BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak
terombang-ambing dalam kancah pergaulan masyarakat internasional. Sehingga setiap bangsa
memiliki ciri khas serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Negara
komunisme dan liberalism meletakkan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep
ideologitertentu, misalnya komunisme mendasarkan ideologinya pada konsep pemikiran Karl
Marx.
Berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan
hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang
dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah hanya merupakan suatu hasil konsep
seseorang saja. Melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang
diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses
refleksi filosofis para pendiri negara seperti Soekarno, M Hatta, M Yamin, Sepomo serta para
tokoh pendiri negara lainnya.
Satu-satunya karya besar bangsa Indonesia yang sejajar dengan karya besar bangsa
lain di dunia ini adalah hasil pemikiran tentang bangsa dan negara yang mendasarkan
pandangan hidup suatu prinsip nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila. Oleh karena itu
para generasi penerus bangsa terutama dalam kalangan intelektual kampus sudah seharusnya
untuk mendalami secara dinamis dalam arti mengembangkannya sesuai dengan tuntutan
zaman. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan
dapat dilestarikan / dikembangkan dengan jalur mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal maupun informal.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari sejumlah landasan
serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting,
karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat
bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis,
dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan.
Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput
masa depan.
Pada awal perkembangannya, suatu kebudayaan terbentuk berkat kemampuan
manusia mengatasi kehidupan alamiahnya dan kesengajaan manusia menciptakan lingkungan
yang cocok bagi kehidupannya. Setiap individu yang lahir selalu memasuki lingkungan
kebudayaan dan lingkungan alamiah itu, dan menghadapi dua sistem sekaligus yaitu sistem
kebudayaan dan sistem lingkungan alam.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang timbul adalah :
a) Apa pengertian landasan kultural dan penjelasannya?
b) Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidkan Nasional.
1.3
Tujuan
Adapun tujuan masalah yang dibahas pada makalah ini, yaitu :
a) Agar mahasiswa tahu pengertian landasan kultural sekaligus penjelasannya.
b) Agar mahasiswa mengetahui bahwa Kebudayaan Nasional sebagai landasan Sistem
Pendidikan Nasional ( Sikdiknas )
BAB II
Pembahasan
1Revolusi Industri I dengan diketemukannya mesin uap abad ke-18,yang membuat hasil
produksi-produksi berlimpah-limpah serta memberi keuntungan yang besar.Hidup orangorang menjadi bertambah makmur.
2. Revolusi industri II sejak tahun 1945 yang menggunakan bahan atom,kimia,mempergunakan
alat komputer,yang membuat serba otomatis dengan menggunakan tenaga-tenaga
profesional. Revolusi inilah yang membuat zaman sekarang menjadi era globalisasi dan
informasi.
Ada tiga hal yang menimbulkan perubahan kebudayaan.Ketiga hal itu menurut Kneller ialah:
1. Originasi,yaitu sesuatu yang baru atau penemuan-penemuan baru.
Contoh:
Teori bumi bulat menggeser teori bumi lempeng
Teori dua garis sejajar akan berpotongan di suatu tempat memperbarui teori yang
menyatakan tidak berpotongan
Konsep anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil diubah oleh teori baru yang
menyatakan anak-anak adalah kesatuan potensi yang sedang berkembang dan tumbuh.
2. Difusi,yaitu pembentukan kebudayaan baru akibat masuknya elemen-elemen budaya yang
baru kedalam budaya yang lama.
Contoh:
Musik yang menggabungakan musik barat dengan gamelan sebagai musik timur
Teknik pengairan yang memakai bendungan adalah difusi antara teknologi baru dengan
teknologi tradisional.
Tarian-tarian kontemporer ada kalanya merupakan difusi antara tarian klasik dengan tarian
modern.
3. Reinterpretasi,yaitu perubahan kebudayaan akibat terjadinya modifikasi elemen-elemen
kebudayaan yang telah ada agar sesuai dengan keadaan zaman.
Contoh:
Surat kawin diadakan karena kebutuhan administrasi,zaman dulu kawin cukup disahkan oleh
warga setempat.
