Anda di halaman 1dari 16

LANDASAN KULTURAL

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak
terombang-ambing dalam kancah pergaulan masyarakat internasional. Sehingga setiap bangsa
memiliki ciri khas serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Negara
komunisme dan liberalism meletakkan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep
ideologitertentu, misalnya komunisme mendasarkan ideologinya pada konsep pemikiran Karl
Marx.
Berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan
hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang
dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah hanya merupakan suatu hasil konsep
seseorang saja. Melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang
diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses
refleksi filosofis para pendiri negara seperti Soekarno, M Hatta, M Yamin, Sepomo serta para
tokoh pendiri negara lainnya.
Satu-satunya karya besar bangsa Indonesia yang sejajar dengan karya besar bangsa
lain di dunia ini adalah hasil pemikiran tentang bangsa dan negara yang mendasarkan
pandangan hidup suatu prinsip nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila. Oleh karena itu
para generasi penerus bangsa terutama dalam kalangan intelektual kampus sudah seharusnya
untuk mendalami secara dinamis dalam arti mengembangkannya sesuai dengan tuntutan
zaman. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan
dapat dilestarikan / dikembangkan dengan jalur mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal maupun informal.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari sejumlah landasan
serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting,
karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat
bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis,
dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan.
Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput
masa depan.
Pada awal perkembangannya, suatu kebudayaan terbentuk berkat kemampuan
manusia mengatasi kehidupan alamiahnya dan kesengajaan manusia menciptakan lingkungan
yang cocok bagi kehidupannya. Setiap individu yang lahir selalu memasuki lingkungan
kebudayaan dan lingkungan alamiah itu, dan menghadapi dua sistem sekaligus yaitu sistem
kebudayaan dan sistem lingkungan alam.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang timbul adalah :
a) Apa pengertian landasan kultural dan penjelasannya?
b) Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidkan Nasional.

1.3

Tujuan
Adapun tujuan masalah yang dibahas pada makalah ini, yaitu :
a) Agar mahasiswa tahu pengertian landasan kultural sekaligus penjelasannya.
b) Agar mahasiswa mengetahui bahwa Kebudayaan Nasional sebagai landasan Sistem
Pendidikan Nasional ( Sikdiknas )
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Landasan Kultural


Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni,hukum, moral, adat, dan kemampuan serta kebiasaankebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggotamasyarakat (Imran Manan,1989).
Hal ini tidak di setujui Hassan (1983), Ia mengemukakan bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan hasil manusia hidup bermasyarakat yang berisi aksi-aksi terhadap dan oleh
sesama manusia sebagai anggota masyarakatyang merupakan kepandaian, kepercayaan, kese
nian, moral, hukum,adat istiadat dan lain-lain kepandaian.
Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah
dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat (Imran Manan,1989).
Ada 8 Komponen Kebudayaan sbb:
1. Gagasan
5. Benda
2. Ideologi
6. Kesenian
3. Norma
7. Ilmu
4. Teknologi
8. Kepandaian
Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari
norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
berbudaya suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada berbagai dimensi
(Sastrapratedja, 1992:145): kebudayaan terkait dengan ciri manusia sendiri sebagai mahluk
yang belum selesai dan harus berkembang, maka kebudayaan juga terkait dengan usaha
pemenuhan kebutuhan manusia yang asasi:
(1) Kebudayaan dapat dipahami sebagai strategi manusia dalam menghadapi lingkungannya, dan
(2) Kebudayaan merupakan suatu sistem dan terkait dengan sistem sosial. Kebudayaan dari satu
pihak mengkondisikan suatu sistem sosial dalam arti ikut serta membentuk atau
mengarahkan, tetapi juga dikondisikan oleh sistem sosial.
Kebudayaan dapat dikelompokan menjadi tiga macam,yaitu:
1. Kebudayaan umum,misalnya kebudayaan Indonesia
2. Kebudayaan daerah,misalnya kebudayaan Jawa,Bali,Sunda,dan sebagainya
3. Kebudayaan populer,suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek
daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.Misalnya,lagu-lagu populer,model film
musiman dan sebagainya.
Kneller mengemukakan ada dua tonggak yang membuat kebudayaan berkembang
dengan pesat (Imran manan,1989).Kedua tonggak itu adalah:

