Anda di halaman 1dari 25

MODUL BIMBINGAN TEKNIS

KONSEP PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

LOMBA INOVASI PENDIDIKAN KARAKTER


BAGI GURU PENDIDIKAN MENENGAH

Mengembangkan nilai integritas, kerja keras dan gotong royong


melalui
inovasi pendidikan karakter bangsa di sekolah sebagai bentuk
nyata revolusi mental

Dirangkum oleh:

Afriva Khaidir, M.Hum.,MAPA.,PhD


Dr. Syaifullah Idris, MAg

DIREKTORAT PEMBINAA GURU PENDIDIKAN MENENGAH


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
2017

LANGKAH LANGKAH

1. Fasilitator mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (1menit );


2. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan ice breaking (2 menit);
3. Fasilitator menyampaikan latar belakang, tujuan, dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan modul ini (1 menit);
4. Fasilitator menyampaikan pengantar tentang makna revolusi mental (5 menit);
5. Fasilitator bertanya kepada peserta untuk mengetahui pemahaman peserta
tentang makna revolusi mental (2 menit);
6. Fasilitator menyampaikan penjelasan tentang mengapa Indonesia perlu
melakukan revolusi mental (5 menit);
7. Fasilitator bertanya kepada peserta untuk mengetahui pemahaman peserta
tentang mengapa indonesia perlu melakukan revolusi mental (3 menit);
8. Fasilitator memberikan gambaran mengenai nilai-nilai utama pada program
penguatan pendidikan karakter (PPK) (5 menit);
9. Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan 5 nilai utama PPK di sekolah
(pada kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, ekstrakurikuler) (25 menit)
10. Fasilitator meminta peserta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya
masing-masing (15 menit);
11. Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi dan melakukan refleksi (5 menit);
12. Fasilitator meminta peserta untuk merenungkan apakah tujuan sesi ini telah
tercapai atau belum (3 menit);
13. Fasilitator melakukan evaluasi sejauhmana pemahaman peserta dengan
memberikan beberapa pertanyaan terkait revolusi mental, 5 (lima) nilai utama
PPK dan gambaran implementasinya di sekolah (5 menit).
MATERI 1

KONSEP DASAR DAN PRINSIP


PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

A. RASIONAL
Isu budaya dan karakter bangsa pada saat ini menjadi salah satu fokus
problematika berbangsa, bernegara, dan kemasyarakatan yang sangat menonjol.
Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan
kasus pemaksaan kehendak sering muncul. Kecenderungan ini juga menimpa
generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Salah satu akar
masalahnya adalah implementasi pendidikan yang terlalu menekankan aspek
kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan
yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan perlu
direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan
pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini, khususnya pembentukan
karakter individu dan masyarakat.
Pendidikan karakter atau budi pekerti adalah landasan utama pendidikan
yang harus diberikan kepada peserta didik sebagai generasi muda tulang
punggung masa depan bangsa, untuk melahirkan generasi yang berkarakter,
berbudi pekerti luhur, bermoral dan bermental kuat. Hanya bangsa yang memiliki
karakter demikian diharapkan menjadi bangsa yang sehat mental dan
moralitasnya. Dengan kata lain, pendidikan diharapkan dapat menghasilkan
manusia, yang tidak saja menguasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga
dilandasi oleh iman dan taqwa, berbudi pekerti luhur, cinta tanah air, toleran
dengan pluralitas dan keaneka-ragaman bangsa serta keaneka ragaman budaya
dunia.
Adapun cara yang dipilih untuk terwujudnya revolusi mental di bidang
pendidikan adalah penguatan pendidikan karakter (PPK) di sekolah melalui
program pembelajaran diperluas (broader learning) melaui kegiatan Ko-kurikuler
maupun Ekstra-kurikuler pada jenjang Pendidikan Dasar.

B. TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini dan interaksi pembelajaran yang menyertainya,
para peserta peningkatan kapasitas diharapkan memiliki kemampuan:
1. Memahami konsep dasar penguatan pendidikan karakter pada jenjang
pendidikan dasar.
2. Memahami prinsip-prinsip penguatan pendidikan karakter pada jenjang
pendidikan dasar.
C. ALOKASI WAKTU
2 X 40 menit

D. METODE
Metode utama adalah kombinasi terhadap masalah Pendidikan Karakter,
dilanjutkan Diskusi Kelompok, Refleksi, Brainstorming, dan Metode Proyek
Penyusunan Tindak Lanjut.

