Anda di halaman 1dari 11

RESUME BUKU

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Karya : CHOIRUL MAHFUD

Judul :Pendidikan Multikultural


Pengarang : Choirul Mahfud
Edisi : Cet 6
Penerbit : Yogyakarta, Pustaka Pelajar.;
2011
Deskripsi Fisik: xxx, 302 hlm.; 21 cm
ISBN:9799792458670
Di Resume oleh :
Eko Maulana Witanto
20144300043
DAFTAR ISI :

BAB 1. PENDAHULUAN
Pendidikan Sebagai Transformasi Budaya

BAB 2. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN


Pengertian Pendidikan
Dasar dan Tujuan Pendidikan nasional
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Nasional
Fungsi Pendidikan
Implementasi Pendidikan Sesuai dengan UU Sisdiknas 2003
Catatan Kaki
Daftar Bacaan

BAB 3. EPISTEMOLOGI MULTIKULTURALISME


Pengertian Multikulturalisme
Akar Sejarah Multikulturalisme
Multikulturalisme dan persebarannya
Masyarakat Indonesia yang Multikulturalisme
Multikulturalisme dan Kearifan Universal
Globalisasi: Peluang dan Ancaman Multikulturalisme
Globalisasi vs Pendidikan
Strategi Menghadapi Tantangan Globalisasi
UU Kewarganegaraan dan Masa Depan Multikulturalisme di Indonesia
Multikulturalisme: dari Studi Konflik menuju Studi Perdamaian
- Menghindari Ekstremisme dan Primordialisme
- Potret Konflik Etnis di Indonesia
- Resolusi Konflik Etnis
- Dosa Sejarah Orde baru
- Resolusi Konflik: upaya Memahami Kultur Subjektif
- Otonomi Daerah: Peluang dan Ancaman Disintegrasi Bangsa
- Studi Perdamaian untuk Mengkaji Konflik
- Potret untuk Kelompok Etnik Jawa Timur di Era Otonomi Daerah
- Potret Diskriminasi Etnis: Kasus Etnis Tionghoa
Catatan Kaki
Bahan Bacaan

BAB 4. KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME


Pengertian Pendidikan Multikultural
Paradigme Pendidikan Multikultural
Pendekatan Pendidikan Multikultural
Pendidikan Berbasis Multikultural
Wacana Pendidikan Multikulturalisme di Indonesia
Pendidikan Multikulturalisme dan Pendidikan Global
Menuju Multikulturalisme Global
Catatan Kaki
Daftar Bacaan
BAB 5. URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME DI INDONESIA
Sebagai Ssarana Alternatif Pemecahan Masalah Konflik
Supaya Siswa Tidak Tercerabut dari Akar Budaya
Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum Nasional
Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural
Catatan Kaki
Daftar Bacaan

BAB 6. PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Kritik

EPILOG
Pendidikan Monokultural Vs Multikultural
Strategi Penyadaran Kebutuhan
Praktik Pembelajaran Berbasis Budaya
Rekonseptualisasi Tujuan dan Sistematisasi Materi
Penutup