1Revolusi Industri I dengan diketemukannya mesin uap abad ke-18,yang membuat hasil
produksi-produksi berlimpah-limpah serta memberi keuntungan yang besar.Hidup orangorang menjadi bertambah makmur.
2. Revolusi industri II sejak tahun 1945 yang menggunakan bahan atom,kimia,mempergunakan
alat komputer,yang membuat serba otomatis dengan menggunakan tenaga-tenaga
profesional. Revolusi inilah yang membuat zaman sekarang menjadi era globalisasi dan
informasi.
Ada tiga hal yang menimbulkan perubahan kebudayaan.Ketiga hal itu menurut Kneller ialah:
1. Originasi,yaitu sesuatu yang baru atau penemuan-penemuan baru.
Contoh:
Teori bumi bulat menggeser teori bumi lempeng
Teori dua garis sejajar akan berpotongan di suatu tempat memperbarui teori yang
menyatakan tidak berpotongan
Konsep anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil diubah oleh teori baru yang
menyatakan anak-anak adalah kesatuan potensi yang sedang berkembang dan tumbuh.
2. Difusi,yaitu pembentukan kebudayaan baru akibat masuknya elemen-elemen budaya yang
baru kedalam budaya yang lama.
Contoh:
Musik yang menggabungakan musik barat dengan gamelan sebagai musik timur
Teknik pengairan yang memakai bendungan adalah difusi antara teknologi baru dengan
teknologi tradisional.
Tarian-tarian kontemporer ada kalanya merupakan difusi antara tarian klasik dengan tarian
modern.
3. Reinterpretasi,yaitu perubahan kebudayaan akibat terjadinya modifikasi elemen-elemen
kebudayaan yang telah ada agar sesuai dengan keadaan zaman.
Contoh:
Surat kawin diadakan karena kebutuhan administrasi,zaman dulu kawin cukup disahkan oleh
warga setempat.
Berbagai bentuk bangunan disesuaikan dengan selera zaman.
Pesawat baling-baling diganti dengan pesawat jet.
Sejak dini anak-anak perlu dididik berpikir kritis. Kemampuan untuk
mempertimbangkan secara bebas dikembangkan.Hal ini dapat dapat dilakukan dengan cara
memberi kesempatan mengamati, melaksanakan,menghayati, dan menilai kebudayaan
itu. Cara ini tidak menerima begitu saja suatu kebudayaan melalui pemahaman dan perasaan
dikala berada dalam kandungan kebudayaan itu,yang akhirnya menimbulkan penilaian
menerima,merevisi, atau menolak budaya itu.
Kerber dan Smith menyebutkan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan
manusia,yaitu:
1. Penerus keturunan dan pengasuh anak.
Suatu fungsi yang menjamin kelangsungan hidup biologis kelompok sosial,budaya mendidik
yang baik akan banyak orang melaksanakan KB,proses persalinan yang tidak
menakutkan,dan pengasuhan anak secara profesional.
2. Pengembangan kehidupan berekonomi.

3.

4.

5.

6.

B.