Berbagai bentuk bangunan disesuaikan dengan selera zaman.
Pesawat baling-baling diganti dengan pesawat jet.
Sejak dini anak-anak perlu dididik berpikir kritis. Kemampuan untuk
mempertimbangkan secara bebas dikembangkan.Hal ini dapat dapat dilakukan dengan cara
memberi kesempatan mengamati, melaksanakan,menghayati, dan menilai kebudayaan
itu. Cara ini tidak menerima begitu saja suatu kebudayaan melalui pemahaman dan perasaan
dikala berada dalam kandungan kebudayaan itu,yang akhirnya menimbulkan penilaian
menerima,merevisi, atau menolak budaya itu.
Kerber dan Smith menyebutkan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan
manusia,yaitu:
1. Penerus keturunan dan pengasuh anak.
Suatu fungsi yang menjamin kelangsungan hidup biologis kelompok sosial,budaya mendidik
yang baik akan banyak orang melaksanakan KB,proses persalinan yang tidak
menakutkan,dan pengasuhan anak secara profesional.
2. Pengembangan kehidupan berekonomi.
3.
4.
5.
6.
B.
Pendidikan sebagai budaya akan membuat orang mampu menjadi pelaku ekonomi yang baik,
bisa berproduksi secara efektif dan efisien, dan mengembangkan bakat ekonomi bidang
tertentu.
Transmisi budaya.
Mampu membentuk dan mengembangkan generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang
berbudaya,terutama berbudaya nasional.
Meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati
dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
Pengendalian sosial
Yaitu pelembagaan konsep-konsep untuk melindungi kesejahteraan individu dan kelompok.
Ada sejumlah lembaga yang berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat,,
seperti lembaga
hukum, lembaga konsumen,badan
pelestarian
lingkungan, lembaga
permasyarakatan, lembaga pendidikan, dan sebagainya.
Rekreasi
Kegiatan-kegiatan yang memberi kesempatan kepada orang untuk memuaskan kebutuhannya
akan permainan-permainan atau untuk main-main.
Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional
Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik di setiap daerah itu melalui upaya
pendidikan sebagai wujud dari kebhineka tunggal ikaan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Hal ini haruslah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa
dan negara indonesia sebagai sisi ketunggal-ikaan.
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi
anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU RI No 2
Tahun 1989 Pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Sistem Pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yag
berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Karena masyarakat Indonesia sebagai
pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa
Indonesia tersebut lebih tepat disebut kebudaayan Nusantara yang beragam. Puncak-puncak
kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima secara nasional disebut kebudayaan nasional..
Di bidang pendidikan nasional misalnya penataan laporan pikir harus dilakukan dalam
sistem pendidikan nasional dengan tujuan menghilangkan unsur-unsur yang mendorong
orientasi persaingan yang berlebihan dan tidak fair, atau bahkan telah menimbulkan semacam
permusuhan (dimulai dari sistem ranking, perbedaan jenis dan kualitas sekolah, lengkap
dengan istilahnya seperti sekolah unggulan dan bukan sekolah unggulan, hingga persaingan
antar sekolah yang berwujud tawuran pelajar dan perbuatan negatif lainnya). Persaingan
harus sebatas berlomba, bukan eksklusivisme yang mengakibatkan renggangnya kerukunan
sosial. Penataan pola pikir sistem pendidikan nasional harus menumbuhkan pola kerjasama
antar siswa, misalnya melalui praktek-praktek kegiatan belajar yang diisi proyek bersama
siswa dalam pembahasan materi pelajar, atau pelaksanaan seni-budaya dan reaksi bersama
antar sekolah-sekolah, menanamkan kesadaran sebagai siswa sekolah Indonesia, dimanapun
tempat bersekolahnya.
Ciri-ciri kebudayaan nasional menurut Umar Khayam :
1.
a)
b)
c)
2.
a)
b)
3.
a)
b)
c)
4.
a.
b.
5.
a)
b)
6.
a.
b.
31. Kesimpulan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Dari penjelasan di atas dapat kami simpulkan, Kebudayaan adalah cara hidup dan
kehidupan manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri sebagai warga masyarakat.
Peradaban adalah kebudayaan yang sudah maju.
Kesimpulan kebudayaan nasional versi Umar Khayam yang mengandung unsur-unsur :
Afeksi yang jujur, tidak munafik, dan ikhlas.
Politik yang demokratis.
Ekonomi yang member hidup dan kehidupan yang layak bagi semua lapisan masyarakat.
Pendidikan yang demokrasi, memberi bekal untuk bekerja dan memajukan ilmu serta
teknologi setinggi-tingginya.
Kesenian yang kaya tanpa beban penghalang.
Memberi kesempatan yang luas untuk beragama, toleransi dan damai satu sama lain.
(1)
(2)
(3)
(4)
struktur sosialnya. Sasaran studi sosiologi adalah bagaimana manusia individu saling
berhubungan di dalam kelompoknya, dan bagaimana struktur sosial kelompok masyarakat,
serta bagaimana hubungan di antara kelompok masyarakat itu. Jadi, dapat dinilai bahwa
dalam hubungannya dengan sosiologi, pendidikan mempunyai persoalan pokok, yaitu
bagaimana mendirikan moral keberadaban dalam dinamika yang kreatif.
Atas pengaruh sosiologi, proses pendidikan yang ideal adalah terarah kepada
mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup, baik dalam interaksi sosial,
stratifikasi sosial, maupun dalam hubungan di antara kelompok sosial. Keselarasan hidup
dalam tiga dimensi sosial itu berfungsi agar selanjutnya kehidupan masyarakat tidak terjebak
ke dalam pandangan-pandangan liberalisme positivistik. Karena pengaruh sosiologi terhadap
pendidikan sedemikian eratnya, lahirlah satu bidang studi yang disebut sosiologi pendidikan.
Di dalam sosiologi pendidikan, sudah barang tentu inti persoalannya adalah mengenai
pengembangan interaksi sosial secara lebih efektif. Sasarannya adalah menjadikan seseorang
atau kelompok yang masih rendah tingkat sosialisasinya menjadi lebih tinggi.
Akhirnya, dari hubungan antara sosiologi dan pendidikan dapat disimpulkan sebagai
berikut. Sosiologi dapat mendorong sosialisasi peserta didik dalam setiap tahapan kegiatan
pendidikan. Selanjutnya terhadap metode pendidikan, sosiologi memberi bantuan dalam hal
usaha analisis terhadap proses sosialisasi, seperti tentang bentuk interaksi sosial, sistem
komunikasi, dan sebagainya.
Bagaimana halnya tentang persoalan hubungan antara kebudayaan dan pendidikan,
dapat dijelaskan sebagai berikut.
Telah diketahui secara umum bahwa kebudayaan adalah suatu keseluruhan sistem
daya upaya untuk menciptakan perubahan dan perkembangan kehidupan. Adapun hasilnya
mencakup adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pengetahuan, filsafat, ilmu, seni, teknologi,
dan kemampuan-kemampuan yang diperoleh untuk menentukan sikap dan perilaku hidup
dalam rangka pencapaian tujuan hidup bermasyarakat.
Dari pembatasan tersebut, tampak jelas ada keterkaitan yang saling berpengaruh
antara kebudayaan dengan pendidikan. Karena kebudayaan selalu actual dalam prosesnya,
maka pasti akan selalu berada dalam perubahan. Sedangkan pendidikan sasaran utamanya
adalah perubahan, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada di
dalam diri manusia menjadi cerdas spiritual, intelektual, dan moral. Dengan kecerdasan
tersebut, diharapkan manusia mampu mengembangkan kehidupan individual, sosial, dan
religiusnya menuju pencapaian tujuan kehidupannya.
Dari uraian di atas, dapat dinilai bahwa seluruh langkah kegiatan pendidikan adalah
berupaya mengembangkan nilai-nilai kebudayaan itu sendiri. Sebaliknya, seluruh materi
kebudayaan menjadi isi dari pendidikan. Jadi, jelas terdapat hubungan timbal balik antara
kebudayaan dan pendidikan yang bersifat kausaldialektik.