DAFTAR PUSTAKA
INDEKS
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDIDIKAN SEBAGAI TRANSFORMASI BUDAYA

Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep
pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada
siswa seperti keragaman.
Pendidikan multikultural yaitu pendidikan tentang keragaman budaya dalam merespons perubahan
demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.
Wacana tentang pendidikan multikultural ini dimaksudkan untuk merespon fenomena konflik etnis, social,
budaya yang kerap muncul ditengah-tengah masyarakat yang berwajah multikultural .
Bebrapa kasus di tanah air yang diakibatkan oleh perbedaan SARA tersebut diantaranya kaus konflik
ambon, poso dan konflik etnis dayak dengan Madura di sampit
Kasus kasus diatas sesungguhnya hanya beberapa dari iantara sekian kasus yang diketahui public. Mungkin,
ada ribuan lagi kasus serupa yang belum kita ketahui karena tidak di informasikan oleh media massa
Sebaiknya kita mengembangkan paradigma pendidikan multikultural yang pada akhirnya bermuara pada
terciptanya sikap siswa yang mau memahami, menghormati, memahami perbedaan budaya, etnis, dan agama
dan lainnya yang ada di masyarakat. Pendidikan multikultural tidak saja merevisi materi tetapi juga
mereformasi terhadap sistem pembelajaran.
Pendidikan multikultural merupakan pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan dan
budaya masyarakat secara menyeluruh juga untuk memperbaiki kekurangan dan kegagalan, serta
membongkar praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip
penyelenggaraan pendidikan yang termaktub dalam UU Sisdiknas (Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional) tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi, pendidikan nasional diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), nilai
keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa.  
BAB II
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN

Pengertian Pendidikan
Epistemologi sebagai satu kesatuan kata yang aktif berarti ilmu tentang pengetahuan. Ilmu tentang
pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan tentang ilmu. Pengetahuan tentang ilmu
cenderung menerangkan tentang metafisika atau sering kita sebut dengan filsafat. Sedangkan ilmu tentang
pengetahuan (epistemologi) lebih bersifat sistematis, koheren, dan konsisten jika lebih disederhanakan lagi akan
mengarah pada ilmu (sains).
Dalam arti khusus, konsep ilmu tentang pengetahuan bersifat konkret, sedangkan konsep pengetahuan tentang ilmu
pendidikan bersifat abstrak dan meluas. Dalam hal ini, perlu pemahaman yang baik ketika kita memahami tentang
epistemologi. 
Sedangkan tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga demokratis serta bertanggung jawab.
Fungsi pendidikan nasional menurut UU Sisdiknas 2003 yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dasar dan tujuan Pendidikan Nasional

Dasar pendidikan di Indonesia didasarkan pada Pancasila, seperti termaktub dalamUU No. 4 tahun
1950, bab III pasal 4 yaitu: “ Pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas-asas yang termaktub dalam
pancasila undang-unadang dasar (UUD) Negara kesatuan Republik Indonesia dan atas kebudayaan
kebangsaan Indonesia”. Dasar pendidikan nasional secara yuridis masih sama, belum berubah, yang mana
ditetapkan kembali dalan Undang-Unadang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003.
Sedangkan tujuan pendidikan nasioanal menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreati, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokrtis serta
bertanggung jawab
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Nasional
Prinsip Penyelenggaraan pendidikan nasional tersebut secara jelas tercantum dalam Undang Undang
Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 4, bahwa:
1. Pendidkan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
2. Sebagai suatu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multi makna
3. Sebagai suatu proses pembbudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat
4. Sebagai pemberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran
5. Diselenggarakan dengan mengembagkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi pesrta didik
6. Diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penelenggaraandan pengendalian mutu pendidikan
Fungsi Pendidikan
Pendidikan Hadir di tengah tengah masyarakat memiliki banyak fungsi yang tidak hanya
mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga berfungsi sebagai pencerdasan diri, social, Negara, bangsa,
bahkan dunia. Lebih khusus diindonesia, fungsi pendidikan sedikit di singgung pada bab II pasal 3 dalam
UU Sisdiknas 2003, bahwa fungsi penidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ada beberapa fungsi pendidikan selain yang di sebutkan diatas, setidaknya hal itu bisa dilihat dalam
dua perspektif.
Pertama, secara mikro(sempit), pendidikan berfungsi untuk membantu (secara sadar) perkembangan jasmani
dan rohani peserta didik.
Kedua, secara makro(Luas), pendidikan berfungsi sebagai pengembangan pribadi, pengembangan warga
Negara, pengembangan kebudayaan, dan pengembangan bangsa
Selain berfungsi sebagaimana diatas, pendidikan bisa juga berfungsi sebagai inverstasi jangka panjang,
Menurut Nurkholis, dengan mengutip pendapat Toshiko Kinosita dalam artikelnya “ Pendidikan sebagai
investasi jangka panjang”, sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung
perkembangan industry dan ekonomi

