Anda di halaman 1dari 9

ANARKISME PENDIDIKAN

(Caroline Claudia Anggina Neftyan)

A. Pendahuluan

Pendidikan anarkis sendiri sesungguhnya adalah ide mengenai idealnya dunia


pendidikan menurut pandangan kaum anarkis. Anarkis atau anarkisme merupakan
paham politik yang menolak berbagai otoritas irasional terhadap manusia dalam
bentuk apapun. Kaum anarkis berpendapat bahwa manusia pada dasarnya adalah
makhluk merdeka dan bebas, sehingga berbagai bentuk tindakan yang dapat
mengganggu otonomi individu harus ditentang dan dilawan. Salah satu wujud
perlawanan kaum anarkis atas otoritas adalah perlawanan terhadap Negara, dimana
orang-orang yang berada dijajaran struktur tersebut memiliki otoritas terhadap
orang lain. Padahal tidak ada yang bisa memiliki otoritas atas diri individu selain
individu itu sendiri. Dengan demikian, dalam makalah ini akan dijelaskan secara
lanjut mengenai anarkisme pendidikan yang sesungguhnya.

B. Pengantar Anarkisme Pendidikan

Terdapat berbagai jenis ideologi dalam pendidikan, yang kemudian dipetakan oleh
O’Neill (1981) yang membagi ideologi pendidikan menjadi 2 (dua) kelompok,
yaitu pertama ideologi konservatif, meliputi ideologi pendidikan fundamentalisme,
ideologi pendidikan intelektualisme, dan ideologi pendidikan konservatisme;
kedua ideologi liberal, meliputi ideologi pendidikan liberalisme, ideologi
pendidikan liberasionisme, dan ideologi pendidikan anarkisme. Ideologi
pendidikan anarkisme, bersudut pandang pembela
penghapusan/pemusnahan/pelenyapan seluruh kekangan terlembaga atas
kebebasan manusia. Penghapusan kekangan ini diyakini sebagai jalan untuk
menyediakan peluang penuh atas potensi-potensi manusia yang dibebaskan.

Hal yang paling mendasar yang ingin dicapai oleh seorang anarkisme pendidikan
adalah menekankan minimalisasi dan atau menghapuskan pembatasan
kelembagaan-kelembagaan terhadap perilaku personal, sejauh mana kita mampu
mendeinstitusionalkan masyarakat—membuat masyarakat bebas lembaga dengan
berbagai pertimbangan yang telah dilembagakan sendiri (Wisarja dan Sudarsana.
2017). Anarkisme pendidikan lebih pada sebuah bentuk konsepsi pemikiran
bagaimana cara merasionalisasikan pendidikan, meskipun paradigma ini
cenderung menolak secara tegas dari tatanan yang sudah ada.

C. Tipe-Tipe Anarkisme Pendidikan

Terdapat tiga tipe anarkisme pendidikan, yaitu:


1. Anarkis Taktis. Kaum anarkis taktis merasa bahwa masyarakat mendidik
individu secara jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah
dan sejenisnya. Sejalan dengan itu, mereka mérasa bahwa problema-problema
pendidikan yang nyata di zaman kita adalah problema-problema sosial seperti
misalnya kemiskinan, rasisme, dan peperangan.
2. Anarkis Revolusioner. Kaum anarkis revolusioner menganggap sekolah-sekolah
sebagai alat daribudaya yang dominan. Lantaran itu, sekolah bukan saja tak
berguna sebagai gugus depan pembaharuan atau perombakan sosial yang punya
arti penting. Sekolah-sekolah itu nyatanya malah menjadi para penjaga gerbang
utama status quo, kemapanan.
3. Anarkisme Utopis. Kaum anarkis utopis menganggap bahwa, dalam budaya
kita saat ini, kita hidup di depan pintu masyarakat utopian paska-industri yang
dicirikan oleh kemakmuran dan kesenangan bagi semua orang. Jenis
masyarakat di mana hanya sejumlah kecil pekerja terlatih yang diperlukan demi
mempertahankan sebuah sistem produksi yang nyaris sepenuhnya otomatis.
Selanjutnya merupakan pandangan mengenai pendidikan dari perspektif masing-
masing tipe anarkisme pendidikan.
1. Bagi kaum anarkis taktis, penghapusan sekolah-sekolah menyediakan akses
kekekayaan yang selama ini dipakai untuk membiayai aparat persekolahan yang
boros dan tidak produktif. Dan kekayaan semacam itu bisa dibebaskan dari
tangan mereka untuk digunakan demi tujuan memperbaharui kondisi sosial di
dalam sistem yang sudah ada.
2. Bagi kaum anarkis revolusioner, penghapusan sekolah-sekolah secara efektif
menghancurkan batu penjuru dari bangunan sistem yang ada, dan karenanya
menebarkan benih jenis revolusi sosial yang perlu demi membukakan era baru
dalam sosialisme demokratis.
3. Bagi kaum anarkis utopis, penghapusan sekolah-sekolah bukan hanya
merupakan cara mengefektifkan pembaharuan/perombakan yang perlu
diadakan, melainkan juga menjadi salah satu pembaharuan kunci yang harus
dicapai, karena tujuan tertingginya adalah untuk menciptakan sebuah
masyarakat yang tak terlembaga, secara terus-menerus melampaui diri dan
memperbaharui diri, di mana pengaturam pengaturan sosial yang perlu diraih
melalui kerjasama yang bebas berdasarkan kebutuhan timbal-balik.

