1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan rangkuman ini, dengan judul
“Rangkuman Buku Psikologi Industri dan Organisasi”. Harapan kami semoga rangkuman
ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi yang membaca.
Rangkuman ini dibuat dalam rangka mengerjakan tugas Mata Kuliah Psikologi
Industri. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami
hadapi. Namun, kami mengerjakannya dengan berkelompok agar tugas ini dapat selesai
dengan efektif.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan rangkuman ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen
pengampu guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di
masa yang akan datang.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI
1. Pengantar
Psikologi sebagai ilmu mulai diperkenalkan di Indonesia sebelum Perang Dunia ll
melalui lembaga pendidikan. Tahun 1953 dengan didirikannya pendidikan asisten
psikologi mulai diterapkannya psikologi dalam berbagai bidang kehidupan seperti
kehidupan sekolah, keluarga, pekerjaan dan masyarakat pada umumnya.
Perkembangan Psikologi di Indonesia khususnya perkembangan psikologi
industri dan organisasi, masih dipengaruhi oleh Negara barat, terutama Amerika Serikat.
Buku ini akan membahas tentang Psikologi yang universal dan hanya satu bab yang
membahas psikologi indigenous (budaya organisasi).
4
0 0
0 0
0 0
0 0000
5
hasil kerja meningkat.Pada tahun 1960-an mulai penerapan psikologi di bidang
penjualan berkembang dengan pesat.
3.Psikologi diferensial
William stern, seorag sarjana asal jerman memberikan dasar yang kuat pada
psikologi diferensial dalam bukunya Die Differentielle psychologie yang terbit tahun 1900
yang mengulas secara sistematik bidang-bidang dan metode dari psikologi khusus.
Melalui psikologi khusus ini berkembanglah psychotechniek yang kemudial dikenal
dengan psikometri, mempelajari dan mengukur gejala-gejala psikis yang khas dari
seseorang.Mula-mula tes psikologik yang dikembanngkan pada permulaan abad 20
mengukur intelegensi dan kemampuan mental lainnya.Tes intelegensi ini kemudian
diadaptasi dan dikembangkan di Negara-negara lain.
Tes psikologi dari binet dan simon dikembangkan oleh termal dan Merrill
sehingga tes itu dikenal dengan termanMerrill Intelligence Test. Pada Perang Dunia l
(1914) para sarjana psikologi di Amerika Serikat mendapat tugas untuk mengembangkan
tes inteligensi yang digunakan untuk menyeleksi anggota tentaranya yang dikenal
dengan nama army Alpha Test (untuk yang dapat membaca) dan Army Beta Test (untuk
yang buta aksara). Kemudian mulai berkembang kembali juga digunakan untuk
penyuluhan dan bimbingan kejuruan dalam rangka rehabilitasi (jika pekerja mengalami
kecacatan dalam bekerja dan harus pindah kerja) dan pengembangan karier tenaga
kerja (mutasi dan promosi).
6
ke dalamnya menjadi bagian psikologi kejuruan dan perusahaan. Lembaga
Pendidikan Psychologi berkembang menjadi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia dan tahun 1960 menjadi fakultas psikologi Universitas Indonesia.Psikologi
industri yang merupakan cabang dari psikologi yang ketika itu hanya menerapkan
penggunaan tes dalam rangka seleksi dan penjurusan sekolah sejak itu berubah
menjadi ilmu yang dapat dikembangkan teorinya melalui penelitian-penelitian.
Meskipun Psikologi sudah banyak berkembang di berbagai Negara namun di lain
pihak Indonesia harus tetap cermat mengenali teori, aturan dan prinsip psikologi
mana yang lebih ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Faktor
utama yang membatasi peluang psikologi adalah dana dan tenaga peneliti dan
penerap yang kurang serta kesediaan perusaan untuk menerapkan psikologi yang
kurang.
7
d. Perilaku manusia dipelajari secara perorangan dan secara kelompok
8
dengan persyaratan untuk pekerjaan tertentu. Pada psikologi industri dan
organisasi perilaku tenaga kerja dipelajari untuk dapat mengenali
kepribadian dalam rangka :
a. Proses seleksi dan penempatan, proses pelatihan dan mengembangan;
b. Interaksi tenaga kerja dengan lingkungan fisik dan social;
9
BAB 2
SELEKSI DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA
1. Pengantar
Dewasa ini cukup banyak perusahaan di indonesia yang menggunakan
jasa para sarjana psikologi untuk melaksanakan psikologis (secara populer
dikenal sebagai “psikotes”) terhadap para calon tenaga kerja yang melamar
pekerjaan-pekerjaan tertentu, baik pekerjaan untuk manajerial maupun non
manajerial, dalam rangka seleksi tenaga kerja. Tenaga kerja yang oleh sarjana
psikologi disarankan untuk diterima ternyata pada umumnya berprestasi
memuaskan, sedangkan yang kurang disarankan untuk diterima ternyata dalam
prestasi kerjanya juga kurang sesuai dengan yang di harapkan. Disamping suara
yang positif terdengar pula suara sumbang. Pimpinan perusahaan menganggap
bahwa seleksi dengan tes-tes psikologis kurang tepat hasilnya.
Kenyataan ini menunjukan bahwa para sarjana psikologi perlu sekali
mengadakan berbagai penelitian yang berkaitan dengan keabsahan (keabsahan
ramalan, absahan konstruk, keabahan konstruk, keabsahan isi, keabsahan
sintetik) dari perangkat tes psikologi yang digunakan dalam seleksi dan
assesment, sehingga seleksi dan assesment psikologik untuk berbagai tujuan
menjadi lebih menggunakan kaidah-kaidah ilmia.
Disamping untuk keperluan seleksi, pemeriksaan psikilogis juga dilaksanakan
dalam rangka penempatan tenaga kerja. Masalah yang dijumpai disini sama
dengan masalah yang dijumpai dalam seleksi, ialah apa yang harus di perhatikan
dan dapat dilakukan agar hasil pemeriksaan psikologis memberi bahan yang
berarti bagi penempatan yang tepat dari tenaga kerja.
2. Pengertian
Sebagai sistem terbuka organisasi industri secara terus menerus berada
dalam suatu proses interaksi, suatu proses pertukaran, dengan lingkungannya,
dengan sistem-sistem lainnya. Keluaran dari sistem diserap oleh lingkungannya
atau sistem lainnya, sebaiknya keluaran dari sistem lainnya diserap oleh sistem
sebagai masukan pengaruh dari sistem lain dan kesistem lain disaring oleh batas
10
(Berrienn, 1976) atau oleh komponen rentang batas (Boundry spanning
component) dari sistem (kast & rosenzweig, 1974). Fungsi batas atau komponen
rentang batas dari suatu sistem ialah : (1) memberikan suatu tingkat otonomi
dan kebebasan tertentu kepada sistem, dan (2) menyaring dan mengendalikan
masukan dan keluaran dari sistem.
Para pelamar atau calon tenaga kerja, sebagai masukan, dapat datang
baik dari luar maupun dari dalam organisasi, dari dalam organisasi industri (luar
sistem atau dari dalam sistem itu sendiri, yaitu dari sub sistem lain). Oleh
komponen batas dari sistem, organisasi industri (misalnya bagian personalia),
atau dari sub sistem, lapisan tertentu dari organisasi industri (kepala bagian dan
atau tenaga kerja yang di tunjuk), diselenggarakan seleksi dan penempatan.
Hasil atau keluaran dari proses seleksi dan penempatan ini (yang merupakan
keluaran dari komponen batas dan masukan dari sistem atau sub sistem) ialah
adanya dan telah diterimanya tenaga kerja yang memenuhi persyaratan yang
telah di tetapkan semula oleh sistem atau subsistem.
Misal, pekerjaan yang lowong adalah pekerjaan wiraniaga. Untuk dapat
di terima di perusahaan X menetapkan bahwa para calon harus memiliki
pengetahuan kewiraniagaan, sopan, lancar bicara, dan dapat di kendalikan
dirinya dengan baik. Para calon atau para pelamar dapat datang baik dari luar
maupun dari dalam perusahaan X. Bagian personalia mengadakan seleksi dan
menemu kenali calon yang paling memenuhi persyaratan di atas. Pekerjaan
wiraniaga ditawarkan kepadanya dan, jika ia menerimanya, akhirnya ia diterima
bekerja sebagai wiraniaga.
Dari apa yang di uraikan diatas dapatlah disimpulkan bahwa sasaran
seleksi adalah suatu rekomendasi atau suatu keputusan untuk menerima atau
menolak seseorang calon untuk pekerjaan tertentu berdasarkam suatu dugaan
tentang kemungkinan-kemungkinan dari calon untuk menjadi tenaga kerja yang
berhasil pada pekerjaannya.
Tugas seleksi ialah penilai sebanyak mungkin calon untuk memilih
seseorang atau sejumlah orang (sesuai dengan jumlah orang yang diperlukan)
yang paling memenuhi persyaratan pekerjaan yang telah di tetapkan semula.
11
Sasaran penempatan adalah suatu rekomendasi atau keputusan untuk
mendistribusi para calon pada pekerjaan yang berebeda berdasarkan suatu
dugaan tentang kemungkinan-kemungkinan dari calon untuk berhasil pada
setiap pekerjaan yang berbeda.
Tugas dari penempatan adalah untuk menilai para calon dan untuk mencocokan
kualifikasi mereka dengan persyaratan yang telah di tetapkan semula dari setiap
pekerjaan.
Pada seleksi sejumlah calon dinilai sejauh mana kesesuaian mereka
(sejauh mana mereka memenuhi persyaratan pekerjaan yang telah di tetapkan
semula) dengan satu pekerjaan. Pada penempatan setiap calon dinilai derajat
kesesuaiannya untuk sejumlah pekerjaan yang berbeda-beda. Dari jumlah calon
dipilih sejumlah orang yang dinilai secara keseluruhan paling sesuai untuk
pekerjaan-pekerjaan berbeda-beda yang tersedia.
3. Perbedaan individual
Organisasi (termasuk organisasi industri) terdiri dari sejumlah anggota
yang memberikan sumbangan mereka masing-masing kepada upaya mencapai
tujuan organisasi melalui kedudukan dan peran mereka dalam organisasi. Suatu
organsasi dapat terjadi melalui usaha perorangan atau sekelompok orang dan
melalui suatu “cetak biru” (blue print) usaha. Melalui usaha perorangan atau
sekelompok orang organisasi dimulai kecil untuk kemudian berkembang
menjadi besar. Tenaga kerja yang yang semula sedikit menjadi makin
meningkkat jumlahnya sesuai dengan perkembangan organisasinya sebaliknya
organisasi akan langsung “sedang besar” atau “besar” jika terjadi melalui suatu
cetak biru. Bagaimanapun terjadi dan berkembangnya organisasi dalam proses
perkembangannya dapat kita saksikan berlangsungnya diferensiasinya atau
“pecah”-nya satu pekerjaan menjadi berbagai macam pekerjaan. Diferensiasi ini
terjadi baik secara tegak maupun secara mendatar. Misalnya : membuat pakaian
konveksi (pakaian jadi).
Kluckhohn secara gamblang menyatakan kesamaan dengan keunikan
manusia dalam tiga kebersamaan : manusia sama dengan manusia lainnya,
12
manusia sama seperti kelompok lainnya, manusia tidak sama dengan manusia
lainnya
4. Strategi Seleksi
Campbell, Dunnete, Lawyer, Weick (1970) membahas enam macam
strategi seleksi atau strategi peramalan yang didasarkan pada penggunaan
metode mekanikal atau klinikal dalam mengumpulkan dan mengolah data
Pengumpulan data secara mekanikal ialah jika data dikumpulkan
berdasarkan pedoman-pedoman, peraturan-peraturan, dan prosedur yang telah
ditetapkann semula (misalnya tes/alat ukur yan telah dikaji dan dibakukan
pengembalian, pengolahan, dan penilaian).
Pengumpulan data secara klinikal ialah jika data dikumpulkan dengan
caya lentur (fleksibel), dalam arti kata bahwa macam data yang di kumpulkan
dari seseorang, berbeda dengan data yang dikumpulkan dari orang lain,
tergantung pada orang (psikolog) yang mengumpulkan data tersebut.
Berikut uraian singkat setiap strategi :
- Interprestasi profil, Data di kumpulkan mekanikal dan diolah secara klinikal
- Statistikal murni, data dikumpulkan dan diolah secara mekanikal
- Klinikal murni, pengumpulan dan pengolahan data berlanngsung secara klinikal.
- Pengharkatan perilaku (behavior rating), pengumpulan data dilaksanakan secara
klinikal sedangkan pengolahannya dilakukan secara mekanikal
- Gabungan klinikal, pengumpulan data dilakukan secara mekanikal data klinikal
sedangkan pengolahannya secara klinikal.
- Gabungan mekanikal, data dikumpulkan secara mekanikal dan klinikal,
sedangkan pengolahan datanya dilakukan secara mekanikal dan klinikal.
13
Kelemahan-kelemahan dari metode statistikal, adalah :
a. Kesulitannya untuk mengadakan kajian validasi silang
b. Ketidakmampuan untuk memperhatikan perubahan-perubahan
dinamis dalam pekerjaan dan kondisi keorganisasian
c. Kesulitan untuk menggunakan untuk memperoleh keputusan
keindividualisasi yang benar
Keuntungan-keuntungan dari metode klinikal :
a. Setiap orang ditangani dengan cara yang lebih sesuai dengan dirinya
b. Psikolog dengan menggunakan keterampilan khususnya dan
pengalamannya dapat memperhatikan kondisi yang unik
Kelemahan-kelemahan dalam metode klinikal :
a. Derajat ketidak tepatan yang berarti, hanya ada sedikit atau tidak
sama sekali pengetahuan sebelumnya tentang ketepatan
pengambilan keputusan
b. Berbagai macam masalah yang timbul dari kesulitan-kesulitan yang
berhubungan dengan prosedur yang tidak dibakukan, yang subjektif,
masah dari pembentukan kesan-kesan dan aturan informasi dengan
bentuk peramalan
5. Peranan Tes Psikologi dan Wawancara dalam Proses Seleksi Tenaga Kerja
5.1 Tahapan Penerimaan Tenaga Kerja
Di Indonesia proses penerimaan tenaga kerja berlangsug dua tahap, yaitu
pencarian calon tenaga kerja dan seleksi calon tenaga kerja
- Tahap 1 pencarian tenaga kerja
Makin banyak calon tenaga kerja, makin besar kemungkinan
mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi persyaratan. Pencarian calon
tenaga kerja dapat dilakukan melalui :
1. Iklan media cetak dan online
2. Pendekatan pada lembaga pendidikan kejuruan
3. Tenaga kerja yang mengajukan anggota keluarganya menjadi “jaminan”
4. Pencari kerja yang melamar keperusahaan
- Tahap 2 seleksi tenaga kerja
14
1. Tahap 1 : seleksi surat-surat lamaran.
2. Tahap II : wawancara awal
3. Tahap III : ujian, psikotes, dan wawancara
4. Tahap IV : penilaian akhir
5. Tahap V : pemberitahuan dan wawancara akhir
6. Tahap VI : penerimaan
5.2 Sumbangan Tes dan Wawancara dalam Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan penerimaan atau penolakan calon
tenaga kerja dapat berlangsung secara bertahap atau secara “bersama-
sama”. Jika berlangsung secara bertahap, maka pada setiap tahap seleksi
ada calon tenaga kerja yang ditolak dan ada yang terus masuk keseleksi
tahap berikutnya sampai tahap akhir.
Asumsinya adalah :
1. Diasumsikan bahwa pekerjaan dan orang yang melakukan
pekerjaan tidak berubah
2. Diasumsikan bahwa populasi pelamar untuk pekerjaan yang
sama adalah sama
3. Diasumsikan bahwa seperangkat peramal dari perilaku
pekerjaan yang efektif yang telah kita temukan akan dapat
diterapkan pada semua orang yang melamar
15
Evaluasi/assessment psikologis yang digunakan dalam prosedur seleksi
yang dilakukan di Indonesia pada umumnya melaksanakan langkah-
langkah berikut :
1. Analisis/kajian pekerjaan
2. Penetapan alat ukur/ tes psikologis
3. Pelaksanaan pemeriksaan psikologis
16
Pada umumya data dikumpulkan tentang :
1. Aktivitas pada pekerjaan (baik aktivitas yag berorientasi pada pekerjaan-
pekerjaan, misalnya menyusun laporan keuangan bulanan selama rata-rata
5 jam duduk bekerja dengan komputer)
2. Bahan-bahan yang diolah (laporan keuangan dari cabang-cabang ‘ membaca
dan menilai bahan informasi yang diterima melali surat)
3. Peralatan dan mesin yang digunakan (komputer, faksimile, mobil, dll)
4. Kondisi kerja (baik kondisi kerja sosial maupun kondisi kerja fisik, misalnya
ruang kerja)
17
3. Ancangan sistem pada analisis pekerjaan, satu kelompok yang tugas yang
dilaksanakan oleh satu orang.
18
c. Kriteria keberhasilan terakhir/pokok (ultimate, distal, criteria)
Disumpulkan bahwa semakin besar kontamnasi dari kriteria dan makin
kecil relevansi dari kriteria, makin menjadi kecil keabsahan dari kriteria. Karena
itulah, selain reliability, perlu pula diperhatikan keabsahan dari kriteria
keberhasilan, sebelum kriteria dipakai dalam perhitungan keabsahan peramalan
dari alat-alat peramal.
19
7. Pusat-Pusat Penafsiran (Assessment Centres)
Merupakan prosedur yang komprehensif da baku dimana banyak teknik-
teknik assessment digunakan dalam kombinasi untuk menilai orang-orang
dengan berbagai tujuan.
20
6. Proses pembuatan laporan perorangan dari setiap assessee, setelah
selesai penaksiran, para penaksir berkumpul dan membahas hasil-
hasilnya.
7. Pemberian umpan balik, hasil penaksiran diberikan sebagai umpan
balik kepada manajer yang ditaksir, agar ia adapat terus
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan-kemampuannya.
21
Dimensi ini kemudian diperinci lebih lanjut kedalam skala perilaku yang
menggambarkan dimilikinya kemampuan dimensi itu dengan baik sampai
perilaku yang menggambarkan kemampuan tersebut yang masih kurang.
Misalnya, yang mendapat nilai tertinggi.
22
BAB 3
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN TENAGA KERJA
1. Pengantar
Setelah para tenaga kerja diterima perusahaan sebagai hasil seleksi dan
penempatan, maka belum dapat diharapkan dari mereka bahwa mereka langsung
dapat bekerja dan memberikan sumbangannya yang optimal kepada perusahaan,
karena sikap dan keterampilan mereka masih perlu disesusaikan dengan yang
diperlukan oleh perusahaan. Walaupun tenaga kerja adalah lulusan sekolah
kejuruan tetap harus melalui pelatihan agar keterampilan mereka sesuai dengan
keadaan perusahaan dan kebutuhan perusahaan.
Perkembangan perusahaan, perkembangan teknologi dan perkembangan
ilmu – ilmu sosial, perkembangan hubungan internasional di bidang sosial-politik-
ekonomi, industri dan perdagangan membawa akibat perlunya pelatihan dan
pengembangan tenaga kerja agar perusahaan mampu bersaing di dalam maupun
luar negeri dan mampu untuk berkembang.
Pelatihan dan pengembangan tenaga kerja dapat dilakukan di dalam
pekerjaan (on-the-job) maupun di luar pekerjaan (off-the-job). Bab ini akan
membahas tentang pengertian pelatihan dan pengembangan, beberapa teori
pembelajaran (learning theories), konsep dan prinsip pembelajaran (learning
principles), penyusunan program pelatihan/pengembangan, dan beberapa model
penilaian program pelatihan/pendidikan dan pengembangan.
2. Pengertian
Pelatihan dan pengembangan dapat kita anggap sebagai fungsi dari batas
dari sistem atau subsistem. Para tenaga kerja dilatih atau dikembangkan agar
memperlihatkan perilaku sesuai dengan yang ditetapkan/dituntut oleh perusahaan.