Pendidikan sebagai budaya akan membuat orang mampu menjadi pelaku ekonomi yang baik,
bisa berproduksi secara efektif dan efisien, dan mengembangkan bakat ekonomi bidang
tertentu.
Transmisi budaya.
Mampu membentuk dan mengembangkan generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang
berbudaya,terutama berbudaya nasional.
Meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati
dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
Pengendalian sosial
Yaitu pelembagaan konsep-konsep untuk melindungi kesejahteraan individu dan kelompok.
Ada sejumlah lembaga yang berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat,,
seperti lembaga
hukum, lembaga konsumen,badan
pelestarian
lingkungan, lembaga
permasyarakatan, lembaga pendidikan, dan sebagainya.
Rekreasi
Kegiatan-kegiatan yang memberi kesempatan kepada orang untuk memuaskan kebutuhannya
akan permainan-permainan atau untuk main-main.
Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional
Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik di setiap daerah itu melalui upaya
pendidikan sebagai wujud dari kebhineka tunggal ikaan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Hal ini haruslah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa
dan negara indonesia sebagai sisi ketunggal-ikaan.
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi
anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU RI No 2
Tahun 1989 Pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Sistem Pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yag
berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Karena masyarakat Indonesia sebagai
pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa
Indonesia tersebut lebih tepat disebut kebudaayan Nusantara yang beragam. Puncak-puncak
kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima secara nasional disebut kebudayaan nasional..
Di bidang pendidikan nasional misalnya penataan laporan pikir harus dilakukan dalam
sistem pendidikan nasional dengan tujuan menghilangkan unsur-unsur yang mendorong
orientasi persaingan yang berlebihan dan tidak fair, atau bahkan telah menimbulkan semacam
permusuhan (dimulai dari sistem ranking, perbedaan jenis dan kualitas sekolah, lengkap
dengan istilahnya seperti sekolah unggulan dan bukan sekolah unggulan, hingga persaingan
antar sekolah yang berwujud tawuran pelajar dan perbuatan negatif lainnya). Persaingan
harus sebatas berlomba, bukan eksklusivisme yang mengakibatkan renggangnya kerukunan
sosial. Penataan pola pikir sistem pendidikan nasional harus menumbuhkan pola kerjasama
antar siswa, misalnya melalui praktek-praktek kegiatan belajar yang diisi proyek bersama
siswa dalam pembahasan materi pelajar, atau pelaksanaan seni-budaya dan reaksi bersama
antar sekolah-sekolah, menanamkan kesadaran sebagai siswa sekolah Indonesia, dimanapun
tempat bersekolahnya.
Ciri-ciri kebudayaan nasional menurut Umar Khayam :

1.
a)
b)
c)
2.
a)
b)
3.
a)
b)
c)
4.
a.

b.
5.
a)
b)
6.
a.
b.

Afeksi yang memiliki atau mengandung :


Sikap jujur dalam semua bidang.
Tidak munafik, tidak berbeda antara apa yang dipikirkan dengan diucapkan atau dikerjakan.
Tulus dan ikhlas dalam semua pekerjaan yang harus dilakukan, tidak terlalu banyak
pertimbangan untung dan rugi.
Sistem politik yang ban penghalang demokratis, yaitu ;
Pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat.
Rakyat selalu mendapat kesempatan untuk mempertanyakan perihal pemerintahannya.
Sistem Ekonomi yang :
Memberi kesempatan adil kepada semua warga negara untuk mendapat penghidupan dan
kehidupan yang layak sesuai dengan harkat kemanusiaan.
Mampu menciptakan pasar luas untuk bersaing.
Menyalurkan hasil penjualan untuk kesejahteraan yang relatif merata pada seluruh
masyarakat.
Sistem pendidikan yang :
Sanggup menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk
mendapatkan pendidikan, yang menjamin dapat menemukan atau mengadakan lapangan
pekerjaan yang dipilihnya.
Mampu mendorong perimbangan ilmu dan teknologi yang setinggi-tingginya.
Sistem kesenian yang :
Mampu mengembangkan sussana kehidupan kesenian yang kaya dan penuh vitalitas.
Tanpa adanya beban terhadap pernyataan kesenian.
Sistem kepercayaan yang :
Sehat, toleransi, dan damai
Memberi tempat seluas-luasnya kepada semua bentuk agama untuk berlangsung secara
selamat dan tentram.
BAB III
Penutup

31. Kesimpulan

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Dari penjelasan di atas dapat kami simpulkan, Kebudayaan adalah cara hidup dan
kehidupan manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri sebagai warga masyarakat.
Peradaban adalah kebudayaan yang sudah maju.
Kesimpulan kebudayaan nasional versi Umar Khayam yang mengandung unsur-unsur :
Afeksi yang jujur, tidak munafik, dan ikhlas.
Politik yang demokratis.
Ekonomi yang member hidup dan kehidupan yang layak bagi semua lapisan masyarakat.
Pendidikan yang demokrasi, memberi bekal untuk bekerja dan memajukan ilmu serta
teknologi setinggi-tingginya.
Kesenian yang kaya tanpa beban penghalang.
Memberi kesempatan yang luas untuk beragama, toleransi dan damai satu sama lain.

