Makalah ini diajukan untuk memenuhi sebagian tugas Ujian Tengah Semester
pada Mata Kuliah Landasan Pedagogik
Disusun oleh :
NURA SYIFA MUTIARA AISYA (1402630)
KELAS B
PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Alhamdulillah kepada ALLAH SWT, atas rahmat, taufiq,
hidayah serta karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah landasan
pedagogik yang dibina oleh DR. H. Agus Taufiq, M.Pd.
Dalam penyusunan makalah ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesemapatan ini, perkenankan penyusun menghaturkan
rasa terima kasih kepada DR. H. Agus Taufiq, M.Pd, selaku dosen pengampu yang
telah memberikan motivasi dalam penyelesaian makalah ini, tidak lupa juga
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah
ini.
Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Namun demikian, besar harapan penulis, mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaaat bagi penyusun sendiri maupun pembaca. Maka
demi pengembangan ilmu pendidikan dalam penyusun makalah, mohon saran dan
kritikan yang membangun untuk kesempurnaan penyusun makalah berikutnya.
Landasan Pedagogik 2
oleh: Nura Syifa Mutiara Aisya
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
PENDAHULUAN.............................................................................................................2
A. Latar belakang........................................................................................................2
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
TREN HOMESCHOOLING: LOMPATAN BELAJAR DAN TINJAUANNYA DARI
PERSPEKTIF TEORI PROGRESIVISME...................................................................6
A. Mengenal Pendidikan Homeschooling...................................................................6
B. Homeschooling sebagai Tren yang Berkembang di Masyarakat Indonesia............9
C. Tinjauan Homeschooling dari Segi Teori Progresivisme......................................13
D. Homeschooling yang Ideal...................................................................................16
PENUTUP.......................................................................................................................18
A. Kesimpulan..........................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................20
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tidak dapat dipungkiri, pendidikan formal ini selalu akan ada dalam
masyarakat. Meski beberapa pertimbangan orang tua lebih memilih mendidik
anak-anaknya dengan model pembelajaran homeschooling, ada hal-hal lain yang
tidak dapat tercapai dengan homeschooling. Jika dibandingkan dengan sekolh
formal, sekolah mampu mengebangkan proses sosialisasi antar peserta didik
dengan menggunakan pendekatan yang bermacam-macam (Kadir, 1982).
Penekanan sosialisasi inilah yang mungkin tidak bisa dipenuhi oleh
homeschooling. Meskipun demikian, tren homeschooling di Indonesia sudah
cukup berkembang meskipun masih tidak mengungguli tren pendidikan formal,
namun kebanyakan di kota besar justru banyak di manfaatkan dari kalangan
menengah atas seperti artis, olahragawan, atlit nasional, kalangan entertainer
bahkan tidak sedikit dari orang biasa yang memiliki kekayaan di atas rata-rata
memilih rumah sebagai ladang dan sarana untuk mendapatkan pendidikan. Karena
bagi mereka homeschooling lebih banyak memberikan keleluasaan bagi anak
untuk menikmati proses belajar. Terlebih semenjak homeschooling ini mendapat
legalitas dari pemerintah dan beregulasi sebagai pendidikan non formal.
Selain itu deretan panjang isu-isu kasus kriminalitas yang terjadi di
lingkungan sekolah formal Indonesia, seperti pelecehan seksual dan bulliying
yang kian marak, membuat orang tua merasa tidak percaya dan menyangsikan
sekolah sebagai institusi dimana norma dan nilai sosial diajarkan. Padahal sekolah
berperan sebagai institusi dimana budi pekerti ditanamkan. Sekolah harusnya bisa
membentu karakter siswa yang diupayakan dengan cara-cara formal. Maka, kabar
kriminalitas yang kian marak tersebut menjadikan sebagian orang tua yang merasa
tidak puas dengan sistem pengajaran di sekolah formal mencari jalan pendidikan
lain yang mereka anggap lebih baik dan mampu membimbing anak mereka
menjadi lebih baik dan lebih aman. Disamping itu, pendidikan harus mampu
menambah pengetahuan anak dan tidak hanya untuk mendapatkan nilai saja. Para
orang tua tentunya menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anak mereka.
Sehingga mereka mencari dan memilih pendidikan yang terbaik untuk anak
mereka. Ketika inilah orang tua menjadikan homeschooling sebagai opsi yang
paling logis untuk dipilih.
Tidak sedikit orang tua yang memberikan homeschooling kepada anaknya
dengan pertimbangan ingin memaksimalkan penggalian potensi dan minat anak.