E. MATERI
I. Pengantar
Pendidikan Nasional Indonesia berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab sebagaimana dicantumkan dalam
pasal 3 UU No. 20 tahun 20013 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sementara itu, pasal 4ayat (2) UU ini menyatakan bahwa Pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multi makna. Pasal 5 ayat (5): setiap warga negara berhak
mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Isu budaya dan karakter bangsa pada saat ini menjadi salah satu
fokus problematika berbangsa dan kemasyarakatan yang sangat menonjol.
Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan
dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul. Kecenderungan ini juga
menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal.
Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber
dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat
menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi
kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan
peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang
peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dan
direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang
dapat menjawab kebutuhan ini, khususnya pembentukan karakter individu
dan masyarakat.
Pendidikan karakter secara yuridis formal merupakan fungsi dan
tujuan utama sebagaimana tertuang pada pasal 3 UU Sisdiknas bahwa
pendidikan nacional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Pendidikan karakter atau budi pekerti adalah landasan utama
pendidikan yang harus diberikan kepada peserta didik sebgai generasi muda
tulang punggung masa depan bangsa, untuk melahirkan generasi yang
berkarakter, berbudi pekerti luhur, bermoral dan bermental kuat. Hanya
bangsa yang memiliki karakter demikian diharapkan menjadi bangsa yang
sehat mental dan moralitasnya. Dengan kata lain, pendidikan diharapkan
dapat menghasilkan manusia, yang tidak saja menguasi ilmu pengetahuan
dan teknologi, tetapi juga dilandasi oleh iman dan taqwa, berbudi pekerti
luhur, cinta tanah air, toleran dengan pluralitas dan keaneka ragaman
bangsa serta keaneka ragaman budaya dunia.
Setelah Indonesia merdeka, khususnya pada masa Presiden
Soekarno, keinginan untuk menjadi bangsa berkarakter terus
dikumandangkan oleh pemimpin nasional. Soekarno senantiasa
membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk menjadi bangsa yang
berkarakter dengan ajakan berdikari, yaitu berdiri di atas kaki sendiri.
Soekarno mengajak bangsa dan seluruh rakyat Indonesia untuk tidak
bergantung pada bangsa lain, melainkan harus menjadi bangsa yang
mandiri. Ajakan untuk menjadi bangsa yang mandiri ini dilanjutkan dengan
Trisakti, yaitu berdaulat secara bidang politik, mandiri di bidang ekonomi,
dan berkarakter di bidang kebudayaan. Semangat untuk menjadi bangsa
yang berkarakter ditegaskan oleh Soekarno dengan mencanangkan nation
and character building dalam rangka membangun dan mengembangkan
karakter bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Secara spesifik
Soekarno menegaskan dalam amanat Pembangunan Semesta Berencana
tentang pentingnya karakter ini sebagai mental investment, yang
mengatakan bahwa kita jangan melupakan aspek mental dalam
pelaksanaan pembangunan dan mental yang dimaksud adalah mental
Pancasila.
Setelah 71 tahun Indonesia merdeka, pentingnya pendidikan karakter
untuk membangun Indonesia semakin dirasa penting. Dalam program
Pemerintahan Jokowi-Yusuf Kalla, pendidikan karakter telah ditetapkan
salah satu poin penting untuk diprioritaskan. Implemementasi Nawa Cita
pada tingkat pendidikan dasar penekanan pentingnya pendidikan karakter.
Penekanan tersebut secara tegas dinyatakan bahwa pada tingkat SD
pendidikankarakter, 70%, pengetahuan 30%. Pada jenjang SMP 60%
pendidikan karakterdan 40% pengetahuan, dari keseluruhan komponen
kurikulum.
Komponen pendidikan karaktertersebut di atas tidak mungkin
sepenuhnya diintegrasikan kedalam mata pelajaran (intra kurikuler) berdasar
kurikulum 2013 (K13). Maka oleh sebab itu perlu terobosan agar proporsi
pendidikan karakter di tingkat pendidikan dasar tersebut dapat terpenuhi dan
tujuan pendidikan karakter yang searah dengan visi revolusi mental dapat
tercapai.
Adapun alternative terobosan tersebut adalah melalui program
pembelajaran diperluas (broader learning) melaui kegiatan Ko-kurikuler
maupun Ekstra-kurikuler pada jenjang pendidikan Dasar.

II. Pendidikan Karakter dalam Nawa Cita


Nawa Cita adalah program kerja presiden terpilih ke tujuh Bapak Joko
Widodo dan Bapak Yusuf Kalla. Salah satu butir Nawacita Presiden Joko
Widodo adalah memperkuat pendidikan karakter bangsa. Presiden Joko
Widodo membuat Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang akan
diterapkan di seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk
di dalam dunia pendidikan.
Nawa Cita atau Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari
bahasa Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan).
Dalam konteks perpolitikan Indonesia menjelang PemiluPresiden2014,
istilah ini merujuk kepada visi-misi yang dipakai oleh pasangan calon
presiden/calon wakil presiden Joko Widodo/Jusuf Kalla berisi agenda
pemerintahan pasangan itu. Dalam visi-misi tersebut dipaparkan sembilan
agenda pokok untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita
Soekarno yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat secara politik,
mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Sembilan agenda prioritas ini digagas untuk menunjukkan prioritas
jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta
mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Berikut inti dari sembilan program tersebut yang disarikan dari situs
www.kpu.go.id:
(1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik
luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan
pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi
kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim.
(2) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan
memberikan prioritas pada upaya memulihkankepercayaan publik
pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi
demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga
perwakilan.
(3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
(4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
(5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar";
serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program
"Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land
reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program
rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta
jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
(6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit
bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
(7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-
sektor strategis ekonomi domestik.
(8) Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan
kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan
aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara
proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air,
semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan
Indonesia.
(9) Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan
dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
Salah satu agenda dalam Nawa Cita yang paling banyak dibahas
oleh publik adalah poin nomor 8 yakni, revolusi karakter bangsa atau lazim
disebut revolusi mental. Pembahasan hangat tentang revolusi mental
berlangsung sejak masa kampanye Pemilu Presiden 2014, bahkan sempat
menjadi trending topic di jejaring sosial. Dalam sebuah tulisan di harian
nasional, Jokowi menjelaskan bahwa arti dari revolusi mental yang dia
gagas adalah menggalakkan pembangunan karakter untuk mempertegas
kepribadian dan jadi diri bangsa sesuai dengan amanat Trisakti Soekarno.
Untuk mencapai tujuan tersebut, menurut Jokowi, sistem pendidikan harus
diarahkan untuk membantu membangun identitas bangsa Indonesia yang
berbudaya dan beradab, yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral agama
yang hidup Indonesia. Akses ke pendidikan dan layanan kesehatan
masyarakat yang terprogram, terarah dan tepat sasaran oleh negara dapat
membantu membangun kepribadian sosial dan budaya Indonesia.

