Anda di halaman 1dari 27

INOVASI DALAM PEMBELAJARAN

ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pendidikan

Dosen pengampu: Prof. Syarif Sumantri

Disusun oleh:

Kelompok 6

Aprina Wadiah (1815162867)

Ghasali Muhammad Elba (1815162064)

Nuraini Amalia (1815162796)

Ranny Sri Safitri (1815162323)

Wulan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018/2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di seminar-seminar pendidikan telah banyak dibahas mengenai


permasalahan dalam pendidikan dari bermacam segi keilmuan.
Masalahnya ialah bahwa pendidikan sekolah kurang atau tidak dapat
menjawab tantangan pembangunan yang memerlukan perubahan dalam
hal pendidikan. Hal ini dikarenakan kurang adanya inovasi pendidikan yang
dibuat oleh guru-guru sebagai stakeholder dunia pendidikan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran. Inovasi kegiatan belajar mengajar
mutlak diperlukan untuk mengurangi verbalisme dan ketidakbermaknaan
hasil belajar.

Banyak sekali cara yang bisa ditempuh untuk meningkatkan hasil


belajar, antara lain: penggunaan berbagai metode, pendekatan, dan
penggunaan media yang bersumber dari alam sekitar, membeli dalam
bentuk jadi, maupun merakit sendiri. Setiap inovasi yang telah dibuat
mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Namun dalam
membuat inovasi, pembuat harus memperhatikan biaya, kualitas, maupun
keefektifan dari inovasi tersebut. Oleh karena itu perlu di ciptakan inovasi
yang berkualitas yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam
inovasi, tidak hanya sekedar terjadinya perubahan dari suatu keadaan
menuju keadaan yang lain tapi juga terjadi sesuatu yang baru (terdapat
unsur kesengajaan), unsur kualitas (mutu) yang lebih baik dari sebelumnya
dan terarah pada peningkatan berbagai kemampuan untuk mencapai
tujuan tertentu dalam pendidikan.Hal itu supaya tercipta suasana
pembelajaran yang kreatif, efektif, dan menyenangkan sesuai tuntutan
pendidikan pada saat sekarang ini.
Inovasi dibutuhkan untuk setiap mata pelajaran sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Salah satu mata pelajaran yang membutuhkan inovasi
adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Salah satu bentuk
inovasi dalam pembelajaran IPA adalah dengan membuat permainan roda
putar. Inovasi permainan tersebut dibuat agar dapat memberikan lebih
banyak peluang kepada siswa agar siswa dapat berperan aktif dalam
pembelajaran. Selain itu, inovasi tersebut dibuat untuk mencapai tujuan
dalam pembelajaran yang dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan
tidak membosankan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)?


2. Apa saja karakteristik Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)?
3. Bagaimana pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD?
4. Apa saja karakteristik siswa SD?
5. Apa pengertian media pembelajaran?
6. Bagaimana penerapan inovasi dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA)?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).


2. Untuk memahami karakteristik Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
3. Untuk mengetahui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di
SD.
4. Untuk memahami karakteristik siswa SD.
5. Untuk mengetahui pengertian media pembelajaran.
6. Untuk memahami penerapan inovasi dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA).
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian IPA

Istilah IPA diambil dari bahasa latin Scientia yang arti harfiahnya adalah
pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu
Pengetahuan Alam atau IPA. IPA merupakan ilmu yang berhubungan
dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis, tersusun
secara teratur, berlaku secara umum, berupa kumpulan hasil observasi dan
eksperimen.(Djumhana 2009)

Wahana menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan


tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam.(Trianto 2010) Secara sederhana IPA
adalah sekumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang
gejala alam.

Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh sekumpulan fakta,


tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah, sikap ilmiah, kreatifitas dan
aplikasi konsep. Tujuan dari pembelajaran IPA mencakup tiga aspek, yaitu
mengembangkan pemahaman peserta didik tentang alam,
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh atau
mengolah pengetahuan baru, dan mengembangkan sikap-sikap positif.
Hakikat tujuan pendidikan IPA adalah menghantarkan siswa agar dapat
menguasai konsep-konsep IPA dan keterkaitannya untuk memecahkan
masalah terkait dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan paparan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu


Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang berbagai gejala alam yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
dan didasari oleh pengamatan serta eksperimen untuk membuktikan suatu
proses yang terjadi di alam sekitar.
B. Karakteristik IPA

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu memiliki ciri-ciri


sebagaimana disiplin ilmu lainnya. Setiap disiplin ilmu selain mempunyai ciri
umum, juga mempunyai ciri khusus/karakteristik. Adapun ciri umum dari
suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta aturan
yang yang menyatakan hubungan antara satu dengan lainnya. Fakta-fakta
tersebut disusun secara sistematis serta dinyatakan dengan bahasa yang
tepat dan pasti sehingga mudah dicari kembali dan dimengerti untuk
komunikasi (Prawirohartono, 1989: 93).

Sebagai ilmu, IPA memiliki karakteristik yang membedakannya dengan


bidang ilmu lain. Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini.

1. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat


dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode
ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh
penemunya. Contoh: nilai ilmiah ”perubahan kimia” pada lilin yang
dibakar. Artinya benda yang mengalami perubahan kimia,
mengakibatkan benda hasil perubahan sudah tidak dapat
dikembalikan ke sifat benda sebelum mengalami perubahan atau
tidak dapat dikembalikan ke sifat semula.

2. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun


secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya
tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi juga
ditandai oleh munculnya “metode ilmiah” (scientific methods) yang
terwujud melalui suatu rangkaian ”kerja ilmiah” (working
scientifically), nilai dan “sikapi lmiah” (scientific attitudes)
(Depdiknas, 2006).

3. IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun


dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan
observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori,
eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait
antara cara yang satu dengan cara yang lain.

4. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan


dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai
suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk
eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).

5. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap.
Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses
merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah;
metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis,
perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian
hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan
penarikan kesimpulan. Aplikasi merupakan penerapan metode atau
kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sikap
merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam,
makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan
masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.

C. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari


tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pemahaman tentang karakteristik IPA ini berdampak pada
proses belajar IPA di sekolah. Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di
sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di sekolah
tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang
didasarkan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk
memprediksi atau menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda.

Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah memiliki karakteristik


tersendiri. Uraian karakteristik belajar IPA dapat diuraikan sebagi berikut:

1. Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh


proses berpikir, dan berbagai macam gerakan otot. Contoh, untuk
mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu melakukan
serangkaian kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk
mengamati perubahan ukuran benda (panjang, luas, atau volume),
melibatkan gerakan otot untuk melakukan pengukuran dengan
menggunakan alat ukur yang sesuai dengan benda yang diukur dan
cara pengukuran yang benar, agar diperoleh data pengukuran
kuantitatif yang akurat. Misalnya data panjang awal benda sebelum
dipanaskan dan data panjang akhir benda setelah dipanaskan
dalam kurun waktu tertentu. Proses ini melibatkan alat indra untuk
mencatat data dan mengolah data agar dihasilkan kesimpulan yang
tepat.

2. Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara


(teknik). Misalnya, observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.
Termasuk teknik manakah yang akan digunakan ketika belajar
fenomena gerak jatuh bebas? Mengapa demikian?

3. Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk


membantu pengamatan. Hal ini dilakukan karena kemampuan alat
indera manusia itu sangat terbatas. Selain itu, ada hal-hal tertentu
bila data yang kita peroleh hanya berdasarkan pengamatan dengan
indera, akan memberikan hasil yang kurang obyektif, sementara itu
IPA mengutamakan obyektivitas. Misal, pengamatan untuk
mengukur suhu benda diperlukan alat bantu pengukur suhu yaitu
termometer. Alat bantu ini membantu ketepatan pengukuran dan
data pengamatannya dapat dinyatakan secara kuantitatif. Jika
pengukuran dilakukan berulang-ulang dengan tingkat ketelitian
yang sama maka data yang diperoleh akan sama. Jika pengukuran
dilakukan dengan panca indera saja, maka data yang diperoleh
akan berbeda-beda dan datanya bersifat kualitatif karena
didasarkan pada hal-hal yang dirasakan orang yang melakukan
pengukuran. Data kualitatif ini bersifat subyektif, karena sangat
mungkin keadaan panas benda yang sama, dirasakan oleh dua
orang atau lebih yang berbeda, hasilnya berbeda-beda pula
sehingga data yang diperoleh tidak obyektif..

4. Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah


(misal seminar, konferensi atau simposium), studi kepustakaan,
mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya.
Kegiatan tersebut kita lakukan semata-mata dalam rangka untuk
memperoleh pengakuan kebenaran temuan yang benar-benar
obyektif. Contoh, sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh
pengakuan kebenaran, maka temuan tersebut harus dibawa ke
persidangan ilmiah lokal, regional, nasional, atau bahkan sampai
tingkat internasional untuk dikomunikasikan dan dipertahankan
dengan menghadirkan ahlinya.

5. Belajar IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA merupakan


sesuatu yang harus siswa lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan
untuk siswa. Dalam belajar IPA, siswa mengamati obyek dan
peristiwa, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan,
menyusun penjelasan tentang gejala alam, menguji penjelasan
tersebut dengan cara-cara yang berbeda, dan mengkomunikasikan
gagasannya pada pihak lain. Keaktifan dalam belajar IPA terletak
pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik atau hands-on dan
aktif berpikir atau minds-on (NRC, 1996:20). Keaktifan secara fisik
saja tidak cukup untuk belajar IPA, siswa juga harus memperoleh
pengalaman berpikir melalui kebiasaan berpikir dalam belajar IPA.
Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa
pembelajaran IPA seharusnya melibatkan siswa dalam berbagai ranah,
yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Hal ini dikuatkan dalam
kurikulum IPA yang menganjurkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah
melibatkan siswa dalam penyelidikan yang berorientasi inkuiri, dengan
interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya. Melalui kegiatan
penyelidikan, siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan pengetahuan ilmiah yang ditemukannya pada berbagai
sumber, siswa menerapkan materi IPA untuk mengajukan pertanyaan,
siswa menggunakan pengetahuannya dalam pemecahan masalah,
perencanaan, membuat keputusan, diskusi kelompok, dan siswa
memperoleh asesmen yang konsisten dengan suatu pendekatan aktif untuk
belajar. Dengan demikian, pembelajaran IPA di sekolah yang berpusat
pada siswa dan menekankan pentingnya belajar aktif berarti mengubah
persepsi tentang guru yang selalu memberikan informasi dan menjadi
sumber pengetahuan bagi siswa (NRC, 1996:20).

Pembelajaran di sekolah menitikberatkan pada aktivitas siswa. Dengan


cara ini diharapkan pemahaman dan pengetahuan siswa menjadi lebih baik.
Kenyataan di lapangan, aktivitas siswa sering diartikan sempit. Bila siswa
aktif berkegiatan, walaupun siswa sendiri tidak mengetahui (merasa pasti)
untuk apa berbuat sesuatu selama pembelajaran, maka dianggap
pembelajaran sudah menerapkan pendekatan yang aktif.

Proses pembelajaran IPA di sekolah menekankan pada pemberian


pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Hal ini disebabkan
karena IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat
diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar
tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan
pembelajaran IPA ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman
belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

D. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Seorang guru harus mampu menerapkan model pembelajaran yang


sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu
sangatlah penting bagi seorang guru dalam memahami karakteristik dan
kebutuhan siswanya.

1. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar

Anak SD merupakan anak dengan kategori banyak mengalami


perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD
yang berkisar antara 6-12 tahun menurut Seifert dan Haffung memiliki
tiga jenis perkembangan:

a. Perkembangan Fisik Siswa SD

Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan


otak, otot dan tulang. Pada usia 10 tahun baik laki-laki maupun
perempuan tinggi dan berat badannya bertambah kurang lebih 3,5
kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12-13 tahun anak perempuan
berkembang lebih cepat dari pada laki-laki. (Sumantri, dkk; 2005)

1) Usia masuk kelas satu sekolah dasar atau MI berada dalam


periode peralihan dari pertumbuhan cepat masa anak-anak
ke fase perkembangan yang lebih lambat. Ukuran tubuh
anak relatif kecil perubahannya selama satu tahun di SD.

2) Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki-laki dan


perempuan kurang lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak
perempuan relatif lebih sedikit pendek dan lebih langsing
dari anak laki-laki.
3) Akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai
mengalami masa lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki
mulai tumbuh cepat.

4) Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih


tiggi, lebih berat dan lebih kuat daripada anak laki-laki.
Anak laki-laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia
sekitar 11 tahun.

5) Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan


mendekati puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode
pubertas yang ditandai dengan menstruasi umumnya
dimulai pada usia 12-13 tahun. Anak laki-laki masuk masa
pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13-16
tahun.

6) Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa


pubertas. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologis yang
mengubah manusia belum mampu bereproduksi menjadi
mampu. Hampir setiaporgan atau sistem tubuh dipengaruhi
oleh perubahan ini. Anak pubertas awal (prepubertas) dan
remaja pubertas akhir (postpubertas) berbeda dalam
tampak luarnya karena perubahan dalam yang tinggi
proporsi badan serta perkembangan ciri seks primer dan
sekunder.

b. Perkembangan psikososial

Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan


perubahan emosi individu. J. Havighurst mengemukakan bahwa
setiap perkembangan individu harus sejalan dengan
perkembangan aspek lain seperti diantaranya adalah aspek psikis,
moral, dan sosial.
Menjelang masuk SD, anak telah mengembangkan
keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih
kompleks. Sampai dengan masa ini, anak pada dasarnya
egosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka adalah
rumah, keluarga, dan taman kanak-kanaknya. Selama duduk di
kelas rendah, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri.
Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa
mereka “dewasa”. Mereka merasa “saya dapat mengerjakan
sendiri tugas itu”, karenanya tahap ini disebut tahap “I can do it my
self”. Mereka sudah mampu untuk diberikan suatu tugas. Daya
konsentrasi anak tumbuh pada kelas rendah. Mereka dapat
meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas-tugas pilihan mereka,
dan seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya.

Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri,


kerjasama dengan kelompok dan bertindak menurut cara-cara
yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli
pada permainan yang jujur. Selama masa ini mereka juga mulai
menilai diri mereka sendiri dengan membandingkannya dengan
orang lain. Anak-anak yang lebih mudah menggunakan
perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk norma-
norma sosial dan kesesuaian jenis-jenis tinkah laku tertentu.

Pada saat anak-anak tumbuh semakin lanjut, mereka


cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk
mengevaluasi dan menilai kemampuan-kemampuan mereka
sendiri. Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif
mereka, anak pada kelas tinggi berupaya untuk tampak lebih
dewasa.

Terjadi perubahan-perubahan yang berarti dalam


kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas tinggi, anak laki-
laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok
menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima
dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional yang
serius. Teman-teman mereka menjadi lebih penting daripada
sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat
tinggi. remaja sering berpakaian serupa. Mereka menyatakan
kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok teman sebaya
melalui pakaian atau perilaku.

Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah.


Pada saat di SD kelas rendah, anak dengan mudah menerima dan
bergantung kepada guru. Di awal-awal tahun kelas tinggi,
hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang
menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka
ceritakan kepada orang tua mereka. beberapa anak pra remaja
memilih guru mereka sebagai model.

Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru


dengan cara-cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun
sebelumnya. Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka
menentang gurunya. Salah satu tanda mulai munculnya
perkembangan identitias remaja adalah reflektivitas yaitu
kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang
berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri.
Mereka juga mulai menyadari bahwa ada perbedaan antara apa
yang mereka pikirkan dan mereka rasaka serta bagaimana
merekaberperilaku. Mereka mulai mempertimbangkan
kemungkinan-kemungkinan. Remaja mudah dibuat tidak puas oleh
diri mereka sendiri. Mereka megkritik sifat pribadi mereka,
membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba
untuk mengubah perilaku mereka.

2. Kebutuhan Peserta Didik Siswa SD

a. Anak SD Senang Bermain


Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan
kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih untuk
kelas rendah guru SD sebaiknya merancang model pembelajaran
yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru
hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi
santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling
antara mata pelajaran serius seperti IPA< Matematika, dengan
pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan
jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).

b. Anak SD Senang Bergerak

Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD


dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh
karena itu, guru hendaknya merancag model pembelajaran yang
memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak
untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama membuat mereka
tidak nyaman dan tersiksa.