Disamping itu ada ketidak percayaan dan kekecewaan orang tua terhadap
pendidikan formal terkait sistem pembelajaran, kurikulum yang sering berganti-
ganti, dan efektifitas pembelajaran. Kalau diperhatikan, sistem homeschooling di
Indonesia banyak terinspirasi dari praktek homeschooling di Amerika Serikat
yang mulai marak pada tahun 1960-an. Sama seperti di Indonesia, banyak
pendidik dan orangtua yang pada masa itu mulai mempertanyakan efektivitas
pendidikan sekolah reguler. Apalagi setelah John Holt menerbitkan majalah
“Growing Without Schooling” pada tahun 1977, gerakan homeschooling semakin
dilirik sebagai alternatif pendidikan oleh orangtua yang tidak puas atas sistem
pendidikan sekolah, khawatir akan lingkungan pergaulan yang buruk di sekolah,
atau keberatan atas isi pengajaran di sekolah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
keluarga. Saat ini di semua negara bagian Amerika Serikat, homeschooling telah
menjadi pilihan pendidikan yang legal (Pomadi, 2007).
Sebagai gambaran mengenai lembaga yang mengadakan homecshooling,
beberapa profil praktisi dan lembaga Homeschooling di Indonesiayaitu (Asmani,
2012 dalam Mahariah 2014) :
1. Keluarga Neno Warisman; Neno Warisman adalah praktisi Homeschooling
dan pendidikan alternatif. Ia termasuk deklarator dan pendiri Asah Pena
(Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia)
2. Dr. Ratna Megawangi; adalah salah seorang praktisi Homeschooling yang
juga salah seorang deklarator dan pendiri Asah Pena (Asosiasi Sekolah
Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia)
3. Kak Seto Mulyadi; adalah tokoh pendidikan dan saat ini menjabat
sebagaiKetua Komnas Perlindungan Anak. Beliau juga Ketua Umum Asah
Pena (Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia)
4. Islamic Homeschooling Permata Hati (HIS); yang diselenggarakan bertitik
tolak dari pertimbangan syar’I, yakni kewajiban orang tua untuk
mengasuhdan mendidik anak serta dijalankan dengan meengikuti tuntutan
Alquran dan as-Sunnah sebagaimana dipahami dan diamalkan para
pendahulu umat ini yang shalih
5. Homeschooling Primagama (SD-SMP-SMA) di Jakarta. Peserta
Homeschooling seusia siswa SMA bisa ikut Ujian Nasional Pendidikan
Kesetaraan (UNPK) Paket C, setara SMA, yang diselenggarakan Badan
Standar Nasional Pendidikan, penyelenggara UN (Ujian Nasional) dan
saat mendaftar di Perguruan Tinggi tidak akan mengalami kesulitan.
6. Asah Pena (Asosiasi Sekolah Rumah dan Sekolah Alternatif) yang
didirikan oleh sejumlah tokoh dan angggota masyarakat yang peduli
terhadap pendidikan anak dan home schooling di Indonesia.
7. Islamic Home-Schooling Permata hati (IHS) adalah yang diselenggarakan
berdasarkan pertimbangan syar’i, sebagaimana dipahami dan diamalkan
para pendahulu ummat ini yang shalih (as-Shalafush Shalih).
8. Home Learning Bait Qur’any, yang diselenggarakan juga berdasarkan
tuntunan Alquran dan as-Sunnah.
Semakin maraknya homeschooling tentu tuntutannya akan semakin berat
bagi pelaksana homeschooling. Orang tua atau lembaga yang menyediakan
homeschooling berkewajiban untuk selalu memperbaiki sistem pengajaran dalam
homeschooling ini. Homeschooling tetap harus memiliki kurikulum dasar. Tetapi,
pengembangan dan pendekatannya diserahkan secara penuh kepada sang
pendamping atau sang pembimbing homeschooling. Kurikulum dasar harus ada
aturannya, tetapi masih bisa disesuaikan. Yang penting materi harus ada, jika tidak
ada patokan maka akan sulit saat mereka ujian nanti. Anak mendapat penanganan
secara individu. Mereka menyusun sendiri pembelajaran. Ada juga keluarga yang
mengacu pada kurikulum tertentu, seperti Cambride, dan memilih ikut ujian
internasional. Mendidik anak dengan homeschooling merupakan sebuah pilihan,
tanpa bermaksud membuat tandingan sekolah formal (Rachman, 2007)
Namun perjalanan homeschooling tak semulus yang dibayangkan. Banyak
kerancuan dan pembelokan perspektif orang tua yang terjadi. Yang salah kaprah
sekarang ini, tak jarang terjadi miskonsepsi tentang pengajaran homeschooling.