Jika seluruh kegiatan pendidikan mengikuti nilai-nilai kebudayaan yang ada, hal itu
bisa mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi statis dan cenderung tidak berkembang
dan terancam punah. Sedangkan jika seluruh kegiatan pendidikan diarahkan pada penciptaan
nilai-nilai baru, kehidupan masyarakat menjadi dinamis dan cenderung mengalami perubahan
pesat, dan pada gilirannya justru bisa merusak tata kehidupan masyarakat itu sendiri.
Dari aspek sosial budaya, dapat disimpulkan dan dinilai bahwa dalam hubungannya
dengan kebudayaan, eksistensi pendidikan yang menjadi persoalan seluruh eksistensi
manusia menjadi lebih jelas. Oleh sebab itu, seharusnya isi pendidikan meliputi seluruh aspek
lingkungan di mana manusia hidup. Begitu juga proses pendidikan, tidak harus terbatas pada
pendidikan sekolah saja, melainkan perlu dikembangkan di setiap lingkungan sosial di mana
manusia berada. Pendidikan berproses secara berkelanjutan mulai dari kehidupan keluarga,
lembaga sekolah, dan di lingkungan masyarakat luas. Pada hakikatnya, dimana ada manusia
dan masyarakatnya, di situ perlu diselenggarakan pendidikan.
1.
2.
3.
4.
5.
Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah
ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal dengan lima pendekatan,
yaitu:
Pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme
Pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan.
Pendidikan bagi pluralisme kebudayaan.
Pendidikan dwi-budaya.
Pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.
B.
[3] Sejumlah definisi tersebut terikat dalam disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan
antropologi, sosial, psikologi, dan lain sebagainya.
Dalam buku Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and
Content mengungkapkan definisi klasik mengenai Multicultural Based Education yang
penting bagi para pendidik. Definisi pertama yaitu menekankan esensi Multicultural Based
Learning sebagai perspektif yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan
manusia yang kompleks dan beragam secara kultur. Definisi ini juga merefleksikan
pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualianpengecualian dalam proses pendidikan.
Definisi lain mengartikan bahwa Multicultural Based Education adalah sebuah visi
tentang pendidikan yang selayaknya dan seharusnya bisa untuk semua anak
didik.Multicultural Based Education manyiapkan anak didik untuk berkewarganegaraan
dalam komunitas budaya dan bahasa yang majemuk dan saling terkait.
Multicultural Based Education juga berkenaan dengan perubahan pendidikan yang
signifikan. Ia menggambarkan realitas sosial, ekonomi, dan politik secara luas dan sistematis
sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan luar
sekolah. Multicultural Based Education memperluas kembali praktek yang patut dicontoh,
dan berupaya memperbaiki berbagai kesempatan pendidikan optimal yang tertolak. Ia
membahas pula seputar penciptaan lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan
lingkungan pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita persamaan, kesetaraan,
dan keunggulan.
D. Pentingnya Pendidikan Multikultural di Indonesia
Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam masyarakat yang berbeda seperti
agama, suku, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa, dan lain sebagainya menjadikan
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk. Dalam kehidupan yang beragam
seperti ini menjadi tantangan untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu kekuatan
yang dapat menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman masyarakatnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan multikultural yang ditanamkan kepada anakanak lewat pembelajaran di sekolah maupun di rumah. Seorang guru bertanggung jawab
dalam memberikan pendidikan terhadap anak didiknya dan dibantu oleh orang tua dalam
melihat perbedaan yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun pendidkan
multikultural bukan hanya sebatas kepada anak-anak usia sekolah tetapi juga kepada
masyarakat Indonesia pada umumnya lewat acara atau seminar yang menggalakkan
pentingnya toleransi dalam keberagaman menjadikan masyarakat Indonesia dapat menerima
bahwa mereka hidup dalam perbedaan dan keragaman.
Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia,
yaitu:
1. Agama, suku bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia
sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat
yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu
atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan
dari sebuah masyarakat.
Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam
kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada
pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai
tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.
2. Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat
yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari
kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak
ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.
3. Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi
dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah
sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan
keyakinannya.Untuk mencapai tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis dan dapat
hidup di Indonesia diperlukan pendidikan multikultural.[4]
Adapun pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu sebagai sarana alternatif
pemecahan konflik, peserta didik diharapkan tidak meninggalkan akar budayanya, dan
pendidikan multikultural sangat relevan digunakan untuk demokrasi yang ada seperti
sekarang.
1. Sarana alternatif pemecahan konflik
Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat menjadi
solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya di
masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur sosial dan budaya. Dengan kata
laun, pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosialbudaya.[5]
Struktur kultural masyarakat Indonesia yang amat beragam menjadi tantangan bagi dunia
pendidikan untuk mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset, bukan sumber
perpecahan. Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu
menyiapkan bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar di era globalisasi dan
menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya.
Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi yang
benar. Maka, sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat
mengembangkan kurikulum pendidikan multikultural dengan model masing-masing sesuai
dengan otonomi pendidikan atau sekolahnya sendiri.
Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun, hal itu
masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya maupun
etnis. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari realitas kehidupan berbangsa
dan bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa pemahaman mengenai toleransi di masyarakat
masih sangat kurang.
Maka, penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil apabila
terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan tidak
berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain sebagainya.
Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila prosesnya
melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multidimensi aspek
kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural.
Perubahan yang diharapkan adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai, toleran
dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan oleh
perbedaan budaya dan SARA.
2. Agar peserta didik tidak meinggalkan akar budaya
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural juga
signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya yang ia
miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era globalisasi.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
4.
Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ancaman serius bagi peserta
didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya diberikan
pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki kemampuan global,
termasuk kebudayaan. Dengan beragamnya kebudayaan baik di dalam maupun di luar negeri,
peserta didik perlu diberi pemahaman yang luas tentang banyak budaya, agar siswa tidak
melupakan asal budayanya.
Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap tantangan
globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
(iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan antar budaya.
Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks. Maka, upaya
untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret. Jika tidak
ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung jawab atas
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan kehilangan arah dan
melupakan asal budayanya sendiri.
Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah, diharapkan mampu membangun
Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Karena keanekaragaman
budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah kekayaan yang harus kita jaga
dan lestarikan.
Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional
Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi sangat
penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus dikuasai
oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu.
Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat dilakukan
berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut.
Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti sekarang menjadi
filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan dan
unit pendidikan.
Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai aspek
substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup nilai
moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi muda.
Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya,
ekonomi, dan politik.
Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan bersaing
secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan antarindividu
dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa untuk hidup
dengan keberanekaragaman budaya.
Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian
peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.
Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural
Inti dari cita-cita reformasi Indonesia adalah mewujudkan masyarakat sipil yang
demokratis, dan ditegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintah yang bersih dari
KKN, terwujudnya keteraturan sosial serta rasa aman dalam masyarakat yang menjamin
kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan
rakyat Indonesia.
Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman
budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku
budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan multikultural.
Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat Indonesia yang beragam inilah
seringkali menjadi penyebab munculnya berbagai macam konflik.
Seiring dengan perkembangan zaman dan waktu juga dapat mempengaruhi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sehingga banyak terjadi berbagai macam perubahan di masyarakat
yang diakibatkan oleh masuknya berbagai macam budaya baru dari luar negeri ke Indonesia.
Melalui pendidikan multikultural yang memperkenalkan budaya asli kepada peserta didik
diharapkan agar peserta didik tidak melupakan asal budayanya sendiri.
Namun demikian, pendidikan multikultural tidak hanya dipelajari dalam pendidikan
normal saja. Melainkan pendidikan multikultural itu harus dipelajari oleh masyarakat luas,
secara non formal melalui berbagai macam diskusi, presentasi. Agar dapat terciptanya
masyarakat Indonesia yang tentram dan damai.
DAFTAR PUSTAKA
Fay, Brian. 1996. Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural Approach.
Oxrofd:Backwell.
Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3S.
Hernandez, Hilda. 2002. Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process,
and Content. New Jersey & Ohio: Prentice Hall.
Media Indonesia, Rabu, 08 September 2008.
Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.