23
Sedangkan pengembangan adalah :
Proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur
sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari
pengetahuan konseptual dan teoretis untuk tujuan umum.
Pelatihan digunakan untuk melatihkan pengetahuan dan keterampilan
tertentu. Program pelatihan ini bertujuan agar para tenaga kerja dalam waktu
singkat dapat mengenali dan menyesuaikan diri pada perusahaan dengan budaya
perusahaannya. Proses selama pelatihan ini dinamakan proses sosialisasi. Program
pelatihan ini dinamakan program pelatihan ‘induksi’, ‘orientasi’, ‘persiapan’.
Tujuan dari pelatihan dan pengembangan secara umum dapat dirumuskan
sebagai berikut (Sirkula, 1976) :
a) Meningkatkan produktivitas
b) Meningkatkan mutu
c) Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan sumber daya manusia
d) Meningkatkan semangat kerja
e) Menarik dan menahan tenaga kerja yang baik
f) Menjaga kesehatan dan keselatan tenaga kerja
g) Menghindari keusangan (Obsolescence)
h) Menunjang pertumbuhan pribadi (Personal Growth)
24
Selanjutnya Chisnall menambahkan :
It acts as an intervening, unobserved variable linking the two sets of
observables
Pembelajaran merupakan dasar dari perilaku manusia. Dari berbagai model
teoretikal dari proses pembelajaran ada dua aliran besar yang dibahas di sini, yaitu
connectionist dan cognitive (Chisnall, 1955).
25
akhirnya berhasil. Setelah berkali-kali ia dimasukan ke dalam kotak
yang sama tersebut akhirnya kucing telah ‘belajar’ gerakan mana
yang dapat melepaskan kayu lipatannya. Thorndike menyimpulkan
bahwa gerakan yang memeberikan efek yang baik makin menjadi
lebih kuat dan akhirnya akan dilakukan jika situasi menuntutnya.
3. Teori Hull, memperluas hukum akibat dari Thorndike, mengaitkannya
dengan faktor motivasi. Menurut (peubah), yaitu: (a) jumlah dari
pengukuhan atau cobaan; (b) besaran (magnitude) dari hadiah; (c)
penundaan waktu dalam penerimaan hadiah; dan (d) jangka waktu
yang telah lewat antara rangsang dan jawaban.
4. Teori Pengkondisian Dalam Kelangsungan (Operant Conditioning),
istilah operant mengacu pada fakta bahwa melalui sistem pemberian
hadiahh dan hukuman dan pengukuhan kembali yang positif, maka
perilaku yang ‘beroperasi’ berpengaruh pada lingkungan dan
menghasilkan satu akibat.
5. Teori Skinner, ialah operant learning. Perilaku dapat mencerminkan
satu jawaban refleks terhadap perubahan lingkungan atau satu reaksi
telah dipelajari yang mempengaruhi lingkunagan disebut
pembelajaran operasi (operant learning). Dalam pembelajaran
periolaku tertentu yang mula – mula dihasilkan secara acak diperkuat
melalui beberapa kali pengukuhan kembali. Ada empat macam dari
pengukuhan kemabali (reinforcement), yang disebut contingencies of
reinforcement yang digunakan untuki memperkuat perilaku tertentu
den memperlemah perilaku lainnya (Miner, 1992), yaitu:
a) Pengukuhan kembali yang positif (Positive Reinforcement)
b) Pembelajaran dengan upaya penghindaran (Avoidance
Learning)
c) Penghapusan/penghilangan (Extinction)
d) Penghukuman (Punishment)
Ada empat cara penjadwalan penggunaan pengukuhan kembali yang
dapat digunakan dengan derajat keefektifan yang berbeda-beda,
yaitu yang disebut :
26
a) Variable Ratio Reinforcement (pengukuhan kembali
berdasarkan perbandingan yang bervariasi) terjadi setelah
sejumlah perilaku yang diinginkan timbul.
b) Fixed Ratio Reinforcement (pengukuhan kembali berdasarkan
perbandingan yang tetap) selalu terjadi setelah perilaku yang
diinginkan diperlihatkan dalam jumlah tertentu yang tetap.
c) Variable Interval Reinforcement (pengukuhan kembali
berdasarkan interval waktu yang bervariasi) dilaksanakan
setelah perilaku yang diinginkan timbul setelah interval
waktu tertentu yang bervariasi.
d) Fixed Interval Reinforcement (pengukuhan kembali
berdasarkan interval waktu yang tetap) terjadi jika perilaku
yang diinginkan timbul setelah sejumlah waktu yang tetap
telah lewat sejak adanya pengukuhan kembali sebelumnya.
27
diajukan ialah : S-O-R (stimulus-organism-response). Orang – orang diarahkan
untuk percaya bahwa beberapa macam perilaku akan mungkin sekali
mengarah ke tercapainya tujuan yang diinginkan.
28
3. Pengulangan yang didistribusikan lebih baik dampaknya daripada
pengulangan yang ditumpuk. Ini berlaku untuk kebanyakan
pembelajaran baku.
4. Pembelajaran keseluruhan pada umumnya lebih baik dari pada
pembelajaran bagian.
5. Pengulangan aktif atau membaca keras lebih baik daripada
membaca pasif atau mendengar orang lain membaca.
6. Ingatan jangka pendek memperlihatkan penurunan yan cepat.
7. Pengelompokan membantu ingatan (memory)
b) Hal – hal yang Membantu Pembelajaran Selektif
Prinsip berikut melancarkan aspek seleksi dari pembelajaran.
1. Penggunaan dari metode seleksi positif dianjurkan untuk
digunakan.
2. Pengetahuan tentang hasil adalah pokok seleksi.
3. Hubungan sebab akibat harus disebut jelas dan bermakna.
4. Instruksi perorangan diperlukan untuk menetapkan apakah setiap
petatar (trainer) bereaksi terhadap aspek yang tepat dari situasi dan
apakah petatar mempunyai kesulitan dalam memberikan jawaban
yang diinginkan.
c) Yang Perlu Diperhatikan pada Pembedaan Pengindraan
Sejauh mana kemampuan pengindraan (penglihatan,
pendengaran, dan lain – lain) para petatar untuk membedakan rangsang
pengindraan. Pengetahuan ini diperlukan untuk menentukan alat bantu
pembelajaran apa yang digunakan.
d) Hal – hal yang Membantu Diperolehnya Keterampilan
Prinsip berikut disimpulkan dari fakta bahwa keterampilan
merupakan suatu bentuk pembelajaran trial-and-error dimana otot atau
pengindraan kinestetik memainkan peranan yang khas.
1. Melakukan, bukan mengamati, merupak dasar untuk membentuk
asosiasi yang dibutuhkan dalam pengembangan suatu
keterampilan.
29
2. Fungsi yang paling berguna dari pelatih adalah untuk membantu
para petatar dalam menyelesaikan gerakan – gerakan.
3. Membina gerakan dari yang mempunyai makna dalam
mengkomunikasikan gagasan keseluruhan pada tahap permulaan.
4. Mengarahkan perhatian terhadap rasa dari gerakan yang tepat
membuat kepercayaan pada pengindraan rasa ini lebih sadar.
5. Pengendalian persepsi ditemukan merupakan alat bantu yang baik
dalam beberapa keadaan pelatihan.
6. Kecepatan gerakan dari suatu keterampilan dilakukan selama
pelatihan harus sesuai dengan tempo yang diinginkan pada
penampilan terakhir.
7. Pengenalan dan penanganan ketegangan adalah penting bagi
pelatih keterampilan.
8. Untuk mempertahankan minat dalam mempelajari suatu tugas,
perlu diberikan insentif yang tepat untuk kemajuan.
9. Dalam banyak peristiwa dari pembelajaran, trainee mencapai
tahap dimana tidak tampak adanya kemajuan yang nyata.
10. Perhatian terhadap apa yang dilakukan trainee pada tahap
permulaan adalah penting.
e) Pembelajaran yan Lebih Baik Melalui Pemahaman
Pembelajaran dengan pemahaman adalah lebih baik daripada
belajar hafalan, karena apa yang tetap diingat lebih besar dan
pembelajaran dapat dialihkan ke situasi baru.
f) Mengubah Sikap
1. Metode diskusi permisif, yang dipolakan untuk mendorong
ungkapan perasaan dan pandangan secara lengkap, mempengaruhi
sikap secara konstruktif karena anggota kelompok belajar apa yang
dipikirkan dan dirasakan oleh anggota kelompok lain.
2. Jika ada frustrasi, maka harus digunakan suatu prosedur yang
dipolakan untuk melepaskan ungkapan permusuhan.
30
3. Metode bermain-peran merupakan metode yang sesuai untuk
pelatihan sikap.
4. Pengalaman yang menyenangkan menciptakan sikap yang positif
(favorable), sedangkan pengalaman yang tidak menyenangkan
menciptakan sikap yang negatif.
31
pelatihan perlu dilaksanakan dua kegiatan utama, yaitu : melaksanakan studi
pekerjaan dan mengadakan assesment dari tenaga kerja.
Dalam upaya mengembangkan satu perkiraan permulaan dari
kebutuhan pelatihan dalam kelompok kerja tertentu Miner (1992)
menyarankan untuk menggunakan satu checklist. Berdasarkan jawaban
dapat ditetapkan kebutuhan pelatihan.
Studi pekerjaan pada hakikatnya tidak lain daripada analisis
pekerjaan. Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpul dapat ditentukan
tuntutan pekerjaan (job requirements), atau ciri-ciri pribadi yang diperlukan
oleh pekerjaan.
Gropper & Short (1969) memberikan salah satu cara untuk
melaksanakan job study. Setiap pekerjaan terdiri atas sekumpulan tugas.
Setiap tugas terdiri atas sekumpulan perkejaan yang tersusun menurut
urutan tertentu. Untuk menganalisis setiap tugas Gropper & Short
menggunakan urutan Input-Action-Output.
Tugas dapat diperikan ke dalam serangkaian Input-Action-Output
dapat pula terjadi macamnya input lebih dari satu untuk dapt melakukan
suatu action (bentuk generalisasi).
Job study dengan cara yang digunakan oleh Gropper & Short di atas
memberikan kemungkinan untuk :
a. Menetapkan pengetahuan, keterampilan apa yang dapat diperlukan.
b. Menetapkan sasaran yang harus dicapai dalam pelatihan.
c. Menetapkan kriteria keberhasilan dan membuat alat ukurnya.
32
umum, namun masih lebih abstrak dari sasaran subjek pembahasan/
pelatihan.
Mager (1962) memberikan 3 aspek untuk merumuskan sasarn subjek
pembahasan/pelatihan dengan baik, yaitu setiap sasaran hendaknya :
a. Ada uraian tetang situasi yang diberikan (given what)
b. Ada uraian tetang apa yang harus dilakukan (does what)
c. Ada uraian tetang bagaimana baiknya trainee melaksanakannya (how
well)
Sasaran subjek pembahasan/ pelatihan instruksional selalu
menggambarkan suatu perilaku yang diharapkan ada pada trainee sesudah
mengikuti suatu program pelatihan. Sasaran subjek pembahasan/ pelatihan
juga dapat dibedakan berdasarkan jenis perilaku yang hendak ditimbulkan
melalui pelatihan, yaitu :
a. Sasaran kognitif
b. Sasaran Afektif
c. Sasaran Psikomotorik
Sasaran yang dapat dibedakan kedalam 3 ranah ini dikembangkan
oleh Bloom dkk untuk sasaran pendidikan (educational objectives).
33
mereka di tes pada akhir program pelatihan para trainees juga di tes, dengan
tes atau alat ukur lain yang sama dengan post-test, sebelum pelatihan
dimulai. Dari pre-test dapat diketahui sejauh mana para trainees telah
menguasai bahan/memiliki pengetahuan dan keterampilan yang akan dilatih
kepada mereka. Skor pada pre-test seharusnya rendah. Ini berarti bahwa
para trainees betul-betul belum menguasai atau memiliki pengetahuan atau
keterampilan yang akan dilatihkan dalam program pelatihan. Skor pada post-
test sebaliknya diharapkan tinggi, karena ini merupakan ukuran hasil belajar
dari para trainees selama mendapat pelatihan.
Untuk mencegah adanya trainee yang nantinya mendapat kesukaran
untuk mengikuti program pelatihan, dilaksanakanlah test of entering
behaviour, yaitu tes yang mengukur penguasaan pengetahuan dan
keterampilan yang merupakan persyaratan untuk dapat mengikuti program
pelatihan.
Satu kelemahan dari hasil post-test sebagai kreteria keberhassilan
dari pelatihan ialah bahwa belum diketahui apakah trainee betul – betul
dapat menerapkan apa yang dipelajari dalam pelatihan pada perkerjaan
sehari – hari. Dengan kata lain, belum dapat dipastikan setelah pelatihan
prestasi kerja dapat meningkat dalam kuantitas maupun kualiatas. Dengan
demikian prestasi kerja trainee setelah ia kembali pada pekerjaannya selama
waktu tertentu yang sering juga dijadikan sebagai kreteria keberhasilan suatu
program pelatihan.
Penggunaan prestasi kerja sebagai kreteria keberhasilan
menimbulkan beberapa macam masalah. Hal lain yang menimbulkan
masalah ialah bahwa pretasi kerja tidak hanya ditentukan oleh variable
situasional (McCornick & Tif’fin 1974). Pada variable situasional, lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menentukan pretasi kerja seseorang. Prestasi kerja yang diperlihatkan
seseorang tenaga kerja sesudah ia kembali dari pelatihan, tidak hanya
merupakan hasil dari pelatihan tapi dapat juga merupakan hasil dari
perubahan yang terjadi pada variable situasional.
34
5.4 Penetapan Metode – metode Pelatihan/Pengembangan
Termasuk dalam langkah ini adalah penetapan sabjek dan bahan
pembahasan, penetapan metode/teknik penyajian bahan dan penetapan
pemakaian lat bantu pengajaran (teaching aids).
Berdasarkan sasaran instruksional dapatlah ditentukan subjek dan
bahan pembahasan yang akan diberikan/dibahas dalam program pelatihan.
Metode pelatihan/ teknik penyajian bahan pelatihan dapt diletakan pada
garis kontinuum dengan kutub sebelah kiri teknik pelatihan yang tidak/sedikit
mengundang partisipasi trainee dan kutub sebelah kanan teknik pelatihan
yang mendorong adanya partisipasi trainee yang besar. Teknik pelatihan ini
biasanya dikelompokan kedalam metode-metode pelatihan di kelas
(classroom methods), karena hanya digunakan dalam pemberian pelatihan
dikelas.
Bentuk pelatihan dapat dibedakan ke dalam pelatihan-pada-
pekerjaan (on-the-job pelatihan) dan pelatihan-di luar-pekerjaannya (off-the-
job pelatihan). Metode pelatihan di kelas terdiri atas: (a) kuliah, (b)
konperensi atau diskusi kelompok, (c) studi kasus (case study), (d) bermain
peran (role playing), (e) programmed instuction, (f) simulasi.
35
6. Metode Penilaian Keefektifan Program Pelatihan dan Pengembangan
Kraiger, Ford, Salas (1993) membedakan antara penilaian program
pelatihan dan efektivitas program pelatihan.
Penilaian pelatihan mengacu pada satu sistem untuk megukur apakah para
trainee mencapai target pembelajarannya, sedangkan efektivitas pelatihan
berkaitan dengan tercapai tidaknya sasaran yang telah direncanakan yang
mencakup pembelajaran dan pengalihan pelatihan.
Tujuan dari penilaian program pelatihan dapat dirumuskan kedalam
pertanyaan: “apakah sasaran – sasaran pelatihan tercapai?”
Tujuan efektivitas program pelatihan yang dirumuskan sebagai: "Apakah
tercapai sasaran pelatihan menghasilkan peningkatan unjuk kerja pada pekerjaan?"
Sackett dan Mullen (1993) membedakan tujuan penilaian program
pelatihan dalam dua aspek lagi, yaitu: (1) aspekk perubahan sebagai ungkapan hasil
pembelajaran, dan (2) aspek tingkat unjuk kerja yang dicapai.
Rolhwell (1996) mengutip Kirikpstrick yans mengatakan bahwa ada 4
tingkat dari penilaian program pelatihan, yaitu:
1. Reaksi dari para peserta pelatihan; Sejauh mana peserta pelatihan
menyukai pengalaman pelatihan ini?
2. Pembelajaran dari peserta pelatihan; Seberapa banyaknya peserta
pelatihan belajar dari pengalaman pelatihan ini?
3. Perilaku para peserta pelatihan pada pekerjaan, Seberapa bunyak
peserta pelatihan berubah perilakunya pada pekerjaannya sebagai hasil
dari pengalaman pelatihan?
4. Hasil dari organisasi, sejauh mana pelatihan mempengaruh organisasi?
Sebesar apa manfaat dari pelatihan yang dirasakan oleh arganisasi?
36
Kedua, hasil penilaian peserta merupakan balikan bagi penyelenggara
program pelatihan untuk meningkatkan mutu program pelatihannya.
Pada model penilaian ini terjadi tidaknya proses pembelajaran pada
para peserta pelatihan (trainee) diungkapkan oleh mereka sendiri.
Kelemahannya pada model evaluasi ini ialah bahwa tampak ada
kecendenrungan kuat dari peserta untuk secara tergesa – gesa menuliskan
penilaiannya (karena biasanya diberikan pada saat-saat terakhir program
pelatihan) sehingga penilaiannya sering terlalu umum, kurang cermat dan
scendrung positf. Kelemahannya yang lain ialah tidak dapat dikeetahui
dengan apasti apakah terjadi proses pembelajaran pada meraka
sebagaimana mereka nyatakan atau tidak.
37
Kelemahan Iain adalah sama dengan kelemahan pada mode
penilaian program pelatihan / pendidikan tingkal 2, yaitu dalam
kenyataan sulit untuk mendapatkan dua kelompok yang identik yang
dapat digunakan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
38
6.3 Model Penilaian Program Pelatihan/Pendidikan Tingkat 4
Dalam model penilaian program pelatihan/pendidikan ke-4 ini
dihitung besarnya return on investment in training. Jika pendapatan
yang diperoleh sebagai hasil pelatihan lebih besar dari pada investasi
biaya dalam training, mak program pelatihannya efektif.
Menurut Holton (1996), model evaluasi pelatihan dari
Kirkpatrick oleh banyak praktisi dianggap sebagai standar dalam
bidangnya.
39
BAB 4
KONDISI KERJA DAN PSIKOLOGI KEREKAYASAAN
1. Pengertian
Khususnya seleksi, pelatihan dan pengembangan, merupakan kegiatan-
kegiatan yang lebih terarah ke penyesuaian tenaga kerja pada lingkungan kerja.
lingkungan kerja dianggap sesuatu yang terberikan, tidak berubah, yang menuntut
berbagai persyaratan tertentu dari tenaga kerja.
Pengaruh timbal balik dari berbagai kondisi kerja dengan tenaga kerjanya
dna rancangan pekerjaan, rancangan ruang kerja yang disesuaikan dengan
keterampilan dan kertebartasan manusia/tenaga kerja.
Ancangan ini dikenal sebagai psikologi kerekayasaan (engineering
psychology).Istilah lain yang berdekatan artinya dengan psikologi kerekayasaan
adalah kerekayasaan faktor manusia (human engineering), biomekanika
(biomechanics), ergonomika (ergonomics), psikoteknologi, psikologi eksperimen
terapan (Chapanis, 1976).
Menurut Chapanis (1976:698) Psikologi kerekayasaan terutama
memperhatikan penemuan dan penerapan informasi tentang perilaku manusia
dalam kaitannya dengan mesin-mesin, peralatan, pekerjaan dan lingkungan kerja.
Chapanis selanjutnya mengatakan bahwa kerekayasaan faktor faktor
manusia pada umumnya dipandang sebagai satu istilah umum untuk untuk bidang
yang memperhatikan:
a) Unjuk keria (performance), perilaku manusia, dan pelatihan dalam sitem
mesin-manusia
b) Rancangan dan pengembangan dari sistem-sistem mesin-manusia
c) Penelitian medis dan biolagis yang berkaitan dengan sistem.
Schultz (1982) tidak membedakan psikologi kerekayasaan dari
kerekayasaan menusia/kerekayasaan faktor-faktor manusia.
Sasaran dari kerekayasaan faktor-faktor manusia ialah menunjang atau
menggalakkan efektivitas penggunaan dari objek fisik dan fasilitas yang digunakan
orang dan untuk memelihara atau menunjang nilai-nilai manusia tertentu yang baik
dalam proses ini (misalnya: kesehatan, keselamatan, kepuasan)
40
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kerekayasaan (faktor-faktor)
manusia dapat dianggap sebagai proses merancang untuk penggunaan manusia.
3. Kondisi Kerja
3.1 Kondisi Fisik Kerja
Lingkungan kerja fisik mencakup setiap hal dari fasilitas parkir di
luar gedung perusahaan, lokasi dan rancangan gedung sampai jumlah
cahaya dan suara yang menimpa meja kerja atau ruang kerja seorang
tenaga kerja.
Keluhan utama tentang kantor-kantor ‘pemandangan alam’ ini
berkaitan dengan tidak adanya keleluasaan pribadi, adanya banyak
kebisingan dan kesulitan untuk berkonsentrasi. Disamping masalah dasar
ruangan diteliti juga secara luas tentang faktor-faktor lingkungan yang
spesifik, antara lain tentang penerangan, warna, kebisingan, dan musik.
a) Iluminasi (Penerangan)
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam iluminasi
ialah: kadar (intensitas) cahaya, distribusi cahaya, dan sinar yang
41
menyilaukan. Untuk pekerjaan tertentu diperlukan kadar cahaya
tertentu sebagai penerangan.
b) Warna
Erat kaitannya dengan iluminasi ialah penggunaan warna
pada ruangan dan peralatan kerja. mereka berpendapat bahwa
penggunaan warna atau kombinasi warna yang tepat dapat
meningkatkan produktivitas dan menurunkan kecelakaan kerja. hal
ini berarti bahwa warna mempunyai makna dalam pekerjaan.
Warna dapat digunakan sebagai:
1. Alat sandi/coding
2. Upaya menghindari timbulnya ketegangan mata
3. Alat untuk menciptakan ilusi tentang besarnya dan suhunya
ruang kerja
c) Bising (Notse)
Bising biasanya dianggap sebagai bunyi atau suara yang
tidak diinginkan, yang mengganggu, yang menjengkelkan. Burrows
dalam McCormick (1970) berpendapat bahwa dalam rangka teori-
informasi, maka bising ialah that auditory stimulus or stimuli of the
immediate task. Pengurangan bising dapat dilakukan dengan cara:
1. Mengurangi bunyi mesin,
2. Memasang dinding yang kedap suara
3. Mengharuskan para karyawan memakai alat pelindung per-
dengaran.
d) Musik dalam Bekerja
Musik tampaknya memiliki pengaruh yang baik pada
pekerjaan yang sederhana, rutin dan monoton, sedangkan pada
pekerjaan yang lebih majemuk dan memerlukan konsentrasi yang
tinggi pada pekerjaannya, pengaruhnya dapat menjadi sangat
negatif. Musik bisa menjadi suara bising yang mengganggu.
Suyatno (1985) berpendapat bahwa musik pengiring kerja
harus dipandu oleh pertimbangan sebagai berikut:
42
1. Musik dalam bekerja harus menciptakan suasana akustik
yang menghasilkan efek menguntungkan pada pikiran,
2. Musik akan benilai sekali pada pekerjaan repetitif dan
pekerjaan lain yang hanya memerlukan kegiatan mental,
3. Musik tidak akan bernilai tinggi jika ada suara atau bunyi lain
yang cukup keras,
4. Musik bernada meriah diperdengarkan secara singkat pada
awal hari, permulaan kerja, untuk membangkitkan gairah,
diperdengarkan pada akhir hari, dan empat kali masing-
masing selama setengah jam diperdengarkan musik ringan di
tengah hari,
5. Tempo musik jangan terlalu lambat tetapi juga jangan terlalu
cepat. Irama yang lambat bisa menidurkan sedang irama
cepat bisa mengganggu dan menciptakan ketergesaan.
3.2 Kondisi Lama Waktu Kerja
a) Jam Kerja
Jumlah jam kerja dalam satu minggu, di Indonesia, pada umnya
40 jam. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antar jumlah jam kerja nominal (ditentukan oleh peraturan) dengan
jumlah jam kerja yang sebenarnya (dijalankan oleh tenaga kerja).
Hasil penelitian dan juga menunjukkan adanya hubungan yang
menarik antara jam-jam kerja nominal dan aktual. Jika jam kerja
nominal ditambah maka jam kerja aktual malah menurun. Akibat
tambahan dari perpanjangan jam kerja nominal ialah naiknya secara
mencolok angka kecclakaan, sakit dan absensi.
b) Kerja Paro-waktu Tetap
Beberapa dasawarsa yang lalu mulai tampak adanya
keenderungan dari tenaga kerja, yang makin lama meningkat, untuk
bekerja sebagai pekerja paro-waktu tetap (permanent part-time
employees).
Menurut Schultz (1982) mempekerjakan paro-waktu menarik
bagi:
43
1. Orang-orang yang bertanggung jawab atas rumah tangga,
2. Orang-orang yang cacat jasmaniah,
3. Orang-orang yang sedang mengalami kritis usia tengah baya,
4. Orang-orang yang memang tidak bersedia untuk bekerja
selama 40 jam perminggu.
Yang termasuk dalam kelompok ini ialah para tenaga kerja muda
yang menyukai gaya hidup yang lentur, yang dimungkinkan dengan
bekerja paro-waktu.
c) Empat Hari Minggu Kerja
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, secara
keseluruhan, penerapan 4 hari kerja per minggu pada kebanyakan
kasus (perusahaan) merupakan suatu keberhasilan, namun bukan
tanpa kritik. Ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya sedikit
penurunan dari penerapan 4 hari kerja per minggu, digantikan dengan
pengaturan waktu yang lain, yaitu jam keria lentur.
d) Jam Kerja Lentur
Penetapan berapa lama setiap tenaga kerja akan bekerja setiap
harinya ditentukan berdasarkan perorangan dalam setiap bagian atau
seksi sebagai fungsi dari kebutuhan perusahaan. Hasil penelitian pada
perusahaan yang menggunakan jadwal jam kerja lentur menunjukkan
keuntungan berikut :
1. Produktivitas naik pada hampir separo dari perusahaan.
2. Angka absensi berkurang lebih dari 75% dari perusahaan
3. Keterlambatan datang berkurang 84% dari perusahaan
4. Angka keluar-masuk tenaga kerja berkurang lebih dari 50%
dari perusahaan.
5. Semanagt kerja tenaga kerja meningkat pada hampir semua
perusahaan.
Jam kerja lentur tampaknya sesuai untuk berbagai macam
pekerjaan seperti penelitian dan pengembangan, perkantoran,
pabrikan (manufacturing) ringan dan berat. Namun sulit untuk
44
menerapkan jam kerja lentur dalam pekerjaan lini perakitan (assembly
line) dan kerja shif, karena adanyasaling ketergantungan yang sangat
tinggi antara para tenaga kerjanya.
Hasil penelitian pada British Civil Service menunjukkan bahwa
95% merasa senang dengan jam kerjalentur dantidak mau kembali ke
sistem jam kerja lama. Di samping itu 28% merasa bahwa sistem yang
baru meningkatkan perasaan puas terhadap kerja mereka, dan 25%
mengatakanbahwa jam kerja lentur meningkatkan jumlah hasil kerja
yang dapat mereka capai.
4. Sistem Mesin-Manusia
Sistem Mesin Manusia adalah sistem dimana kedua komponen harus
bekerja sama untuk pekerjaan. Ada dua macam sistem Mesin-Manusia, yaitu sistem
Mesin-Manusia yang ber-ikal-terbuka dan yang ber-ikal-tertutup (Open-Loop Dan
Closed-Loop Man-Machine System). Pada ikal-terbuka suatu masukan memasuki
titik tertentu, membuat suatu makanisme kendali bekerja, dan terjadilah suatu
kegiatan tertentu. Sistem ikal-tertutup sebaliknya, merupakan sistem yang dapat
mengatur diri sendiri.
Makhluk manusia merupakan sistem ikal-tertutup yang dapat mengatur diri
sendiri. Kita memperoleh informasi(masukan) dan lingkungan melalui alat indra
kita. Informasi kita olah dengan cara tertentu; kita simpan untukpenggunaan masa
depan, kita lupakan karena dianggap tidak penting, atau berdasarkan informasi kita
lakukan suatu tindakan.
Sistem Mesin-Manusia yang ber-ikal-tertutup lebih efisien daripada Sistem
ber-ikal-terbuka. Sistem Mesin-Manusia dapat secara umum digambarkan
prosesnya sebagai berikut:
1. Masukan perintah ditangkap secara tepat dan cermat
2. Diolah melalui berfikr kognitif/afektif
3. Mengolah dengan mengoperasikan dan mengendalikan alat atau mesin
4. Pengeluaran/pemberian jawaban melalui alat peraga baik visual/audio
Keberhasilan memberikan jawaban terhadap persoalan mesin selain
tergantung pada macan dan bentuk peraga dan pada kemampuan operator
45
manusianya dalam menangkap dan mengolah keterangan, juga tergantung pada
ketepatan rancangan alat kendalinya.
Schultz (1982) memberikan tiga prinsip umum dalam rancangan ruang
kerja, yaitu:
1. Semuabahan, peralatan, dan persiapan harus terletak berurutan sesuai
dengan penggunaannya,
2. Alat-alat harus diletakan sedemikian rapa sehingga mereka siap untuk
digunakan,
3. Semua suku cadang dan alat-alat harus berada dalam jarak raih manusia
yang mudah dan menyenangkan
Sistem Mesin-Manusia berlangsung dalam suatu lingkungan tidak dapat
berlangsung secara terisolasi.
5. Penyajian Informasi
Penetapan dari saluran komunikasi antara mesin dan manusia pada: (a)
jenis informasi jenis yang harus dialihkan, (b) dengan cara bagaimana informasi
akan digunakan, (c) lokasi dari tenaga dan sebaga, (d) lingkungan tempat tenaga
kerja beroperasi. (e) sifat dari alat indra itu sendiri (sifat kuping dan mata)
Chapanis (1976) mengemukakan bahwa pada umumnya alat-ala
komunikasi visual (seperti TV, teletype, radar, cakara angka atau dials) sesuai untuk
digunakan jika:
1. Pesan yang harus disampaikan adalah pesan yang majemuk/abstrak/istilah
2. Pesan yang harus disampaikan adalah panjang
3. Pesan kelak perlu diacu (haruslah digunakan kemudian hari)
4. Pesan berkaitan dengan ruang/lokasi
5. Kondisi suatu sistem (temperatur, tekanan, besararus)
6. Tidak adanya keadaaan yang mendesak dalam pesan
7. Saluran audio / pendengaran yang ada telah terlalu besar bebannya
8. Lingkungan audio tidak sesuai untuk menyampaikan komunikasi secara
auditif
9. Pekerjaan operator memungkinkan dia untuk tetap berada di satu tempat
46
10. Keluaran mesin atau sistem terdiri dari berbagai macam informasi
Sistem komunikasi oral atau auditory dapat dikelompok dalam dua
kelompok besar, yaitu:
1. Sistem tanda nada seperti gong, bel, lonceng, terompet, peluit, sirene, dll
2. Sistem komunikasi berbicara (speech communication system)
Sacara umum sistem tanda nada digunakan jika:
1. Pesannya sangat sederhana
2. Penerima/pendengar terlatih dalam memahami arti tanda sandi
3. Pesan memerlukan tindakan segera
4. Tanda-tanda bicara terlalu membebani pendengar
5. Kondisi tidak sesuai untuk menerima tanda berbicara
6. Kerahasiaan penting
7. Saluran komunikasi berbicara terlalu berat bebannya
8. Berbicara akan menggangu pendengar lain yang tidak memerlukan
pesannya.
Sebaliknya sistem komunikasi berbicara pada umumnya digunakan jika:
1. Kelenturan dalam komunikasi diperlukan
2. Perlu mampu menemukenali sumber dari pesan
3. Pendengar tidak terlatih dalam memahami tanda-tanda sandi
4. Pertukaran informasi dua arah yang cepat merupakan keharusan
5. Pesan berkaitan dengan masa yang akan datang dan memerlukan persiapan
tertentu
6. Stress menyebabkan pendengar lupa akan arti sandi dari tanda-tanda nada.
6. Fungsi-fungsi Kendali
Dalam kebanyakan sistem Mesin-manusia, operator menerima informasi
melalui beberapa alat-alat indranya, mengolah informasi ini dengan berbagai
macam cara, untuk kemudian mengambil suatu tindakan. Tindakan ini dilakukan
melalui suatu kendali, misalnya suatu tombol, kenop, engkol atau pengungkit.
47
Hasil penelitian dan pengalaman menunjukkan bahwa dengan cara apa
alat-alat kendali dirancang dapat mempunyai dampak yang penting terhadap
kecepatan dan kecermatan tindakantenaga kerja dalam mengoperasikan mesin.
Dalam merancang alat kendali yang tepat perlu diperhatikan beberapa hal
seperti:
1. Mencocokkan alat kendali dengan anggota tubuh
2. Mencocokkan alat kendali dengan gerakan
3. Mencocokan alat kendali dengan lingkungan kerjanya
4. Memperhatikan population stereotypes
Peraga dan alat yang dirancang dan dikonstruksi diharapkan bahwa tenaga
kerjanya dapat menjalankan mesinnya dengan efisien dan efektif sehingga prestasi
kerjanya tinggi.
48
BAB 5
KEPEMIMPINAN DALAM PERUSAHAAN
1. Pengantar
Kepemimpinan merupakan tema yang populer, yang tidak saja
dibicarakan dan diteliti oleh para sarjana ilmu-ilmu sosial, ilmu perilaku, tapi
yang dibicarakan pula oleh masyarakat pada umumnya.
Stogdill (1974) menyatakan bahwa jumlah macam batasan tentang
kepemimpinan dapat dikatakan sama dengan jumlah orang yang telah mencoba
membuat batasan tentang pengertian tersebut.
Bennis dan Nanus (1985) melihat perbedaan yang mendasar antara
manajemen dan kepemimpinan. To manage, menurut mereka berarti to bring
about, to accomplish, to have charge of or responsibility for, to conduct.
Sedangkan leading adalah influencing, guiding in direction, course, action,
opinion.
Hersey dan Blanchard (1982) mengatakan bahwa: In essence leadership
is a broader concept than management. Namun menurut Davis (1967):
Leadership is part of management, but not all of it. A manager is required to
plan ororganize, for example, but all we ask of the leader is that he gets others
to follow.
Seorang manajer, menurut Drucker (1966) adalah seorang ‘pekerja
berpengetahuan’ (knowledge worker), yaitu: the man who puts to work what he
has between his ears rather than the brawn of his muscles or the skill of his
hands.
Kepemimpinan merupakan pengertian yang meliputi segala macam
situasi yang dinamis, yang berisi :
a. Seorang manajer sebagai pemimpin yang mempunyai wewenang untuk
memimpin.
b. Bawahan yang dipimpin, yang membantu manajer sesuai dengan tugas
mereka masing-masing
c. Tujuan atau sasaran yang harus dicapai oleh manajer bersama-sama
dengan bawahannya.
49
2. Pola Hubungan Antar Tenaga Kerja dalam Perusahaan
Dalam organisasi formal dapat kita bedakan dua macam manajer
sebagai pemimpin, pertama yang mengepalai keseluruhan organisasi, kedua
yang mengepalai satu bagian atau satu unit dari organisasi.
Tenaga kerja sebagai komponen manusia dalam sistem organisasai
berhubungan secara terus-menerus dengan para tenaga kerja lainnya. Kita
dapat membedakan empat macam pola hubungan antar-tenaga kerja, yaitu pola
hubungan antar tenaga kerja pada tingkat :
1. Manajemen puncak
2. Manajemen madya
3. Manajemen pertama
4. Tenaga kerja produktif
50
c. Pola Hubungan Antar Tenaga Kerja Tingkat Manajemen Pertama
Manajer pertama memiliki pola hubungan antar tenaga kerja yang
serupa dengan pola hubungan antar tenaga kerja tingkat manajemen
madya. Ia juga berperan ganda sebagai atasan, bawahan, rekan dan wakil
perusahaan. Bedanya ialah bawahannya bukan memegang jabatan
pimpinan.
3. Ciri-Ciri Pribadi
Marat (1982) mengutip Carter, yang menemukan ciri-ciri perilaku
pemimpin yang berhasil dari penelitian yang dilakukan pada Angkatan Darat
Amerika Serikat, sebagai berikut :
- Performing professional and technical speciality
- Knowing subordinates and showing consideration for them
- Keeping channels of communication open
- Accepting personal responsibility and setting an example
- Imitating and directing action
- Training men as a team
- Making decisions
Di Indonesia kita kenal sebelas ciri pribadi yang diharapkan dimiliki oleh
seorang pemimpin, yang dianut oleh TNI Angkatan Darat, yaitu :
- Takwa, menahan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Tuhan Yang
Maha Esa dan taat kepada segala perintah-Nya
- Ing Ngarsa Sung Tuladha, sebagai pemuka, orang yang berada di depan,
selalu memberi suri teladan kepada yang dipimpinnya.
51
- Ing Madya Mangun Karsa, di tengah-tengah para anak buahnya ikut
terjun langsung bekerja sama bahu membahu, memberi dorongan,
semangat.
- Tut Wuri Handayani, dari belakang selalu memberi dorongan dan arahan
kepada apa yang diinginkan anak buahnya.
- Waspada Purba Wisesa, selalu berhati-hati dalam segala kondisi,
meneliti dan membuat perkiraan keadaan secara terus-menerus
- Ambeg Para Maarta, pandai menentukan mana yang menurut ruang,
waktu, dan keadaan patut didahulukan
- Prasaja, bersifat dan bersikap sederhana serta rendah hati dan correct
- Satja, loyalitas timbal-balik dan bersikap hemat, tidak ceroboh serta
memelihara kondisi materiil dengan kecermatan.
- Gemi Nastiti, hemat dan cermat, sadar dan mampu membatasi
penggunaan dan pengeluaran hanya untuk yang benar-benar diperlukan
- Belaka, bersifat dan bersikap terbuka, jujur dan siap menerima segala
kritik yang membangun, selalu mawas diri dan selalu siap
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
- Legawa, rela dan ikhlas untuk pada waktunya mengundurkan diri dari
fungsi kepemimpinannya dan diganti dengan suatu generasi baru yang
telah mewarisi kesepuluh ciri ini.
52
- Very talented, orang yang mempunyai bakar yang sangat menonjol di
bidang tertentu.
Kedua faktor lainnya ialah :
- Rapid growth field. Orang yang bekerja dalam bidang yang berkembang
sangat cepat mempunyai peluang lebih banyak untuk berhasil, daripada
orang yang bekerja di bidang yang tidak dapat berkembang dengan
cepat.
- Luck. Ada orang yang kebetulan berada di tempat pada saat yang tepat
untuk melakukan usahanya. Ada orang lain yang selalu kesulitan dalam
memulai usahanya.
53
Ciri-ciri Manajer Puncak yang Berhasil
Bennis dan Nanus (1985) menemukan dalam penelitian mereka
terhadap 90 pemimpin (semuanya adalah manajer puncak = chief
executive officers) yang berhasil empat macam keterampilan dalam
menangani manusia, yang mereka namakan :
1. Attention Through Vision. Pemimpin harus mempunyai vision. Vision
atau bayangan masa depan usaha mereka sangat jelas dan menarik
perhatian orang.
2. Meaning through communication. Bayangan masa depan usaha dari
pemimpin harus dapat dikomunikasikan oleh pemimpin kepada
bawahannya.
3. Trust through positioning. Jika vision atau bayangan masa depan
usaha telah dikomunikasikan, maka vision perlu diimlementasi.
Positioning adalah perangkat tindakan yang diperlukan untuk
mengimplementasikan vision dari pemimpin.
4. The deployment of self through positive self-regard and through the
wallenda factor. Faktor utama dari pemimpin yang berhasil ialah
peluasan kreatif dari diri, yang dapat dilakukan melalui menghargai
diri secara positif. Menurut Bennis dan Nanus menghargai diri
secara positif bukan merupakan pemusatan pada diri yang egoistic,
melainkan terdiri dari tiga komponen utama: pengetahuan tentang
kekuatan-kekuatannya, kemampuan untuk merawat dan
mengembangkan kekuatan-kekuatan tersebut; kemampuan untuk
secara tajam melihat perbedaan antara kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahannya dengan kebutuhan-kebutuhan organisasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tampaknya:
a. Ada ciri-ciri pribadi yang secara umum diperlukan oleh setiap
jabatan manajemen dengan derajat kualitas yang berbeda-beda
sesuai dengan tingkatan manajemennya
b. Ada sekelompok ciri pribadi yang menentukan keberhasilan
seorang manajer puncak
54
c. Setiap bidang manajemen fungsional (misalnya manajemen
bidang keuangan, manajemen bidang produksi, manajemen
bidang pemasaran, manajemen bidang sumber daya manusia)
memerlukan seperangkat ciri pribadi yang khas, yang sesuai
untuk dapat berhasil dalam kepemimpinannya.
55
- Kelekatan kelompok (group cohesiveness) memiliki hubungan yang
kira-kira sama seringnya dengan Penenggangan dan Struktur.
b. Garida Manajerial
Blake dan Mouton (1964) dalam mengembangkan garida manajerial
(managerial grid) mereka, menggunakan dua dimensi juga.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang dinamis, bervariasi dari situasi
yang satu ke situasi yang lain dengan perubahan dari pimpinan, pengikut
dan situasi.
c. Teori “Countingency”
Model contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan
oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the performance of the
group is contingent upon both the motivational system of the leader and
the degree to which the leader has control and influence in a particular
situation, the situational favorabless (Fiedler, 1974:73). Dengan perkataan
lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh
sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat
mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Situasi yang menguntungkan (situational favorableness), yaitu sejauh
mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi
tertentu, ditentukan oleh tiga variable situasi, yaitu:
(1) Hubungan pemimpin-anggota (leader-member relations); hubungan
pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya
(2) Struktur tugas (task structure). Derajat struktur dari tugas yang
diberikan kepada kelompok untuk dikerjakan.
(3) Kekuasaan kedudukan (position power). Kekuasaan dan
kewenangan yang terberikan dalam kedudukannya.
56
1. Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke
tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok
baik yang menguntungkan maupun yang sangat tidak
menguntungkan pemimpin
2. Pemimpin dengan skor LPC yang tinggi (pemimpin yang berorientasi
ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi
kelompok yang sedang derajat keuntungannya.
Fiedler membedakan antara kelompok-kelompok interaksi, koaksi dan
konteraksi (interacting, coacting, dan counteracting groups)
57
e. Teori Kepemimpinan Situasional
Teori kepemimpinan situasional, yang dikembangkan oleh Hersey dan
Blanchard (1982), yang merupakan pengolahan dari model efektivitas
pemimpin yang tiga dimensi, didasarkan atas hubungan kurvalinear antara
perilaku tugas dan perilaku hubungan dan kedewasaan.
Dimulai dengan perilaku tugas yang berstruktur, yang sesuai dalam
bekerja dengan bawahan yang belum dewasa, teori ini menyarankan
bahwa perilaku pemimpin harus bergerak melalui (1)tugas tinggi-
hubungan rendah (dinamakan gaya telling) ke (2) tugas tinggi-hubungan
tinggi (gaya selling) ke (3) tugas rendah-hubungan tinggi (gaya
participating) dan akhirnya ke (4) tugas rendah-hubungan rendah (gaya
delegating), jika kita mengikuti perkembangan bawahan dari tidak dewasa
sampai ke dewasa.
58
membimbing mereka dalam tugas kepemimpinan mereka sehari-hari
(1988)
b. Kepemimpinan Transformasional
Interaksi antara pemimpin dan pengikutnya, manajer dengan
bawahannya ditandai oleh pengaruh pemimpin/manajer untuk mengubah
perilaku pengikutnya/bawahannya menjadi seseorang yang merasa
mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang
tinggi dan bermutu.
Lima aspek kepemimpinan transfornasional ialah:
1. Attributed Charisma
Pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan kepentingan
orang lain dari kepentingan diri.
2. Inspirational Leadership/Motivation
Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya, antara
lain dengan menentukan standar-standar tinggi, memberikan
keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai.
3. Intellectual Stimulation
Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong mereka untuk
memikirkan kembali cara kerja mereka, untuk mencari cara-cara
59
baru dalam melaksanakan tugas, merasa mendapatkan cara baru
dalam mempersepsi tugas-tugas mereka.
4. Individualized Consideration
Bawahan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus oleh
pimpinannya.
5. Idealized Influence
Pemimpin berusaha, melalui pembicaraan, mempengaruhi bawahan
dengan menekankan pentingnya nilai-nilai dan keyakinana,
pentingnya keikatan pada keyakinana (beliefs), perlu dimilikinya
tekad mencapai tujuan, perlu diperhatikan akibat-akibat moral dan
etik dari keputusan yang diambil.
60
BAB 6
ORGANISASI DAN KELOMPOK KERJA
1. Pengantar
Sebagai sistem sosial, organisasi industri terdiri dari subsistem-
subsistem atau komponen-komponen sosial. Dengan kata lain organisasi industri
terdiri dari kelompok-kelompok manusia (subsistem/komponen sosial) yang
saling berinteraksi dengan batas lingkungan yang dapat dikenali, dan secara
berhubungan dengan lingkungannya.
Setiap kelompok manusia terdiri dari kelompok-kelompok manusia yang
lebih kecil, dari kelompok manusia yang lebih kecil ini terdiri lagi dari kelompok-
kelompok manusia yang lebih kecil lagi, dan seterusnya hingga kelompok
manusia yang terdiri dari beberapa manusia. Manusia sebagai tenaga kerja
merupakan komponen analisis yang terkecil dari organisasi.
2. Pengertian
Dalam setiap kelompok dimana kita menjadi anggota, kita memainkan
peran yang berbeda-beda dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda.
Selama hidup kita tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh kelompok sosial
yang berbeda-beda, dan sebaliknya kita dapat mempengaruhi kelompok sosial
yang bermacam-macam. Kita berada dalam interaksi yang bersinambung
dengan lingkungan kita, khususnya orang-orang yang berada langsung di sekitar
kita baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam bab ini, kelompok sosial yang dibahas adalah kelompok sosial
yang berada dalam satu organisasi kerja yaitu kelompok kerja. Meskipun
demikian akan ada pengertian-pengertian dari kelompok kerja yang dapat
berlaku pula untuk kelompok sosial pada umumnya.
Dalam membahas perilaku tenaga kerja dalam kelompok perlu selalu
diiingat bahwa tenaga kerja tidak hanya mendapat pengaruh dari kelompok
kerjanya, tetapi juga mendapat pengaruh dari kelompok lingkungan yang lain.
Timbulnya kelompok kerja tidak dapat dipisahkan dari proses timbulnya
organisasi kerja atau organisasi industri. Organisasi industri timbul dan
61
berkembang berdasarkan suatu ‘perencanaan’. Dengan modal yang mencukupi
kebutuhan, kita dapat mendirikan satu perusahaan apa saja yang kita inginkan.
Kita merencanakan visi, misi, tujuan, bentuk, serta struktur fungsi
perusahaannnya.
Pemecahan satu pekerjaan dengan segala macam aspeknya menjadi
berbagai macam pekerjaan, akan menunjukkan adanya hubungan keterkaitan
antara pekerjaan-pekerjaan tersebut. Dengan demikian tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut juga saling berkaitan dalam suatu
hubungan ketergantungan, yang saling memerlukan dan saling mempengaruhi.
Organisasi industri terdiri dari kelompok kerja yang saling berkaitan
dalam satu tata tingkat. Organisasi dapat dipandang sebagai sistem dari
kelompok yang slaing berkaitan (Likert, 1967). Kelompok yang saling berkaitan
ini dihubungkan oleh tenaga kerja yang menduduki jabatan kunci dan menjdai
angggota dari dua kelompok sekaligus, yang berfungsi sebagai pasak
penghubung antara kelompok-kelompok.
Kelompok kerja direksi merupakan kelompok kerja yang tertinggi. Setiap
direktur menjadi penyelia dari dua kepala divisi yang merupakan pasak
penghubung dari kelompok kerjanya. Setiap kepala divisi menjadi penyelia dari
dua kepala bagian dan merupakan pasak penghubung dari kelompok kerjanya,
demikian seterusnya sampai kelompok kerja terendah dalam organisasi. Dalam
contoh adalah kelompok kerja dari kepala subbagian.
Secara struktural, kelompok dapat dibedakan menjadi :
a. Kelompok formal
Kelompok formal diberi batasan oleh struktur organisasi, yang
berisi rincian tugas-tugas pekerjaan dan tanggung jawab tertentu yang
pelaksanaannya akan menuju tercapainya sasaran dan misi keseluruhan
satu organisasinya.
Menurut Robbins (1998), kelompok formal dapat dibedakan
menjadi :
1) Kelompok komando
Kelompok komando ditentukan oleh bagan organisasinya. Terdiri
dari para bawahan yang melapor secara langsung kepada seorang
62
manajer tertentu. Kelompok komando ini merupakan kelompok
yang akan terus ada selama tidak ada perubahan dalam struktur
organisasi. Kelompok komando juga dapat disebut sebagai
kelompok permanen.
2) Kelompok tugas
Kelompok tugas juga ditentukan oleh bagan organisasinya. Terdiri
dari tenaga kerja yang bekerja sama untuk menyelesaikan
pekerjaan. Berdasarkan batasan ini, kelompok komando dapat juga
disebut sebagai kelompok tugas. Hanya saja kelompok tugas dapat
terdiri dari tenaga kerja yang berasal dari satuan-satuan kerja lain
dalam organisasi dan hanya dapat bersifat sementara. Misalnya
pembentukan satuan-satuan tugas dalam perusahaan yang
bertugas mencari penyelesaian untuk masalah tertentu, atau
membuat strategi perusahaan.
b. Kelompok informal
Kelompok informal tidak diberi batasan oleg bagan organisasi dan
terjadi secara spontan antara beberapa tenaga kerja, sebagai jawaabn
terhadap kebutuhan tertentu dari mereka. Dalam kelompok formal ada
sebagian dari kebutuhan-kebutuhan tenagakerja yang dirasakan dapat
dipenuhi dengan melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dalam kelompok.
Di luar kebutuhan tersebut masih ada kebutuhan lain dari tenaga kerja
yang menjurus ke timbulnya hubungan yang tidak berkaitan lansgung
dengan pekerjaan. Jika lingkungan kerja dan waktu kerja menghendaki,
maka hubungan-hubungan tersebut dapat berkembang ke dalam
kelompok informal.
Menurut Schein (1980), kelompok informal yang ditinjau dari
berasalnya para anggota dapat dibedakan menjadi :
1) Kelompok mendatar
Para anggota berasal dari pekerjaan dari satuan kerja yang sama
dan/atau berbeda yang terletak pada tingkat organisasi yang sama.
63
2) Kelompok tegak
Para anggota berasal dari pekerjaan dari tingkat yang berbeda-
beda.
3) Kelompok acak
Para anggota berasal dari pekerjaan dari satuan kerja yang sama
dan/atau berbeda, dari tingkat organisasi yang sama dan/atau
berbeda.
64
Memberikan rasa kepastian pada diri seseorang
Memenuhi kebutuhan akan afiliasi dan keinginan untuk
berhubungan dengan orang lain
Memberikan status sosial pada dirinya
Memberikan pemenuhan terhadap kebutuhan akan kekuasaan
karena merasa ditunjang oleh anggota-anggota kelompok
lainnya
Memotivasi anggotanya untuk mencapai prestasi yang bermutu
b. Sebagai pengembang, penunjang, dan pemantap dari identitas dan
pemelihara dari harga diri
Dalam bekerja anggota memperoleh identitasnya dari kelompok
kerjanya. Identitas kelompok kerja dikembangkan berdasarkan tugas
pekerjaannya untuk menunjang dan memantapkan identitas setiap
anggota kelompoknya. Selanjutnya identitas anggotanya memelihara
harga diri mereka
c. Sebagai penetap dan penguji kenyataan / realitas sosial
Menentukan strategi untuk menghadapi suatu kasus
Mempersepsikan sesuatu sebagai kenyataan atau realitas
d. Sebagai mekanisme pemecahan masalah dan pelaksanaan tugas
Membantu memecahkan masalah
Memberikan alternatif penyelesaian masalah
65
berbeda dari pertimbangannya yang cermat dan alternatif
penyelesaiannya, maka pemecahan masalah secara kelompok akan
memberikan penyelesaian yang paling baik.
c. Sebagai penghasil gagasan baru dan jawaban kreatif
Dalam proses pemecahan masalah, jika data yang diperlukan
tersebar pada beberapa orang, atau jika diperlukan rangsangan
bersama bagi para anggota kelompok untuk menjadi kreatif, maka
kelompok merupakan wadah untuk dapat menghasilkan gagasan
baru dan jawaban yang kreatif.
d. Sebagai pelancar dari pelaksanaan keputusan yang majemuk
Jika telah diambil satu keputusan yang majemuk, maka akan
bermanfaat untuk membentuk kelompok yang terdiri dari tenaga
kerja dari berbagai divisi untuk merencanakan dan memantau
pelaksanaan keputusan tersebut.
e. Sebagai wahana dari sosialisasi dan pelatihan
Para tenaga kerja baru dapat dikumpulkan dalam satu kelompok
untuk diberi pelatihan orientasi untuk dapat mempercepat dan
memperlancar proses sosialisasi. Pelatihan keterampilan teknik
tertentu juga dapat lebih cermat, tepat, dan murah jika dilakukan
dalam kelompok.
f. Sebagai penghubung atau koordinator utama antar beberapa
departemen
Untuk enghindari dan mengurangi gangguan dalam komunikasi,
timbulnya konflik, dan untuk memelihara upaya koordinasi antar
bagian, maka dapat dibentuk kelompok sementara yang terdiri dari
para wakil dari berbagai bagian yang memiliki saling ketergantungan
sampai derajat tertentu.
66
terdiri dari sejumlah tenaga kerja yang saling mempengaruhi dan slaing
tergantung. Namun derajat pengaruh dan ketergantungan antar tenaga
kerja tidaklah selalu sama. Hubungan antara atasan dengan bawahan
pada umumnya merupakan hubungan ketergantungan yang tidak
seimbang. Disamping itu dapat kita temukan kelompok kerja yang derajat
hubungan ketergantungannya tinggi, interaksi antar para anggota
kelompok sangat intensif, dan kelompok kerja yang derajat hubungan
ketergantungannya rendah, interaksi antar para anggota kelompok sangat
sedikit.
Dalam organisasi industri kita jumpai pula kelompok kerja dengan
derajat intensitas interaksi antar anggota kelompok yang berbeda-beda.
Fiedler (1967) memberikan tipologi dari kelompok-kelompok kerja yang
didasarkan pada sifat dan intensitas interaksi, yaitu :
a. Kelompok interaktif
Pada kelompok ini para anggotanya saling tergantung dan aksi /
tindakan mereka perlu dikerjakan dan disusun bersama untuk dapat
menyelesaikan tugas kelompok dengan baik. Dengan kata lain,
kelompok interaktif memerlukan kooperasi dan koordinasi dari
kegiatan para anggotanya dalam pelaksanaan tugas kelompok agar
tercapai sasaran kelompoknya. Jika kooperasi dan koordinasi
berlangsung baik dalam kelompok, maka kelompok dapat dikatakan
merupakan satu tim.
b. Kelompok koaktif
Anggota kelompok ini bekerja sama dalam melaksanakan tugas
kelompok, tetapi masing-masing dapat melaksanakan pekerjaannya
relatif secara mandiri dan tidak saling tergantung. Setiap anggota
kelompok memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing
yang dapat dilaksanakan tanpa banyak tergantung pada pelaksanaan
tugas dari anggota kelompok lainnya. Hubungan ketergantungan
terlihat pada kenyataan bahwa kelancaran dalam pelaksanaan tugas
masing-masing mempengaruhi hasil tercapainya sasaran kelompok.
67
c. Kelompok konteraktif
Para anggota kelompok bekerja sama untuk tujuan perundingan dan
memufakatkan sasaran dan tuntutan yang bertentangan. Prestasi
kerjanya diukur berdasarkan derajat penerimaan dari jawaban atau
penyelesaian oleh para anggota kelompok. Para anggota kelompok
ini terdiri dari wakil dari pihak yang berbeda pendapat. Kelompok
konteraktif ini merupakan kelompok sementara dan merupakan
kelompok yang terbentuk karena adanya pertentangan atau konflik
antar kelompok.
68
Dalam proses kelompok, dimana para anggota kelompok kerja
berinteraksi dan dimana kelompok melaksanakan fungsinya, dapat kita
temukan timbulnya gejala-gejala sebagai berikut :
a. Konformisme
Dalam interaksi antar anggota kelompok, tanpa disadari mereka
mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang berlaku umum
dikeseluruhan organisasi kerjanya dan pola perilaku yang lebih khas
berlaku dalam kelompok kerjanya, yang tumbuh karena interaksi
selama jangka waktu yang panjang. Setiap kelompok memiliki norma-
norma, yaitu pola atau patokan perilaku yang diterima oleh para
anggota kelompok. Norma-norma yang diterima mempengaruhi
perilaku anggota kelompok dengan kendali eksternal yang minim.
b. Kelekatan (Cohesiveness)
Tinggi-rendahnya kesepakatan para anggota terhadap sasaran
kelompok, serta derajat dapatnya saling menerima anggota
kelompok lainnya menunjukkan derajat kelekatan kelompok.
Semakin para anggota saling tertarik dan makin sepakat mereka
terhadap sasaran kelompok, makin lekat kelompoknya. Menurut
Robbins (1998), faktor-faktor yang ikut menentukan derajat
kelekatan kelompok diantaranya :
1) Lamanya waktu berada bersama dalam kelompok
2) Parahnya masa awal
3) Besarnya kelompok
4) Ancaman dari luar
5) Keberhasilan di masa lalu
c. Sinergi
Dalam proses pengambilan keputusan dalam kelompok timbul gejala
bahwa keputusan yang diambil kelompok merupakan keputusan yang
lebih baik dari keputusan yang diambil oleh setiap anggota kelompok
tersendiri. Gejala ini yang dinamakan sinergi. Sinergi terjadi karena
diskusi dalam kelompok menimbulkan lebih banyak alternatif
daripada jumlah orangnya, cenderung untuk mengeliminasi
69
sumbangan-sumbangan gagasan yang kurang bermutu, mengurangi
nilai-nilai kesalahan dalam menunjang pemikiran kreatif.
d. Groupthink
Berpikir kelompok merupakan suatu kemunduran dari efisiensi
mental, penggujian realitas, dan pertimbangan moral yang dihasilkan
oleh tekanan-tekanan dari dalam kelompoknya sendiri. Anggota
kelompok yang memiliki pandangan yang menyimpang ditekan
dengan berbagai macam cara untuk menyetujui dengan pandangan
mayoritas. Dengan demikian menciptakan kemungkinan bahwa
keputusan kelompok tidak mencerminkan analisis yang cermat,
melainkan mencerminkan pandangan yang dominan, apapun yang
akan terjadi.
e. Polariisasi Kelompok (Group Polarization)
Gejala lain dalam proses pengambilan keputusan kelompok ialah
adanya pergeseran keputusan yang menuju tingkat risiko yang sangat
tinggi maupun sangat rendah. Beberapa kemungkinan yang terjadi
diantaranya :
1) Tanggung jawab yang tersebar
2) Adanya proses pembanding sosial (social comparison process)
3) Dipengaruhi oleh pertukaran informasi dan argumentasi yang
meyakinkan (persuasive)
70
yang akan dilakukan atau yang menjadi perhatian pihak pertama”.