Tak jarang ditemukan orang tua bersikap lepas tangan secara total terhadap anak-
anak mereka. Pendidikan anak dibebankan seutuhnya kepada pengajar yang
didatangkan ke rumah untuk mendidik anak-anaknya tersebut. Padahal,
pendidikan homeschooling tidak begitu adanya. Orang tua tetap memiliki andil
terrbesar dalam pendidikan anak-anaknya (Graffith, 2012)
A. Kesimpulan
Homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih
untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anaknya
dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Dengan kata lain
homeschooling ini menempatkan orangtua untuk bertanggung jawab secara aktif atas
proses pendidikan anaknya. Homeschooling ini bisa dimanfaatkan oleh anak-anak yang
tidak bisa mendapatkan hak pendidikannya di sekolah formal, seperti anak yang memiliki
kebutuhan khusus. Namun dewasa ini, homeschooling nampak seperti tren bagi
masyarakat kalangan menengah dan atas.
Homeschooling tetap harus memiliki kurikulum dasar. Tetapi, pengembangan dan
pendekatannya diserahkan secara penuh kepada sang pendamping atau sang pembimbing
homeschooling. Kurikulum dasar harus ada aturannya, tetapi masih bisa disesuaikan.
Yang penting materi harus ada, jika tidak ada patokan maka akan sulit saat mereka ujian
nanti. Anak mendapat penanganan secara individu. Mereka menyusun sendiri
pembelajaran. Ada juga keluarga yang mengacu pada kurikulum tertentu, seperti
Cambride, dan memilih ikut ujian internasional. Mendidik anak dengan homeschooling
merupakan sebuah pilihan.
Jika dilihat dari karakternya, homeschooling ini sejalan dengan teori
progresivisme yang menitikberatkan pusat belajar pada anak. Pendidikan dalam system
homeschooling berpusat pada anak sama halnya dengan prinsip teori progresivisme.
Pelajaran yang diberikan ditentukan sendiri oleh anak, sesuai bakat dan minat. Pelajaran
diberikan menggunakan media-media yang kreatif dan praktik langsung, tidak selalu
menggunakan media teks book yang membuat anak bosan.Homeschooling juga sangat
memperhatikan kebutuhan masing-masing anak (individualitas).
B. Saran
Setelah mengkaji dari beberapa literatur, ada beberapa saran yang hendak saya
kemukakan kepada orang tua dan pemerintah. Bagi orang tua, hendaklah bijak
memberikan pendidikan untuk anak. Jika memang anak memerlukan homeschooling,
berikanlah fasilitas model homecshooling yang memadai, memiliki acuan materi, dan
target. Hal ini agar pencapaian pembelajaran dapat maksimal. Jika orang tua tidak dapat
membelajarkan anak sendiri dan memutuskan untuk memilih lembaga homeschooling,
harap dilakukan pengkajian awal terkait kurikulum yang digunakan serta cara
pembelajaran. Hal ini agar pembelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan anak.
Menurut saya, keputusan homeschooling terhadap anak haruslah didasari pertimbangan
yang matang. Jangan menjadikan homeschooling sebagai tren pendidikan semata, karena
bagaimanapun model pembelajaran homeschooling ini bukan cara yang paling sempurna
dalam membelajarkan anak. Homeschooling cocok digunakan bagi anak yang tidak bisa
mengikuti pendidikan formal, seperti anak berkebutuhan khusus atau karena sakit. Jika
memang anak mampu untuk bersekolah pada sekolah formal, akan lebih baik jika anak
tidak diberikan homeschooling. Hal ini didasari pertimbangan bahwa, pendidikan formal
memberikan bekal sosialisasi yang tidak diberikan secara maksimaloleh kegiatan
homeschooling.
Adapun saran bagi pemerintah yaitu agar tetap mendukung program
homeschooling karena beberapa dari anak-anak indonesia yang tidak mampu mengikuti
pendidikan formal di sekolah membutuhkan homeschooling. Namun pemerintah
diharapkan akan lebih tegas menentukan peraturan homeschooling. Akan lebih baik jika
pemerintah menetapkan standar dan konten inti yang harus diberikan kepada anak didik
sebagai pendamping kurikulum karena terkadang dalam homeschooling nampak seperti
lompatan belajar yang kurang memperhatikan konten materi yang diajarkan. Padahal,
konten dalam suatu materi perlu diberikan guna agar anak memiliki kesetaraan standar
pencapaian kompetensi yang sama dengan anak di sekolah formal, sehingga mampu
meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, diharapkan adanya survey secara
nasional mengenai keterlaksanaan program homeschooling, agar mengetahui efektifitas
pembelajarannya. Dengan begitu, kita akan tahu homeschooling mana saja yang berhasil
dan bisa dipertanggung jawabkan sehingga pendidikan di Indonesia benar-benar
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA