Anda di halaman 1dari 18

RESUME

BEDAH BUKU PENDIDIKAN POLITIK KEPEMIMPINAN DAN


KEPELOPORAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Logika

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Idrus Affandi, S.H.

Rina Marlina. M.Pd.

Oleh :

Dewi Andiani Rahlan Santika 18500035

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN

STKIP PASUNDAN CIMAHI

2021
BAB I

MAKNA PENDIDIKAN POLITIK


Pendidikan sangatlah penting karena terkait dengan usaha pembentukan
kader bangsa. Realitas budaya politik yang didominasi profil parokial kirang
mendukung proses Pendidikan politik karena prodil ini kurang mencerminkan
tingkat partisipasi yang layak bagi terciptanyasistem politik yang demokratis dan
partisipatif. Nilai kepeloporan sebagai jiwa kepemimpianan organisasi
kemasyarakatan pemuda merupakan bagian dari budaya polittik yang
mencerminkan nilai, kepercayaan dan perilaku politik para fungsionaris organisasi
kemasyarakatan pemuda. Fungsi organisasi kemasyarakatan pemuda sebagai
media pendidikn politik bagi generasi muda. Secara teoritik dapat diungkapkan
bahwa pribadi yang unggul mampu melahirkan kepeloporannya apabila
mendapatkan situasi, waktu, tempat dan tempaan keadaan berapa stimulus dan
peluang yang relevan dengan bakat dasar dan keunggulan masing-masing.

Pendidickan yang dijalankan OKP berangkat dari kesamaan dan keutuhan


persepsi dan konsepsi tentang kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Terjalin
bdari sendi keagamaan, akar budaya, spirit nasionalisme dan keadaan historis
negara. Tujuan Pendidikan politik yang bertumpu pada : 1) meningkatkan
kesadaran hidup bernegara, 2) menumbuhkan kesadaran hak dan anggota
berorganisasi, 3) meningkatkan disiplin pribadi, social dan nasional 4)
meningkatkan pemahaman dan penghayatan ideologi Pancasila dan UUD 1945.

Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun


dan membimbing asuhannya. Dalam terminologinya kepemimpinan Pancasila itu
dikenal dengan istilah “Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa. Tut wuri
handayani”. Ing ngarsa sung tulada mengandung arti bahwa seorang pemimpin
harus mampu, melalui sikap dan perbuatannya menjadikan dirinya panutan yang
dipimpinnya. Ing madya mangun karsa, menagjarkan bahwa pemimpin harus
mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang yang
dimbimbingnya, sedangkan Tut wuri handayani, mengandung arti bahwa seorang
pemimpin harus mampu mendorong yang dipimpinnya.
Untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia perlu diberikan peluang
terhadap upaya Pendidikan politik untuk lebih meningkatkan peran pemuda. Oleh
karena itu, diperlukan studi yang mendalam guna mencari alternatif gagasan
konseptual dan operasional untuk meningkatkan kualitas Pendidikan politik yang
lebih efektif. Pendidikan politik bagi generasi muda merupakan rangkaian usaha
meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna
melestarikan Pancasila dan UUD 1945 ( Inpres No. 12 Tahun 1982).
Melaksanakan Pendidikan politik dengan menciptakan tradisi keteladanan kepada
masyarakat secara sistematis , terarah, konsisten dan berkesinambungan untuk
mewujudkan budaya politik yang mendukung struktur poltik demokrasi Pancasila.
Pendidikan Politik hendaknya diarahkan untuk menumbuhkan penghayatan rakyat
terhadap ideologi Pancasila serta menjelaskan secara jujur permasalahan dan
tantangan yang secara nyata dihadapi oleh sistem politik demokrasi Pancasila.

Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) sebagai sarana komunikasi


dan sosialisasi politik diharapkan mampu melestarikan dan mengaktualisasikan
Pancasila dan memantapkan integrasi wawasan kebangsaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini membawa implikasi terhadap
iklim social budaya politik dalam pembentukan model kepemimpinan pemuda
yang disemangati nilai Pancasila.
BAB II

PEMBINAAN DAN KADERISASI OKP


Pembinaan dan pengembangan merupakan aktivitas mendidik. Hal ini
dapat ditemukan dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan Generasi Muda
yang memberi Batasan pembinaan dan pengembangannya sebagai, Pembinaan
dan pengembangan pada dasarnya adalah upaya Pendidikan baik formal ataupun
informal yang dilaksanakan secara sadar, terencana, terarah, teratur dan
bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing
dan mengembangkan dasar kepribadian, yang seimbang, utuh dan selaras,
pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan bakat, kecenderungan/
keinginan serta kemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya atas Prakarsa
sendiri menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya
maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan
manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri.

Sebagai upaya pendidikan, proses pembinaan dan pengembangan harus


memperhatikan tingkat kematangan berpikir serta kecenderungan bakat dan minat
peserta. Ini berarti, pola pembinaan dan pengembangan harus beranjak dari
pemahaman yang utuh tentang hal-ihwal peserta pembinaan, baik berkenaan
dengan kebutuhan dan orientasi, lingkungan dan budayanya maupun harapan dan
cita-citanya. Sejalan dengan hal di atas, proses pembinaan dan pengembangan
harus pula berisi materi tentang bagaimana membina dan mengembangkan diri.
Melalui keterampilan ini, peserta menjalani proses pembinaan secara berlanjut
dengan falsafah belajar sepanjang hayat. Untuk memenuhi harapan ini upaya
pembinaan dan pengembangan semestinya tidak memuat semata-mata materi
pembinaan tapi sekaligus keterampilan akademik dan sosial. Sosok harapan
kualitas output proses pembinaan dan pengembangan tadi relevan dengan tujuan
pembangunan nasional yang bercita-cita mewujudkan kesejahteraan masyarakat
yang padu antara aspek material dan spriritual yang berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Relevansi kedua hal ini harus tetap dipertahankan
karena seperti dikemukakan semula, bahwa proses pembinaan dan pengembangan
generasi muda merupakan bagian integral pembangunan nasional.

George R. Terry (Kartini Kartono, 1991: 41), pemimpin yang unggul


memiliki sepuluh karakter yang membedakan dari anggota yang menjadi
pengikutnya. Kesepuluh karakter tersebut adalah kekuatan, stabilitas emosi,
pengetahuan tentang relasi insani, kejujuran, objektif, dorongan pribadi,
keterampilan berkomunikasi, kemampuan mengajar, keterampilan sosial dan
kecakapan teknis atau manajerial. Dari beberapa pengikut teori sifat tersebut
tampaklah bahwa faktor inteligensi tetap merupakan karakteristik yang mendapat
banyak pernatian. Diakui bahwa dalam banyak hal, pemimpin yang berhasil
ternyata memiliki superioritas inteligensi dibanding mereka yang bukan
pemimpin. Berkenaan dengan ini, ada dua hal (Cheppy Hari Cahyono, 199 0: 32)
yang harus dipertimbangkan.

Keragaman dalam menentukan sifat yang harus dimiliki di kalangan


pengikut teori ini, merupakan salah satu kelemahannya Kelemahan lain berkaitan
dengan relativitas kadar masing-masing sifat, di samping terlalu sulit menentukan
efektivitas masingmasing sifat dalam menunjang efektivitas kepemimpinan.
Menganalisis karakteristik kepemimpinan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
(OKP) berdasarkan teori sifat jelas membutuhkan adaptasi kultural. Ada sejumlah
alasan untuk hal ini. Pertama, karakter pemimpin yang dinilai unggul yang
diturunkan dari teori sifat yang dikembangkan di luar kultur Indonesia jelas
memiliki kesenjangan budaya. Akibatnya, jika teori ini dipraktikkan, jelas tidak
akan diperoleh gambaran yang simetris betul. Sehingga penyimpangan seperlunya
memang sudah menjadi kewajaran. Kedua, kepemimpinan OKP terkait dengan
jiwa dan semangat serta sejarah yang melatar belakanginya. Dalam pemikiran ini,
pengembangan kepemimpinan OKP harus mengenal bentuk dan paham sejarah
organisasi yang dipimpinnya. Bagaimanapun penelusuran motivasi yang
melatarbelakangi kehadiran OKP sangat dibutuhkan dalam mengklasifikasikan
karakteristik kepemimpinan OKP. la akan menjadi arahan bagi kontinuitas
organisasi. Kajian ini semestinya dilepaskan dan kecenderungan untuk
memetakan kembali format kepemimpinan yang pernah dianggap berhasil
mengingat usaha ini akan mengakibatkan entropi organisasi secara perlahan-
lahan.