III. Makna Karakter


Pendidikan “karakter” memiliki sinonim dan penyebutan yang
bermacam-macam, antara lain pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan akhlaq, dan pendidikan watak. Istilah
karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan
atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral yang berkonotasi positif
bukan yang bersifat netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Samani& Hariyanto
(2013) menulis karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi
seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan
dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang
terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara
koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, olah
karya, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang. Karakter juga
sering diasosiasikan dengan istilah apa yang disebut dengan temperamen
yang lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang
dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan
karakter dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada
unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang
dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang
bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan
(nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang.
Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan
individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan
merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan ndividu.
Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat
dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan
melalui rekayasa faktor lingkungan.
Pada dasarnya pendidikan karakter bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan
Karakter, 2010). Setelah Indonesia merdeka, khususnya pada masa
Presiden Soekarno, keinginan untuk menjadi bangsa berkarakter terus
dikumandangkan oleh pemimpin nasional. Soekarno senantiasa
membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk menjadi bangsa yang
berkarakter dengan ajakan berdikari, yaitu berdiri di atas kaki sendiri.
Soekarno mengajak bangsa dan seluruh rakyat Indonesia untuk tidak
bergantung pada bangsa lain, melainkan harus menjadi bangsa yang
mandiri. Ajakan untuk menjadi bangsa yang mandiri ini dilanjutkan dengan
Trisakti, yaitu berdaulat secara bidang politik, mandiri di bidang ekonomi,
dan berkarakter di bidang kebudayaan. Semangat untuk menjadi bangsa
yang berkarakter ditegaskan oleh Soekarno dengan mencanangkan nation
and character building dalam rangka membangun dan mengembangkan
karakter bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Secara spesifik
Soekarno menegaskan dalam amanat Pembangunan Semesta Berencana
tentang pentingnya karakter ini sebagai mental investment, yang
mengatakan bahwa kita jangan melupakan aspek mental dalam
pelaksanaan pembangunan dan mental yang dimaksud adalah mental
Pancasila.
Pada masa orde baru, yaitu periode pemerintahan presiden
Soeharto keinginan untuk menjadi bangsa yang bermartabat tidak pernah
surut. Soeharto, sebagai pemimpin orde baru, menghendaki bangsa
Indonesia senantiasa bersendikan pada nilai-nilai Pancasila dan ingin
menjadikan warga negara Indonesia menjadi manusia Pancasila melalui
penataran P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
Secara filosofis penataran ini sejalan dengan kehendak pendiri negara,
yaitu ingin menjadikan rakyat Indonesia sebagai manusia Pancasila,
namun secara praksis penataran ini dilakukan dengan metodologi yang
tidak tepat karena menggunakan cara-cara indoktrinasi dan tanpa
keteladanan yang baik dari para penyelenggara negara sebagai prasyarat
keberhasilan penataran P-4. Sehingga bisa dipahami jika pada akhirnya
penataran P-4 ini mengalami kegagalan, meskipun telah diubah
pendekatannya dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
Pada masa reformasi saat itu keinginan membangun karakter
bangsa terus berkobar bersamaan dengan munculnya euforia politik
sebagai dialektika runtuhnya rezim orde baru. Keinginan menjadi bangsa
yang demokratis, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
menghargai dan taat hukum merupakan beberapa karakter bangsa yang
diinginkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Namun, kenyataan yang ada justru menunjukkan fenomena yang
sebaliknya. Konflik horizontal dan vertikal yang ditandai dengan kekerasan
dan kerusuhan muncul di mana-mana, diiringi mengentalnya semangat
kedaerahan dan primordialisme yang bisa mengancam instegrasi bangsa;
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme tidak semakin surut malahan
semakin berkembang; demokrasi penuh etika yang didambakan berubah
menjadi demokrasi yang kebablasan dan menjurus pada anarkisme dan
manipulasi suara rakyat menjadi kendaraan kepentingan elite; kesantuan
sosial dan politik semakin memudar pada berbagai tataran kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; kecerdasan kehidupan bangsa
yang dimanatkan para pendiri negara semain tidak tampak, semuanya itu
menunjukkan lunturnya nilai-nilai luhur bangsa. Pada saatnya sekarang
isu pendidikan karakter manjadi salah satu agenda pembangunan nasional
yang diprioritaskan dalam Nawa Cita sebagaimana dikemukakan di atas.

IV. Makna Pendidikan Karakter


Lembaga pendidikan menjadi sarana strategis bagi pembentukan
karakter bangsa karena memiliki struktur, sistem dan perangkat yang
tersebar di seluruh Indonesia dari daerah sampai pusat. Melalui sistem
pendidikan, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), diharapkan terjadi
secara masif, kontekstual, dan efektif. Program penguatan pendidikan
karakter diharapkan dapat menumbuhkan semangat belajar dan membuat
peserta didik senang di sekolah sebagai rumah kedua. Moto dari program
PPK adalah “Senang Belajar di Rumah Kedua”.
Pendidikan karakter sudah pernah diluncurkan sebagai gerakan
nasional pada 2010. Namun, gema gerakan pendidikan karakter ini belum
terasa sampai sekarang. Karena itu, pendidikan karakter perlu digaungkan
dan diperkuat kembali menjadi gerakan nasional pendidikan karakter
bangsa melalui program nasional Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
dalam lembaga pendidikan.
Tujuan program Penguatan Pendidikan Karakter adalah
menanamkan nilai-nilai pembentukan karakter bangsa ke secara masif dan
efektif melalui lembaga pendidikan dengan prioritas nilai-nilai tertentu yang
akan menjadi fokus pembelajaran, pemahaman, pengertian, dan praktik,
sehingga pendidikan karakter bangsa sungguh dapat mengubah perilaku,
cara berpikir dan cara bertindak seluruh bangsa Indonesia menjadi lebih
baik dan berintegritas.
Penguatan Pendidikan Karakter dimulai dari Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), dilanjutkan dengan prioritas pada jenjang pendidikan dasar,
yaitu Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Gerakan PPK pada
usia dini dan jenjang pendidikan dasar ini akan diintegrasikan dengan
prioritas nilai dalam GNRM sehingga terjadi perubahan yang masif dan
serentak di seluruh Indonesia.

V. Strategi PPK
Strategi penguatan pendidikan karakter dilakukan melalui 3 basis
utama pendekatan pendidikan karakter, yaitu penguatan pendidikan
karakter berbasis kelas, kultur sekolah dan komunitas.
a. Strategi penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dilakukan
melalui proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam kelas.
Penguatan pendidikan karakter dalam kegiatan belajar di dalam kelas
bisa berupa pemilihan model pembelajaran tematik (ada alokasi waktu
khusus untuk mengajarkan nilai-nilai tertentu), non-tematik (terintegrasi
dengan materi pembelajaran dalam kurikulum), dan non-instruksional
(manajemen kelas dan organisasi fisik lingkungan kelas).
b. Strategi penguatan pendidikan karakter berbasis kultur sekolah
dilakukan melalui kegiatanko-kurikuler, ekstra-kurikuler dan
pengembangan manajemen pengelolaan lembaga pendidikan (tata
kelola sekolah, tata peraturan sekolah, norma-norma, regulasi
pendidikan) yang mendukung pembentukan karakter peserta didik
sebagai pembelajar.
c. Strategi penguatan pendidikan karakter berbasis komunitas dilakukan
dengan melakukan kerjasama dengan komunitas-komunitas di luar
lembaga pendidikan sebagai sumber-sumber pembelajaran, tempat
berbagi pengalaman dan keterampilan yang memperkuat penumbuhan
karakter peserta didik.

VI. Prinsip-prinsip Penguatan Pendidikan Karakter


Penguatan Pendidikan Karakter sebagai sebuah gerakan untuk
mengembalikan karakter dan jati diri bangsa Indonesia mendasarkan diri
pada prinsip-prinsip pengembangan pendidikan karakter secara utuh dan
menyeluruh. Prinsip-prinsip ini akan menjadi kriteria untuk menilai apakah
program Penguatan Pendidikan Karakter di lingkungan pendidikan sudah
terlaksana dengan baik atau belum, sehingga dapat dievaluasi dan
diperbaiki di masa depan. Ada 10 prinsip penguatan pendidikan karakter.
Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut:

Prinsip 1-- Nilai-Nilai Moral Universal


Penguatan Pendidikan Karakter berfokus pada penguatan nilai-nilai moral
universal yang prinsip-prinsipnya dapat didukung oleh segenap individu
dari berbagai macam latar belakang agama, keyakinan, kepercayaan,
sosial dan budaya.

Prinsip 2–Pendekatan Integral


Penguatan Pendidikan karakter dilakukan dengan mengintegrasikan
pengembangan fisik (olah raga), intelektual (olah pikir), moral/sosial (olah
karsa), estetika dan spiritualindividu (olah hati dan rasa).

Prinsip 3–Pendekatan Menyeluruh


Penguatan Pendidikan Karakter dilakukan dengan cara mengintegrasikan
nilai-nilai pendidikan karakter dalam proses belajar-mengajar,
pengembangan budaya sekolah dan kolaborasi dengan komunitas-
komunitas di luar lingkungan pendidikan.

Prinsip 4 – Terukur dan Objektif


Komunitas mendefinisikan nilai-nilai moral inti yang menjadi prioritas
pengembangan dalam sebuah perilaku yang dapat diamati secara objektif
sebagai indikator.

Prinsip 5 – Pelibatan Publik


Penguatan pendidikan Karakter melibatkan publik. Komunitas sekolah
(guru,staf, orang tua, masyarakat) menyepakati prioritas nilai-nilai inti dan
kekhasan sekolah yang diperjuangkan dalam Penguatan Pendidikan
Karakter.

Prinsip 6 – Kearifan lokal


Penguatan Pendidikan Karakter memperkuat dan mengembangkan
kearifan lokal yang menjadi ciri kekayaan budaya nusantara.

Prinsip 7 – Keterampilan Abad 21


Penguatan pendidikan karakter mengembangkan keterampilan-
keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk hidup di abad-21
(kemampuan berpikir kritis dan kreatif, penguasaan bahasa, kemampuan
komunikasi, kemampuan bekerjasama/gotongroyong dan literasi TIK).

Prinsip 8 – Menghargai Perbedaan


Program penguatan pendidikan karakter menumbuhkan semangat
toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, meningkatkan integritas, dan
mendorong kerja keras untuk memperkokoh cinta bangsa, keutuhan NKRI
dan kebhinekaan.

Prinsip 9 – Adil dan inklusif


Program penguatan pendidikan karakter dilakukan dengan mendasarkan
diri pada prinsip keadilan, non-diskriminasi, non-sektarian, inklusif dan
menghargai kemartabatan manusia.

Prinsip 10 – Evaluasi Program


Evaluasi penguatan pendidikan karakter mengukur desain program PPK
sekolah, keberfungsian pengelola dan staf sekolah (kepala sekolah, guru,
tenaga kependidikan) sebagai pendidik karakter, dan perkembangan
perilaku baik peserta didik.

VII. Prinsip Implementasi PPK


Mengingat Indonesia terdiri dari berbagai macam latar belakang
sosial dan budaya yang berbeda, pelaksanaan Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK) di tingkat nasional perlu memerhatikan prinsip-prinsip
implementasi yang menjadi dasar pelaksanaan di unit sekolah. Prinsip-
prinsip implementasi PPK dibuat untuk menjamin agar PPK dapat
diadaptasi secara relevan dan selaras dengan konteks sosial, budaya,
ekonomi sebuah lembaga pendidikan.
Implementasi kebijakan PPK tidak perlu diseragamkan secara
nasional terutama bentuk-bentuk pilihan kegiatannya, namun sebagai
sebuah gerakan nasional,PPK perlu terarah pada nilai-nilai inti yang akan
menjadi prioritas PPK secara nasional. Untuk itu ada beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan dalam rangka menerapkan atau
mengimplementasikan program penguatan pendidikan karakter di sekolah
agar program Penguatan Pendidikan Karakter efektif dan relevan dengan
kebutuhan lembaga pendidikan.

Pertama, harmoni dengan Gerakan Nasional Revolusi Mental


Desain program Penguatan Pendidikan Karakter di sekolah perlu
diselaraskan dengan desain besar Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM), terutama menyangkut pilihan prioritas nilai-nilai intiyang mengacu
pada semangat Nawacita.
Kedua, komunikasi dan dialog dengan seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders)

Kegiatan dan program Penguatan Pendidikan Karakter dikomunikasikan


dan didialogkan dengan seluruh pemangku kepentingan pendidikan
terutama guru dan orang tua. Kegiatan dan program harus bermanfaat
bagi individu dan mendukung penguatan pendidikan karakter.

Ketiga, selaras dengan tahapan usia peserta didik


pelaksanaan program dan kegiatan penguatan pendidikan karakter
memperhatikan kebutuhan,tingkat usia dan tahapan perkembangan
psikologis peserta didik siswa.

Keempat, kebutuhan dan konteks lokal


Pelaksanaan program penguatan pendidikan karakter mempertimbangkan
konteks sosial, budaya, ketersediaan sarana dan sumberdaya yang dimiliki
oleh sekolah.

Kelima, fokus pada semangat belajar


Penguatan pendidikan karakter mendorong bertumbuhnya semangat
belajar, meningkatkan bakat dan talenta, dan dilakukan dengan penuh
kegembiraan tanpa paksaan.

MATERI 2

NILAI-NILAI UTAMA REVOLUSI MENTAL DALAM PENDIDIKAN


A. RASIONAL
Penguatan karakter bangsa merupakan salah satu butir Nawacita yang
dicanangkan Presiden Joko Widodo melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM) yang ingin diterapkan pada semua sendi kehidupan bangsa termasuk
pada bidang pendidikan. Salah satu wujud GNRM di sekolah adalah dengan
diterapkannya gerakan pendidikan karakter pada tahun 2010, namun gaung dan
dampaknya belum terasa pada seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu
tahun 2016 melalui GNRM dari Presiden Joko Widodo, pendidikan karakter di
sekolah didorong lebih kuat lagi dalam program Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK).
Terdapat keterkaitan yang kuat antara nilai utama revolusi mental dengan
nilai karakter pada program PPK. Nilai utama revolusi mental merupakan dasar
bagi pengembangan nilai karakter pada program PPK.Melalui modul ini para
pengawas, kepala sekolah, guru, dan komite sekolah perlu memahami secara
benar dan utu tentang nilai-nilai utama revolusi mental dalam pendidikan.

B. TUJUAN
Modul ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi
pengawas, kepala sekolah, guru, dan komite sekolah dalam program penguatan
pendidikan karakter khususnya tentang nilai-ilai utama revolusi mental dalam
pendidikan

C. ALOKASI WAKTU:
2 X 40 Menit

D. METODE:
Metode utama adalah kombinasi terhadap masalah Pendidikan Karakter,
dilanjutkan Diskusi Kelompok, Refleksi, Brainstorming, dan Metode Proyek
Penyusunan Tindak Lanjut.

E. MATERI

Ruang lingkup materi modul ini meliputi :


1. Pengertian revolusi mental,
2. Pentingnya revolusi mental,
3. Nilai-nilai utama revolusi mental, dan
4. Nilai-nilai utama revolusi mental dalam pendidikan.
Pengertian revolusi mental ditekankan pada pemahaman utuh tentang makna
revolusi mental yang memfokuskan pada perubahan cara berpikir, cara
bersikap dan cara bertindak untuk mengubah Indonedonesia kearah yang
lebih baik. Mengapa Indonesia perlu melakukan revolusi mental, karena
adanya krisis pada aspek integritas, gotong royong dan kemandirian. Oleh
karena itu perlu ditegakkan tiga nilai utama revolusi mental, yaitu integritas,
gotong royong, dan kemandirian. Revolusi mental dalam bidang pendidikan
dilakukan melalui Program Penguatan Pendidikan karakter (PPK) yang
mengembangkan 5 (lima) karakter utama, yaitu (1) religius, (2) nasionalis, (3)
mandiri, (4) gotong royong, dan (5) integritas.

A. Pengantar
Revolusi mental menurut YudiLatif (2014) secara denotatif, revolusi berarti
kembali lagi atau berulang kembali, maker evolusi berarti pengulangan secara
terus-menerus yang menjadikan sebuah akhir sekaligus awalnya. Sejalan
dengan definisi ini, ditegaskan oleh Komarudin (2014) yang menyatakan bahwa
revolusi mental merupakan perubahan mendasar dan signifikan, watak, cara
berpikir serta bersikap, berbuat, bertindak, dan berperilaku (mind set),
budayakerja (culture set), yang ditandai tiga kata kunci, yaitu cerdas, sehat, dan
berkepribadian luhur. Menuju revolusi mental yang berkepribadian adalah
membentuk manusia yang cerdas otaknya, sehat fisiknya, dan berbudi luhur
prilakunya.
Sedangkan menurut Junimart Girsang dan Supriyono B. Sumbogo (2015)
revolusi mental adalah perombakan manusia Indonesia, khususnya
penyelenggara negara, yang keras kepala, suka berdusta, mencuri,
menyeleweng, dan menyiksa orang lain. Target perombakan adalah terciptanya
manusia Indonesia yang memiliki tujuan hidup yang jelas, konsep diri yang
baik, koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, regulasi diri,
integrasi kepribadian, dan batin yang tenang.”.
Revolusi mental dapat dimaknai sebagai upaya loncatan mental untuk
membangun mental dan kultur baru bangsa yang selama ini banyak tergerus
arus zaman. Dengan kata lain revolusi mental ingin menghadirkan paradigma
baru pemerintahan yang berkerakyatan seperti konsep Trisakti Soekarno
berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam
kebudayaan. Dalam naskah kampanyenya, Jokowi-JK mengutarakan bahwa
bangsa Indonesia dihadapkan pada tiga masalah pokok bangsa, yakni (1)
merosotnya kewibawaan negara, (2) melemahnya sendi-sendi perekonomian
nasional, dan (3) merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa. Untuk
menjawab persoalan di atas, kemudian Jokowi-JK menjabarkan konsep Trisakti
tersebut dalam bentuk a) Kedaulatan dalam politik diwujudkan dalam
pembangunan demokrasi politik yang berdasarkan hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. b) Berdikari dalam ekonomi diwujudkan dalam
pembangunan demokrasi ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai
pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaku
utama dalam pembentukan produksi dan distribusi nasional. dan c) Kepribadian
dalam kebudayaan diwujudkan melalui pembangunan karakter dan kegotong-
royongan yang berdasar pada realitas kebhinekaan dan kemaritiman sebagai
kekuatan potensi bangsa dalam mewujudkan implementasi demokrasi politik
dan demokrasi ekonomi Indonesia masa depan.Melaksanakan revolusi mental,
kita dapat menggunakan konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno
dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya, ”Indonesia yang berdaulat
secara politik”, ”Indonesia yang mandiri secara ekonomi”, dan ”Indonesia yang
berkepribadian secara sosial-budaya”.

B. Pentingnya Revolusi Mental


Dalam sebuah tulisan di harian Kompas (10/5/2014) Joko Widodo
menyatakan bahwa Indonesia saat ini menghadapi suatu paradoks pelik yang
menuntut jawaban dari para pemimpin nasional. Setelah 16 tahun
melaksanakan reformasi, kenapa masyarakat kita bertambah resah dan
bukannya tambah bahagia, atau dalam istilah anak muda sekarang semakin
galau? Keresahan Joko Widodo tersebut bukan tanpa alasan karena dewasa ini
kondisi Indonesia dari berbagai sisi dianggap mengkhawatirkan. Misalnya
muncul kelompok radikalisme terorisme yang mengancam kebhinekaan dan
keutuhan bangsa, munculnya gerakan separatis, perilaku kekerasan dalam
lingkungan pendidikan dan di masyarakat, kejahatan seksual, tawuran pelajar,
pergaulan bebas dan kecenderungan anak-anak muda pada narkoba. Kondisi ini
apabila dibiarkan akan mengarah kepada apa yang disebut oleh M. Ghandi
sebagai “tujuh dosa yang mematikan” (the seven deadly sins) yaitu (1) semakin
merebaknya nilai-nilai dan perilaku memperoleh kekayaan tanpa bekerja (2)
kesenangan tanpa hati nurani (3) pengetahuan tanpa karakter (4) bisnis tanpa
moralitas (5) ilmu pengetahuan tanpa kemauan (6) agama tanpa pengorbanan
(7) politik tanpa prinsip.
Bersamaan dengan kondisi bangsa Indonesia seperti itu, juga kita
berhadapan dengan tantangan yang datang dari luar, yaitu persaingan global
yang menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sebab
rendahnya indeks pembangunan manusia Indonesia mengancam daya saing
bangsa. Berbagai alasan ini telah cukup menjadi dasar kuat bagi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan untuk kembali memperkuat jati diri dan identitas
bangsa melalui gerakan nasional pendidikan dengan meluncurkan program
nasional Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang akan dilakukan secara
menyeluruh dan sistematis mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan
pada jenjang pendidikan dasar, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama.
PPK merupakan bagian pembangunan karakter (nation building), menurut
Joko Widodo (2014) “nation building tidak mungkin maju kalau sekadar
mengandalkan perombakan institusional tanpa melakukan perombakan
manusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem ini. Sehebat apa pun
kelembagaan yang kita ciptakan, selama ia ditangani oleh manusia dengan
salah kaprah tidak akan membawa kesejahteraan. Sejarah Indonesia merdeka
penuh dengan contoh di mana salah pengelolaan (mismanagement) negara
telah membawa bencana besar nasional”. Oleh karena itu Joko Widodo
menawarkan konsepsi untuk melakukan revolusi mental. Menurutnya “revolusi
mental harus menjadi sebuah gerakan nasional. Usaha kita bersama untuk
mengubah nasib Indonesia menjadi bangsa yang benar-benar merdeka, adil,
dan makmur. Kita harus berani mengendalikan masa depan bangsa kita sendiri
dengan restu Allah SWT. Sebab, sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib
suatu bangsa kecuali bangsa itu mengubah apa yang ada pada diri mereka.”
Gerakan revolusi mental adalah satu gerakan untuk menggembleng manusia
indonesia ini menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja,
bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.Ir. Soekarno –
Presiden RI Pertama (Pidato,17 Agustus 1957). Nilai revolusi mental diilhami
oleh Trisakti yang pernahdiutarakan Bung Karnodalampidatonyatahun 1963
dengantigapilarnya, ”Indonesia yang berdaulatsecarapolitik”, ”Indonesia yang
mandirisecaraekonomi”, dan ”Indonesia yang berkepribadiansecarasosial-
budaya”.

C. Nilai-Nilai Revolusi Mental


Menurut sosiolog Paulus Wirutomo (2015:34-36) bahwa melalui diskusi yang
hangat dan dengan mengacu pada Pancasila dan Trisakti, maka disepakati
bahwa nilai yang paling penting dikembangkan berjumlah enam yaitu: (1)
kewargaan, (2) bisa dipercaya,(3) kemandirian, (4) kreativitas, (5)
gotongroyong, (6) saling menghargai. Dalam perkembangannya mengerucut
pada tiga nilai utama revolusi mental, yaitu : (1) integritas, (2) etos kerja, dan (3)
gotong royong. Integritas adalah kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan
apa yang diperbuat, dapat dipercaya, sadar akan hak dan kewajiban,
berpegang teguh pada prinsip kebenaran, moral, dan etika. Etos kerja adalah
sikap yang berorientasi pada hasil kerja yang terbaik, mampu bersaing, dan
mandiri. Gotong royong adalah sikap yang menghargai kerjasama, berdasarkan
prinsip saling menghormati dan saling menghargai.
Untuk mewujudkan tiga nilai utama revolusi mental tersebut diperlukan
prasyarat mutlak yang harus ditempuh yakni rakyatnya harus cerdas dan pintar
(intelektualitas), sehat jasmani dan mental, dan memiliki karakter atau
keperibadian yang baik. Tiga kata kunci ini menjadi bagian penentu
keberhasilan implementasi kebijakan revolusi mental. Makna dari
pembangunan karakter atau kepribadian rakyat yang baik adalah bahwa rakyat
harus memiliki karakter sesuai dengan jiwa bangsa ini. Apa saja yang menjadi
jiwa bangsa ini? Jiwa bangsa terdapat dalam nilai-nilai Pancasila, yakni nilai
keimanan kepada Tuhan, nilai kemanusian, persatuan, jiwa demokrasi
musyawarah mufakat dan keadilan sosial. Dengan kata lain karakter manusia
Indonesia harus memiliki iman takwa dan sekaligus mempunyai kesholehan
sosial yang handal.
D. Nilai-Nilai Utama Revolusi Mental Dalam Pendidikan
Penguatan karakter bangsa merupakan salah satu butir Nawacita yang
dicanangkan Presiden Joko Widodo melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM). Komitmen ini ditindaklanjuti dengan arahan Presiden kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengutamakan dan membudayakan
pendidikan karakter di dalam dunia pendidikan. Atas dasar ini, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan program Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK) secara bertahap mulai tahun ajaran 2016.
Filosofi Pendidikan di Indonesia yang mendasarkan diri pada ajaran Ki Hadjar
Dewantara merupakan kekhasan proses pembudayaan nilai-nilai luhur kepada
generasi baru. Pedagogi pendidikan Ki Hadjar Dewantara menerapkan empat
prinsip yang menjadi dasar pembelajaran yakni olah hati (perkembangan
kerohanian), olah pikir (perkembangan intelektual), olah raga (kesehatan fisik
dan kinestetik) dan kinestetik, dan olah rasa dan karsa (perkembangan emosi
dan kreatifitas).
Pemerintah terus mengupayakan peningkatan kualitas sumber daya manusia
Indonesia melalui perbaikan-perbaikan sistem pendidikan untuk membekali
generasi bangsa dengan ketangkasan, kecakapan, dan keterampilan, serta
karakter baik yang mampu memajukan bangsa di tengah iklim kompetisi global.
Karakter menjadi hal utama yang menjadi “ruh” pendidikan untuk
mempersiapkan generasi anak bangsa.
Proses pendidikan, menurut Ki Hadjar bergerak dinamis dari peranan Tri
Pusat Pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat). Keluarga dan sekolah
merupakan penanggungjawab utama terselenggaranya pendidikan karakter,
termasuk di dalamnya adalah para pemangku kepentingan pendidikan, yaitu
pegiat pendidikan, media massa, dunia usaha dan dunia industri. Mereka semua
ini menjadi bagian penting penting keberhasilan pendidikan karakter di sekolah.
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) pada anak-anak usia sekolah pada
semua jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
jenjang pendidikan dasar dan menengah menjadi hal penting. PPK bertujuan
untuk memperkuat nilai-nilai religius, moral, akhlak, dan kepribadian dengan
cara membekali mereka dengan keterampilan belajar abad 21 yang dibutuhkan
peserta didik, seperti: kualitas karakter, literasi digital, kemampuan berpikir kritis,
kreatif, kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi untuk mewujudkan
keunggulan Generasi Emas 2045.
Dengan memperhatikan uraian di atas, maka konsekwensi logis bahwa
dalam upaya Penguatan Pendidikan Karakter, guru, kepala sekolah, pengawas
sekolah, maupun orang tua dan komite sekolah harus memiliki misi yang sama
tentang pendidikan karakter/membangun bangsa, untuk itu semua komponen
perlu dilatih bagaimana menumbuhkan misi pendidikan karakter tersebut.
Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) mengembangkan 5 (lima)
nilai utama sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental, yaitu
Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong Royong, dan Integritas, yang dijelaskan
sebagai berikut:
a. Karakter Religius mencerminkan sikap iman dantakwaterhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku untuk melaksanakan ajaran
agama dan kepercayaan yang dianutnya, menghargai perbedaan agama,
menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan
kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.Sikap
religius juga ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan
alam.
Beberapa contoh karakter religious iman dan takwa dalam 3 dimensi:
1) Contoh karakter religious iman takwa dalam hubungannya dengan
Tuhan Yang MahaEsa.
Menjalankan segala perintah Tuhan dan menjauhi segala
laranganNya. Bagi umat Islam sholat wajib lima waktu dan
melaksanakan amanlan sunnah seperti sholat sunnah tahajud, dhuha.
Selanjutnya, membaca dan mengkaji al Quran setiap hari,
melaksanakan puasa, dan lain-lain. Bagi umat agama lainnya
melaksanakan sembahyang dan berdoa di tempat peribadatannya
masing-masing, membaca dan mengkaji kitabsucinya masing-masing.
2) Contoh karakter religious iman takwa dalam hubungan manusia
dengan manusia lainnya.
Menjalankan perintah agama sesuai keyakinan masing-masing dalam
berbuat baik kepada sesama, seperti member makan kepada fakir
miskin, menolong orang yang membutuhkan, menyayangi sesame
manusia, saling tolong menolong dalam kebaikan, tidak meyakiti orang
lain dengan sikap dan perbutan kita, tidak memfitnah, tidak
menggungjing, tidak iri dan dengki, dan lain-lain. Bersikap dan
berprilaku toleransi terhadap keyakinan agama lain, dan tidak
menggangu peribadatan orang lain.
3) Contoh karakter religious iman takwa dalam hubungan manusia
dengan lingkungan alam sekitarnya.
Melakukan penghijauan dan memelihara kebersihan lingkungan
sekitar, membuang sampah pada tempatnya, tidak mengotoril
ingkungan, tidak melakukan pembabatan liar, tidak melakukan
pembakaran hutan dan lain-lain.

b. Karakter Nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang


menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa,
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri
dan kelompoknya. Sikap ini mencakup nilai karakter cinta tanah air dan
semangat kebangsaan.
Adapun contoh sikap dan perilaku nasionalisme di antaranya memperingati
hari-hari besar nasional, cinta dan bangga terhadap NKRI dan produk dalam
negeri, menghormati suku/etnis lain, sikap disiplin dalam setiap pekerjaan,
member keteladanan di llingkungan, berpartisipasi aktif dalam kegiatan
social dan kebangsaan, melaksanakan hak dan tanggungjawab sebagai
warga Negara, membela kebenaran dan keadailan, tidak membocorkan
rahasia dan kelemahan Negara kepada pihak asing, dan tidak melakukan
pelecehan kepada simbol-simbol Negara.
c. Karakter Mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang
lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk
merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Karakter kemandirian meliputi
nilai-nilai etos kerja, tahan banting, daya juang, professional, mandiri, kreatif
dan menjadi pembelajar sepanjag hayat.
Contoh karakter kemandirian diantaranya belajar dengan sungguh-sungguh,
selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan,
dapat menciptakan lapangan pekerjaan, mengembangkan sikap
enterpreunership, tidak tergantung pada bantuan orang lain, kemandirian
bangsa yang ditunjukan dengan tidak meminjam utang luarnegeri yang
memberatkan beban bangsa, berani mengambil keputusan secara
bertanggungjawab, tidak mudah diintervensi bangsa lain, memiliki
kepercayaan diri yang tinggi dalam melakkan perbuatan apapun, melakukan
pembiasaan dalam mengerjakan tugas secara mandiri, pada level anak-
anak membiasaakan cuci pakaian dan piring sendiri, pekerja keras dalam
kehidupannya.
d. Karakter Gotong Royong mencerminkan tindakan menghargai semangat
kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama,
memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, bersahabat dengan orang
lain dan memberi bantuan pada mereka yang miskin, tersingkir dan
membutuhkan pertolongan. Karakter gotong royong mencakup nilai-nilai
karakter saling menghargai, kerjasama, gotong royong, anti diskriminasi, anti
kekerasan, dan kerelawanan.
Contoh karakter gotongroyong di antaranya bekerjasama dalam
membangun fasilitas publik, taat bayar pajak, tidak merusak fasilitas umum,
mengerjakan tugas pekerjaan rumah secara bersama-sama, dll.
e. Karakter Integritas merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada
nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas
meliputi sikap tanggungjawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam
kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakah dan perkataan yang
berdasarkan kebenaran. Contoh perilaku berintegritas adalah menunjukkan
keteladanan sikap sosial dan moral, menghargai penyandang disabilitas,
anti korupsi, anti kekerasan, dan aktif membangun kehidupan bersama
secara gotong royong dan kekeluargaan.Contoh karakter integritas di
antaranya berkata benar, bertindak jujur, tidak berbohong, tidak curang, tidak
menipu, tidak menyontek, dll.

KESIMPULAN:
Karakter RELIGIUS, NASIONALIS, MANDIRI, GOTONG ROYONG dan
INTEGRITAS sebagai lima nilai utama merupakan intisari dari Nawacita, nilai-nilai
revolusi mental, dan 18 karakter yang telah dikembangkan sebelumnya.