Implementasi Pendidikan Sesuai dengan UU Sisdiknas 2003


Catatan Kaki
Daftar Bacaan
BAB 3. EPISTEMOLOGI MULTIKULTURALISME
Pengertian Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis multikulturalisme dibentuk dari kata
multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Dengan demikian multikulturalisme dapat
diartikan sebagai sebuah paham yang mengakui adanya banyak kultur. Secara hakiki, dalam kata itu
terkandung pengakuanakan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya
masing-masing yang unik
Secara sederhana multikulturalisme adalah sebuah paham yang membenarkan dan meyakini adanya
relativisme kultur disebabkan adanya keragaman budaya, keragaman suku dengan kebudayaan khasnya.
Sehingga dasar kemunculan multikulturalisme bermuara pada studi atas kebudayaan. Dari doktrin tersebut
diharapkan akan munculnya semangat penghargaan terhadap perbedaan budaya dan selanjutnya melahirkan
perilaku toleransi dalam kehidupan di tengah keanekaragaman budaya. Dalam kehidupan bangsa yang
multikultural dituntut adanya kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas dalam
kehidupan bermasyarakat.11 Kearifan yang demikian akan terwujud jika seseorang membuka diri untuk
menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural sebagai keniscayaan hidup yang kodrati, baik
dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat yang lebih kompleks.
Multikulturalisme sesungguhnya tidaklah datang tiba-tiba. Sebagai suatu kearifan, multikulturalisme
sesungguhnya merupakan buah dari perjalanan intelektual yang panjang. Multikulturalisme telah merupakan
wacana bagi para akademisi maupun praktisi dalam berbagai bidangkehidupan di Indonesia dewasa ini.
Demikian pula telah muncul pendapat mngenai cara-cara pemecahan konflik horizontal yang nyaris
memecahkan bangsa indonesia dewasa ini dari sudut kebudayaan dan bukan melalui cara-cara kekerasan
ataupun cara-cara lain yang tidak sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang beragam

