Anda di halaman 1dari 5

A.

RASIONALISASI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM PPKn

Menurut Milan Rianto (2001), rassionalitas pendidikan budi pekerti dalam PPKn
mendasarkan diri pada pokok-pokok gagasan sebagai berikut.

Sistem pendidikan nasional terselenggara dengan mengemban amanat untuk mencerdaskan


kehidupan bangsa. Secara lebih rinci, amanat tersebut dijabarkan dalam UUSPD Pasal 3 dan
4 yang berbunyi sebagai berikut.

“ Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta


meningkatkanmutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional (pasal 3 ). Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa, terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (pasal 4).”

Apabila diperhatikan, pada hakikatnya pembelajaran PPKn untuk menyiapkan para siswa
kelak sebagai warga masyarakat sekaligus sebagai warga negara yang baik. Sehubungan
dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka pembelajaran PPKn pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah secara konseptual mengandung komitmen utama dalam
pencapaian dimensi tujuan pengembangan kepribadian yang mantap dan mandiri seerta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Berdasarkan orientasi pada komitmen tersebut, maka peran dan fungsiserta tanggung jawab
guru PPKn pada setiap jenjang pendidikan sengat diharapkan untuk mau dan mampu
menjadikan para siswa sebagai calon warga masyarakat sekaligus sebagai warga negara yang
baik. Adapun ciri-cirinya, antara lain religius, jujur, disiplin tanggung jawab, toleran, sadar
akan hak dan kewajibban, mencintai kebenaran dan keadilan, peka terhadap lingkungan,
mandiri dan percaya diri, sederhana, terbuka dan penuh pengertian terhadap kritik dan saran,
patuh dan taat terhadap peraturan, tidak suka berbuat onar, kreatif dan inovatif.

Maraknya isu dari berbagai pihak yang menyoroti penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional yang belum dapat menghasilkan lulusan berkualitas, termasuk wawasan dan
perilaku. Tudingan akan rendahnya kualitas lulusan ini selalu saja mengarah pada kegagalan
pembelajaran PPKn. Sebagai bukti dengan menunjukan sikap dan perilaku tidak terpuji yang
sedang menggejala, seperti perkelahian antarpelajar.

Jika mencermati fakta dan realita yang terjadi, sebenarnya sangat sedikit pelajar yang
bertindak amoral dan asusila dibandingkan dengan jumlah pelajar secara keseluruhan. Hal ini
berarti ada faktor lain diluar PPKn yang mengkondisikan dan memicu maraknya tindakan
amoral. Fsktor yang dimaksud sangat mungkin karena kurangnya perhatian dan kasih sayang
keluarga, kurang kondusifkannya lingkungan masyarakat sebagai tempat bersosialisasi,
kurangnya keteladanan dari orang tua, tokoh masyarakat, dan para pemimpin, semakin
meluasnya ketidakadilan, last but not least terjadinya kontradiksi antara nilai, norma, dan
moral yang dianjurkan di sekoalah dengan kenyataan yang tampak dimasyarakat ( Ahmad
Husein, 2000:1-3). Pernyataan tersebut senada dengan pernyataan Cheppy HC, (1995: 2)
yang lebih menunjukan pada kendala pembelajaran sikap dan perilaku moral, antara lain pada
sikap ambisius , inkonsistensi, dan kontroversial.

Disamping itu, dalam wacana Indonesia baru ( Soeprapto 2000:2 – 3) telah


mengakumulasikan pengalamannya bahwa era reformasi yang bertujuan menciptakan suatu
pemerintah yang yang bersih dan berwibawa, peberantasan KKN, demokratisasi, serta
menjunjung supremasi hukum dan HAM, telah tergelincir dalam situasi anarkis. Hal ini yang
demikian ini terjadi disebabkan sebagai berikut:

1. Pelaksanaaan demokrasi politik dengan menjunjung nilai HAM, yang hakikatnya


berupa kebebasan dan tidak diskriminatifdalam segala aspek kehidupan, akhirnya
berkembang menjadi tindakan yang tak terkendali dan cenderung anarkis.
2. Harapan masyarakat terhadap pemerintah di era reformasi untuk memberantas KKN
sulit terealisasi, bahkan muncul gaya dan pola KKN baru yang semakin transpaan
dan menyebabkan semakin terpuruknya bidang ekonomi dan keamanan. Akibatnya,
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia mulai luntur dan hal ini diperparah dengan
marak nya disentegrasi dan tuntutan untuk melepaskan diri dari NKRI
3. Moralitas sebagai anggota masyarakat telah merosot tajam, dimana tiada lagi
kesanggupan untuk membedakan antara tindakan yang baik dan buruk, benar dan
salah serta tapat tidak tepat. Di sini hampir tiada lagi rasa malu sehingga tindakan
yang tercela sekalipundilaksanakan dengan penuh kebanggaan.
4. Peran elite politik akhir-akhir ini semakin tidak menunjukan suri teladanyang baik,
cenderung mengarah pada persaingan tidak sehat dan tidak berkualita, seperti
pengajuan interpelasi DPR kepada presiden dan tindakan pasca memorandum, belum
lagi pada sidang DPR ricuh saling pukul.

Sedikit berbeda dengan pendapat Nurcholish Majid yang menyatakan bahwa kondisi yang
mengarah pada tindakan anarkis itu sebagai proses menuju demokrasi dan harus dibayar
oleh bangsa Indonesia (mingguan berita Forum No.45 Februari, 2001)

Begitu juga menurut pengamat sosial, adanya kecenderungan sikap dan perilaku
menyimpang (deviani ) tersebut ditengarai sebagai sisi negatif era globalisasi, seperti:

a. Kekerasan dalam menyelesaikan permasalahan


b. Penindasan oleh yang kuat kepada yang lemah, mayoritas terhadap minoritas
c. Ketimpangan yang semakin serius antara si kaya dengan si miskin
d. Pengrusakan lingkungan dan penebangan hutan secara liar dan tanpa rasa memiliki
dan bertanggung jawab

Semua krisis moralitas dan krisis multidimensional yang dialami bangsa Indonesia tersebut,
kiranya perlu segera diatasi secara sungguh – sungguh dan komprehensif oleh semua pihak.
Dalam konteks ini, Depdiknas sesuai dengan kewenangannya telah berupaya menata
penyelenggaraan pendidikan, dan salah satu alternatif yang dipilih adalah dengan
penyelenggaraan pendidikan budi pekerti disekolah.
B. INTERGRASI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM PPKn

Untuk berperan dalam mengatasi tindakan menyimpang dan anarkis yang sedang marak
akhir- akhir ini, maka sesuai dengan amanat GBHN 1999 Depdiknas menetapkan pendidikan
budi pekerti sebagai wahana pembinaan watak dan pembinaan para siswa disekolah. Dalam
Tap MPR tersebut, istilah budi pekerti digunakan secara bergantian dengan istilah akhlak dan
moral. Agar terhindar dari penafsiran yang beragam terhadap penggunaan ketiga istilah
tersebut, berikut akan disampaikan batasan dan acuan pembahasan secara konseptual dari
ketiganya.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1994) dan berbagai referansi seri filsafat, ternyata
tidak sedikit yang menyamakan pengertian akhlak, moral, dan budi pekerti, yaitu kelakuan ,
tabiat, watak, atau sifat yang hakiki dari seseorang. Akhlak juga diartikan sebagai tata nilai
yang bersifat azali dan mewarnai cara berpikir, bersikap, dan bertindak seseorang terhadap
dirinya sendiri, Allah Swt, dan Rasul-Nya, sesamanya, serta lingkungan sekitar. Disini
menunjukan bahwa sikap dan perilaku seseorang lebih didasarkan pada nilai dan norma
agama (Ismail Irianto, 2000: 6)

Sedangkan moral menurut Emile Durkhein (19990: 9 – 13) diaertikan sebagai norma yang
menetapkan perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat, bahkan sebelum kita dituntut
untuk bertindak. Keputusan akan tindakan moral bagi seseorang mengandung unsur disiplin
yang dibentuk oleh konsistensi dan otoritas, keterkaitan kepada kelompok sosial dan otonomi
kehendak individu. Ketiga unsur sikap dan perilaku moral tersebut, oleh Darmaputra (1986:
73) menyatakan bahwa perilaku moral , perbuatan manusiawi/tindakan manusia (human act,
actus humanus) mempersyaratkan adanya pengetahuan, kesularelaan dan kesaddaran, serta
kemerdekaan dan kehendak.

Dengan demikian, suatu tindakan apabila belum memenuhi ketiga unsur tersebut, kiranya
masih belum ddapat dikategorikan sebagai sikap dan perilaku yang bermoral, dan yang
bersangkutan tidak dituntut tanggung jawabnya, tentunya juga secara moral.