Nilai kepeloporan merupakan akumulasi tanggapan tentang realitas dan


tantangan kemasyarakatan. Nilai ini bisa dimiliki pemuda apabila ia memiliki
kemampuan membaca, memverifikasi dan mengambil pemecahan yang paling
tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam jangka panjang. Analisis
kesejarahan mengungkapkan bahwanilai kepeloporan pemuda mengalami pasang
surut sesuai dengan dinamika kemasyarakatan. Ada masa di mana nilai
kepeloporan pemuda tampil seperti telah diperagakan Wikana dan Sukarni dalam
masa persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Demikian pula halnya dengan bangsa
yang merdeka pada permulaan abad kedua puluh ini, baik yang menjelma dalam
Kebangkitan Boedi Oetomo maupun Sumpah Pemuda.

Pada masa kebangkitan nasional 1908, kepeloporan pemuda tampak dalam


keberanian dan keyakinan pemuda mengambil prakarsa, mengubah taktik
perjuangan dari yang berciri fisik, kedaerahan dan memperjuangkan kepentingan
nasional ke dalam spektrum yang lebih luas dengan menonjolkan diplomasi, rasa
kebangsaan (persatuan dan kesatuan) serta memperjuangkan kepentingan
nasional. Pada masa ini, pemuda dapat dikatakan sebagai darah dinamika bangsa
menuju persatuan dan kemerdekaan. Pemuda adalah anak muda yang acap kali
berani mencetuskan ide baru, gagasan orisinal yang berbobot bagi bangsa. Kaum
mudalah yang sering tampil ke depan, secara heroik tanpa menghiraukan bahaya,
mengambil inisiatif baru, menjadi aktivitas yang lincah dan militant (Alfian,
1990 : 213).

Hunneryager dan Heckman (1992: 9) yang menganilisis hasil uji coba


kepemimpinan untuk menerangkan pembawaan kepemimpinan dengan
menggunakan pendekatan tipe kepemimpinan mengemukakan empat tipe
pemimpin. Keempat tipe tersebut adalah (1) tipe kepemimpinan diktatoris, (2) tipe
kepemimpinan otokratis: (3) tipe kepemimpinan demokratis: (4) tipe
kepemimpinan leizess-faire, yang bergantung pada bawahan.
Tipe kepemimpinan diktatoris menampilkan otoritas atasan sebagai
penggerak bawahan. Pemimpin diktatoris menguasai bawahan dengna ancaman,
hukuman seperti pemberhentian, penurunan pangkat, penilaian rendah sehingga
menghalangi promosi atau kenaikan gaji. Kepemimpinan ini berangkat dari
asumsi bahwa para bawahan diberikan motivasi agar mengerjakan apa saja yang
diperintahkan pemimpinanya. Tipe kepemimpinan ini disinyalir akan
menghasillkan kualitas dan kuantitas yang diragukan untuk jangka Panjang.
BAB III

ORGANISASI KEPEMUDAAN
Organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi kemasyarakatan pemuda
(OKP) harus mempunyai status dan fungsi sebagai modal dasar pembangunan.
OKP menjadi salah satu fungsi efektif bangsa dalam rangka mempercepat
tercapainya tujuan nasional. Apalagi kalau dilihat dalam perspektif demokrasi
Pancasila, OKP merupakan salah satu komponen utama dalam infrastruktur
politik. Walaupun tidak mempunyai aspirasi politik dan tidak ikut serta secara
langsung menentukan suprastruktur politik, tetapi OKP sebagai kekuatan massa,
harus diperhitungkan dalam percaturan politik. Berbeda dengan organisasi politik,
maka organisasi politik memiliki dan melaksanakan aspirasi politik (praktis) dan
ikut serta secara langsung menentukan kehidupan suprastruktur politik melalui
proses pemilihan umum.