Akar Sejarah Multikulturalisme


Secara historis, sejak jatuhnya Presiden Soeharto dari kekuasaannya yang kemudian diikuti dengan
masa yang disebut sebagai “era reformasi”, kebudayaan Indonesia cenderung mengalami disintegrasi.
Dalam pandangan Azyumardi Azra, bahwa krisis moneter, ekonomi dan politik yang bermula sejak akhir
1997, pada gilirannya juga telah mengakibatkan terjadinya krisis sosio-kultural di dalam kehidupan bangsa
dan negara. Jalinan tenun masyarakat (fabric of society) tercabikcabik akibat berbagai krisis yang melanda
masyarakat.
Krisis sosial budaya yang meluas itu dapat disaksikan dalam berbagai bentuk disorientasi dan disklokasi
banyak kalangan masyarakat kita, misalnya: disintegrasi sosial-politik yang bersumber dari euforia
kebebasan yang nyaris kebablasan; lenyapnya kesabaran sosial (social temper) dalam menghadapi realitas
kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah mengamuk dan melakukan berbagai tindakan kekerasan dan
anarki; merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral dan kesantunan sosial;
semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya; berlanjutnya konflik dan
kekerasan yang bersumber atau sedikitnya bernuansa politis, etnis dan agama seperti terjadi di Aceh,
Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku Sulawesi Tengah, dan lain-lain. Disorientasi, dislokasi atau krisis
sosial-budaya dikalangan masyarakat kita semakin merebak seiring dengan kian meningkatnya penetrasi dan
ekspansi budaya Barat khususnya Amerika sebagai akibat
proses globalisasi yang terus tidak terbendung. Berbagai ekspresi sosial budaya yang sebenarnya “alien”
(asing), yang tidak memiliki basis dan preseden kulturalnya dalam masyarakat kita, semakin menyebar
dalam masyarakat kita sehingga memunculkan kecenderungan-kecenderungan “gaya hidup” baru yang tidak
selalu sesuai dengan dan kondusif bagi kehidupan sosial budaya masyarakat dan bangsa.
Dari berbagai kecenderungan ini, orang bisa menyaksikan kemunculan kultur hybrid, budaya gado-gado tanpa
identitas, di Indonesia dewasa ini. Pada satu segi, kemunculan budaya hybri tampaknya tidak terelakkan, khususnya
karena proses globalisasi yang semakin sulit dihindari. Tetapi pada segi lain, budaya hybrid apalagi yang
bersumber dari dan didominasi oleh budaya luar, karena dominasi dan hegemonik politik, ekonomi dan
informasi mereka dapat mengakibatkan krisis budaya nasional dan lokal lebih lanjut. Tidak hanya itu,
budaya hybrid dapat mengakibatkan lenyapnya identitas kultural nasional dan lokal; padahal identitas
nasional dan lokal tersebut mutlak diperlukan bagi terwujudnya integrasi sosial, kultural dan politik
masyarakat dan negara-bangsa Indonesia.
Pluralisme kultural di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia dan Singapura sebagaimana
dikemukakan, sangatlah mencolok; terdapat hanya beberapa wilayah lain di dunia yang memiliki pluralisme
kultural seperti itu. Karena itulah dalam teori politik Barat sepanjang dasawarsa 1930-an dan 1940-an,
wilayah ini khususnya Indonesia dipandang sebagai “ lokus klasik” bagi konsep “masyarakat
majemuk/plural” (plural society) yang diperkenalkan ke dunia Barat oleh JS Furnivall. Menurut Furnivall,
masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur atau tatanan-tatanan sosial
yang berdampingan, tetapi tidak bercampur dan menyatu dalam satu unit politik tunggal. Teori Furnivall ini
banyak berkaitan dengan realitas sosial politik Eropa yang relatif “homogen”, tetapi sangat diwarnai
chauvinisme etnis, rasial, agama dan gender. Berdasarkan kerangka sosialkultural, politik dan pengalaman
Eropa, Furnivall memandang masyarakat-masyarakatplural Asia Tenggara, khususnya Indonesia, akan
terjerumus ke dalam anarki jika gagal menemukan formula federasi pluralis yang memadai.

Masyarakat Indonesia yang Multikulturalisme

Multikulturalisme dan Kearifan Universal


Globalisasi: Peluang dan Ancaman Multikulturalisme

Karakteristik Masyarakat Global : sebuah perspektif

Menurut A.W. Pratiknya, ada beberapa kecenderungan perkembangan masyarakat pada era global adalah
sebagai berikut:
1. Masyarakat fungsional, yaitu masyarakat yang masing-masing warganya dalam berhubungan social hanya
terjadi karena adanya kegunaan atau fungsi tertentu.
2. Masyarakat teknologis, yaitu masyarakat yang semua urusan dan kegiatannya harus dikerjakan menurut
tekniknya masingmasing, yang cenderung sudah baku.
3. Masyarakat saintifik, yaitu masyarakat yang dalam menghargai manusia lebih diwarnai oleh seberapa
jauh hal itu berniali rasional objektif, provable (dapat dibuktikan secara empiric dan kaidah kaidah ilmiah
yang lain).
4. Masyarakat terbuka, yaitu masyarakat yang sepenuhnya berjalan dan diatur oleh sistem.
5. Transendentalisasi agama, yaitu masyarakat yang meletakkan agama semata-mata sebagai masalah
individu (personal/pribadi).
6. Masyarakat serba nilai, yaitu berkembangnya nilai-nilai budaya
Globalisasi vs Pendidikan