(1)
(2)
(3)

(4)

Dengan memperhatikan berbagai dimensi kebudayaan tersebut di atas dapat


dikemukakan, bahwa landasan kultural pendidikan di Indonesia haruslah mampu memberi
jawaban terhadap masalah berikut:
Semangat kekeluargaan dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
landasan pendidikan,
Rule of law dalam masyarakat yang berbudaya kekeluargaan dan kebersamaan,
Apa yang menjadi etos masyarakat Indonesia dalam kaitan waktu, alam, dan kerja, serta
kebiasaan masyarakat Indonesia yang menjadi etos sesuai dengan budaya Pancasila;
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
berdisiplin, bekerja keras tangguh bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, sehat
jasmani dan rohani, dan
Cara bagaimana masyarakat menafsirkan dirinya, sejarahnya, dan tujuan-tujuannya.
Bagaimana tiap warga memandang dirinya dalam masyarakat yang integralistik, bagaimana
perkembanga cara peningkatan hrkat dan martabat sebagai manusia, apa yang menjadi tujuan
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.

LANDASAN SOSIAL BUDAYA


Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan
sehari-hari. Sebab sebagian terbesar dari kegiatan manusia dilakukan secara kelompok.
Pekerjaan di rumah, di kantor, di perusahaan, di perkebunan, di bengkel, dan sebagainya,
hampir semuanya dikerjakan oleh lebih dari seorang. Ini berarti unsur sosial ada pada
kegiatan-kegiatan itu. Selanjutnya tentang apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya
serta bentuk yang diinginkan adalah merupakan unsur dari suatu budaya. Membenahi kebun
di rumah misalnya, dikerjakan oleh pembantu di bawah arahan ibu rumah tangga, adalah
bertujuan agar kebun itu bersih dan indah. Ini merupakan suatu budaya. Alat untuk bekerja
dan cara mengerjakan dengan baik juga merupakan suatu budaya.
Sosial mengacu kepada hubungan antarindividu, antarmasyarakat, dan individu
dengan masyarakat. Unsur sosial ini merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek itu
telah ada sejak manusia dilahirkan. Di samping tugas pendidikan mengembangkan aspek
sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak itu dalam upaya
mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu di perhatikan dalam proses pendidikan.
Sama halnya dengan sosial, aspek budaya inipun sangat berperan dalam proses
pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya.
Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu
pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Dengan
demikian budaya tidak pernah lepas dari proses pendidikan itu sendiri.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan dan dinilai bahwa bahasan tentang landasan
pendidikan dalam aspek sosial dan kebudayaan, mencakup dua masalah pokok, yaitu
hubungan antara sosiologi dan
Pada umumnya, sosiologi diartikan sebagai bidang induk ilmu sosial yang
mempelajari hubungan di antara manusia individu dalam kelompok-kelompok menurut

struktur sosialnya. Sasaran studi sosiologi adalah bagaimana manusia individu saling
berhubungan di dalam kelompoknya, dan bagaimana struktur sosial kelompok masyarakat,
serta bagaimana hubungan di antara kelompok masyarakat itu. Jadi, dapat dinilai bahwa
dalam hubungannya dengan sosiologi, pendidikan mempunyai persoalan pokok, yaitu
bagaimana mendirikan moral keberadaban dalam dinamika yang kreatif.
Atas pengaruh sosiologi, proses pendidikan yang ideal adalah terarah kepada
mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup, baik dalam interaksi sosial,
stratifikasi sosial, maupun dalam hubungan di antara kelompok sosial. Keselarasan hidup
dalam tiga dimensi sosial itu berfungsi agar selanjutnya kehidupan masyarakat tidak terjebak
ke dalam pandangan-pandangan liberalisme positivistik. Karena pengaruh sosiologi terhadap
pendidikan sedemikian eratnya, lahirlah satu bidang studi yang disebut sosiologi pendidikan.
Di dalam sosiologi pendidikan, sudah barang tentu inti persoalannya adalah mengenai
pengembangan interaksi sosial secara lebih efektif. Sasarannya adalah menjadikan seseorang
atau kelompok yang masih rendah tingkat sosialisasinya menjadi lebih tinggi.
Akhirnya, dari hubungan antara sosiologi dan pendidikan dapat disimpulkan sebagai
berikut. Sosiologi dapat mendorong sosialisasi peserta didik dalam setiap tahapan kegiatan
pendidikan. Selanjutnya terhadap metode pendidikan, sosiologi memberi bantuan dalam hal
usaha analisis terhadap proses sosialisasi, seperti tentang bentuk interaksi sosial, sistem
komunikasi, dan sebagainya.
Bagaimana halnya tentang persoalan hubungan antara kebudayaan dan pendidikan,
dapat dijelaskan sebagai berikut.
Telah diketahui secara umum bahwa kebudayaan adalah suatu keseluruhan sistem
daya upaya untuk menciptakan perubahan dan perkembangan kehidupan. Adapun hasilnya
mencakup adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pengetahuan, filsafat, ilmu, seni, teknologi,
dan kemampuan-kemampuan yang diperoleh untuk menentukan sikap dan perilaku hidup
dalam rangka pencapaian tujuan hidup bermasyarakat.
Dari pembatasan tersebut, tampak jelas ada keterkaitan yang saling berpengaruh
antara kebudayaan dengan pendidikan. Karena kebudayaan selalu actual dalam prosesnya,
maka pasti akan selalu berada dalam perubahan. Sedangkan pendidikan sasaran utamanya
adalah perubahan, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada di
dalam diri manusia menjadi cerdas spiritual, intelektual, dan moral. Dengan kecerdasan
tersebut, diharapkan manusia mampu mengembangkan kehidupan individual, sosial, dan
religiusnya menuju pencapaian tujuan kehidupannya.
Dari uraian di atas, dapat dinilai bahwa seluruh langkah kegiatan pendidikan adalah
berupaya mengembangkan nilai-nilai kebudayaan itu sendiri. Sebaliknya, seluruh materi
kebudayaan menjadi isi dari pendidikan. Jadi, jelas terdapat hubungan timbal balik antara
kebudayaan dan pendidikan yang bersifat kausaldialektik.
Jika seluruh kegiatan pendidikan mengikuti nilai-nilai kebudayaan yang ada, hal itu
bisa mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi statis dan cenderung tidak berkembang
dan terancam punah. Sedangkan jika seluruh kegiatan pendidikan diarahkan pada penciptaan

nilai-nilai baru, kehidupan masyarakat menjadi dinamis dan cenderung mengalami perubahan
pesat, dan pada gilirannya justru bisa merusak tata kehidupan masyarakat itu sendiri.
Dari aspek sosial budaya, dapat disimpulkan dan dinilai bahwa dalam hubungannya
dengan kebudayaan, eksistensi pendidikan yang menjadi persoalan seluruh eksistensi
manusia menjadi lebih jelas. Oleh sebab itu, seharusnya isi pendidikan meliputi seluruh aspek
lingkungan di mana manusia hidup. Begitu juga proses pendidikan, tidak harus terbatas pada
pendidikan sekolah saja, melainkan perlu dikembangkan di setiap lingkungan sosial di mana
manusia berada. Pendidikan berproses secara berkelanjutan mulai dari kehidupan keluarga,
lembaga sekolah, dan di lingkungan masyarakat luas. Pada hakikatnya, dimana ada manusia
dan masyarakatnya, di situ perlu diselenggarakan pendidikan.

PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI


INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Multikulturalisme berasal dari adanya suatu kebudayaan. Secara etimologi,
multikulturalisme terdiri dari multi yang berarti banyak, kultur yang berarti budaya, dan
isme yang berarti paham aliran. Jadi, multikulturalisme adalah suatu paham, corak,
kegiatan, yang terdiri dari banyak budaya pada suatu daerah tertentu.
Multikulturalisme di Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan.
Namun pada kenyataannya kondisi demikian tidak pula diiringi dengan keadaan sosial yang
membaik. Bahkan banyak terjadinya ketidak teraturan dalam kehidupan sosial di Indonesia
pada saat ini yang menyebabkan terjadinya berbagai ketegangan dan konflik.
Seiring dengan perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh adanya globalisasi banyak
terjadi krisis sosial-budaya yang terjadi di masyarakat. Misalnya seperti merosotnya
penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial. Semakin
luasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya.
Oleh karena itu, pendidikan dianggap tempat yang tepat untuk membangun kesadaran
multikulturalisme di Indonesia. Melalui pendidikan multikultural, diharapkan dapat
mewujudkan keteraturan dalam kehidupan sosial-budaya di Indonesia.
BAB II
PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA
A. Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural hingga saat ini belum dapat didefinisikan secara baku. Namun,
ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendidikan multikultural. Diantaranya adalah
Andersen dan Cusher (1994:320) mengartikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan
mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks (1993: 3) mendefinisikan
pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan
multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan).
Dimana dengan adanya kondisi tersebut kita mampu untuk menerima perbedaan dengan
penuh rasa toleransi.

Seperti definisi di atas, Muhaemin el Mahaddi berpendapat bahwa pendidikan


multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan keragaman kebudayaan dalam merespon
perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara
keseluruhan.
Adapun Paulo Freire seorang pakar pendidikan pembebasan mendefinisikan bahwa
pendidikan bukan merupakan menara gading yang berusaha menjauhi realitas sosial dan
budaya. Melainkan pendidikan itu harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang
terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan suatu kelas
sosial sebagai akibat dari kekayaan dan kemakmuran yang diperolehnya.[1]
Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman
populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Hal ini dapat
diartikan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa
tanpa membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial,
dan agama.
James Bank menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi
yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu:
1. Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk
mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi, dan teori dalam mata pelajaran / disiplin ilmu.
2. The knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya
kedalam sebuah mata pelajaran.
3. An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam
rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya,
ataupun sosial.
4. Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode
pengajaran mereka. Kemudian, melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan
olahraga, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya
menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif.
Dalam aktivitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran (objek) dan
sekaligus sebagai subjek pendidikan, oleh karena itu, dalam memahami hakikat pendidikan
perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik. Setidaknya, secara umum
peserta didik memiliki lima ciri, yaitu:
1. 1. Peserta didik sedang dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan,
kemauan, dan sebagainya.
2. 2. Mempunyai keinginan untuk berkembang kearah dewasa.
3. 3. Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
4. 4. Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensipotensi dasar yang dimiliki secara individual.
Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif, maupun
normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan
dengan masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang
pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam
masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, kurikulum pendidikan multikultural
mestilah mencakup subjek-subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etnokultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokrasi
dan pluralitas, multikulturalisme, kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain yang
relevan.

1.
2.
3.
4.
5.

Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah
ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal dengan lima pendekatan,
yaitu:
Pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme
Pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan.
Pendidikan bagi pluralisme kebudayaan.
Pendidikan dwi-budaya.
Pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.

B.

Pendekatan Pendidikan Multikultural


Merancang pendidikan dalam tatanan masyarakat yang penuh dengan permasalahan
antar kelompok seperti di Indonesia memang tidaklah mudah. Hal ini ditambah sulit lagi jika
tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi dan bersifat rasis.
Dalam kondisi seperti ini, pendidikan multikultural diarahkan sebagai advokasi untuk
menciptakan masyarakat yang toleran. Adapun untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan
sejumlah pendekatan. Dan beberapa pendekatan dalam pendidikan multikultural tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan dengan persekolahan, atau pendidikan
multikultural dengan program-program sekolah formal.
2. Menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik.
3. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi kedalam
kebudayaan baru. Pendidikan multikultural bagi pluralisme budaya dan pendidikan
multikultural tidak dapat disamakan dengan logis.
4. Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan
mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara proporsional.
Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman
normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural
berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik
melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri peserta didik.
Keempat pendekatan tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat
Indonesia. Masyarakat adalah kumpulan manusia atau individu-individu yang hidup dan
bekerja sama dalam waktu yang relatif lama serta diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan,
dan agama.
Masyarakat mempunyai peranan penting dalam perkembangan intelektual dan
kepribadian individu peserta didik. Sebab, masyarakat merupakan tempat yang penuh
alternatif dalam upaya memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis multikultural.
Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral
terhadap terlaksananya proses pendidikan multikultural. Hal ini disebabkan adanya hubungan
timbal balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat
dalam dunia pendidikan merupakan satu hal yang penting untuk kemajuan pendidikan di
masa kini dan di masa yang akan datang.[2]