Batasan konflik dari Robbins sangat luas. Dua orang yang berbeda
pandangan sudah dapat dianggap konflik. Saingan antar dua kelompok
juga termasuk dalam pengertian konflik.
71
Kelompok yang bersaing harus bekerja sama agar tujuan dapat
tercapai. Tujuan yang harus dicapai adalah tujuan perusahaan dan
bukan tujuan dari masing-masing kelompok.
d. Pelatihan antar kelompok melalui penghayatan-pengalaman
(Experiential Inter Group Training)
Kelompok yang bersaing dikumpulkan dan diminta untuk mengkaji
perilaku mereka sendiri. Selama pelatihan masing-masing kelompok
mencatat persepsi tentang mereka sendiri dan persepsi mereka
tentang kelompok lain. Kedua hasil kelompok kemudian dibicarakan
dan dibahas, persepsi yang keliru dihilangkan dan hubungan di masa
depan ditentukan bersama.
72
e. Menyesuaikan (Accomodating)
Satu pihak yang berkonflik bersedia untuk meletakkan kepentingan
pihak lain lebih tinggi dari kepentingannya. Situasinya satu pihak
mengalah atau memenangkan pihak lawan.
73
BAB 7
PENGEMBANGAN DAN BUDAYA ORGANISASI
1. Pengantar
Dalam interaksi organisasi (sebagai sistem terbuka) dengan
lingkungannya organisasi menghadapi berbagai persoalan, terutama jika
lingkungannya merupakan lingkungan yang tidak stabil. Terhadap lingkungan
yang berubah-ubah ini organisasi perlu menyesuaikan diri dengan
menjawab/mengatasi masalah-masalahnya. Di samping itu, pada saat yang
sama organisasi juga mneghadapi masalah-masalah internal, yang
mengharuskan organisasi mengatasinya sehingga tetap terjadi satu keterpaduan
dalam berfungsinya organisasi.
Mengatasi masalah-masalah eksternal dan internal tersebut organisasi
perlu memiliki kemampuan unik itu, bila ingin tetap mempertahankan diri,
bahkan jika ingin terus tumbuh. Dalam kondisi seperti itu organisasi perlu
melaksanakan pengembangan organisasi (organization development).
Sejak berdirinya organisasi, secara sadar atau tidak, pendiri meletakkan
dasar bagi budaya organisasi yang didirikan. Pertumbuhan organisasi, sebagai
hasil interaksi organisasi dengan lingkungannya, juga dalam mengusahakan
pengembangan organisasinya, secara sadar nilai-nilai pokok tertentu perlu
mengalami perubahan. Budaya organisasi perlu juga menyesuaikan diri
terhadap pertumbuhan organisasi.
74
tetap berlangsung meskipun orang-orangnya berganti. Dengan kata lain
organisasi tetap ada, meskipun orang-orang atau anggota-anggota
organisasi berubah-ubah. Tiga dimensi dari organisasi ialah :
a. Kemajemukan (complexity)
Dengan kemajemukan diartikan beragamnya kegiatan, fungsi,
pekerjaan, dan jumlah lapis dalam organisasi yang dikembangkan
berdasarkan satu perencanaan. Dalam organisasi yang lebih majemuk
akan dijumpai masalah-masalah kendali dan koordinasi yang lebih
banyak.
b. Formalisasi (formalization)
Mengacu pada adanya kebijakan, prosedur, dan aturan yang
membatasi pilihan dari para anggotanya. Para anggotanya
diharapkan berperilaku sesuai dengan kebijakan, prosedur, dan
aturan yang berlaku. Makin organisasi dibentuk sedemikian rupa,
makin terbatas kebebasan anggota untuk mengambil keputusan.
c. Pemusatan (centralization)
Berkaitan dengan penyebaran daya (power) dan wewenang
(authority) yang kedudukannya tinggi dalam organisasi. Sedangkan
decentralized organizations, hak dan tanggung jawab mengambil
keputusan didelegasikan ke tingkat-tingkat lebih rendah dari
organisasi.
75
dengan struktur sederhana kekuatannya terletak pada
kesederhanaannya. Mampu bertindak cepat, lentur, dan tidak mahal
dalam pemeliharaannya. Jika usahanya berkembang makin besar,
maka struktur yang sederhana ini tidak dapat dipertahankan. Jumlah
pegawai sampai 50-100 orang sulit bagi pemilik untuk
mempertahankan struktur sederhana ini.
b. Rancangan organisasi birokrasi
Satu struktur dengan tugas-tugas yang beroperasi sangat rutin yang
dicapai melalui spesialisasi. Di samping itu dapat ditemukan tugas-
tugas yang dikelompokkan ke dalam bagian-bagian fungsional
tertentu. Selanjutnya dalam organisasi birokrasi dapat bekerja
tenaga-tenaga yang tidak perlu highly talented, karena pelaksanaan
tugas sudah mengikuti peraturan-peraturan yang telah diformalisasi
dan distandardisasi.
c. Rancangan organisasi matriks
Merupakan rancangan dimana setiap bawahan memiliki dua atasan.
Matriks mengkombinasi dua bentuk departementalisasi, yaitu
fungsional dan produk. Kekuatan dari matriks terletak pada
kemampuannya untuk melancarkan koordinasi jika organisasi
memiliki kegiatan-kegiatan majemuk yang banyak dan saling
tergantung. Kelemahannya yaitu terletak pada kebingungan yang
diciptakan, kemungkinan merupakan sumber dari konflik kekuasaan,
dan tekanan yang diletakkan pada individunya.
3. Jenis-Jenis Organisasi
3.1 Organisasi Mekanistik (OM)
Organisasi yang formalisasinya tinggi. Ciri-cirinya antara lain :
Kerja yang berulang-ulang
Pembagian kerja yang tepat (high division of labor)
Tingkat keterampilan rendah
Pekerjaan terumuskan dengan baik dan jelas
Saluran distribusi yang terpatok (fixed)
76
Sumber supply yang jelas dan mantap
Sistem yang sederhana
Sumber informasi yang baik dan lengkap
Perangkat peraturan untuk menafsirkan lingkungan
Anggaran yang distandardisasi
Data tentang standar dari biaya yang lampau
Pengambilan keputusan secara terpusat
Tata tingkat yang kaku
Konflik dengan eselon antara tinggi dan rendah
77
3.4 Organisasi Campuran Dominasi Pasar (OCDP)
Formalisasi di bidang teknologi tinggi, sedangkan di bidang
pemasaran rendah. Ciri-cirinya antara lain :
Teknologi dengan jaringan panjang dan/atau repetitif
Saluran-saluran distrbusi dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
‘gaya’
Lebih menjadi promoters daripada sales persons
Pemasaran berpengaruh besar
Biaya baku dalam bidang teknikal dan produksi
4. Pengembangan Organisasi
4.1 Pengertian Pengembangan Organisasi
Untuk dapat mempertahankan eksistensinya dan dapat
berkembang, maka keluaran dari sistem perlu diserap dan digunakan oleh
sistem lainnya. Organisasi akan berhenti eksitensinya jika keluarannya
tidak dirasakan bermanfaat dan tidak diserap oleh organisasi lain. Untuk
dapat mempertahankan diri dan dapat terus mengembangkan diri,
haruslah mampu menghadapi dan mengatasi masalah-masalah
lingkungannya di satu pihak, mampu memadukan (mengintegrasikan)
kelompok-kelompok kerja yang membentuk dirinya di lain pihak.
Organisasi harus dapat berfungsi efektif.
Pengembangan organisasi (PO) dirumuskan dalam berbagai cara.
Definisi yang paling sering dikutip ialah bahwa PO adalah salah satu upaya
yang :
(1) Direncanakan
(2) Dampaknya mencakup seluruh organisasi
(3) Dimanajemen oleh puncak
(4) Meningkatkan efektivitas dan kesehatan
(5) Intervensi-intervensinya direncanakan dalam proses-prose organisasi
dengan menggunakan pengetahuan keterampilan
78
PO adalah suatu proses yang sadar dan terencana. Para peserta
PO dan para anggota organisasi lainnya mengetahui dalam hal apa mereka
terlibat dan mengapa mereka terlibat dalam peningkatan efektivitas,
efisiensi, dan kesehatan organisasi perusahaan.
Kesehatan organisasi adalah satu fungsi dari sifat dan mutu
hubungan antara para anggotanya dengan organisasi. Satu organisasi
yang sehat memiliki tiga ciri pokok :
(1) Terdapat suatu pemaduan yang efektif antar tujuan individu dan
tujuan organisasi
(2) Pemaksimuman kemampuan individu dan organisasi memecahkan
masalah
(3) Suasana mendorong pertumbuhan individual dan organisasi
79
kelompok kerjanya dalam arus normal pekerjaan, terutama dalam
rapat-rapat kelompok manajerial. Khususnya yang penting adalah
tindakan-tindakan manajer dan dampaknya terhadap mereka dengan
siapa dia bekerja. (McGill, 1982)
c. Pembentukan Tim (Team Building)
Pembentukan tim dapat dipandang sebagai gabungan dua
teknik intervensi dari PO, yaitu gabungan dari teknik balikan survei
dan teknik konsultasi proses. Intervensi dengan menggunakan teknik
pembentukan tim pada umumnya berupaya untuk memperkuat
identifikasi diri anggota tim dengan kelompok kerjanya, membantu
kelompok untuk belajar berfungsi secara lebih efektif, dan
meningkatkan keterpaduan antara kelompok-kelompok kerja yang
ada dalam keseluruhan organisasi. (Siegel & Lane, 1987)
Agar pembentukan tim berhasil, maka organisasi harus
menerimanya sebagai program intervensi jangka panjang. Karena itu,
upaya ini perlu ditunjang oleh manajemen puncak dan para anggota
dari setiap kelompok.
5. Budaya Organisasi
Dalam melakukan intervensi pengembangan organisasi untuk
meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kesehatan organisasi terjadi sebagai
akibat samping, dampak terhadap budaya organisasi perusahaan dengan
terjadinya perubahan nilai-nilai tertentu. Ini merupakan hasil dari setiap teknik
intervensi pengembangan perusahaan yang berhasil ditetapkan.
5.1 Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan, dan
bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau
yang ada pada bagian-bagian organisasi. Terdapat sebuah program mental
dari organisasi yang merupakan pencerminan dari ‘modal’ kepribadian
organisasi. ‘Modal’ kepribadian organisasi adalah derajat homogenitas
dan kekuatan dari satu orientasi kepribadian khusus dalam satu
organisasi, yang dihasilkan oleh empat faktor :
80
(1) Orang mengembangkan nilai-nilai selama sosialisasi untuk dapat
mengakomodasi terhadap jenis-jenis organisasi di masyarakat
(dalam rangka pemasaran produk/jasa yang dihasilkan)
(2) Proses seleksi men-screen-out mereka yang tidak cocok dan
sosialisasi organisasi mengubah mereka yang masuk organisasi
(para karyawan memilih nilai-nilai utama yang sama)
(3) Penghargaan dalam organisasi secara selektif mengukuhkan
kembali perilaku dan sikap-sikap tertentu saja (perilaku yang
didasari nilai-nilaiutama saja yang mendapatkan imbalan)
(4) Keputusan untuk promosi biasanya memperhitungkan unjuk kerja
dan kepribadian dari calon
81
5.3 Model Cagliardi
Model ini menunjukkan terbentuknya budaya organisasi dan
bagaimana budaya organisasi dapat bertahan.
a. Nilai-Nilai Dasar dari Koalisi Dominan (Basic Values of the Dominant
Coalition)
Nilai-nilai dapat berasal dari pendiri yang mencerminkan keyakinan-
keyakinan dasarnya tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana
melakukannya, siapa yang harus melakukan, dan cara
memperlakukan anggotanya. Pada saat mulai terbentuknya
organisasi, sistem nilai pribadi pemimpin sangat menentukan dapat
berlanjut tidaknya organisasi yang dipimpin.
b. Strategi Primer (The Primary Strategy)
Mempertahankan identitas budayanya dengan cara
menyebarluaskan nilai-nilai dominannya. Koalisi dominan akan
mampu mempertahankan besarnya kekuasaan dan kendalinya.
c. Strategi Sekunder (The Secondary Strategy)
Strategi primer diimplementasikan engan menerjemahkan nilai-nilai
dari koalisi dominan ke dalam praktek, kebijakan, dan produk atau
jasa organisasi. Yang lebih khusus seperti kebijakan, praktek, dan
pedoman yang terarah pada bidang-bidang seperti pilihan dari pasar,
cara-cara bersaing, orientasi tenaga kerja, dan pandangan tentang
kendali/kontrol yang selanjutnya disebut sebagai strategi sekunder.
82
(5) Orientasi tim dan kolaborasi
(6) Keagresifan dan persaingan
83
(trusting) ketakutan yang tidak realistik ini tidak ada. Ada rasa
percaya, adil, keterbukaan terhadap orang lain. Para manajer percaya
bahwa para pekerja dalam perusahaan memiliki kemampuan dan
motivasi untuk berhasil.
c. Avoidant vs. Achievement Cultures
Orientasi dari kepribadian depresif mengarah ke budaya
menghindari. Kecenderungan depresif timbul dari perasaan
ketidakmampuan dan ketergantungan pada orang lain. Ada
penekanan berlebih pada kebijakan, prosedur, dan aturan-aturan.
Banyak waktu dan tenaga digunakan untuk memastikan adanya
kepatuhan pada aturan, bukan digunakan untuk melihat unjuk kerja
organisasi yang efektif. Pada budaya pencapaian, para anggota
kelompok eksekutif puncak menghargai analisis logikal dan proses-
proses rasional. Mereka mencoba memahami kekuatan-kekuatan
dan kelemahan-kelemahan dari perusahaan dibandingkan dengan
para pesaing mereka.
d. Politicized vs. Focused Cultures
Budaya yang diperpolitik terjadi dalam organisasi yang mempunyai
orientasi berpendirian teguh yang kuat dari orang lain dan merasa
tidak berhubungan dengan lingkungan. Organisasi ini tidak memiliki
arah yang jelas dan pemimpin yang tidak tegas. Dalam budaya yang
difokuskan, para anggota memiliki perspektif yang sama tentang arah
dari organisasi. Ini mengalir dari arah yang jelas yang ditetapkan oleh
para eksekutif puncak, dan ada keterikatan anggota dan antusiasme
terhadap objektif tersebut.
e. Bureaucratic vs. Creative Cultures
Budaya birokratik adlah hasil dari kepribadian kompulsif. Orang-
orang yang kompulsif memiliki kebutuhan yang kuat untuk
mengendalikan lingkungan. Orang-orang demikian melihat hal-hal
dalam arti dominasi dan submisi. Mereka berperilaku sangat cermat-
teliti dan fokus pada detil-detil yang sangat spesifik tapi sering tidak
berarti. Pada budaya birokratik perhatiannya lebih terarah pada
84
bagaimana tampaknya daripada bagaimana kerjanya. Pada budaya
kreatif, para anggotanya lebih berdisiplin diri. Mereka dapat bekerja
sama dalam satu tim tanpa mengandalkan banyak pada aturan-
aturan dan prosedur. Mereka mengetahui tentang pekerjaan anggota
lain dan tentang tugas-tugas yang saling tergantung.
85
e. Myth dan Simbol-Simbol
Simbol-simbol mencakup hal-hal yang berhubungan dengan
kedudukan dan kekuatan dari tenaga kerja yang bersangkutan.
f. Bahasa
Di setiap organisasi ada kata-kata yang merupakan kata-kata yang
khas dari organisasi yang tidak dikenal oleh orang yang bukan
anggota organisasi tersebut. Di samping itu gaya bahasanya juga
dapat merupakan gaya bahasa yang khas.
g. Ritual dan Seremoni
Sebuah kegiatan khusus dimana para anggota tertentu dari organisasi
berkumpul dan melakukan sesuatu sebagai budaya organisasi itu
sendiri.
86
5.8 Budaya Pembelajaran
Ramalan di dunia ini tentang globalisasi didasari oleh
ketidaktahuan bagaimana gambaran daru dunia akan datang, kecuali
bahwa dunia akan berubah. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan
menjadi organisasi-organisasi yang memiliki budaya pembelajaran. Schein
(1994) mengemukakan tujuh unsur dari budaya pembelajaran :
a. Perhatian terhadap orang.
b. Keyakinan bahwa orang dapat dan mau belajar serta menilai
pembelajaran dan perubahan sebagai hal penting.
c. Perlu ada keyakinan bahwa dunia sekitar dapat diubah/ditempa.
d. Organisasi perlu waktu yang luang.
e. Ada keterikatan bersama terhadap komunikasi terbuka dan luas.
f. Perlu dikembangkan satu keterikatan bersama untuk belajar berpikir
secara sistemik.
g. Dunia makin majemuk serta koordinasi dan kooperasi yang saling
tergantung makin menjadi penting.
87
BAB 8
PENIMBANGAN KARYA
1. Pengantar
Penimbangan Karya merpakan salah satu alat kendali dari manajemen. Ketepatan
teknik penimbangan karya ditentukan oleh kebudayaan dan gaya manajemen yang
berlangsung di sistem organisasi industry.
2. Pengertian
Penimbangan Karya / Performance Apprasial adalah proses penilaian dari ciri-ciri
kepribadian, perilaku kerja, dan hasil kerja seorang tenaga kerja/karyawan (pekerja dan
manajer), yang dianggap menunjang unjuk kerjanya, yang digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk penagmbilan keputusan tentang tindakan-tindakan terhadapanya
di bidang ketenagakerjaan.
Untuk mengukur unjuk kerja seorang tenaga kerja digunakan tiga macam ukuran :
1) Hasil atau produk kerja
Hasil atau produk kerja sering dianggap sebagai ukuran unjuk kerja yang
paling objektif karena dapat diukur secara kuantitatif. Mutu dari hasil kerja
juga dapat dinilai dengan cermat.
2) Perilaku pekerjaan
Dasar pertimbangan untuk menggunakan perilaku pekerjaan dalam
penimbangan karya ialah bahwa hasil penelitian menunjukkan adanya
perilaku pekerjaan yang efektif, yaitu perilaku yang mengarah ke
tercapainya hasil yang diharapkan, dan perilaku yang tidak efektif, perilaku
yang tidak mencapai hasil yang diharapkan, bahkan yang justru
menimbulkan kerugian.
3) Ciri-ciri kepribadian
Ciri-ciri kepribadian digunakan dalam penimbangan karya karena dianggap
bahwa cirri-ciri tersebut perlu dimiliki oleh tanaga kerja yang melakukan
pekerjaan tertentu agar ia dapat berhasil. Misalnya, ciri kepemimpinan
yang dimiliki oleh seorang manajer, prakarsa (inisiatif), kecermatan,
inteligensi, dan kesatbilan emosional.
88
4) Gabungan dari ketiga kategori
Kegiatan penimbangan (penimbangan dan penilaian) dilakukan pada akhir
periode, yang berlangsung pada umumnya setahun sekali. Adakalanya selama 6 bulan.
Penimbangan karya berfungsi sebagai system kenadali (control), yang
mengendalikan, mengarahkan, dan memantau perilaku kerja dari seorang tenaga kerja.
89
Tujuan Penimbangan Karya
Cascio (1989) memberikan berbagi macam tujuan yang dapat dicapai dengan
melakukan penimbangan karya, diantaranya :
a. Tujuan untuk kepentingan tenaga kerja
1) Tujuan yang berorientasi ke masa lalu : diperolehnya data tentang
kekuatan dan kelemahan dari tenaga kerja dalam melaksanakan
pekerjaannya pada jangka waktu tertentu, sehingga dapat diambil
keputusan tentang cara dan besaranya imbalan yang perlu diberikan
kepada tenaga kerja atas unjuk kerjanya dalam jangka waktu yang
lalu, seperti diberikan kenaikan gaji, promosi, atau bisa jga
diturunkan pangkat jabatannya.