UU Kewarganegaraan dan Masa Depan Multikulturalisme di Indonesia


Multikulturalisme: dari Studi Konflik menuju Studi Perdamaian
- Menghindari Ekstremisme dan Primordialisme
- Potret Konflik Etnis di Indonesia
- Resolusi Konflik Etnis
- Dosa Sejarah Orde baru
- Resolusi Konflik: upaya Memahami Kultur Subjektif
- Otonomi Daerah: Peluang dan Ancaman Disintegrasi Bangsa
- Studi Perdamaian untuk Mengkaji Konflik
- Potret untuk Kelompok Etnik Jawa Timur di Era Otonomi Daerah
- Potret Diskriminasi Etnis: Kasus Etnis Tionghoa
Catatan Kaki
Bahan Bacaan

BAB III
EPISTEMOLOGI MULTIKULTURALISME

Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya
persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat
modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang
berbeda dalam suatu negara.
            Secara etimologi multikulturalisme yaitu berasal dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme
(aliran/paham). Secara hakiki dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam
komunitasnya dengan kebudayaan masing-masing yang unik.
Pendidikan merupakan wahana yang paling tepat untuk membangun kesadaran multikulturalisme dimaksud karena
dalam tataran ideal, pendidikan seharusnya bisa berperan sebagai juru bicara bagi terciptanya fundamen kehidupan
multikultural yang terbebas dari kooptasi negara. Hal ini dapat berlangsung apabila ada perubahan paradigma dalam
pendidikan, yakni dimulai dari penyeragaman menunuju identitas tunggal, lalu kea rah pengakuan dan penghargaan
keragaman identitas dalam kerangka penciptaan harmonisasi kehidupan.
Secara historis sejak jatuhnya Presiden Suharto dari kekuasaannya yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut
era reformasi , kebudayaan Indonesia cenderung mengalami disintegrasi.juga terjadinya krisis moneter dan pada
gilirannya juga telah melahirkan krisis sosio cultural dilama kehidupan bangsa dan Negara.
Dari hal tesebut diatas maka kulturalisme adalah sebuah konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan
dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan keragaman bangsa baik ras, suku, etnis, agama dan lainnya. Sebuah
konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang plural dan majemuk adalah bangsa yang dipenuhi
dengan kebudayan-kebudayaan yang beraneka ragam (multikultural). Bangsa yang multikultural adalah bangsa yang
kelompok-kelompok etnikatau budaya yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co existensi
yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain.
Gagasan multikulturalisme yang dinilai mengakomodir kesetaraan dalam perbedaan merupakan sebuah konsep yang
mapu meredam konflik vertical maupun horizontal dalam masyarakat yang vheterogen diamana tuntutranakan
pengakuanb atas eksistensi dan keunikan bidaya etnis sangat lumrah terjadi. Masyarakat multikulturalisme diciptakan
mampu memberikan ruang yang luas bagi berbagai identitas kelompok untuk melaksanakan kehidupan secara otonom.
Dengan dermikian akan tercipta suatu sistem budaya dan tatanan social yang mapan dalam kehidupan masyarakat
yang akan menjadi pilar perdamaian sebuah bangsa.
BAB IV
KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME

Sebagai wacana baru maka pengertian pendidikan multikultural belum jelas. Banyak perbedaan
pendapat antara para ahli pendidikan. 
Endersen dan Cusher berpendapat bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan mengenai keragaman
kebudayaan.
Muhemin el Ma’hadi berpendapat pendidikan multikultural adalah pendidikan tentang keragaman budaya
dalam merespon perubahan demografis dan cultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia
secara keseluruhan (global).
Istilah “pendidikan multikultural” dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif maupun normatif,
yangmenggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yangberkaitan dengan masyarakat
multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan
dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Selain itu juuga mencakup pengertian
tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat
multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, kurikulum pendidikan multikultural seharusnya mencakup
subjek-subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi
penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, multikulturalisme, kemanusiaan universal,
dan subjek-subjek lain yang yang relevan.
Dalam konsep teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang
dikembangkan oleh Negara-negara maju dikenal lima pendekatan yaitu pendidikan mengenai perbedaan
kebudayaan atau ,multikulturalisme, pendidikan mengenai perbedaan dan pemahaman kebudayaan,
pendidikan bagi pluiralisme bangsa, pendidikan dwi-budaya dan pendidikan multikultural sebagai
pengalaman manusia.
Dalam menghadapi pluralism budaya diperlukan paradigma baru yang lebih toleran yaitu paradigma
pendidikan multikultural. Paradigma pendidikan multikultural itu penting sebab dapat mengarahkan anak
didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam dan
dapat memberikan apresiatif terhadap budaya orang lain.
Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri yaitu 
a. Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan dan menciptakan “masyarakat berperadaban (berbudaya)
b. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa dan nilai-nilai kelompok etnis
(cultural)
c. Metodenya demokratis yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan
kelompok etnis (multikulturalis)
d. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi,
dan tindakan terhadap budaya lainnya.
Pendekatan pendidikan multikultural yaitu tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan dengan
persekolahan, menghoindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik, dan
pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan.
Masyarakat merupakan laboratorium dan sumber makro yang penuh alternative memperkaya pelaksanaan
proses pendidikan berbasis multikultural.
Pendidikan berbasis multikultural yaitru pendidikan multikultural seperti yang dipakai dalam konteks
kehidupan multikultural negara-negara barat.
Di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih
sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen.jika hal itu dilakukan tidak hati-hati maka akan
menjerumuskan ke dalam perpecahan nasional.
Model pendidikan yang dipakai menunjukan kertagaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang
dipakai untuk mencapainya.pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi pelajaran tetapi juga
melakukan reformasi terhadap pembelajaran itu sendiri.

BAB V
URGENSI PENIDIKAN MULTIKULTARISME DI INDONESIA
Pendidikan Monokultural Vs Multikultural
Strategi Penyadaran Kebutuhan
Praktik Pembelajaran Berbasis Budaya
Rekonseptualisasi Tujuan dan Sistematisasi Materi
Penutup
BAB VI
PENUTUP

 Penulis merangkum isi bukunya yaitu pengertian pendidikan, multikulturalisme. Pendidikan yaitu suatu usaha
sadara teratur dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi
anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dewngan cita-cita pendidikan.
Multikulturalisme adalah sebuah konsep dimana semua komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui
keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, maupun agama.
Gagasan multikulturalisme mengakomodir kesetaraan dalam perbedaan tersebut mampu meredam konflik fertikal dan
horizontal dalam masyarakat yang heterogen dimana tuntutan akan pengakuan pengakuan atas eksistensi dan keunikan
budaya kelompok etnis yang lumrah terjadi.
Pendidikan multikultural yaitu pendidikan yang untuk atau keragaman kebudayaan dalam nmeresponi perubahan
demografis dan cultural yang terjadi di lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan di dunia secara keseluruhan .

BAB V
URGENSI PENIDIKAN MULTIKULTARISME DI INDONESIA

Di Indonesia manfaat pendidikan multikultural yaitu sarana alternative pemecahan konflik, siswa tidak
tercaerabut dari akar budayanya, sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional, serta relevansi di alam
demokrasi seperti sekarang ini.
Secara konkret pendidikan multikultural melibatkan guru, pemerintah juga masyarakat sebab adanya multi dimensi
aspek kehgidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural.
Upaya untuk membangun Indonesia yang multikultur dapat terwujud jika: pertama, konsep multikulturalisme
menyebar luas dan dipahami urgensinya bagi bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun local untuk untuk
mengadopsi maupun menjadikannya sebagai pedoman hidup. Kedua, adanya kesamaan pemahan di antara para ahli
mengenai makna multikulturalisme bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.Ketiga, upaya-upaya lain yang
diperlukan guna mewujudkan cita-cita.

Anda mungkin juga menyukai