KNPI Merupakan wadah pemersatu pemuda Indonesia. Kalau melihat


saat-sax didirikannya, pada waktu itu hari Senin tanggal 23 Juli 1973
ditandatangani sebuah deklarasi yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Pemuda
yang ditandatangani 34 orang yang mewakij 14 organisasi. Ke-14 organisasi
pemuda-mahasiswa tersebut yaitu GP Ansor, GPM, Pemuda Muslimin, HMI,
Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, GMKI, GMNI, PMKRI, GPI GAMKI,
PMII, Pemuda Pancasila, dan Koordinasi Pemuda Mahasiswa Golongan Karya
yang diwakili pimpinan dan tokoh yang hadir dalam peresmian ini.

Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia sebagai salah satu pila, Orde


Baru mendapat dukungan penuh dari Golongan Karya Berdasarkan hasil Rakernas
AMPI tahun 1994 dikemukakan beberapa pemikiran. Pada awal kebangkitan Orde
Baru, makin terasa kebutuhan akan adanya kekuatan sosial politik yang kuat dan
dominan serta efektif untuk melaksanakan pembaruan dan pembangunan
berdasarkan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Dalam kerangka dan konfigurasi
politik di Indonesia seperti itulah Golongan Karya tampak sebagai alternatif
dengan membawa orientasi baru yang menjelma dalam pemikiran serta tindakan
dalam memecahkan problem bangsa di segala aspek kehidupan. Misi untuk
mengisi dan mempertahankan peranan dominan Golongan Karya itu
menyebabkan peranan kekuatan generasi muda yang berorientasi karya dan
kekaryaan, yaitu generasi muda yang menyalurkan aspirasi politik melalui
Golongan Karya, sekaligus sebagai pewaris cita-cita perjuangan Golongan Karya
menjadi sangat penting ditumbuhkan, dibina dan dikembangkan.

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) lahir di Kota Surabaya


pada tanggal 23 Maret 1954 dengan tokoh pendirinya antara lain Dr. Hadi
Prabowo dan Prof, Dr, Sri Sumantri, SK Asasnya ketika itu adalah Marhaenisme
dan sifatnya independent. Adapun tujuannya dirumuskan pada saat itu adalah
mendidik kader bangsa dalam rangka mewujudkan masyarakat sosialis Indonesia
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Menurut Ridwan Saidi (1993: 16),
“Tahun-tahun pertama kehidupan GMNI sebagai organisasi perjuangan program
kegiatannya lebih banyak ditekankan pada konsolidasi organisasi." Semaraknya
kegiatan politik praktis oleh partai politik memberikan iklim yang tak terelakkan
bagi organisasi kemahasiswaan (terutama ekstrauniversiter) untuk sama-sama
“memanfaatkan” imbasan dari keadaan seperti itu. Dalam catatan organisasi
kemahasiswaan pada saat itu (Presidium GMNI, hlm. 3), masih tampak terpecah
belah berdasarkan ideologi dan pola orientasi politik. Sebut saja, misalnya
Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia, Gerakan Mahasiswa Merdeka yang
berada di Yogyakarta, dan Gerakan Mahasiswa Marhaenis di Surabaya. Dilihat
dari sisi ideologinya, ketiga organisasi tersebut mempunyai tujuan yang sama
yaitu masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur,

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) didirikan di Yogyakarta 14 Rabiul


Awal 1366 H bertepatan dengan 5 Februari 1947. HMI menghimpun mahasiswa
yang beridentitas Islam dan bersumber pada Al-Guran dan Assunah. Menurut
hasil Kongres ke-19 di Pekanbaru tahun 1992, tujuan HMI dirumuskan,
“Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernapaskan Islam dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai
Allah Subhanahu Wata'ala.”. Keberadaan HMI sejak berdirinya konsisten dengan
independen. Konsep ini yang membuat HMI sampai saat ini bertahan dan 'mampu
menjawab berbagai persoalan organisasi, masyarakat, bangsa dan negara. Sejalan
dengan pemikiran tersebut, Ridwan Saidi (1993:19).

12 September 1978 merupakan hari kelahiran organisag Forum


Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI yang merupakan wadah
pembinaan putra-putri purnawirawan Indonesia, sebagai pengganti rancangan
nama yang telah disiapkan terdahulu, yaitu Putra-Putri Purnawirawan Indonesia
(PPPI). Dalam lintasan sejarahnya, tercatat beberapa orang anggota DPP Pepabri
pada tahun 1976 merintis berdirinya organisasi putraputri purnawirawan sebagai
kelengkapan dari keluarga besar Pepabri setelah dibentuk Persatuan Istri
Purnawirawan (Perip) diberi nama Persatuan Putra-Putri Purnawirawan Indonesia
(PPPI). Akan tetapi pada saat itu, masih terdapat perbedaan pendapat antara
beberapa tokoh purnawirawan tentang manfaat yang akan diperoleh apabila
dibentuk wadah persatuan bagi putra-putrinya mengingat pada saat itu telah
terbentuk KNPI serta beberapa organisasi pemuda, antara lain Angkatan Muda
Siliwangi di Jawa Barat, Angkatan Muda Diponegoro di Jawa Tengah, serta
Angkatan Muda Brawijaya di Jawa Timur. Bahkan upaya itu hampir padam ketika
Golkar memelopori berdirinya Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI)
di Pandaan Jawa Timur.

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) didirikan


di Yogyakarta, 25 Mei 1947 dan merupakan hasil fusi dari KSV (Khatolieke
Studenten Vereeniging) dan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia
Yogyakarta. Sebelum melakukan fusi, PMKRI Yogyakarta merupakan organisasi
lokal, begitu juga KSV. Ada tiga KSV ketika itu, yakni KSV St. Robertus
Bellarminus di Jakarta (Batavia), KSV St. Thomas Aguinas di Bandung, dan KSV
St. Lucas di Surabaya.
BAB IV

KEPELOPORAN DAN KEPEMIMPINAN OKP

Pendidikan politik dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran, baik


dalam kaitannya sebagai anggota organisasi (OKP) maupun sebagai warga negara.
Pendidikan politik dipandang perlu dalam menumbuhkan kesadaran akan hak dan
kewajiban serta tanggung jawab selaku anggota. Dari segi ini, pendidikan politik
dipandang perlu untuk membina anggota agar menaati consensus normative,
keteraturan dan keselarasan hidup bermasyarakat dalam rangka mencapai tujuan
organisasi, seperti yang dinyatakan dalam deklarasi kesepakatan, maupun seperti
yang tersurat dalam AD/ART.

Kepentingan lainnya adalah untuk membangun kesamaan visi dan persepsi


di atas keragaman latar belakang sosial budaya anggota dalam rangka menunjang
stabilitas nasional serta turut memperlancar usaha mencapai cita-cita bangsa
melalui pembangunan nasional. Secara spesifik, penyelenggaraan pendidikan
politik bagi OKP bertujuan, (1) Meningkatkan partisipasi politik generasi muda
sehingga sosialisasi politik meluas ke lapisan masyarakat paling bawah sekalipun:
(2) Memberikan kesadaran bagi generasi muda bahwa kebudayaan politik harus
dijalankan dalam perspektif rakyat sebagai pemegang kedaulatan bukan hanya
atas kehendak kelompok elite tertentu: (3) Menyadarkan generasi muda akan hak
politik serta tanggung jawab sosialnya.