2) Tujuan yang berorientasi ke masa depan : diperolehnya data dari
penimbangan karya sehingga dapat mengambil keputusan yng
menyangkut pengembangan tenaga kerja di masa depan, yang
mencakup pemberian pelatihan, dan pendidikan tertentu untuk
pengembangan unjuk kerja.
b. Tujuan untuk kepentingan organisasi
1) Hasil penimbangan karya dapat digunakan untuk membantu
mendiagnosis masalah-masalah organisasi
2) Hasil penimbangan karya dapat digunakan untuk mengabsahkan
test yang digunakan dalam seleksi. Hasil test seleksi dikorelasikan
dengan hasil penimbangan karya untuk menentukan keabsahan
ramalan (predictive validity).
90
1) Atasan Langsung.
Jika penimbangn karya dilakukan, maka biasanya atasan langsung yang paling
mengenali unjuk kerja bawahannya dalam kebanyakan pekerjaan, dan meiliki
peluang yang sangat baik untuk menamatai ujnjuk kerja aktualnya. Karena
atasan langsung bertanggung jawab untuk memberikan keputusan-keputusan
yang menyangkut ganjaran dan hukuman, nampaknya masuk akal jika ia
bertanggung jawab untuk membuat penimbangan karya dari bawahannya.
2) Rekan Kerja
Rekan kerja dapat memberikan prespektif tentang unjuk kerja yang berbeda dari
yang dimiliki oleh atasan langsung. Seperti pada pekerjaan penjualan
(wirausaha), penguuhan hukum (polisi), mengajar (guru,dosen), yang mana
ataan langsung jarang mengamati unjuk kerja actual bawahannya.
3) Bawahan
Penimbangan yang dilakukan oleh bawahan dapat berguna untuk
pengembangan dari atasannya. Penimbangan yang dilakukan oleh bawahan
digunakan secara teratur di universitas-universitas (mahasiswa menilai
dosennya
), atau di perusahaan besar dimana manajer memiliki banyak bawahan. Unutk
dapat dirasakan manfaatnya dari penimbangan oleh bawahan perlu adanya
kepercayaan dan keterbukaan.
4) Swa-penimbangan
Tenaga kerja menilai dirinya sendiri. Peluang untuk berperan serta dalam proses
penimbangn karya, khususnya jika penimbangan ini dikombinasikan dengan
penimbangan sasaran, akan meningkatakan motivasi kerja tenaga kerja dan
mengurangi dorongan untuk membela diri sewaktu wawancara penimbangan.
5) Langganan
Dalam keadaan tertentu, langganan dapat memberikan penimbangan yang
tepat unutk unjuk kerja tenaga kerja. Contohnya nasabah bank yang diminta
menilai terhdap para petugas yang melayaninya. Informasi yang diberikan
langganan dapat meberikan data yang dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan ketenagakerjaan.
91
4.2. Kesalahan-kesalahan dari Penimbang
Siegel & Lane (1982), Cascio (1989), Loo (1989) menyusun dan mengngkapkan
kesalahan-kesalahan pengharkatan sebagai berikut :
a) Kesalahan Konstan/Pendistribusian
1) Kesalahan kelembutan (leniency error)
Pengharkat atau penimbang terlalu murah dalam menimbang unjuk
kerja dari tenaga kerja. Ia berpendapat bahwa semua orang itu baik dan
berkemampuan. Dapat terjaid bahwa penimbang secara sengaja
memberikan harkat yang tinggi terhadap unjuk kerja tenaga kerja
dengan tujuan memberikan kepercayaan dan kepastian diri kepadanya,
sehingaa meningkatkan motivasi kerjanya.
2) Kesalahan Kekerasan (Severity Error)
Pengharkat disini terlalu keras dalam menimbang tenaga kerja. Ia
beranggapan bahwa tidaka ada tenaga kerja yang baik kemampuannya
atau yang lebih baik dari dirinya, ada kemungkinan pengharkatan yang
rendah diberikan justru untuk meningkatkan motivasi kerja. Agar ie
merasa malu dan berkeinginan memperbaiki unjuk kerjanya.
3) Kesalahan Kecenderungan Berpusat (Central tendency)
Penimbang cenderung memberikan penimbangan yang berharkat rata-
rata kepada semua bawahannya. Tidak ada yang menonjol baik atau
tidak baik.
b) Kesalahan Faktor Dominan
1) Dampak Halo
Merupakan dampak kesalahan yang banyak terjadi dalam penimbangan
karya. Para penimbang memberikan harkat berdasarkan kesan-kesan
global, baik atau buruk, dari tenaga kerja. Seseorang tenaga kerja
diharkat tinggi atau rendah untuk satu aspek tertentu.
2) Dampak kesan pertama
Kesalahan dalam penimbanagn karya timbul karena tenaga kerja
diharkat berdasarkan kesan yang dipunyai penimbang tentang tenaga
kerjanyadan bukan karena unjuk kerjanya selama periode penimbangan
karya.
92
3) Dampak Perilaku Terakhir, timbul jika tenaga kerja diharkat berdasarkan
perilaku pekerjaan yang diperlihatkan pada akhir periode penimbangan
karya. Unjuk kerja selama periode kurang diperhatikan secara
keseluruhan.
4) Dampak Hasil Penimbangan Lampau
Kesalahan ini relative mudah terjadi pada penimbang yang belum begitu
mengenal bawahannya, namun sudah harus membuat penimbangan
karya.
c) Kesalahan Egosentrik
1) Kesalahan kontras mengacu pada kecenderungan untuk mengharkat
orang lain berbeda dari cara bagaimana penimbang mempersepsikan
dirinya. Tenaga kerja akan mendapatkan harkat tinggi atau rendah
untuk aspek yang dipunyai penimbang.
2) Kesalahan kesamaan merupakan kelasahan yang mengacu pada
kecenderungan penimbang untuk mengharkat orang lain sesuai dengan
persepsi kita tentang diri kita sendiri. Orang yang mempunyai sifat dan
kesukaan yang sama akan diharkat tinggi.
3) Kesalahan urutan timbul jika beberapa tenaga kerja saling dibandingkan
dan tidak dibandingkan dengan standar yang objektif.
93
3) Merencanakan ntuk menggunakan rancangan pemecahan masalah dan bukan
ancangan ‘katakan-dan-jual’, yang berarti bahwa atasan menyelesaikan
pnimbangan sendiri, memperlihatkan dan menjelaskan hasilnya kepada
bawahan, mengatakan apa yang harus dilakuakn untuk meningkatakan unjuk
kerjanya, dan menanyakan reaksi bawahan.
4) Mendorong dan menunjang bawahan dalam mempersiapkan diri untuk
wawancara penimbangan karya.
Selama wawancara penimbangan agar :
1) Mendorong dan menunjang peran serta bawahan
2) Menimbang unjuk kerja, perilakunya, bukan kepribadiannya.
3) Tetap bersikap khusus dan konkret, bukan umum dan samar.
4) Menjadi pendengar yang aktif
5) Tetapkan tujuan-tujuan yang disetujui bersama untuk perbaikan perbaiakn di
masa mendatang.
Sesudah Penimbangan agar :
1) Sering berkomunikasi dengan bawahan tentang unjuk kerjanya, melakukan
pemantauan secara teratur dan memberikan balikan kepada bawahan.
2) Menilai secara periodic kemajuan mereka dalam upaya mereka mencapai
tujuan.
3) Membuat ganjaran-ganjaran organisasi sesuai dengan unjuk kerja, misalnya
kenaika gaji dan promosi jabatan.
94
mencegah timbulnya kesalahan konstan/pendistribusian dalam
penimbangan, mencegah para penimbang untuk menilai para tenaga
kerjanya sebagai baik semua, sedang-sedang, atau buruk semua.
Kelemahan :
Apabila jumlah tenaga kerja yang dinilai jumlahnya sedikit, maka
mungkin penilain unjuk kerja tenaga kerja itu akan sama baik
atau sama buruknya.
Karena pembanding adalah relative, maka seorang tenaga kerja
yang sebenarnya sedang-sedang saja dapat masuk kedalam
golongan sangat baik karena ia yang terbaik dari yang lain dalam
kelompoknya.
b. Pemeringkatan perorangan (Individual Ranking)
Berdasarkan penilaian secara umum, menetapkan ururtan tenaga kerja
dari yang paling baik ke yang paling tidak baik/buruk. Kelebihan dan
kelemahannya sama dengan pemeringkatan urutan kelompok.
c. Pembandingan berpasangan (Paired Comparison)
Setiap tenaga kerja dibandingkan dengan setiap tenaga kerja lainnya
dan ditentukan apakaih ia lebih baik, atau kurang disbanding-
bandingkan dengan pasangannya. Jumlah pasangan yang dibandingkan
adalah
[n x (n-1)] : 2 (n= jumlah tenaga kerja yang ditimbang). Untuk setiap
tenaga kerja dihitung berapa kali ia dipilih lebih baik dari pasangannya,
sehingga akan diperoleh urutan pemeringkatan dari para tenaga
kerjanya.
Kelebihan :
Sama dengan teknik relative lainnya
Kelemahan :
Apabila jumlah tenaga kerja yang harus dinilai sangat banyak, maka sulit
untuk menggunakan teknik ini karena jumlah pasangannya sangat
banyak.
95
B. Teknik – Teknik Absolut
Pada teknik ini, para tenag kerja yang dinilai tidak dibandigkan dengan tenaga
kerja yang lain. Teknik yang termasuk kelompok teknik absolute, antara lain :
a. Penimbangan Karangan (Essay appraisal)
Merupakan teknik yang laing sederhana. Penimbang menulis suatu
karangan atau cerita yang berisi kekuatan dan kelemahan tenaga kerja,
prestasi kerja yang lalu, potensi-potensinya dan saran-saran perbaikan
dan peningkatan.
Kelebihan :
Bentuknya sederhana
Kelemahan :
Hasil penimbangan karya dari berbagai penimbang akan sangat
bervariasi dalam hal panjangnya dan isinya cerita, menyebabkan
timbulnya kesulitan untuk membuat perbandingan antara para tenaga
kerja.
b. Penimbangan peristiwa genting (Critical incindent appraisal )
Penimbang tertuju perhatiannya pada perilaku ‘kunci’, perilaku genting
atau kritikal, yang membedakan seorang tenaga kerja yang melakukan
pekerjaannya secara efektif dari tenaga kerja lain yang melakukan
pekerjaanya secara tidak efektif. Yang dilakukan penimbang ialah
menulis peristiwa-peristiwa dimana digambarkan tentang apa yang
dilakukan tenaga kerja yang secara khusu efektif atau tidak efektif.
Kelebihan:
Yang ditimbang perilaku efektif
Dapat diteliti, mana perilaku yang sudah benar/baik, mana yang
memerlukan pengembangan dan peningkatan.
Kelemahan :
Penimbang dituntut untuk menulis peristiwa-peristiwa genting
secara teratur untk semua tenaga kerja bawahannya, pekerjaan
ini menuntut waktu yang banyak dan untuk kebanyakan atasan
dirasa sebagai beban.
96
Hasil penimbangan karya tidak dapat di kuantikasi, tidak dpat
digunakan untuk perbandingan.
97
Kelemahan :
Proses pengembangan skala pengharkatan perilaku yang
dijangkarkan menuntut banyak waktu dan biaya.
Berlaku untuk satujenis pekerjaan saja. Untuk pekerjaan lain
perlu diadakan pengembangan skala tersendiri.
98
Kelemahan :
Tidak akan efektif dalam lingkungan dimana manajemen kurang percaya pada
tenaga kerjanya, dimana manajemen mengambil keputusan secara otoriter dan
mendasarkan diri pada kendali dari luar dan dimana tenaga kerjanya lebih
bersikap dependen.
99
7) Tenaga kerja memilii kontrak psikologis, dia sadar akan harapan perusahaan
terhadap dirinya
100
BAB 9
MOTIVASI KERJA
1. Pengantar
Setiap hari, secara sadar ataupun tidak sadar, kita hadapi dan jalani dua macam
situasi, yaitu situasi masalah (problem situation) dan situasi pilihan (choice situation)
yang juga dinamakan situasi konflik. Dalam situasi masalah seseorang menghadapi
berbagai macam rintangan dalam upayanya mencapai sesuatu (tujuan) yang
diinginkan. Proses dan besarnya upaya seseorang untuk mengatasi rintangan-
rintangan agar dapat mencapai tujuannya menggambarkan besar motivasinya.
Dalam situasi pilihan beberapa alternative keputusan atau tindakan yang dapat
diambil.Dengan mengambil satu keputusan (melaksanakan satu tindakan), dengan
kata lain, dengan memilih salah satualternatif keputusan (tindakan), maka orang
memasuki situasi masalah. Dalam upaya mencapai yang diinginkan, mencapai
tujuan, ia akan menjumpai berbagai rintangan.
2. Pengertian
Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang
untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke teercapainya tujuan
tertentu.
Kelompok
Reduksi dari kebutuhan
ketegangan yang belum
dipuaskan
Tujuan telah
tercapai
(kebutuhan Ketegangan
yang telah
dipuaskan)
Dorongan-
dorongan
101
Kaitan Motivasi Kerja dengan Unjuk Kerja dapat diungkapkan sebagai berikut: Unjuk
Kerja (Performance) adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan
(abilities) dan peluang (opportunities), dengan perkataan lain unjuk kerja adalah
fungsi dari motivasi kerja kali kemampuan kali peluang (Robins,2000), ungkapan
kedalam rumus menjadi :
Unjuk Kerja = f Motivasi Kerja x Kemampuan x Peluang
Motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi
kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-
kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya dan atau akan
berusaha mencari, menemukan, dan atau menciptakan peluang dimana ia dapat
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berunjuk kerja yang tinggi.
Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya
atau tawaran dari lingkungannya.McGregor membedakan antara tipe X dan tipe Y.
Orang dari tipe X adalah orang yang malas, yang harus dipaksa untuk bekerja, yang
tidak mau dibebani tanggung jawab (motivasi kerja reaktif). Orang tipe Y adalah
orang yang suka bekerja dan senang mendapat tanggung jawab (motivasi kerja
proaktif).
3. Teori-teori Motivasi
3.1. Teori Motivasi Isi
a. Teori Tata Tingkat Kebutuhan
Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berbeda dalam kondisi
mengejar yang bersinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi , langsung
kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Maslow selanjutnya
mengajukan bahwa ada 5 kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan faali
(fisiologikal), rasa aman, sosial, harga diri, aktualisasi diri.
b. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori motivasi ini yang dikenal sebagai teori ERG sebagai singkatan dari
Existence,relatedness, dan Growth needs, dikembangkan oleh Alderfer dan
merupakan satu modifikasi dan reformulasi dari teori tata ingkat kebutuhan
dari Maslow. Alderfer mengelompokkan kebutuhan ke dalam 3 kelompok :
102
1. Kebutuhan Eksistensi (Existence Needs)
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan rasa
aman dari Maslow.
2. Kebutuhan Hubungan (Related Needs)
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan bagian eksternal dari
kebutuhan steem (penghargaan dari Maslow).
3. Kebutuhan Pertumbuhan (Growth Needs)
Kebutuhan ini mencakup bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri dari
Maslow.
Sesuai dengan teori dari Maslow, teori Alderfer ini menganggap bahwa
fulfillmen-progression (maju ke pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi
tingkatannya sesudah kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah
dipuasi) juga penting.
c. Teori Dua Faktor
Teori dua faktor juga dinamakan teori Higiene Motivasi dikembangkan
oleh Herzberg.ia temukan bahwa faktor – faktor yang menimbulkan
kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Faktor yang mneimbulkan kepuasan kerja, yang ia
namakan faktor motivator, mencakup faktor yang berkaitan dengan isi dari
pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu :
1) Tanggung jawab (Responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang
dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.
2) Kemajuan (Advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
dapat maju dalam pekerjaannya.
3) Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga
kerja dari pekerjaannya.
4) Capaian (Achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
mencapai prestasi kerja yang tinggi.
5) Pengakuan (Recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada tenaga kerja atas unjuk kerjanya.
Jika faktor-faktor tersebut tidak dirasakan ada, tenaga kerja, menurut
Herzberg, merasa tidak lagi puas, yang berbeda dengan tidak puas.
103
Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan berkaitan
dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari
pekerjaan, dan meliputi faktor-faktor :
1. Administrasi dan Kebijakan Perusahaan, derajat kesesuaian yang
dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku
dalam perusahaan.
2. Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh
tenaga kerja.
3. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk
kerjanya.
4. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yag dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
5. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan tugas pekerjaannya.
Faktor-faktor yang termasuk kedalam kelompok faktor motivasi cenderung
merupakan faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih
bercorak proaktif, sedangkan faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok
faktor hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif.
d. Teori Motivasi Berprestasi
Teori motivasi berprestasi dikembangkan oleh David McClelland.Sebenarnya
lebih tepat teori ini disebut teori kebutuhan dari McClelland.
1. Kebutuhan untuk Berprestasi (Need for Achievement).
Mereka lebih mengejar prestasi daripada imbalan terhadap keberhasilan.
2. Kebutuhan untuk Berkuasa (Need for Power).
Kebutuhan untuk berkuasa ialah adanya keinginan yang kuat untuk
mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk
memiliki dampak terhadap orang lain.
3. Kebutuhan untuk Berafiliasi (Need for Affiliation)
Kebutuhan yang ketiga ialah kebutuhan untuk berafiliasi, orang-orang
dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang yang
berusaha mendapatkan persahabatan.
104
Orang-orang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk
berkuasa dan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi sekaligus akan memilki
motivasi kerja yang proaktif. Sedangkan yang memiliki ketiga macam
kebutuhan dalam derajat yang rendah akan memiliki corak motivasi kerja
yang reaktif.
105
Menurut Siegel dan Lane (1982) mengutip dari Jablonske dan de Vries, ada
beberapa cara untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu :
1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja
3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima
tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
4. Memberikan ganjaran hanya jika jawaban yang benar yang dilaksanakan
5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan pada saat yang
paling memungkinkan, yang terdekat dengan kejadiannya.
Pada dasarnya teori pengukuhan ini corak motivasi kerjanya adalah reaktif.
Melalui proses pengukuhan tertentu seperti yang disarankan oleh Jablonske
dan de Vries, individu diajarkan untuk memiliki motivasi kerja proaktif.
b. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara
niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku. Menurut Locke, tujuan yang
cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan daoat diterima oleh
tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan
yang taksa, tidak khusus dan yang mudah dicapai. Teori tujuan didasarkan pada
dasar intuitif yang solid.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan
prakarsa sendiri atau diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan
perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa
motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keikatan besar
untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Bila memiliki
motivasi kerja bercorak reaktif, saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-
sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, keikatan ia terhadap usaha
mencapai tujuan tersebut tidak terlau besar.
c. Teori Harapan (Expectancy)
Empat asumsi model Teori Harapan Lawler :
1. Orang mempunyai pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara
potensial dapat mereka gunakan. Setiap hasil-keluaran alternative
mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya
106
bagi seseorang. Hasil-keluaran alternative disebut juga tujuan-tujuan
pribasi (personal goals), jika ini disadari maknanya serupa dengan
penetapan tujuan-tujuan tetapi jika tidak disadari, motivasi kerjanya
bercorak reaktif.
2. Orang mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort =
E) mengarah ke perilaku unjuk kerja (performance = P) yang dituju.
Diungkapkan sebagai E-P.
3. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-
hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk
kerja mereka. Dirumuskan sebagai P-O.
4. Di setiap situasi, tindakan dan upaya yang berkaitan dengan tindakan-
tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan
oleh harapan-harapan (E-P dan P-O).