D. Konsep Anarkisme Pendidikan Menurut Tokoh-tokoh Anarkis

Pencetus pemikiran pendidikan anarkhis adalah Ivan Illich, dalam bukunya:


“Deschooling Society”. Inti buku ini ada beberapa hal penting, yakni: (1)
Mengkritisi praktek kemapanan pendidikan; (2) Sekolah adalah lembaga
pendidikan yang membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial yang sangat
tidak egaliter lagi diskriminatif; (3) Sekolah dianggap sebagai lembaga pendidikan
dalam era industri yang telah menjadi sedemikian mekanistik namun memperkurus
kemanusiaan atau dehumanisasi (Freire, 2001).

Menurut kaum anarkis, penyelenggaraan sekolah yang dilaksanakan oleh negara,


besar kemungkinan akan diarahkan untuk melanggengkan kekuasaan pemerintah.
Joel H. Spring mengatakan, bahwa sistem persekolahan nasional yang
dikendalikan oleh negara akan menjadi pelayan kepentingan-kepentingan politis
orang-orang berkuasa. (Freire, et al., 2004) Dalam wilayah ini sekolah dinilai akan
menjadi alat kepentingan pemerintah untuk memaksakan kehendaknya terhadap
masyarakat guna melanggengkan kekuasaannya.

William Godwin berpendapat bahwa menempatkan pendidikan di tangan agen-


agen pemerintah akan membuka kesempatan bagi mereka untuk memanfaatkan
pendidikan demi memperkuat kekuasaan mereka (Paulo, et al., 2004). Ia juga
menolak anggapan umum di abad 18 dan 19 yang mengatakan bahwa sekolah akan
menghasilkan kebebasan individual. Baginya, kebebasan individu tidak akan
mungkin tercapai selama sekolah masih dikuasai oleh negara.

Tokoh lainnya yaitu Max Stirner dikenal sebagai tokoh anarkis-individualis karena
pandangannya yang cenderung anti-sosial. Stirner percaya bahwa pengetahuan
seharusnya jangan diajarkan, karena proses penyerapan pengetahuan mengubah
individu menjadi pelajar dan bukannya menjadi sosok pribadi yang kreatif. Leo
Tolstoy juga memiliki pandangan tersendiri mengenai pendidikan. Tolstoy
berpendapat bahwa persekolahan harusnya menjadi proses kebudayaan dan bukan
proses pendidikan. Pendidikan adalah suatu kebudayaan yang dikekang,
sedangkan kebudayaan sesuatu yang bebas. Dari situ kemudian Tolstoy
berpendapat bahwa sekolah harusnya adalah tempat tanpa pewajiban dan tanpa
campur tangan. Para murid bebas belajar apa yang mereka inginkan tanpa paksaan.

Sedikit berbeda dengan Stimer dan Tolstoy, Paul Goodman berpendapat bahwa
pendidikan individu yang paling berharga berupa pengalaman yang ada di luar
sekolah. Partisipasi dalam kegiatan masyarakat harus menjadi sarana utama
pembelajaran. Dimana siswa dapat secara aktif berpartisipasi dalam pendidikan
mereka dan langsung bersentuhan dengan realitas disekitarnya (Wikipedia).
Pendapat Goodman tidak beda jauh dengan pendapat Max Stirner, Tolstoy,
William Godwin, ataupun Ivan Illich. Keempat tokoh ini mengkhendaki agar
pendidikan memberikan kebebasan kepada murid untuk menentukan sendiri apa
yang dipelajari. Dan murid diberi kesempatan penuh untuk mengembangkan
kreativitas dalam dirinya.

E. Konsep Anarkisme Pendidikan di Sekolah

Pada kondisi realita sekarang menurut pandangan anarkisme, sekolah bukan lagi
tempat bermain, sekolah justru menjadi tempat yang penuh dengan berbagai aturan
yang cenderung menakutkan para murid. Sekolah saat ini juga bukanlah tempat
seorang anak mempelajari apa yang ia ingin pelajari. Sekolah justru menjadi
lembaga yang kaku dan memaksa murid untuk mempelajari apa yang ia belum
tentu inginkan.