c. Anak Usia SD Senang Bekerja dalam Kelompok

Anak usia SD dalam pergaulanya dengan kelompok sebaya,


mereka belajar aspek-aspek yang penting dalam proses
sosialisasi, seperti: belajar memeuhi aturan-aturan kelompok,
belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya di
lingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar
bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif, memperlajari
olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau
belajar dalam kelompok, sertabelajar keadilan dan demokrasi.
Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau
belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk
membentuk kelompok kecil degan anggota 3-4 orang untuk
mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.

d. Anak SD Senang Merasakan atau Melakukan/memperagakan


Sesuatu Secara Langsung

Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki


tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia
belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-
konsep lama. Berdasarkan pengalaman ini, siswa membentuk
konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan,
peran jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD,
penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika
anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh
bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung
dalam proses pembelajaran. sebagai contoh anak akan lebih
memahami tentang arah mata angin, dengan cara membawa anak
langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah
angin, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui
secara persis dari arah mana angin saat itu bertiup.

3. Tugas Perkembangan Anak Usia SD

Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia SD adalah


sebagai berikut:

a. Menguasai keterampilan fisik yag diperlukan dalam permainan


dan aktivitas fisik.
b. Membangun hidup sehat mengenai diri sendiri dan lingkungan.
c. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya.
d. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis
kelamin.
e. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca,
menulis dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam
masyarakat.
f. Mengembangkan konsep-konsep hidup yang perlu dihadapi
dalam kehidupan.
g. Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai sebagai
pedoman perilaku.
h. Mencapai kemandirian pribadi.

Tugas perkembangan tersebut mendorong guru SD untuk:

a. Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan


keterampilan fisik.
b. Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman
sebaya sehigga kepribadian sosialnya berkembang.
c. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan
pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun
konsep.
d. Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan
nilai-nilai sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang
stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.
BAB III

INOVASI PENDIDIKAN

A. Inovasi dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

1. Hakikat Media Pembelajaran

Menurut Miarso (2004) berpendapat bahwa "Media pembelajaran


adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar
sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar".

Media pengajaran dimaknai sebagai segala sesuatu yang dapat di


pakai untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran dan
kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar.
Berbagai bentuk media dapat digunakan untuk meningkatkan pengalaman
belajar ke arah yang lebih konkret. Penggunaan media pembelajaran
sangat penting untuk menciptakan suatu proses belajar yang lebih
maksimal dan bermakna. 1

Munadi menyatakan media pembelajaran dikelompokkan menjadi 4


kelompok besar sebagai berikut:2

a. Media Audio.

Media audio adalah media yang arahnya melibatkan indera


pendengaran dan hanya mampu memanipulasi kemampuan suara
semata.

b. Media Visual.

1
Ana Setyandari, ‘Inovasi Pemanfaatan Media Film Untuk Peningkatan Kemampuan Listening
Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris’, 2015, h.169.
2
Ilham, ‘Film Berbahasa Inggris untuk Menumbuhkan Minat Peserta Didik Dalam Belajar Bahasa
Inggris’, 2015, h.49.
Media visual adalah media yang hanya melibatkan indera
penglihatan

c. Media Audio Visual.

Media audio visual adalah media yang melibatkan indera


pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses.

d. Media Multimedia.

Media Multimedia adalah media yang melibatkan berbagai


indera dalam sebuah proses pembelajaran.

Langkah-langkah memilih dan mengembangkan media adalah


sebagai berikut :

a. Mengkaji karakteristik materi pelajaran( media harus disesuaikan


dengan karakteristik bahan)
b. Mengkaji berbagai media yang telah ada
c. Memilih dan menentukan media pembelajaran
d. Jika belum ada, membuat dan menciptakan media
e. Menggunakan media
f. Mengevaluasi media yang telah digunakan.

Kegunaan media dalam proses belajar mengajar adalah sebagai


berikut:

a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat


verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra
c. Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi
sikap pasif siswa.

Keuntungan penggunaan media dalam proses pembelajaran adalah:

a. Pembelajaran bahasa lebih menarik atau menumbuhkan rasa


cinta terhadap pelajaran bahasa
b. Menambah minat belajar pembelajar, minat yang baik akan
menghasilkan mutu yang baik pula( prestasi belajar)
c. Mempermudah dan memperjelas materi pelajaran
d. Memperingan tugas pengajaran
e. Merangsang daya kreasi
f. Pembelajaran tidak monoton sehingga membosankan.