Rumus Model Harapan Lawler :
Indeks Motivasi = jml{(E-P) x jml[(P-O)(V)]}
Menurut Lawler, faktor-faktor yang menentukan E-P ialah harga diri atau
kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi
sekarang yang actual, komunikasi dari orang lain. Besar kecilnya harapan P-
O juga ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu pengalaman yang lalu dalam
situasi serupa, ketertarikan dari hasil-keluaran kepercayaan dalam kendali
internal melawan eksternal, harapan-harapan E-P, situasi actual dan
komunikasi dari orang lain. Sedangkan Harkat atau valence (V)
mencerminkan perasaan kita terhadap berbagai hasil-keluaran.
d. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori Keadilan dikembangkan oleh Adams. Dalam teori ini memberi
batasan tentang apa yang dianggap adil atau wajar oleh orang dalam
kebudayaan kita dan dengan reaksi-reaksi mereka kalau berada dalam
situasi yang dipersepsikan sebagai tidak adil/wajar.
Menurut Adams, jika orang melakukan pekerjaannya dengan imbalan
gaji/penghasilan, mereka memikirkan tentang apa yang mereka berikan
pada pekerjaannya (masukan) dan apa yang mereka terima untuk keluaran
kerja mereka. Masukan adalah segala sesuatu yang dianggap oleh tenaga
107
kerja sebagai yang patut menerima imbalan (misalnya macam pendidikan,
jumlah jam kerja, pengalaman kerja sebelumnya).Keluaran adalah segala
jenis hal yang dipersepsikan orang sebagai imbalan terhadap upaya yang
diberikan (seperti gaji, tunjangan kemaslahatan / fringe benefits dan
penghargaan atau pengakuan).
Empat asumsi dasar Teori Keadilan :
1. Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi
keadilan
2. Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan
ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya /
menghilangkannya.
3. Semakin besar persepsi ketidakadilannya, semakin besar motivasinya
untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.
4. Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan
lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan
Keadilan dirasakan jika orang merasa bahwa perbandingan antara hasil-
keluarannya dengan masukannya sama dengan perbandingan hasil-keluaran
orang lain dengan masukannya.
Menurut Howell & Dipboye (1986) ada beberapa tindakan yang dapat
dilakukan jika terdapat persepsi tentang ketidakadilan :
1. Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi
upayanya untuk bekerja
2. Bertindak untuk mengubah hasil-keluarannya (dtingkatkan atau
diturunkan)
3. Merusak secara kognitif masukan dan hasil-keluarannya sendiri,
mengubah persepsi tentang perbandingan masukan dan hasil-
keluarannya sendiri.
4. Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan atau hasil-
keluarannya
5. Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan.
108
6. Berhenti membandingkan masukan dan hasil-keluarandengan orang lain
dan mengganti dengan acuan lain atau mencari orang lain untuk
dibandingkan.
Teori keadilan ini corak motivasi kerjanya termasuk proaktif.
109
motivasi kerja proaktif.Kepemimpinan transformasional dan transaksional yang
dapat membantu tenaga kerja menjadi tenaga kerja dengan motivasi proaktif.
4.3. Peran Organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat ‘menarik’ atau
‘mendorong’ motivasi kerja seorang tenaga kerja. Seperti Gugus Kendali Mutu (GKM
= Quality Cirkels) yang merupakan satu kebijakan yang dituangkan ke dalam
berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pertemuan
pemecahan masalah dalam kelompok kecil. GKM biasanya dilaksanakan di luar jam
kerja dan pekerja yang mengiuti kegiatan GKM memperoleh upah kerja lembur.
Kebijakan lain yang berkaitan dengan motivasi kerja ialah kebijakan di bidang
imbalan keuangan (untuk pekerjaan tertentu seperti pekerjaan menjual). Kebijakan
ini ‘menarik’ keluar motivasi kerja si tenaga kerja.
110
BAB 10
KEPUASAN KERJA
1. Pengertian
Kepuasan kerja secara singkat adalah tenaga kerja yang puas dengan
pekerjaannya merasa senang dengan pekerjaannya. Howell dan Dipboye (1986)
memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau
tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Kepuasan
kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.
Tiga Model yang mencerminkan hubungan-hubungan yang berbada antara sikap
dan motivasi untuk berunjuk-kerja secara efektif.
111
Manajemen perlu melakukan serangkaian tindakan tertentu jika menginginkan
timbulnya sikap kerja yang positif dan perlu melakukan serangkaian tindakan yang
lain jika menginginkan motivasi para tenaga kerja untuk mencapai tingkat unjuk-
kerja yang lebih tinggi. Dari model C dapat disimpulkan bahwa antara sikap
kerja(kepuasan kerja) dan unjuk-kerja tidak ada hubungan sama sekali. Seseorang
dapat merasa puas dengan pekerjaannya, dan unjuk-kerjanya dapat rendah, sedang,
tinggi.
112
3..3. Teori Proses-Bertentangan
Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan
emosional. Teori ini mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak
memberikan kemaslahatan. Kepuasan atau ketidakpuasan kerja memacu mekanisme
fisiologikal dalam sistem pusat saraf yang membuat aktif emosi yang tertentangan atau
berlawanan. Jika orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan mereka merasa senang,
sekaligus ada rasa tidak senang. Setelah beberapa saat rasa senang menurun dan dapat
menurun sedemikian rupa sehingga orang merasa agak sedih sebelum kembali ke
normal. Karena emosi tidak-senang(emosi yang berlawanan) berlangsung lebih lama.
113
4.3. Penyeliaan
Menurut Locke ada dua jenis dari hubungan atasan-bawahan.
1. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu
tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi
tenaga kerja. Misalnya jika kerja yang menantang penting bagi tenaga
kerja, penyelianya membantu memberikan pekerjaan yang menantang
kepadanya.
2. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang
mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Misalnya atasan
dengan bawahannya saling tertarik karena dua-duanya senang bermain
brigde, atau dua-duanya mempunyai pandangan hidup yang sama.
Berdasarkan model Locke orang dapat mempunyai hubungan keseluruhan yang
baik tanpa harus mempunyai hubungan fungsional yang baik, dan sebaliknya. Penyeliaan
merupakan salah satu faktor juga dari kelompok faktor hygiene dari Herzberg. Namun
jika cara penyeliaan dilakukan oleh atasa yang memilii cirri-ciri pemimpin yang
transformasional maka tenaga kerja akan meningkatkan motivasinya dan sekaligus
dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
114
mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosialnya terpenuhi). Corak kepuasan kerja
disini bersifat kepuasan kerja yang tidak menyebabkan peningkatan dari motivasi kerja.
Ada satuan kerja yang para pekerjanya msaing-masing memiliki tugas yang
dapat mereka lakukan secara mandiri dikoordinasi oleh pimpinan satuan kerja.
Misalnya, bagian penjualan. Setiap pramuniaga bekerja sendiri melayani calon pembeli.
Disini pun rekan sejawat yang bekerja dalam ruangan yang sama terutama memberikan
kepuasan terhadap kebutuhan sosial masing-masing.
Di dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim,
kepuasan kerja mereaka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi
mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi, dan
mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka. Misalnya pada kelompok Gugus
Kendali Mutu yang merupakan problem-solving team.
115
unjuk-kerja, maka kenaikan dalam unjuk-kerja tidak akan berkorelasi dengan
kenaikan dalam kepuasan kerja.
116
3. Dampak terhadap Kesehatan
Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja
dengan kesehatan fisik dan mental. Dari suatu kajian longitudinal disimpulkan
bahwa ukuran-ukuran dari kepuasan kerja merupakan peramal yang baik bagi
panjang umur atau rentang kehidupan.
Kornhauser dalam kajiannya tentang kesehatan mental dan kepuasan
kerja, ialah bahwa semua ringkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa
pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari kecakapan-kecakapan
mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Skor-skor ini juga
berkaitan dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari jabatan.
Kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan
kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja
dan kesehatan mungkin saling mngukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu
dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai
akibat yang negative juga pada yang lain.
117
BAB 11
STRES DAN KESELAMATAN KERJA
1. Pengantar
Sistem memperoleh masukan mentah dan masukan instrumental.
Perusahaan sebagai sistem memperoleh berbagai bahan baku yang diperlukan.
Selama pengolahan bahan bakunya, tenaga kerja bekerja. Interaksi antartenaga
kerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa.
Tenaga kerja mendapatkan imbalannya, instrinsik dan atau ekstrinsik, yang
berdampak pada motivasi dan kepuasan kerjanya. Tenaga kerja dapat
mengalami stress, yang dapat berkembang menjadikan tenaga kerja sakit, fisik
dan mental, sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal. Dalam melakukan
kegiatan di setiap kelompok, manusia dapat mengalami stress.
2. Pengertian
“stress adalah satu abstraksi. Orang tidak dapat melihat pembangkit
stress (stressor). Yang dapat dilihat ialah akibat dari pembangkit stress.” - Dr.
Hans Selye, guru besar emiritus (purnawirawan), Universitas Montreal dan
“penemu” stress.
Bagaimana cara stress mempengaruhi badan? Selye mengamati
serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi
terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan yang dinamakan general
adaptation syndrome, yang terdiri dari tiga tahap.
1. Alarm (tanda bahaya)
Organisme berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh
lingkungannyadan mulai menghayatinya sebagai ancaman, tahap ini
berlangsung tidak lama.
2. Resistance (perlawanan)
Organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu
menghadapi tuntutat. Jika tuntutan berlangsung terlalu lama maka
sumber penyesuaian ini mulai habis.
3. Exhaustion (kehabisan tenaga)
118
Mekanisme pertahanan dalam badan
Kelenjar-kelenjar mengeluarkan atau melepaskan adrenalin, eortisone
dan hormon-hormon lain dalam jumlah yang besar, perubahan yang
terkoordinasi berlagsung dalam sistem saraf pusat (tahap alarm). Jika exposure
(paparan) terhadap pembangkit stress bersinambungan dan badan mampu
menyesuaikan, maka terjadi perlawan terhadap sakit. Reaksi badaniah yang khas
terjadi untuk menahan akibat dari pembangkit stress (terhadap resistance). Jika
stress berlanjut, pertahanan badan secara perlahan menurun menjadi tidak
sesuai, dan satu dari organ gagal untuk berfungsi sepatutnya. Proses
pemunduran ini dapat mengarah ke penyakit dari hampir semua bagian dari
badan (tahap exhaustion).
Menurut Selye, jika reaksi badan tidak cukup, berlebihan atau salah,
maka dapat menimbulkan penyakit. Ini dinamakan diseases of adaptation
(penyakit dari adaptasi).
Gastrointestinal ulcers (puru atau nanah dari perut), tekanan darah
tinggi, penyakit jantung (cardiac incidents), alergi, dan berbagai jenis kekacauan
atau gangguan mental. Syndrome adaptasi dapat beroperasi pada tingkat yang
berbeda dari subsistem sampai ke keseluruhan organisme. Pandangan Selye ini
mendapat kritik dari beberapa peneliti lain. Stres menurut mereka tidak dapat
dipandang hanya sebagai suatu jawaban. Stres dilihat sebagai fungsi dari
individu yang menafsirkan situasi. Reaksi setiap orang tidak sama, terhadap
situasi stres yang sama. Orang tidak memberikan jawaban langsung kepada
rangsang, tetapi terhadap arti yang diberikan kepada rangsang. Setiap orang
memiliki peta kognitif dari lingkungannya. Karena itu, rangsang atau peristiwa
yang terjadi di lingkungan itu sendiri tidak membangkitkan stres, tetapi setiap
individu harus mempersepsikannya sebagai situasi yang penuh stres.
Penelitian tentang stres didasarkan pada asumsi bahwa stres yang
disimpulkan dari gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik,
adalah hasil dari tidak atau kurang adanya kecocokan antara orang (dalam
kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya
mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan
terhadap dirinya secara efektif (Fincham & Rhodes, 1988)
119
Stres merupakan suatu kondisi yang negatif dan mengarah ke timbulnya
penyakit fisik, mental atau perilaku yang tidak wajar. Selye membedakan antara
distress (destriktif)dan eustress (kekuatan yang positif). Stres diperlukan untuk
menghasilkan pretasi yang tinggi. Makin tinggi dorongan untuk berprestasi,
makin tinggi tingkat stresnya dan makin tinggi juga produktivitas dan
efisiensinya. Seseorang yang bekerja pada tingkat optimal menunjukan
antusiasme, semangat yang tinggi, kejelasan dalam berpikir (mental clarity) dan
pertimbangan yang baik. Jika terlalu ambisius, memiliki dorongan yang besar
atau jika beban kerja menjadi berlebih, tuntutan pekerjaan tinggi, maka unjuk-
kerja menjadi lebih rendah lagi. Stres megurus kesehatan dan kekuatannya pada
orang tersebut. Tanda beban berlebih yaitu, mudah tersinggung, kelelahan
fisikal dan mental, ketidak tegasan, hilangnya obyektivitas, kecenderungan
berbuat salah, lupa, dan hubungan interpersonal yang tegang.
Stres yang meningkat sampai unjuk-kerja mencapai titik optimalnya
merupakan stres yang baik, yang menyenangkan, eustress. Melewati titik
optimal, stres menjadi distress, peristiwa atau situasi dialami sebagi ancaman.
kita harus mampu mengenali titik optimal kita dan mampu menggunakan teknik-
teknik mengatasi stress. Untuk kebanyakan orang, stress tidak cepat
menyebabkan sakit keras. Stress diungkapkan melalui gejala-gejala umum,
seperti somnabulisme (tidak dapat tidur), merool berat, peminum minuman
keras, khawatir, mudah tersinggung, gelisah, sulit berkonsentrasi dalam
pengambilan keputusan, dan masa-masa lelah yang panjang. Keadaan ini dapat
menghasilkan penurunan dalam njuk-kerjanya.
Dr. Thomas H. Holmes membuat daftar peristiwa yang secara sering
memacu penyakit seperti pilek, penyakit kulit, dan kolon (obstipasi atau diare),
dan penyakit TBC. Beberapa dari peristiwa ini merupakan pengalaman netagif
(di- PHK, di penjara), tetapi banyak di antaranya merupakan peristiwa yang
terjadi sehari-hari dalam dalam hidup seseorang. Homles dibantu oleh Dr.
Richard Rahe, menemukan satu prosedur untuk memberikan bobot angka
kepada lebih dan 40 peristiwa kehidupan. Jika orang mengalami sejumlah situasi
dengan nilai perubahan kehidupan yang tinggi, maka resikonya tinggi bahwa ia,
kemungkinan dalam dua tahun yang akan dating akan jatuh sakit, demikian
120
menurut Holmes. Makin besar perubahan kehidupan atau tuntutan untuk
adaptasi (beban dari stress), makin rendah perlawanan badan terhadap penyakit
dan makin serius penyakit yang berkembang.
Everly dan Girdano (1980) mengajukan daftar ‘tanda-tanda dari adanya
distress’. Menurut mereka stress akan mempunyai dampak pada suasana hati
(mood), otot kerangka (musculoskeletal) dan organ-organ dalam badan.
Tanda-tanda distress-nya adalah sebagai berikut :
1. Tanda-tanda suasana hati (mood) :
- Menjadi overexcited
- Cemas
- Merasa tidak pasti
- Sulit tidur pada malam hari (somnabulisme)
- Menjadi mudah bingung dan lupa
- Menjadi sangat tidak enak (uncomfortable) dan gelisah (ill at ease)
- Menjadi gugup (nervous)
121
- Mulut menjadi kering
- Mendengar bunyi bordering dala kuping
- Mengalami ‘rasa akan tenggelam’ dalam perut (sinking feeling)
122
Vibrasi
Vibrasi merupakan sumber stress yang kuat
mengakibatkan peningkatan taraf catecholamine dan perubahan
dan berfungsinya seseorang secara psikologikal dan
neurological. Vibrasi atau getaran yang beralih dari benda fisik
ke benda yang tidak baik pada unjuk-kerja.
Hygiene
Lingkungan yang kotor dan tidak sehat merupakan
pembangkit stress.
- Faktor-faktor tugas
Kerja shift/kerja malam
Kerja shift/kerja malam: “kerja shift merupakan sumber utama
dari stress bagi para pekerja pabrik (Monk & Tepas, 1985).
Pekerja shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan
gangguan perut. Pengaruhnya adalah emosional dan biological.
Menurut Monk dan Folkard (1983) ada tiga factor agar dapat
berhasil menghadapi kerja shift : Tidur, kehidupan sosial dan
keluarga, dan ritme circadiam. Menurut Seyle pekerja yang biasa
bekerja shift lama kelamaan akan berkurang stresnya secara
fisik. Namun, ada beberapa pekerjaan fisik yang tidak dapat
timbul kebiasaan seperti ini, yaitu pekerja rig lepas pantai yang
bekerja 12 jam kerja bergantian shift siang dan malam selama 7
atau 14 hari berturut-turut.dan memperoleh istirahat 7-14 hari
cuti rumah.
Beban kerja
Beban kerja berlebihan dan beban kerja terlalu sedikit
merupakan mebangkit stresnya secara fisik.
a. Beban berlebih kuantitatif
Beban berlebih secara fisikal ataupun mental yaitu harus
melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber
123
stress pekerjaan. Unsur yang menimbukan beban berlebih kuantitatif
ini adalah desakan waktu.
b. Beban terlalu sedikit
Beban kerja terlalu sedikit juga dapat memperngaruhi
kesejahteraan psikologis seseorang. Kebosanan ditemukan sebagai
sumber stress yang nyata pada operator kran(Cooper & Kelly, 1984)
c. Beban berlebihan kualitatif
Dengan kemajuan teknologi makin dirasakan kehidupan menjadi
lebih majemuk. Makin tinggi kemajemukan pekerjaannya, makin
tinggi stressnya. Kemajemukan pekerjaan, menurut Everly &
Girdano (19), biasanya meningkat karena faktor-faktor berikut :
- Peningkatan dari jumlah informasi yang harus digunakan
- Peningkatan dari canggihnya informasi atau dari
keterampilan yang diperlukan pekerjaan
- Peruasan atau tambahan alternative dari metode-metode
pekerjaan
- Introduksi dari rencana-rencana contingency
d. Beban terlalu sedikit kualitatif
Beban terlalu sedikit kualitatif dapat merusak pengaruhnya
seperti beban berlebihan kualitatif, dalam hal tenaga kerja tidak diberi
peluang untuk menggunakan keterampilan. Beban terlalu sedikit yang
disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan
motivasi yang rendah untuk kerja.
e. Beban berlebihan kuantitatif dan kualitatif
Proses pengambilan keputusan merupakan satu kombinasi yang
unik dari factor-faktor yang dapat mengarah ke berkembangnya kondisi
beban berlebihan kuantitatif dan kualitatif pada waktu yang sama.
Factor-faktor berikut ini yang menentukan derajat besarnya stress
dalam proses pengambilan keputusan (Everlyn & Girdano, 1980)
1. pentingnya akibat-akibat dari keputusan
2. derajat kemajemukan keputusan
3. kelengkapan informasi yang dimiliki
124
4. yang bertanggung jawab terhadap keputusan
5. jumlah waktu yang diberikan untuk proses pengambilan keputusan
6. harapan dari keberhasilan
2. Peran individu dalam organisasi
Setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus ia
lakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang
diharapkan oleh atasannya. Kurang baik berfungsinya (dysfunction) peran,
yang merupakan pembangkit stress.
a. Konflik peran
Konflik peran timbul jika seorang tenaga kerja mengalami
adanya:
1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan
antara tanggung jawab yang ia miliki
2. Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut
pandanagnnya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya
3. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan,
bawahannya, atau orang lain yang dinilai penting bagi
dirinya
4. Pertantangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya
sewaktu melakukan tugas
Van Sell (1981) dan Kahn (1964) menemukan bahwa tenaga kerja
yang menderita konflik peran yang lebih banyak memiliki kepuasan kerja
yang lebih rendah dan ketegangan pekerjaan yang lebih tinggi.
French dan Caplan (1970) menemukan bahwa peningkatan detak
jantung dan rasa tegang pada pekerjaan pata tenaga kerja pria kantor
mempunyai kaitan yang erat dengan konflik peran yang dilaporkan.
Miles dan Perreault (1976) membedakan enpat jenis konflik peran :
1. Konflik peran pribadi
2. Konflik ‘intransender’
3. Konflik intersender
4. Peran dengan beban berlebih
125
Kiev dan Kohn (1979) dalam penelitian mereka menemukan bahwa
konflik peran (“disparity between what I have to do on the job and
what I lwould like to accomplish”)
b. Ketaksaan peran
Ketaksaan peran dirasakan jika seseorang tenaga kerja tidak
memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya,
factor-faktor yang dapat menimbulkan ketaksaan peran menurut
Everyl dan Girdano:
1. Ketidakjelasan dari tujuan-tujuan kerja
2. Kesamaran tentang tanggung jawab
3. Ketidakjelasan tentang prosedur kerja
4. Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain
5. Kurang adanya balikan, atau ketidakpastian tentang unjuk-
kerja pekerjaan
3. Pengembangan karier
Everly dan Girdano menganggap bahwa untuk menghasilkan kepuasan
pekerjaan dan mencegah timbulnya frustasi pada para tenaga kerja. Tiga
unsur yang penting dalam pengembangan karier:
1. Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya
2. Peluang mengembangkan keterampilan yang baru
3. Penyuluhan karier untuk memudahkan keputusan-keputusan yang
menyangkut karier
a. Job insecurity
Ketakutan kehilangan pekerjaan, ancaman bahwa pekerjaannya
dianggap tidak diperlukan lagi. Introdyksi hasil-hasil teknologi yang
canggih ke dalam perusahaan memberikan dampak pada jumlah dan
macam pekerjaan yang ada. Kesehatan yang parah, yang meliputi ulcers,
colitis, dan alopecia, dan peningkatan dari keluhan-keluhan emosional
dan otot.
b. Over dan under promotion
Setiap organisasi industry mempunyai proses pertumbuhan
masing-masing. Dalam pertumbuhan organisasi yang cepat, banyak
126
kedudukan pimpinan memerlukan tenaga, dalam keadaan sebaliknya,
organisasi terpaksa harus ‘memperkecil’ diri, tidak ada peluang untuk
mendapat promosi, timbul kecemasan akan kehilangan pekerjaan.
Promosi dapat merupakan sumber dari stress. Everly dan Girdano
mengajukan tiga factor yang menyebabkan promosi dirasakan sebagai
stress, yaitu
1. Perubahan nyata dari fungsi pekerjaan, misalnya menjadi
fungsi pemantau, penyelia
2. Penambahan tanggung jawab terhadap manusia, produksi
dan uang
3. Perubahan dalam peran social yang ‘menemani’
promosinya, misalnya menjadi ketua dari berbagai macam
panitia, mewakili atau menajdi anggota dari delegasi
organisasi dalam negosiasi dengan pihak- pihak lainnya.
4. Hubungan dalam pekerjaan
Hubungan yang baik antaranggota dari satu kelompok kerja dianggap
sebagai factor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan
kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang
rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Kelekatan kelompok,
kepercayaan antarpribadi dan rasa senang dengan atasan, berhubungan
dengan penurunan dari stress pekerjaan dan kesehatan yang lebih baik.
Periaku yang kurang meneggang rasa dari atasan tampaknya menimbulkan
rasa tekanan dari pekerjaan dan penyeliaan yang ketat dan pemantauan
unjuk-kerja yang kaku dapat dirasakan sebagai penuh stress. Stress juga
dapat timbul bekerja sama dengan tenaga kerja lain yang berkepribadian
‘kasa’.
5. Struktur dan iklan organisasi
Memahami sumber stress potensial sebagai hasil dari beradanya
mereka dalam organisasi: Kepuasan dan ketidakpuasan kerja berkaitan
dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi.
127
Factor stress yang ditemukan dalam kategori ini terpusat pada sejauh
mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan pada support
social.
6. Tuntutan dari luar organisasi atau pekerjaan
Kategori pembangkit stress potensial ini mencakup segala unsur
kehidupan seorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa
kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dengan demikian memberi
tekanan pada individu.
7. Ciri- ciri individu
Reaksi-reaksi psikologis , fisiologis dan dalam bentuk perilaku terhadap
stress adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri
kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap
kebutuhan, nilai-nilai,pengalaman lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan.
a. Kepribadian
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mencari hubungan antar hasil
tes kepribadian tertentu dengan reaksi terhadap stress dan penyakit yang
berkaitan dengan stres. Kajian-kajian yang menggunakan 16 PF
menunjukan adanya hubungan antara ketidakstabilan emosional
konformitas tinggi, kepatuhan, keseriusan, self-sifficiency tinggi dengan
angina pectoris.
Kepribadian yang fleksibel mengalami ketegangan yang lebih besar
dalam situasi konflik, dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian
rigid. Mereka memiliki ciri-ciri aktivitas yang berlebihan , keagresifan, dan
rasa bermusuha’ mempunyai kemungkinan yang besar untuk mendapatkan
kecelakaan.
- Locus of Control
Konsep ini didasarkan pada teori pembelanjaan social bahwa individu
belajar dari lingkungan malalui pembuatan model dan pengalaman
lampau
- Tipe A dan Tipe B
Dr.Meyer Friedman dan Dr. Ray Rosenman dari Harold Brunn Institute
for Cardiovascular Research di San Fransisco menemukenali dua pola
128
perilaku, masing-masing terdiri dari satu perangkat ciri kepribadian yang
majemuk, yaitu tipe A dan tipe B.
Orang tipe A menggambarkan sebagai orang yang memiliki derajat dan
intensitas yang tinggi untuk ambisi.
Pola perilaku orang tipe B digambarkan sebagai lebih menggampangkan
(easy going) dan santai.
b. Kecakapan
Kecakapan merupakan variable yang ikut menentukan stress tidaknya
suatu situasi yang sedang dihadapi. Ketidakmampuan menghadapi situasi
menimbulkan rasa tidak berdaya. Sebaiknya jika merasa mampu
menghadapi situasi orang justru akan merasa ditantang dan motivasinya
akan meningkat.
c. Nilai dan Kebutuhan
Kebudayaan yang terdiri dari keyakinan-keyakinan, niali-nilai dan
norma-norma perilaku yang menunjang organisasi dalam usahanya
mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dam pemanduan
(integrase) internal.
4. Memanajemen stres
Stress dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi
tanpa memperoleh dampaknya yang negative. Memanajemeni stress berarti
berusaha mencegah timbulnya stress, meningkatkan ambang stress dari individu
dan menampung akibat fisiologikal dari stress. Memanajemeni stress bertujuan
untuk mencegah berkembangnya stress jangka pendek menjadi stress jangka
panjang atau stress yang kronis. Reaksi yang dikenal selama ini dalam
menghadapi stress ialah flight or flight, melarikan diri, secara fisik atau psikis,
dari situasi yang penuh stress atau melawan stress. Melarikan diri secara
psikologis ialah melarikan diri dari dunia nyata ke dalam dunia khayal.
Memanajemeni stress dapat diusahakan untuk :
a. Mengubah factor-faktor dilingkungan agar tidak merupakan pembangkit
stress
b. Mengubah factor-faktor dalam individu agar
129
1. Ambang stress meningkat
2. Toleransi terhadap stress meningkat
Teknik-teknik yang digunakan :
1. Kerekayasaan oerganisasi
2. Kerekayasaanpribadi
3. Teknik penenangan pikiran
4. Teknik penenganan melalui aktivitas fisik
130
4.2 Kerekayasaan pribadi
Upaya untuk menimbulkan perubahan-perubahan dalam kepribadian
individu agar dapat dicegah timbulnya stress dan agar ambang batas dapat ditingkatkan.
Team building (pembentukan tim) dan teknik-teknik pengembangan organisasi yang lain
dapat mencegah atau mngatasi stress timbul karena adanya konflik peran, ketangkasan
peran, hubungan interpersonal yang tidak baik, serta struktur dan iklim organisasi.
Jika tenaga kerja telah mengalami stress, serta stress berakibatkan
tergantungnya kesehatan mentalnya, maka psikoterapi dapat diberikan agar ia dapat
berfungsi optimal kembali
131
BAB 12
PSIKOLOGI KONSUMEN
1. Pengantar
Manusia dipandang sebagai satu sistem yang berinteraksi dengan sistem
industri, khususnya dengan sistem industri yang menghasilkan produk-
produk dalam bentuk barang dan jasa konsumen. Tiap orang dalam
hidupnya berperan sebagai tenaga yang menghasilkan sesuatu (barang, jasa,
dan uang), sebagai tenaga kerja, dan sebagai tenaga yang menggunakan
sesuatu (barang, jasa, dan uang). Peran tenaga kerja dan konsumen
merupakan dua sisi dari kehidupan manusia.
2. Pengertian
Psikologi konsumen bersibuk diri dengan manusia sebagai konsumen
dari barang dan jasa. Karena itu, sasaran utamanya ialah menjelaskan
perilaku konsumen, misalnya menguraikan macam pilihan apa yang dibuat
orang, di bawh macam keadaan apa, dan dengan alasan apa (Howell &
Dipboye, 1986). Disamping psikologi konsumen, juga dikenal istilah ‘perilaku
konsumen’.
Katona (1980) memandang perilaku konsumen sebagai cadang ilmu dari
perilaku ekonomika (behavioural economics) yang mengkaji ‘perilaku
menabung’, ‘perilaku berusaha’, atau ‘perilaku berwirausaha’, ‘penghasilan
yang didapat’, ‘perilaku ekonomi dalam system pemasaran yang berbeda-
beda’, ‘perlaku ekonomi politik’, ‘proses kerja’, dan ‘perilaku
keorganisasian’.
132
1. Perhatian meluas sampai pada hal diluar kegiatan membeli. Perilaku
konsumen diberi batasan yang lebih luas, yaitu sebagai acquisition, use,
and disposition of products, services, time, and ides (Jacoby, 1976).
2. Meningkatnya kecenderungan untuk mendekati masalah dari sudut
pandang konsumen. Produsen ingin agar dapat mengantisipasi pola
perilaku konsumen dan dapat mempengaruhi pilihan konsumen kea rah
yang menguntungkan mereka.
3. Perilaku konsumen dikaji dengan tujuan ilmiah murni. Mengonsumsi
barang dan jasa merupakan aspek penting dari perilaku manusia. Jacoby
(1975) mengemukakan bahwa psikologi sosial dapat diperkaya dengan
hasil penelitian dari perilaku konsumen.
4. Makin besarnya perhatian terhadap isu-isu sosial. Ada pandangan
bahwa perilaku konsumen dikaji hanya untuk kepentingan produsen
tetapi perkembangan psikologi konsumen sekarang berfokus pada
konsumen sebagai konsumen, sebagai objek ilmiah. Hasil-hasil
penelitian dapat berarti bagi kedua pihak.
133
Menurut Katona, ada lima perangkat ubahan (variabel) yang
menentukan dan mempengaruhi perilaku konsumen:
a. Kondisi yang memungkinkan yang menetapkan batas
kemampuan sebagai konsumen, misalnya penghasilannya,
asetnya, dsb.
b. Keadaan yang mempercepat mempengaruhi perilaku
ekonomi, seperti peningkatan/penurunan daya beli (hadiah
uang, di PHK), perubahan status keluarga (menikah), pindah
rumah baru.
c. Kebiasaan memainkan peran yang penting
d. Kewajiban perjanjian dari orang (sewa, pajak)
e. Keadaan psikologikal konsumen.
134
satu skala sikap yang digunakan adalah skala semantic differential
(SD) yang dikembangkan Osgood terdiri dari pasangan-pasangan
kata sifat yang berlawanan yang dianggap relevan dengan objek
sikap yang ingin diukur, yang memiliki nilai-nilai skala sesuai dengan
kedudukannya antara kedua kata sifat yang berlawanan. Metode ini
digunakan untuk menentukan ‘citra’ dari produk, media, orang-
orang, dan organisasi.
d. Wawancara, memperoleh informasi dari/tentang orang. Ada tiga
jenis:
Wawancara berstruktur: menyerupai kuesioner dan bedanya
pertanyaan ditanyakan secara lisan. Dapat dilakukan dalam survey
penelitian pasar pintu-ke-pintu (door-to-door)
Wawancara tidak berstruktur: Gallup mengusulkan teknik ini karena
lebih lentur bertujuan mendapat informasi dari konsumen yang
mencerminkan sesuatu tentang pengaruh dari iklan tertentu
terhadap terjadinya pembelian.
Wawancara dalam: digunakan untuk memperoleh pemahaman
tentang motivasi manusia berkaitan dengan penggunaan produk
Teknik proyektif: menimbulkan jawaban orang terhadap rangsang
yang secara sengaja bersifat taksa (ambiguous) atau tidak
berstruktur. Karena rangsang yang samar, diperkirakan penjawab
membuat jawaban yang merupakan ‘proyeksi’ dari dirinya.
Mengamati perilaku konsumen: Roger Barker dkk menggunakan
teknik ini dalam psikologi ekologi dimana mereka membuat catatan
tentang perilaku anak dalam kelas dan toko obat. Wells & Lo Sciuto
(1966) juga mencatat perilaku pengunjung swalayan. Penelitian ini
ingin mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan berikut:
Siapa saja yang mmebeli produk (dengan
memperhitungkan proporsi wanita, pria, dan anak-
anak)?
Siapa yang mempengaruhi pembelian jika ternyata
pembeli tidak datang sendiri?
135
Apakah pengunjung mencari merek khusus?
Apakah mereka menguji/membandingkan harga?
Apakah mereka memeriksa bungkus dan membaca label
sebelum membeli?
2) Penelitian Pemasaran
Survey pendapat konsumen, pengujian produk, pengepakan.
4. Aspek kepribadian
Dalam pengambilan keputusan untuk membeli, konsumen
dipengaurhi factor dalam diri (kognitif, afektif, dan ciri kepribadian) dan
factor luar (kebudayaan, keluarga, status sosial, kelompok acuan).
a) Proses kognitif: proses kognitif yang terlibat yaitu perhatian,
persepsi, dan ingatan. Orang tidak begitu saja menyerap
informasi tentang produk secara acak dan pasif tetapi secara
selektif memperhatikan apa yang menarik perhatian.
b) Status afektif:
- motivasi, sejauh mana orang akan menggunakan produk
tergantung bagaimana ia mempersepsikan produk
tersebut sebagai sesuatu yang dapat memenuhi
kebutuhannya.
- sikap, sikap harus ada komponen kognitif dan
berorientasi pada objek. Sikap punya acuan objek yang
jelas dan melibatkan afek positif dan negative. Kalau
sikap positif, contohnya, lukisan Amri Yahya, maka
setiap kali pelukis tersebut ekshibisi lukisannya ia
merasa tertarik untuk mengunjunginya.
Ciri Kepribadian
Pemangsaan pasar (Market Segmentation) – adalah
penggolongan dari konsumen berdasar ciri-ciri perbedaan
perorangan yang diperkirakan mempunyai kaitan dengan
kebiasaan membeli.
136
Kelompok demografis – ciri dari kelompok konsumen berdasar
ciri demografis:
~ konsumen pria: mudah terpengaruh bujukan penjual, sering
tertipu karena tidak sabaran memilih dulu sebelum membeli.
~ konsumen wanita: tidak mudah terpengaruh bujukan penjual,
lebih tertarik pada warna & bentuk, mementingkan status
sosial.
~ konsumen remaja: mudah terpengaruh bujukan penjual &
iklan, tidak berpikir hemat.
~ konsumen lanjut usia: tidak terburu-buru dalam membeli,
bersikap tenang & ramah.
Kelompok psikografis – gaya hidup seseorang adalah fungsi dari
ciri dalam diri individu yang telah dibentuk melalui interaksi
sosial di hidupnya. Gaya hidup adalah manifestasi/citra diri,
terdapat 9 gaya hidup:
x. the integrated: dewasa sepenuhnya (psikologis, toleran, dsb)
x. achievers: efisien, termasyur, berstatus.
x. emulators: ambisius, sadar akan status, kompetitif.
x. belongers: tradisional, konservatif, konvensional, nostalgic.
x. societally conscious: rasa tanggung jawab sosial yang tinggi.
x. experimentals: menginginkan pengalaman hidup langsung.
x. I-am-me: impulsive, individualistis, inventif, dramatis.
x. sustainers: sangat ingin maju.
x. survivors: miskin dan jauh dari arus utama budaya.
5. Proses pengambilan keputusan
Pengenalan masalah (Problen Recognition), pengambilan
keputusan dimulai dengan mengenali adanya masalah. Masalah
konsumen ialah perbedaan antara keadaan yang ada dengan
satu keadaan yang diinginkan dimana keduanya dipengaruhi
oleh gaya hidup konsumen dan situasi yang tengah berlangsung.
Factor yang mempengaruhi pengenalan masalah:
137
>>kebudayaan/golongan sosial: misalnya pakaian, perumahan,
makanan.
>>kelompok acuan: misalnya, seseorang yang baru lulus sarjana
dan bekerja. Terdapat perbedaan kelompok acuan dan
seseorang ini harus menyesuaikan (pakaian, sepatu)
>>ciri keluarga: seperti, jumlah dan anak-anak menentukan
banyak keinginan konsumen.
>>status/harapan finansial: dapat mempengaruhi keadaan yang
diinginkan konsumen. Seperti, kenaikan gaji dan warisan
mempengaruhi keinginan.
>>keputusan sebelumnya mempengaruhi pengenalan masalah:
pembelian satu mobil dapat memacu untuk membeli
asuransi/mencoba produk lain.
>>perkembangan individual dapat mempengaruhi keadaan yang
diinginkan: makin dewasa, orang makin kurang tertarik
berpetualang dan lebih menginginkan ketenangan.
>>situasi perorangan yang berlangsung sekarang sangat
mempengaruhi kondisi yang diinginkan.
138
Sumber bebas (konsumen, kelompok-kelompok, dsb.
Sumber pemasaran (karyawan penjualan, iklan)
Sumber pengalaman langsung (pencobaan langsung
produk)
Penilaian dan seleksi dari alternative, selama dan setelah
konsumen mengumpulkan informasi tentang jawaban
alternative terhadap satu masalah, mereka menilai alternative
dan menyeleksi tindakan yang tampaknya paling baik
memecahkan masalah. Kriteria penilaian adalah berbagai ciri
yang dicari konsumen sebagai jawaban.
Proses pasca pembelian, setelah melakukan pembelian
beberapa konsumen mengalami kesangsian atau kecemasan
tentang kebijakan pembeliannya. Gejala ini dikenal sebagai
penentangan pasca pembelian (postpurchase dissonance).
6. Proses penawaran
Penawaran produk dilakukan dengan berbagai macam cara yang
bertujuan memberi informasi kepada konsumen tentang tersedianya
produk. Selain pemberitahuannya bersifat informatis juga harus
persuasive.
a) Iklan: factor yang dianggap menentukan tingkat efektivitas iklan
ialah:
(o) attention, iklan harus dapat menarik perhatian konsumen
(o) interest, diperhatikan jenis huruf dan kata-kata yang
digunakan
(o) desire, selama konsumen membaca iklan diharapkan akan
timbul keinginan untuk membeli
(o) action.
139
OBRAL BESAR JANGAN SAMPAI KETINGGALAN), penggunaan
kata yang tepat.
b) Citra dari beberapa media massa: McCormick dan Tiffin
mengutip satu kajian tentang citra dari radio, televisi, dan surat
kabar yang dilakukan Richmond, Virginia, Amerika Serikat. Alat
kajian yang digunakan ialah skala bentuk Semantic Differential
yang diberikan melalui wawancara. Hasilnya antara lain;
- Surat kabar, dibandingkan dengan radio dan televise,
dianggap unggul dalam sifat-sifat intelligence,
kemenarikan, kredibilitas, moralitas, keberanian, dan
keandalan.
- Dibandingkan dengan radio dan televise, surat kabar
dinilai paling rendah dalam sifar ‘tidak berprasangka’.
- Televise, dibandingkan dengan radio dan surat kabar,
dinilai paling unggul dalam ‘kehangatan’, tetapi dinilai
paling rendah untuk ‘moralitas’
- Dibandingkan dengan radio, televise lebih unggul dalam
sifat-sifat intelligence dan ‘kemenarikan’.
140