Bagan 1 : Keterkaitan lima nilai utama dalam pendidikan karakter


REFERENSI

Kemdikbud. 2012a. Bahan Uji Publik Kurikulum 2013. Publikasi tertanggal 29


Nopember 2012.Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. 2012b. Kurikulum 2013: Rasional, Kerangka Dasar, Struktur,
Implementasi, dan Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kemdikbud. 2012c. Pedoman Implementasi Kurikulum 2013. Publikasi dokumen
Nopember 2012. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. 2012d. Standar Isi. Publikasi dokumen Nopember 2012. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. 2012e. Standar Kompetensi Lulusan. Publikasi dokumen Nopember
2012. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. 2012f. Standar Penilaian. Publikasi dokumen Nopember 2012. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. 2012g. Standar Proses. Publikasi dokumen Nopember 2012. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdiknas, Balitbang, Pusat Kurikulum dan Perbukuan. 2011-a. Panduan
Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional.
Kemdiknas, Balitbang, Pusat Kurikulum dan Perbukuan. 2011-b. Panduan
Penyelenggaraan Pelatihan Pendidikan Karakter. Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan
Nasional.
Kemdiknas, Balitbang, Pusat Kurikulum. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan
Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk
Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum, Badan Penelitian
dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional.
Kemdiknas, Balitbang, Pusat Kurikulum. tanpa tahun. Naskah Akademik
Penyempurnaan Kurikulum.
Kemdiknas, Ditjen Dikti, Dit Ketenagaan. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan
Karakter tahun 2010. Jakarta: Direktorat Ketenagaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional.
Pemerintah RI. 2010. Kebijakan Nasional Pengembangan Karakter Bangsa Tahun
2010—2025, Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Samani, Muchlas. & Hariyanto, 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Roedakarya.
REFLEKSI

Refleksi diarahkan untuk mendorong dan meningkatkan pemahaman dan


penghayatan peserta terhadap gerakan revolusi mental melalui pengembangan lima
nilai utama dalam program penguatan pendidikan karakter di sekolah. Kegiatan
refleksi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Peserta diminta untuk menyampaikan pandangan-pandangan positif dan
berbagai kendala, tantangan, dan solusinya terhadap gerakan revolusi mental
melalui PPK.
2. Peserta diminta untuk menyampaikan rencana tindak lanjut yang harus segera
dilakukan untuk keterlaksanaan PPK di sekolah.

EVALUASI

Petunjuk khusus; pilihlah satu jawaban (a, b, c atau d) yang anda anggap tepat

1. Nawa Cita adalah gambaran visi-misi Joko Widodo-Yusuf Kalla sebagai


Presiden terpilih yang berisi sembilan cita-cita atau harapan, yang secara
historis seiring dengan:
a. Trilogi Pak Harto c. Tripusat Ki Hajar Dewantara
b. Trisakti Bung Karno d. Semua tidak tepat

2. Salah satu butir Nawa Cita adalah harapannya di bidang pendidikan untuk
melakukan revolusi karakter bangsa. Hal ini sesuai dengan fungsi
pendidikan sebagaimana terkandung dalam Undang-undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yatu:
a. membentuk kecerdasan c. Mengembangkan
dan ketaqwaan peserta kemampuan dan
didik membentuk watak
b. Mengembangkan d. mengembangkan
kepribadian dan kecerdasan dan karakter
kemampuan sosial bangsa

3. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dilakukan di sekolah dengan


memperkuat dan mengembangkan kurikulum pada aspek:
a. ko-kurikuler dan ekstra- c. memperpanjang jam belajar
kurikuler d. mengurangi peran komite
b. menghilangkanhidden sekolah
curriculum

4. PPK diterapkan dengan tiga strategi dasar, yaitu penguatan pendidikan


karakter yang berbasis pada:
a. kelas, kultur, dan komunitas c. sekolah, keluarga, dan
b. sekolah, komunitas, dan masyarakat
masyarakat d. sekolah, masyarakat, dan dunia
usaha

5. Tag-line atau motto program PPK adalah:


a. betah di rumah kedua b. senang belajar di rumah
ke dua
c. Senang berada di sekolah d. Senang berada di rumah
kedua

Petunjuk Khusus: Berdasarkan pernyataan yang diberikan tulislah huruf B jika


anggap BENAR dan tulislah huruf S jika anggap SALAH.

6. B----- Pendidikan karakter merupakan gerakan utama dalam Gerakan


S Nasional Revolusi Mental (GNRM).
7. B----- Strategi penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dilakukan
S melalui proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam kelas.
8. B----- Strategi penguatan pendidikan karakter berbasis kultur sekolah
S dilakukan melalui kegiatankokurikuler, ekstrakurikuler dan
pengembangan manajemen pengelolaan lembaga pendidikan.
9. B----- Strategi penguatan pendidikan karakter berbasis komunitas dilakukan
S dengan melakukan kerjasama dengan komunitas-komunitas di luar
lembaga pendidikan sebagai sumber-sumber pembelajaran.
10. B----- Bila sebuatu sekolah memiliki prasarana dan sarana yang terbatas,
S misalnya lahan dan bangunannya terbatas, maka tidak wajib
mengembangkan PPK.
11. B----- Pengembangan program PPK dapat pula dilakukan dengan
S bekerjasama dengan komunitas-komunitas di luar sekolah.
12. B----- Pendidikan karekater dilakukan berdasarkan prinsip menguatkan nilai-
S nilai moral universal dengan mengabaikan nilai-nilai spesifik yang
berlaku di setiap daerah.
13. B----- Pendidikan karakter juga dikembangkan agar generasi muda mampu
S menghadapi kehidupan Abad 21.
14. B----- Pendidikan karakter memanfaatkan semua sumberdaya pembelajaran
S dan pendidikan yang ada i lingkungan sekolah.
15. B----- Pendidikan karakter dikembangkan agar peran pendidikan dalam
S keluarga dapat dikurangi

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas.


1. Apa yang dimaksud dengan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)
yang dicanangkan Presiden Joko Widodo ?
2. Apa yang melatarbelakangi perlunya revolusi mental bagi bangsa
Indonesia dewasa ini ?
3. Sebutkan tiga nilai utama revolusi mental ?
4. Jelaskan latar belakang Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
di Sekolah ?
5. Sebutkan dan beri contoh nilai-nilai karakter utama dalam PPK ?
6. Jelaskan hambatan dan kendala pelaksanaan PPK di sekolah dan
bagaimana solusinya ?

Anda mungkin juga menyukai