Anda di halaman 1dari 3

Bismilahirahmanirahim

Assalamu’alaikum wr.wb
Nama saya Kusnah dari XI MIPA 2. Saya membuan artikel ini sebagai nilai untuk remidi
Bab Jinayah.
Pernahkah anda mendengar kata Jinayah? Mungkin beberapa dari anda pernah
mendengarnya. Bagi anda yang belum pernah mendengar kata tersebut, maka dalam artikel ini,
saya akan membahasnya. Untuk menghindari salah pengertian, maka kita perlu memahami
perngertian dari istilah tersebut terlebih dahulu.
Menurut buku “Fiqh Jinayah” karya Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag dan Masyirofah, S.Ag.,
M.Si., Fiqh Jinayah ialah kajian ilmu hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas. Dalam
istilah yang lebih populer, fiqh jinayah disebut hukum pidana Islam. Adapun ruang lingkup
kajian hukum pidana Islam ini meliputi tindak pidana qishash, hudud, dan ta’zir.
Dalam buku “Dasar-dasar Hukum Acara Jinayah” karya Drs. H. Zulkarnain Lubis, M.H.
dan Drs. H. Bakti Ritonga, S.H., M.H., Jinayah diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang
dilarang Syara’, yang diancam oleh Allah dengan hukuman Hudud, Qishash, Diyat, atau Ta’zir.
Larangan-larangan Syara' tersebut adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang
atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.
Para Fuqaha sering kali menggunakan kata Jinayah dengan maksud Jarimah. Kata
Jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana. Secara etimologi, kata jana
berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan Jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan
salah. Orang yang berbuat jahat disebut jani dan orang yang dikenai perbuatan disebut
mujna’alaih. Kata Jinayah dalah istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana.
Menurut Imam al-Mawardi, Jarimah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh Syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman hadd atau ta’zir. Menurut Abdul Qadir
Audah, pengertian Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh Syara’, baik
perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, dan lainnya.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Fiqh Jinayah adalah sebuah kajian ilmu
hukum islam yang membahas tentang kriminalitas dan hukum pidana islam yang meliputi
tindak pidana Qishash, Diyat, Hudud, Uqubat, dan Ta’zir.
Setelah memahami pengertian dari Jinayah, mari kita memahami macam-macam
Jinayah, yaitu :
1. Qishash
Menurut kamus Munawwir, secara literal, Qishash adalah turunan dari kata
Qashsha yang berarti menggunting, mendekati, menceritakan, mengikuti (jejak), dan
membalas. Adapun menurut Ibnu Manzur dalam Lisan al-Arab, yang dimaksud Qishash
adalah suatu hukuman yang ditetapkan dengan cara mengikuti bentuk tindak pidana
yang dilakukan seperti membunuh dibalas dengan membunuh. Al-Dhahar mengartikan
Qishash dengan menghukum pelaku kriminal yang melakukannya dengan sengaja,
seperti pembunuhan, melukai atau memotong anggota tubuh dan semisalnya, dengan
hukuman yang sama dengan kriminalnya.
Menghukum penjahat dnegan hukuman yang setimpal dan sama adalah keadilan
maksimal yang diperintahkan Allah dan solusi hukum yang perlu diupayakan oleh para
penegak hukum. Dari segi keadilah, hukuman penjara pada hakikatnya tidak
menimbulkan kepuasan hati keluarga korban. Hukuman Qishash mewujudkan keadilan
bagi orang yang teraniaya, yaitu dengan memberikan kemudahan bagi wali korban
untuk membalas kepada pelaku seperti yang dilakukan kepada korban.
Hukuman Qishash membuka peluang negosiasi antara keluarga korban dan
keluarga pelaku pembunuhan. Mereka bisa memilih dan menyepakati antara balas
nyawa atau denda (Diyat) atau memaafkan murni tanpa Diyat.
Hal ini perlu dikemukakan sebab ketika terdengar kata Qishash maka yang
terpikir oleh sebagian orang adalah “Pembunuh harus mati”. Memang hukuman mati
merupakan salah satu bagian dalam hukuman Qishash, namun tidak seluruh hukuman
Qishash adalah hukuman mati. Hukuman mati dalam Qishash hanya berlaku pada
pembunuhan disengaja yang juga masih bisa diganti Diyat, selebihnya adalah hukuman
maksimal berupa Diyat pada pembunuhan tidak disengaja dan seperti sengaja, atau
dimaafkan murni tanpa Diyat pada semua jenis pembunuhan tersebut.
Dengan demikian, persepsi bahwa kata Qishash sama dengan mati adalah tidak
benar. Bahkan hukuman mati hanyalah salah satu alternatif dan alternatif terakhir. Inti
keadilan dari hukuman Qishash adalah kepuasan keluarga korban, bukan penghilangan
nyawa manusia.

2. Diyat
Secara etimologi berasal dari kata wada-yadi-wadayan-diyatan yang berarti mengalir.
Akan tetapi, jika yang digunakan adalah kata mashdar (diyat) berarti membayar harta
tebusan yang diberikan kepada korban atau walinya dengan sebab tindak pidana
penganiayaan (jinayat). Secara terminologi dapat diartikan sebagai harta yang wajib dibayar
dan diberikan oleh pelaku jinayat kepada korban atau walinya sebagai ganti rugi,
disebabkan jinayat yang dilakukan oleh si pelaku.

3. Hudud
Hudud merupakan kata jamak (prular) dari kata hadd yang berarti batas. Secara
etimologis, hudud berarti larangan. Adapun menurut terminologis, hudud adalah hukuman
yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di dalam Al-Qur’an atau hadist.
Hukuman Hudud ini adalah hak Allah, yang tidka boleh ditukar atau diganti hukumannya
dan tidak boleh diubah. Hukuman Hudud tidak boleh dimaafkan oleh siapapun.
Menurut Ibnu Taimiyah, Hudud dilaksanakan agar manusia senantiasa berbuat
kebajikan. Bagi orang yang telah mendapatkan hukuman dari perbuatan dosa yang pernah
dilakukan, hendaknya hukuman itu dianggap sebagai bentuk kasih sayang Allah dan
kebaikan untuknya.
4. Uqubat
Uqubat adalah hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terjadinya pelanggaran
jarimah atau jinayah. Para Fuquha mendefinisikan uqubat sebagai balasan yang dijatuhkan
kepada orang yang melakukan kejahatan atas dosa yang dia lakukan sebagai sanksi atas
dirinya dan pencegahan atau penghalang untuk orang yang lain dari tindak kejahatan.

5. Ta’zir
Ta’zir adalah jenis uqubat pilihan yang telah ditentukan dalam Peraturan perundang-
undangan sejenis peraturan daerah yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan
kehidupan masyarakat Aceh (Qanun) yang bentuknya bersifat pilihan dan besarannya dalam
batas tertinggi dan/atau terendah.
Menurut al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam al-Sultahniyah, Ta’zir adalah pengajaran
terhadap pelaku dosa yang tidak diatur oleh Hudud. Menurutnya, Ta’zir sama dengan
Hudud dari satu sisi, yaitu sebagai pengajaran untuk menciptakan kesejahteraan dan untuk
melaksanakan ancaman yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan dosa yang dikerjakan.

Anda mungkin juga menyukai