Untuk menempatkan tindakan meniympang, kriminal termasuk anarkis sekalipun sebagai


suatu tindakan yang amoral sebelum mengetahui latar belakangnya adalah sangat berlebihan.
Apalagi tindakan menyimpang yang dilakukan secara beramai- ramai oleh masa.

Menurut Edy Sedyawati, dkk ( 1997: 4) budi pekerti diterjemahkan sebagai moralitas yang
mengandung pengertian adat istiadat, sopan santun, dan perilaku. Secara hakiki budi pekerti
adalah perilaku yang mencakup sikap sebagai pencerminannya.

Diantara ketiga batasan siatas dapat ditengarai perbedaanya. Akhlak dapat lebih menunjuk
pada tabiat atau watak berdasarkan ajaran agama, sedangkan moral menunjuk pada ajaran
moral atau nilai dan norma kehidupan duniawi.
Kemudian budi pekerti mencangkup keduanya, yaitu watak berdasarkan ajaran agama dan
moral. Atau dengan kata lain , budi pekerti menggambarkan kualitas watak sekaligus
kepribadian seseorang yang tercermin melalui sikap dan perilaku berdasarkan nilai, norma,
moral yang menjadi komitmennya, dan masyarakat dalam kehidupan dunia dan akhirat. Hal
ini dipertegas oleh Edy Sedyawti, dkk(1997: 4 – 5) yang menytakan bahwa budi pekerti
mencakup nilai dan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa,
dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara serta alam sekitarnya.

Berdasarkan uraian diatas , pendidikan budi pekerti merupakan upaya pembinaan bagi para
siswa agar menjadi orang yang berwatak sekaligus berkepribadian mulia sesuai nila, norma,
moral agam dan kemasyarakatan, serta budaya bangsa. Watak ssekaligus kepribadian
diharapkan tercermin lewat sikap dan perilakunya dalam hidup dan kehidupan sehari- hari,
seperti religius, jujur, toleran, disiplin, tanggung jawab, memiliki harga diri dan percaya diri,
peka terhadap lingkungan dan demokratis, cerda, kreatif, dan inovatif.

Harapan akan figur para siswa yang berwatak dan berkepribadian adekuat, menurut Sugiharto
(1999: 25- 35) menunjukan pribadi – pribadi yang memesona sebagai sasaran pembinaan
pendidikan budi pekerti, dengan ciri – ciri sebagai berikut.

1. Memiliki rasa percaya pada diri sendiri


2. Tahu mensyukuri diri dan lingkungan
3. Menolong orang lain sampai ia dapat menolong dirinya sendiri
4. Bertindak dan bersikap tegas
5. Senang memelihara kesehatan dan mau melihat kekurangan yang ada pada diri sendiri
dan orang lain
6. Jujur, dapat dipercaya selalu menepati janji, teguh memegang janji dan amanat
7. Dapat menjauhkan diri dari rasa iri, dengki, rakus, dendam, khawatir, ragu-ragu, dan
takut disaingi
8. Tidak menyombongkan diri atas prestasi dan kelebihan diri
9. Bersikap bijaksana dan berani memikul tanggung jawab serta berani memikul
kegagalan
10. Riang dan ramah tamah dalam keadaan apapun
11. Sabar dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
12. Membiasakan bertindak cepat
13. Tidak merasa rendah diri dan dapat menghargai diri
14. Sopan santun dan berbudi bahasa yang baik
15. Tidak suka bertengkar dan menyendiri
16. Bersikap tenang dalam menghadapi bahaya

Untuk menjadikan setiap individu siswa yang berwatak sekaligus berkepribadian memesona
da terpuji, dalam buku Pedoman Umum da Nilai Budi Pekerti untuk Pendidikan Dasar dan
Menengah disebutkan sifat positif dan sifat negatif yang mengandung nilai budi pekerti
sebagai pedoman pembinaan (jika diperlukan sifat-saifat lain dapat ditambahkan), yaitu
sebagai berikut.

N Sifat – Sifat Positif / Terpuji Sifat- Sifat Negatif / Tercela


O
1. Amanah Antirisiko
2. Amal Sholeh Boros
3. Antisipatif Bohong
4. Beriman dan bertaqwa Buruk sangka
5. Bekerja keras Biadab
6. Berani memikul rasiko Curang
7. Berdisiplin Ceroboh
8. Berhati lapang Cengeng
9. Berhati lembut Dengki
10. berinsiatif Egois

Anda mungkin juga menyukai