C. Pendidikan Berbasis Multikultural


Sejak awal kemunculannya, pendidikan berbasis multikulturalisme atauMulticultural
Based Education, telah didefinisikan dalam banyak cara dan berbagai perspektif. Dalam
terminologi ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan pendidikan multikultural (multicultural
education) seperti yang digunakan dalam konteks kehidupan di negara-negara barat.

[3] Sejumlah definisi tersebut terikat dalam disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan
antropologi, sosial, psikologi, dan lain sebagainya.
Dalam buku Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and
Content mengungkapkan definisi klasik mengenai Multicultural Based Education yang
penting bagi para pendidik. Definisi pertama yaitu menekankan esensi Multicultural Based
Learning sebagai perspektif yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan
manusia yang kompleks dan beragam secara kultur. Definisi ini juga merefleksikan
pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualianpengecualian dalam proses pendidikan.
Definisi lain mengartikan bahwa Multicultural Based Education adalah sebuah visi
tentang pendidikan yang selayaknya dan seharusnya bisa untuk semua anak
didik.Multicultural Based Education manyiapkan anak didik untuk berkewarganegaraan
dalam komunitas budaya dan bahasa yang majemuk dan saling terkait.
Multicultural Based Education juga berkenaan dengan perubahan pendidikan yang
signifikan. Ia menggambarkan realitas sosial, ekonomi, dan politik secara luas dan sistematis
sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan luar
sekolah. Multicultural Based Education memperluas kembali praktek yang patut dicontoh,
dan berupaya memperbaiki berbagai kesempatan pendidikan optimal yang tertolak. Ia
membahas pula seputar penciptaan lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan
lingkungan pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita persamaan, kesetaraan,
dan keunggulan.
D. Pentingnya Pendidikan Multikultural di Indonesia
Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam masyarakat yang berbeda seperti
agama, suku, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa, dan lain sebagainya menjadikan
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk. Dalam kehidupan yang beragam
seperti ini menjadi tantangan untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu kekuatan
yang dapat menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman masyarakatnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan multikultural yang ditanamkan kepada anakanak lewat pembelajaran di sekolah maupun di rumah. Seorang guru bertanggung jawab
dalam memberikan pendidikan terhadap anak didiknya dan dibantu oleh orang tua dalam
melihat perbedaan yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun pendidkan
multikultural bukan hanya sebatas kepada anak-anak usia sekolah tetapi juga kepada
masyarakat Indonesia pada umumnya lewat acara atau seminar yang menggalakkan
pentingnya toleransi dalam keberagaman menjadikan masyarakat Indonesia dapat menerima
bahwa mereka hidup dalam perbedaan dan keragaman.
Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia,
yaitu:
1. Agama, suku bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia
sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat
yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu
atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan
dari sebuah masyarakat.
Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam
kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada
pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai
tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.

2. Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat
yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari
kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak
ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.
3. Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi
dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah
sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan
keyakinannya.Untuk mencapai tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis dan dapat
hidup di Indonesia diperlukan pendidikan multikultural.[4]
Adapun pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu sebagai sarana alternatif
pemecahan konflik, peserta didik diharapkan tidak meninggalkan akar budayanya, dan
pendidikan multikultural sangat relevan digunakan untuk demokrasi yang ada seperti
sekarang.
1. Sarana alternatif pemecahan konflik
Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat menjadi
solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya di
masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur sosial dan budaya. Dengan kata
laun, pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosialbudaya.[5]
Struktur kultural masyarakat Indonesia yang amat beragam menjadi tantangan bagi dunia
pendidikan untuk mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset, bukan sumber
perpecahan. Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu
menyiapkan bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar di era globalisasi dan
menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya.
Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi yang
benar. Maka, sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat
mengembangkan kurikulum pendidikan multikultural dengan model masing-masing sesuai
dengan otonomi pendidikan atau sekolahnya sendiri.
Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun, hal itu
masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya maupun
etnis. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari realitas kehidupan berbangsa
dan bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa pemahaman mengenai toleransi di masyarakat
masih sangat kurang.
Maka, penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil apabila
terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan tidak
berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain sebagainya.
Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila prosesnya
melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multidimensi aspek
kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural.
Perubahan yang diharapkan adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai, toleran
dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan oleh
perbedaan budaya dan SARA.
2. Agar peserta didik tidak meinggalkan akar budaya
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural juga
signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya yang ia
miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era globalisasi.

3.

a.
b.
c.
d.

e.
4.

Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ancaman serius bagi peserta
didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya diberikan
pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki kemampuan global,
termasuk kebudayaan. Dengan beragamnya kebudayaan baik di dalam maupun di luar negeri,
peserta didik perlu diberi pemahaman yang luas tentang banyak budaya, agar siswa tidak
melupakan asal budayanya.
Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap tantangan
globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
(iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan antar budaya.
Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks. Maka, upaya
untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret. Jika tidak
ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung jawab atas
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan kehilangan arah dan
melupakan asal budayanya sendiri.
Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah, diharapkan mampu membangun
Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Karena keanekaragaman
budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah kekayaan yang harus kita jaga
dan lestarikan.
Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional
Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi sangat
penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus dikuasai
oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu.
Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat dilakukan
berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut.
Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti sekarang menjadi
filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan dan
unit pendidikan.
Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai aspek
substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup nilai
moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi muda.
Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya,
ekonomi, dan politik.
Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan bersaing
secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan antarindividu
dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa untuk hidup
dengan keberanekaragaman budaya.
Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian
peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.
Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural
Inti dari cita-cita reformasi Indonesia adalah mewujudkan masyarakat sipil yang
demokratis, dan ditegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintah yang bersih dari
KKN, terwujudnya keteraturan sosial serta rasa aman dalam masyarakat yang menjamin
kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan
rakyat Indonesia.
Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman
budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi

keberanekaragaman tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling menghargai,


menghormati, dan toleransi antar kebudayaan satu sama lain.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah demokrasi,
keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang
sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan,
ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan
kosnep-konsep lain yang relevan.[6]

BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku
budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan multikultural.
Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat Indonesia yang beragam inilah
seringkali menjadi penyebab munculnya berbagai macam konflik.
Seiring dengan perkembangan zaman dan waktu juga dapat mempengaruhi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sehingga banyak terjadi berbagai macam perubahan di masyarakat
yang diakibatkan oleh masuknya berbagai macam budaya baru dari luar negeri ke Indonesia.
Melalui pendidikan multikultural yang memperkenalkan budaya asli kepada peserta didik
diharapkan agar peserta didik tidak melupakan asal budayanya sendiri.
Namun demikian, pendidikan multikultural tidak hanya dipelajari dalam pendidikan
normal saja. Melainkan pendidikan multikultural itu harus dipelajari oleh masyarakat luas,
secara non formal melalui berbagai macam diskusi, presentasi. Agar dapat terciptanya
masyarakat Indonesia yang tentram dan damai.

DAFTAR PUSTAKA
Fay, Brian. 1996. Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural Approach.
Oxrofd:Backwell.
Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3S.
Hernandez, Hilda. 2002. Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process,
and Content. New Jersey & Ohio: Prentice Hall.
Media Indonesia, Rabu, 08 September 2008.
Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.

Anda mungkin juga menyukai