Dalam kedudukan generasi muda sebagai warga negara, pendidikan politik


bertujuan menciptakan generasi muda yang sadar akan kehidupan berbangsa dan
bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai salah
satu usaha membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Dalam kaitan ini,
pendidikan politik dimaksudkan sebagai media pembinaan disiplin pribadi, sosial
dan nasional di samping mempersiapkan mental generasi muda sebagai modal
utama pembangunan nasional. Dalam maknanya yang terakhir, pendidikan politik
dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan, kecintaan dan rasa
memiliki terhadap negara dan bangsa serta menempa jiwa kepemimpinan dan
peningkatan keterampilan yang dapat disumbangkan bagi pembangunan nasional.

Materi pendidikan politik diorganisasikan dengan cakupan sebagai berikut:


(1) Kepemimpinan, (2) Manajemen organisasi: (3) Latihan bela negara: (4)
Wawasan Nusantara: (5) Nilai keilmuan: (6) Pembinaan watak dan kepribadian:
(7) Menumbuhkan sikap apresiatif terhadap lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pendidikan politik sebagai proses sosialisasi nilai secara tegas diungkapkan
Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1982, Proses ini dinilai penting agar sosialisasi
nilai Pancasila dan UUD 1945 terarah dan terencana dengan menggunakan acuan
formal yang baku karena upaya ini memberikan pedoman yang jelas tentang
landasan, jalur maupun materi, di samping dimotivasi kepentingan nation and
character building. Sasaran yang ingin dicapai melalui pendidikan politik adalah
(1) Membina kesadaran ikut memiliki tanah air, bangsa dan negara: (2)
Menanamkan kesadaran akan hak dan kewajiban untuk membela tanah air, bangsa
dan negara: di samping (3) Keberanian mengoreksi diri. Untuk mencapai sasaran
tadi, materi yang harus dikembangkan, antara lain (1) Penanaman kesadaran
berideologi: (2) Kerukunan hidup beragama: (3) Motivasi berprestasi: (4)
Pengamalan kesamaan hak dan kewajiban, keadilan sosial dan penghormatan atas
harkat dan martabat manusia: (5) Pengembangan kemampuan politik dan
kepribadian untuk menunjang peningkatan partisipasi politik: (6) Disiplin pribadi,
sosial dan nasional: (7) Peningkatan partisipasi dalam pembangunan nasional.
Pembangunan materi Ini berintikan pembinaan nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai nilai sentral dalam kehidupan masyarakat, berbangsa
dan bernegara.

Dalam praktiknya, pelaksanaan pendidikan politik bisa berlangsung dalam


jalur keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk mencapai sasaran secara optimal,
pembinaan generasi muda yang berusia 15-30 tahun diharapkan mendapatkan
prioritas utama, dengan memperbanyak metode yang dialogis dan partisipasi aktif
dari peserta. Dikaji dari esensi pengembangan generasi muda, pendidikan politik
dirasakan penting artinya khususnya dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa.
Dari sisi ini, pola pendidikan politik yang dinilai tepat adalah dengan
mengintegrasikan proses pendidikan politik dengan instansi yang terkait. Kegiatan
ini diarahkan sebagai media pengembangan bakat, kepribadian dan kemandirian
sehingga mampu berprakarsa sebagai pribadi mandiri yang pada gilirannya
mampu menampilkan keunggulannyg di tengah masyarakat, khususnya sebagai
agen pembaru dan mobilisator pembangunan.

