata, seorang alumni Universitas Indonesia, tentu dapat
menyelesaikan tugasnya dengan baik

-Pada hari Senin, langit di sebelah barat menghitam angin bertiup kencang, dan tidak lama
kemudian turun hujan. Pada hari Selasa, langit sebelah barat menghitam angin bertiup
kencang dan tidak lama kemudian turun hujan. Pada hari Rabu, langit sebelah barat
23
menghitam angin bertiup kencang. Hal ini menandakan bahwa tidak lama lagi akan turun
hujan

2.3.6 Argumentasi Bidik Orang

Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang disebabkan. Oleh sikap menghubungkan sifat
seseorang dengan tugas yang diembannya. Dengan kata lain, sesuatu itu selalu dihubungkan
dengan orangnya. Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut :

-Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas keluarga
berencana itu mempunyai anak enam orang

-Kamu tidak boleh kawin dengan Verdo karena orang tua Verdo itu bekas penjahat

-Dapatkah dia memimpin kita kalau dia sendiri belum lama ini bercerai dengan istrinya?

2.3.7 Meniru-niru yang Sudah Ada

Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang berhubungan dengan anggapan bahwa
sesuatu itu dapat kita lakukan kalau atasan kita melakukan hal itu. Beberapa contoh salah nalar
jenis ini adalah sebagai berikut :

-Peserta penataran boleh pulang sebelum waktunya karena para undangan yang
menghadiri acara pembukaan pun sudah pulang semua.

-Siswa SMA seharusnya dibenarkan mempergunakan kalkulator ketika menyelesaikan soal


matematika sebab profesor pun menggunakan kalkulator ketika menyelesaikan soal
matematika.

2.3.8 Penyamarataan Para Ahli

24
Salah nalar ini disebabkan oleh anggapan orang tentang berbagai ilmu dengan pandangan
yang sama. Hal ini akan mengakibatkan kekeliruan mengambil kesimpulan. Beberapa contoh
salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut :

- Perkembangan sistem pelayaran kita dapat dibahas secara panjang lebar oleh Ahmad
Panu, seorang tukang kayu yang terkenal itu.

-Pembangunan pasar swalayan itu sesuai dengan saran Toto, seorang ahli di bidang
perikanan.

BAB III

PENUTUP
25
3.1 KESIMPULAN

Penalaran atau metode berfikir ilmiah menghendaki pembuktian kebenaran secara


terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, serta mengggabungkan penalaran
deduktif dan induktif dengan menggunakan asumsi dasar atau hipotesa sebagai jembatan
penghubungnya
Baik penalaran induktif ataupun deduktif kesemuanya memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing. Yang mana keduanya telah ikut memberikan corak cara
berfikir ilmiah modern saat ini. Jika berpijak pada induktif semata maka ilmu Pengetahuan
akan berada dalam suatu “kegelapan ilmiah” begitu pula jika hanya pada deduktif belaka
maka ia tidak akan maju. Maka dari itu dengan berkaca pada aspek positif dan negatif
dari keduanya, orang kemudian mencoba mengkolaborasikan,
memodifikasi, dan mengembangkan keduanya menjadi sebuah sistem penalaran ilmiah
modern saat ini (scientific method), atau dalam istilah John Dewey dikenal dengan berpikir
reflektif (reflective thinking). Artinya, lahirlah ilmu yang memiliki kerangka penjelasan yang
masuk serta mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan metode penalaran ilmiah yang menghendaki
pembuktian kebenaran secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual,
menggabungkan penalaran deduktif dan induktif dengan menggunakan hipotesis sebagai
jembatan penghubungnya. Sehingga dari sini diharapkan dapat melahirkan alur penalaran
ilmiah yang baik dan benar.

3.2 SARAN

26
Demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang berkembang dan ilmu pengetahuan yang
semakin maju, manusia harus semakin memahami mengenai penalaran ilmiah sehingga tidak
akan munculnya teori-teori yang bertentangan dengan kaidah kaidah kehidupan manusia.
Maka di sini perlunya ketersediaan tenaga pembimbing yang terampil. Serta model
ini sangat bergantung pada kondisi lingkungan yang diamati, dengan kata lain perlunya
sebuah kondisi yang benar-benar kondusif dalam proses observasi, serta penyimpulannya.
Serta waktu yang dibutuhkan cenderung lebih lama dari pada model deduktif, serta persiapan
menuju proses ini terkesan lebih banyak karena harus siap menghadapi kondisi seperti
apapun.
Pentingnya penalaran ilmiah sebelum melakukan penelitian juga menjadi factor utama
untuk masyarakat / sekelompok orang yang akan melakukan penelitian . oleh karena itu, sebisa
mungkin setiap orang selalu menginformasikan mengenai penalaran ilmiah minimal kepada
orang terdekatnya.

DAFTAR PUSTAKA

27
Arifin, E.Z. ; S. Amran Tasai. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta :
Akademia Pressindo

Hermawan, Asep. 2005. Penelitian bisnis Paradigma Kuantitatif. Jakarta : PT. Grasindo

Mooenandir, Jodi. 2011. Filosofi, Metodologi penelitian Dan Komunikasi Ilmiah. Malang :
Universitas Brawijaya Press (UB Press)

Sobur, Kadir. 2015. Logika Dan Penalaran Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan dalam : Jurnal
Tajdid Volume XIV (hlm. 387-414). Jambi : Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi

Mustofa, Imrom. Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran
Ilmiah dalam EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6, Nomor 2 (hlm. 122-
142). Surabaya : Sekolah Tinggi Agama Islam YPBWI Surabaya

28

Anda mungkin juga menyukai