BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam kehidupannya selalu mencari kebenaran yang pasti
sebagai tujuan dalam menjalani hidupnya. Tanpa kebenaran manusia akan
tersesat dan tak tentu arah karena tidak punya tujuan yang pasti dalam
mencapai kehidupan yang nyata ini. Maka disinilah kebenaran diperlukan.
Kebenaran itu merupakan suatu hal yang dikatakan benar manakala sesuatu
dinyatakan salah. Kebenaran yang di cari manusia yang berpikir itu bukan
hanya kebenaran tentang suatu hal tentang ilmu pengetahuan saja, tapi
kebenaran yang bisa menuntunnya dalam menjalani kehidupan seperti
kebenaran tentang agama yang di anut seseorang.
Berpikir adalah suatu kegiatan untuk menemukan kebenaran. Dalam
menentukan suatu kebenaran menurut seseorang dan orang lain pasti
berbeda oleh karena itu proses berpikir dalam menentukan kebenaran setiap
orang itupun pasti berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa dalam
menentukan kebenaran itu ada kriteria tertentu, dan kriteria kebenaran
merupakan suatu proses penemuan kebenaran tersebut.
Metode induksi dan metode deduksi merupakan suatu metode bernalar
berpikir untuk untuk dapat menilai sesuatu hal yang dapat di nilai benar dan
salahnya. Wujud dari suatu penalaran manusia berbentuk pernyataan. Dari
pernyataan ini manusia akan menyampaikan suatu hasil pemikirannya
dengan cara berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Unsur yang paling
penting dalam berkomunikasi itu adalah Bahasa atau dalam bentuk yang
sederhana bisa kita sebut kalimat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan penalaran?
2. Apakah yang dimaksud dengan berfikir deduktif dan induktif?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui defenisi penalaran, berfikir deduktif dan induksi
2. Memahami arti dari penalaran, berfikir deduktif dan induksi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penalaran
Penalaran dalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah
konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan
terbentuk proposisi proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi
yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi
baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut
dengan premis(antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut
dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi
disebut konsekuensi. Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang
terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah
pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang
membentuk kalimat. Kaliimat Tanya,kalimat perintah, kalimat harapan , dan
kalimat inversi tidak dapa disebut proposisi . Hanya kalimat berita yang
netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat
dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang
netral.
Menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir
dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu
kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah
proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan
berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika
tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat
analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu.
Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan
langkah-langkah tertentu.
Dalam proses menemukan kebenaran ini terdapat dua metode yang bisa
kita pelajari yang kajiannya berpusat pada penalaran/ pemikiran manusia
dan di dalamnya ada proses mengkomunikasikan penilaian. Metode ini
disebut penalaran yang merupakan suatu proses berpikir dalam menarik
suatu kesimpulan yang hasilnya berupa pengetahuan yang baru. Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan
bertindak. Sikap dan tindakan manusia ini biasanya berasal dari sumber
pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir.
Penalaran menghasilkan suatu pengetahuan yang dikaitkan dengan
kegiatan berpikir bukan dengan perasaan, meskipun dikatakan Pascal,
hatipun mempunyai logika tersendiri. Dan harus kita sadari bahwa tidak
semua kegiatan berpikir itu menyandarkan diri pada penalaran, atau pada
hakikatnya Logika tidak mengkaji keseluruhan proses berpikir/bernalar yang
dilakukan oleh manusia. Jadi penalaran itu merupakan suatu karakteristik
tertentu dalam menemukan kebenaran. Kebenaran itu mempunyai
karakteristik tertentu :
1. Adanya suatu pola berpikir yang disebut Logika.
2. Proses berpikirnya bersifat analitik.
Adanya suatu pola berpikir yang disebut Logika merupakan kegiatan
penalaran proses berpikir logis. Dimana logis itu merupakan kegiatan
berpikir menurut pola tertentu atau dalam kata lain menurut logika tententu
sedangkan Proses berpikirnya bersifat analitik. Analisis merupakan suatu
kegiatan berpikir dengan berdasarkan langkah-langkah tertentu. Langkah ini
salah satunya dengan menggunakan metode penalaran deduksi dan induksi.
Penalaran ini termasuk penalaran ilmiah, karena penalaran ilmiah
merupakan gabungan dari penalaran deduksi dan induksi, di mana
penalaran deduksi berkaitan dengan rasionalisme sedangkan penalaran
induksi berkaitan dengan empirisme, oleh karena itu untuk mengetahui lebih
jauh tentang cara mendapatkan kebenaran melalui metode ini maka kita
harus tahu dulu apa pengertian dari dua metode ini.