Asas kebangsaan dalam kepemimpinan OKP dimaksudkan sebagai sikap


dan pola tindak yang mencerminkan persatuan dan kesatuan serta pantulan
langsung dari pola kehidupan yang berwawasan Nusantara. Asas ini merupakan
atribut kepemimpinan OKP yang memandang Pancasila sebagai sumber etik dan
hukum dalam keorganisasian, kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, asas ini berkaitan dengan demokrasi keadilan S0sial, religi dan nilai
budaya bangsa. Asas kebangsaan sebagai elemen penting dalam kepemimpinan
OKP bertumpu pada pluralisme dan demokrasi sehingga tidak boleh bergeser dari
prinsipnya, yakni kerakyatan dan kemanusiaan. Demikian pentingnya asas
kebangsaan dalam kepemimpinan OKP, ia dipandang sebagai pedoman dalam
setiap program OKP. Meskipun dalam keadaan relatif baik, kondisi asas
kebangsaan dalam kehidupan OKP masih perlu pembinaan. Hal ini sering terlalu
dimanipulasi secara eufimistis demi kepentingan golongan primordial, di samping
dorongan kebutuhan pribadi secara sempit.

Idealisme generasi muda dinilai dalam keadaan yang kurang baik. Kendati
belum mencapai tahap kritis, namun perlu segera ditempuh langkah terobosan
dalam mengantisipasi memudarnya idealisme. Untuk mengembangkan idealisme
dibutuhkan dua kompetisi, yakni kemampuan mengidentifikasi masalah di
samping kemampuan mengembangkan kemandirian. Pengembangan keterbukaan
dinilai mendukung kepemimpinan OKP karena telah terbukti menumbuhkan
kontrol sosial, khususnya dalam mekanisme kepemimpinan OKP. Untuk
mendukung upaya ini, kontinuitas dan bidang advokasi perlu terus ditingkatkan.
Selain berdampak terhadap kontrol sosial, embusan iklim keterbukaan ini pun
memberikan pengaruh terhadap corak komunikasi antaretnis dan sportivitas
generasi muda, khususnya dalam kehidupan OKP.

Membaiknya keterbukaan dalam kepemimpinan OKP tampak dalam


mekanisme pengambilan keputusan yang menempuh sejumlah langkah berikut:
(1) Identifikasi masalah: (2) Pengembangan alternatif pemecahan melalui
musyawarah atau diskusi: (3) Analisis keunggulan setiap alternatif melalui dialog:
(4) Penyimpulan serta pengambilan keputusan. Selain menempuh langkah tadi,
pengambilan keputusan pun didasarkan pada ketentuan AD/ART, keputusan yang
lebih tinggi, independensi, kemaslahatan maupun nilai normatif lainnya.
Keputusan akhir ditentukan berdasarkan ketentuan normatif (AD/ART),
prosedurat, material dan etika.

Figur pemimpin dipandang sebagai sumber keteladanan | dalam


kepemimpinan OKP. Oleh karena itu, kesepadanan kata dengan perbuatan
merupakan faktor kewibawaannya. Karena kedua hal inilah yang menentukan
kewibawaan dan penerimaan atas kepemimpinannya. Oleh karena itu, konsistensi
para pemimpin dinilai sebagai faktor yang memengaruhi pasang surutnya
keteladanan dalam kepemimpinan OKP.

Kondisi etos kerja pemuda dalam kepemimpinan OKP dinilai cukup,


kendati terdapat kecenderungan semakin pragmatis. Nilai ini bisa dikembangkan
dengan memanfaatkan beberapa faktor berikut. (1) Nilai moral yang dianut dan
dipraktikkan: (2) solidaritas: (3) kompetisi dan penghargaan: (4) kebebasan
berpendapat: (5) tingkat pendidikan rata-rata pengurus. Adapun yang dinilai
sebagai faktor penghambat, antara lain individualisme, pengekangan, feodalisme,
dan formalisme. Selain itu, sarana yang kurang memadai, aturan main yang tidak
jelas serta objektivitas dalam menilai masalah kepemudaan merupakan faktor
penghambat. Mobilitas merupakan prasyarat lain yang dibutuhkan dalam
mendinamiskan kehidupan OKP. Mobilitas dipahami sebagai kemampuan seorang
pemimpin dalam menggerakkan kepemimpinan secara dinamis, efektif, terutama
dalam mengorganisasikan dan berhubungan secara eksternal. Kompetensi ini
dipahami pula sebagai kemampuan dan kesediaan menggerakkan perangkat
organisasi dalam mengadakan perubahan, pembaruan dan penyempurnaan.