2. Permainan Roda Putar

Media yang baik akan menumbuhkan respon serta antusias anak


dalam mengikuti proses pembelajaran. Pengembangkan media roda putar
dan diharapkan anak tidak bosan dalam mengikuti pembelajaran sehingga
kecerdasan visual spasial anak dapat berkembang sekaligus
memperkenalkan media roda putar pada anak.

Roda Putar merupakan cara membantu siswa dalam memecahkan


permasalahan dalam proses pembelajaran dengan mengerjakan soal - soal
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Permasalahan atau soal - soal dibuat oleh
siswa dan pada saat jarum penunjuk berhenti siswa harus mampu
menyelesaikan soal tersebut.

Keunggulan media roda dapat membangkitkan semangat anak


dalam mengikuti proses pembelajaran karena dapat memutar roda putar
serta dapat bermain sesuai dengan kantung yang didapatkan. Karena
setiap kantung terdapat permainan yang dimainkan diselesaikan oleh anak.
Bahan yang digunakan berwarna - warni dan tidak membahayakan bagi
anak. Media roda putar melatih ingatan serta kecepatan berfikir anak
karena melatihanak memvisualisasikan media yang terdapat dalam
kantung serta melakukan spasial yaitu menuangkan bentuk geometri ke
dalam media yang sudah disediakan.

Keunggulan yang diperoleh dari Roda Putar Pemecah Masalah


adalah sebagai berikut :
 Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga
pengetahuannya benar - benar diserapnya dengan baik.
 Melatih siswa untuk bekerjasama.
 Melatih pemahaman siswa dalam menyelesaikan berbagai
masalah, sehingga memicu meningkatnya hasil belajar siswa.

Paul Ginnis menyatakan keunggulan yang diperoleh Strategi Roda


Putar Pemecah Masalah adalah sebagai berikut :

 Kegiatan ini mendorong siswa yang enggan untuk ikut serta,


mereka cenderung menerima pemilihan acak dari roda tersebut.
 Ini merupakan permainan dengan keunggulan yang menantang,
seperti banyak game show di TV. Ini jenis yang familiar dan
membangkitkan semangat bagi sebagian besar siswa.
 Dapat dijadikan persiapan ujian yang sangat bagus.
 Kegiatan ini melatih pengingatan dan kecepatan berpikir.
 Melatih pemahaman siswa dalam menyelesaikan berbagai
masalah, sehingga memicu meningkatnya hasil belajar siswa.

Sedangkan kelemahan Strategi Roda Putar Pemecah Masalah


adalah sebagai berikut:

 Untuk siswa yang malas tujuan dari strategi tersebut tidak dapat
tercapai.
 Memerlukan pengaturan waktu yang cukup lama

3. Contoh Penerapan Inovasi Pembelajaran

Cara Bermain Roda Putar

a. Guru meletakkan roda putar pada papan tulis.


b. Bagilah siswa menjadi 6 kelompok dalam satu kelasnya. Setiap
kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa.
c. Siswa diminta untuk membuat 3 pertanyaan untuk dijawab oleh
kelompok yang terpilih oleh jarum penunjuk pada roda putar.
d. Kelompok 1 memutar jarum penunjuk pada roda putar
e. Kelompok yang terpilih dapat menyelesaikan soal - soal IPA
yang sudah disiapkan oleh kelompok 1.
f. Kemudian kelompok 2 yang memutar jarum penunjuk pada
roda putar.
g. Kelompok yang terpilih dapat menyelesaikan soal - soal IPA
yang sudah disiapkan oleh kelompok 2 dan begitu seterusnya
hingga kelompok terakhir.
h. Mintalah siswa menulis setiap soal dan jawaban yang mereka
kerjakan pada buku catatan.
i. Guru meminta siswa untuk menyimpulkan pelajaran.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu ilmu pengetahuan yang


mempelajari tentang berbagai gejala alam yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari dan didasari oleh pengamatan serta eksperimen
untuk membuktikan suatu proses yang terjadi di alam sekitar. Sebagai ilmu,
IPA memiliki karakteristik yang membedakannya dengan bidang ilmu lain.
Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini.

1. IPA mempunyai nilai ilmiah.


2. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam.
3. IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun
dengan cara yang khas atau khusus.
4. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan
dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu
hasil eksperimen dan observasi.
5. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap.

Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah memiliki karakteristik


tersendiri. Uraian karakteristik belajar IPA dapat diuraikan sebagi berikut:

1. Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh


proses berpikir, dan berbagai macam gerakan otot.
2. Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara
(teknik).
3. Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk
membantu pengamatan.
4. Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah
(misal seminar, konferensi atau simposium), studi kepustakaan,
mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya.
5. Belajar IPA merupakan proses aktif.

Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa


pembelajaran IPA seharusnya melibatkan siswa dalam berbagai ranah,
yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Pembelajaran di sekolah juga
diharapkan mampu menitikberatkan pembelajaran pada aktivitas siswa.

Inovasi pendidikan yang dibuat oleh guru harus disesuaikan dengan


karakteristik dan kebutuhan siswa SD. Dalam perkembangannya, siswa SD
memiliki perkembangan fisik dan perkembangan psikososial.
Perkembangan fisik siswa SD mencakup pertumbuhan biologis (otak, otot,
dan tulang). Perkembangan fisik laki-laki dan perempuan memiliki
perbedaan percepata pertumbuhan. Anak perempuan akan mengalami
perubahan yang lebih cepat daripada laki-laki.

Sedangkan perkembangan psikososial siswa SD mencakup


perkembangan dan perubahan emosi individu. Di usia SD, anak mulai
percaya diri dan mencoba melakukan segala hal secara mandiri. Semakin
bertambahnya usia, anak pada usia SD akan lebih senang bermain, senang
bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau
melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Berdasarkan hal
tersebut, guru bertugas untuk membuat inovasi yang dapat meningkatkan
aktivitas fisik siswa, meningkatkan interaksi sosial, menyenangkan, serta
dapat mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

Oleh karena itu, inovasi yang tepat sebagai media pembelajaran yang
dapat digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah
permainan roda putar. Permainan tersebut dapat membuat siswa aktif di
kelas dan mengajak siswa untuk bekerja secara berkelompok. Selain itu,
permainan roda putar dapat meningkatkan aspek kognitif siswa dengan
menjawab pertanyaan yang didapatkan melalui permainan roda putar
tersebut.

B. Saran

Guru sebagai pendidik sebaiknya memiliki keinginan dan kemampuan


dalam membuat atau menciptakan sebuah inovasi dalam pendidikan yang
dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran. inovasi yang dibuat haruslah
dipertimbangkan dan dan disesuaikan dengan karakteristik siswa dan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan adanya makalah ini,
diharapkan dapat menambah wawasan guru dalam membuat inovasi
pendidikan yang berkualitas dan bermanfaat bagi pendidikan di era modern
saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, A. (2016). Penerapan Metode Pembelajaran Tanya-Jawab dalam


Bentuk Roda Keberuntungan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
pada Mata Pelajaran PAI di SMP Tanjung Kabupaten Ogan Ilir.
[Online]. Diakses dari:
http://eprints.radenfatah.ac.id/692/1/AULIA_TarPai.pdf.
Jaelani, M. (2012). Peningkatan Kemampuan Menulis Huruf Al Qur’an
melalui Penggunaan Rotar (Roda Putar) Siswa Kelas III SD Negeri 2
Pegulon Kendal. [Online]. Diakses dari:
http://eprints.walisongo.ac.id/490/4/103111142Coverdll.pdf.
Wahyuni, D. (2017). Pengaruh Penggunaan Media Permainan Roda
Keburuntungan terhadap Kemampuan Menulis Hanzi pada Siswa
Kelas XI Bahasa SMA Negeri Cerme Tahun Ajaran 2016/2017.
[Online]. Diakses dari:
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/article/22095/117/article.pdf.
James Bellanca, 200+ Strategi dan Proyek Pembelajaran Aktif untuk
Melibatkan Kecerdasan Siswa, Jakarta: PT. Indeks, 2011, hlm. 100
Ana Setyandari, ‘Inovasi Pemanfaatan Media Film Untuk Peningkatan
Kemampuan Listening Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris’, 2015,
h.169
Ilham, ‘Film Berbahasa Inggris untuk Menumbuhkan Minat Peserta Didik
Dalam Belajar Bahasa Inggris’, 2015, h.49.

Anda mungkin juga menyukai