B. Berfikir Induktif
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau
peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum
Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang
bersifat umum dari suatu peristiwa yang bersifat khusus. Penalaran ini di
mulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai
ruang lingkup yang khusus, khas dan terbatas dalam menyusun suatu
argumentasi yang di akhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Katakanlah umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai
mata, gajah mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan
berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini kita dapat menarik
kesimpulan umum bahwa semua binatang mempunyai mata. Kesimpulan
yang bersifat umum ini penting artinya sebab mempunyai dua keuntungan.
Keuntungan yang pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini
ekonomis, kehidupan yang beraneka ragam dan corak dan segi dapat
direduksikan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan
manusia bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi
dari fakta-fakta tersebut. Demikian juga mengenai fakta yang dipaparkan,
pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi objek tertentu,
melainkan menekankan pada struktur dasar yang menyangga wujud fakta
tersebut. Pernyataan yang bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak bisa
memproduksikan betapa manisnya semangkuk kopi atau pahitnya sebutir
pil.
Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat
kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini
sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis
dan berpikir teoritis. Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersikap
umum adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara
induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari berbagai pernyataan
yang bersifat lebih umum lagi. Umpamanya melanjutkan contoh kita
terdahulu, dari kenyataan bahwa semua binatang mempunyai mata dan
semua manusia mempunyai mata, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua
makhluk mempunyai mata. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya
pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-
pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental.[1]
Kelebihan dari metode induktif adalah sebagai berikut:
1. Metode induktif lebih dapat menemukan kenyataan yang kompleks yang
terdapat dalam data.
2. Metode induktif lebih dapat membuat hubungan antara peneliti dengan
responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan dipertimbangkan.
3. Metode induktif lebih dapat memberikan latar secara penuh dan dapat
membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada
latar lainnya.
4. Metode induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang
mempertajam hubungan-hubungan.
5. Metode deduktif memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai
bagian dari setuktur analitik.
Hubungan Logika dan Induktif sering disebut juga Logika Induktif atau
penalaran induktif. Penalaran induktif adalah penalaran yang berangkat dari
serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Dimulai
dengan mengemukakan pernyataan pernyataan yang mempunyai ruang
lingkup yang khas dan terbatas sebagai argumentasi dan kemudian diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum-umum.
Pendapat Francis Bacon, sama dengan John S.Mill (1806-1873) yang
merupakan filsuf yang juga memperkenalkan proses generalisasi dengan
cara induksi. Dalam persoalan generalisasi ini, Mill sependapat dengan David
Hume yang mempersoalkan secara radikal.
Mill melihat tugas utama logika lebih dari sekedar menentukan patokan
deduksi silogistis yang tak pernah menyampaikan pengetahuan baru. Ia
berharap bahwa jasa metodenya dalam logika induktif sama besarnya
dengan jasa Aristoteles dalam logika induktif. Menurutnya, pemikiran
silogistis selalu mencakup suatu lingkaran setan (petitio), dimana kesimpulan
sudah terkandung di dalam premis, sedangkan premis itu sendiri akhirnya
masih bertumpu juga pada induksi empiris. Tugas logika menurutnya cukup
luas, termasuk meliputi ilmu-ilmu sosial dan psikologi yang memang pada
masing-masing ilmu itu logika telah diletakkan dasar-dasarnya oleh Comte
dan James Mill.
Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut.
1. Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa
pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan
yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu
mengatakan bahwa Lulusan sekolah A pintar-pintar. Hal ini dapat kita
simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan
gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
benar atau tidak benarnya dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal
berikut.
1) Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang
dipaparkan, semakin benar simpulan yang diperoleh.
2) Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan
dihasilkan simpulan yang benar.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai
sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Daftar Referensi
Mursini dan Muhammad Surip. 2010. Filsafat Ilmu, Pengembangan wawasan keilmuan
manusia. Bandung: Cita Pustaka
Tafsir, Ahmad. 1990. Filsafat Umum, Akal dan hati sejak thales sampai capra. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Jujun S. Suriasumantri. 1980. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Sinar Harapan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://indraachmadi.blogspot.co.id/2014/11/penalaran-metode-ilmiah-induktif-dan.html
https://ahmadzackyfitra.wordpress.com/2015/04/01/makalah-bahasa-indonesia-
penalaranberpikir-induktif-dan-berpikir-deduktif/