Fungsi peran OKP sebagai alat mobilitas sosial harus diartikan sebagai
proses pembinaan kepemimpinan bangsa (vertikal) dan bersama-sama masyarakat
membangun dan menyampaikan aspirasi (horizontal). Unsur pokok yang menjadi
pendukung mobilitas OKP, antara lain ide gagasan, proses
organisasi/kepemimpinan, kaderisasi, hubungan dengan lingkungan Organisasi.
Adapun yang menjadi kendala, antara lain penonjolan diri dan pikiran di antara
anggota yang berbeda latar belakang organisasi dan asal-usulnya. Kendala
lainnya, antara lain (1) gejala semakin kuatnya ketergantungan terhadap
pemerintah yang mengundang berbagai intervensi: (2) sistem dan aturan main
organisasi: (3) proses pengambilan keputusan yang panjang: (4) struktur
organisasi yang hierarkis. Sementara itu, bagi organisasi pemuda mahasiswa,
kendala ini ditambah pula dengan keterbatasan waktu, di samping keterbatasan
dana dan fasilitas, walaupun memiliki keunggulan dalam keuletan dan kemurnian
idealisme.

a.
BAB V

ESENSI, IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN OKP

Kepeloporan merupakan aspek penting dalam pembinaan dan


pengembangan generasi muda. Demikian pentingnya, kepeloporan telah
disepakati sebagai salah satu citra kader pemuda/KNPI. Dalam konteks
pembinaan dan pengembangan generasi muda, hal ini berarti isyarat bahwa
pembinaan Kepeloporan harus menjadi titik tolak dan sekaligus sasaran yang akan
dicapai. OKP sebagai wadah pembinaan generasi muda tidak bisa lepas dari
berbagai masalah pembangunan dan masa depan. Pemikiran ini beranjak dari
realitas bahwa generasi muda sebagai segmen penduduk yang menentukan nasib
bangsa, baik masa kini maupun yang akan datang. Mereka sering ditempatkan
sebagai tenaga produktif pembangunan yang “dicadangkan" untuk kepentingan
masa depan bangsa. Esensi pemikiran ini ditegaskan dalam Deklarasi Pemuda
dengan tema “Pemuda, Pembangunan dan Masa Depan."

Pembinaan wawasan pembangunan diharapkan mampu meningkatkan


kualitas pemahaman pemuda tentang berbagai kebijakan pembangunan nasional,
baik yang sudah dijalankan, yang sedang maupun yang belum dijalankan beserta
segenap kendala yang dihadapinya. Pada gilirannya pemuda merasa terpanggi
untuk melibatkan diri dalam mengatasi berbagai masalah yang merintangi proses
pembangunan nasional. Asas dan arah kaderisasi kepemimpinan OKP tidak bisa
dilepaskan dari asas dan arah OKP yang bersangkutan. Suatu OKP menuangkan
asas dan arahnya di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Dari
sinilah asas dan arah kaderisasi kepemimpinan bisa ditelusuri. Keterkaitan antara
keduanya semakin dikuatkan dengan kenyataan bahwa kaderisasi kepemimpinan
dapat dipandang sebagai usaha menjaga kesinambungan keorganisasian
sebagaimana batas-batasnya telah dituangkan dalam asas dan arah OKP yang
bersangkutan.

Pembinaan politik dalam mengimplementasikan peaomar pendidikan


politik dan pedoman umum pembinaan OKP belum berpijak pada permasalahan
mendasar yang dihadaP! OKP. Hal ini terjadi karena pembina hanya sebatas
melakukan inventarisasi keberadaan OKP, membimbing, mengayomi dan
mendorong keberadaan mendorong dengan teknik pembinaan ceramah, diskusi,
pemberian bantuan maupun penyelenggaraan sarasehan.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Idrus. 2021. Pendidikan Politik Kepemimpinan dan Kepeloporan.


PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.

Anda mungkin juga menyukai