Anarkisme pendidikan menganggap bahwa kita pasti dapat menemukan kebutuhan


untuk meminimalkan atau menghapuskan batasan-batasan kelembagaan yang
dikenakan terhadap prilaku personal, bahwa kita sejauh mungkin menjadikan
masyarakat tak terlembagakan. Anarkisme adalah sudut pandang yang membela
seluruh kekangan kelembagaan terhadap kebebasan manusia, sebagai jalan untuk
mewujudkan potensi-potensi manusia yang telah dibebaskan. Secara tidak
langsung, peranan sekolah pada penjabaran historis sebelumnya setidaknya telah
menggambarkan bentuk anarkisme pendidikan. Dengan demikian, O’Neill (2008)
memetakan ciri-ciri umum dari ideologi anarkisme pendidikan adalah sebagai
berikut:
a. Menganggap bahwa pengetahuan adalah sebuah produk alamiah dari kehidupan
sehari-hari.
b. Menganggap kepribadian individual sebagai sebuah nilai yang melampaui
tuntutan-tuntutan masyarakat manapun.
c. Menekankan pilihan bebas dan penentuan nasib sendiri dalam sebuah latar
belakang sosial yang humanistic.
d. Menganggap pendidikan sebagai sebuah fungsi alamiah dalam lingkungan
sosial yang rasional dan produktif.
e. Menganggap bahwa wewenang intelektual secara tepat ada di tangan mereka
dengan telah mendiagnosis konflik dasar yang ada antara keperluan individu
dan tuntutan negara.

William F O’Neill membuat indikator-indikator ideologi pendidikan anarkisme


sebagai berikut:
a. Tujuan pendidikan recara keseluruhan adalah untuk membawa pembaharuan
berskala besar di masyarakat, dengan cara menghilangkan persekolahan wajib.
Anak sebagai pelajar cenderung menjadi baik dan menginginkan tindakan yang
efektif dan tercerahkan, ketika anak itu diasuh dalam sebuah masyarakat yang
baik.
b. Anak-anak secara moral setara, dan mereka mendapatkan kesempatan untuk
belajar apapun yang mereka pilih sendiri, demi memperoleh tujuan yang
mereka anggap baik.
c. Administrasi dan pengendalian dikembalikan kepada rakyat dengan
mengizinkan setiap orang untuk mengendalikan hakikat dan pelaksanaan
perkembangan dirinya sendiri, tidak ada wewenang khusus yang diberikan pada
guru.
d. Sifat-sifat kurikulum:
 Sekolah harus dihapuskan demi memperbesar pilihan personal yang bebas.
 Pendidikan tidak sama dengan persekolahan, satu-satunya kegiatan belajar
hanyalah belajar yang ditentukan sendiri, dan ini bisa berlangsung secara
efektif di masyarakat yang tanpa sekolah.
 Penekanan harus diletakkan pada tiap individu untuk menentukan tujuan-
tujuan belajarnya sendiri.
 Penekanan harus diletakkan pada apa yang relevan secara personal dengan
mengorbankan pembedaan tradisional antara akademis, intelektual, dan
praktis.
 Setiap orang harus bebas untuk menentukan hakikat dan sejauh mana ia akan
belajar.
e. Metode-metoda pengajaran dan penilaian dan hasil belajar secara individual
menjadi penentu mana yang paling sesuai dengan tujuan pendidikannya sendiri.
f. Kendali diruang kelas harus ditentukan sendiri dengan gagasan bahwa anak-
anak sama dengan murid-murid, pengalaman-pengalaman sekolah harus
ditentukan oleh individu-individu yang terlibat dan tidak didekte oleh agen-
agen dari luar.

F. Ideologi Pendidikan di Indonesia

Ideologi Pendidikan Indonesia menurut interpretasi Elit Pendidikan Indonesia


termasuk konservatisme sosial revisionis terhadap komponen landasan pendidikan
nasional, kurikulum pendidikan nasional, dan manajemen pendidikan nasional,
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, berdasarkan perspektif ideologi pendidikan O’Neill,
mengandung ciri-ciri ideologi pendidikan konservatif sosial, dengan melakukan
revisi berupa penambahan ciri-ciri ideologi pendidikan liberal (Soeharto, 2010).

Disebut juga Ideologi Pendidikan Indonesia termasuk liberal kompromistis


terhadap komponen landasan pendidikan nasional, kurikulum pendidikan nasional,
dan manajemen pendidikan nasional, sebagaimana tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, berdasarkan
perspektif ideologi pendidikan O’Neill, mengandung ciri-ciri ideologi pendidikan
liberal, dengan melakukan kompromi berupa penambahan ciri-ciri ideologi
pendidikan konservatif, atau pengurangan “kadar” model liberalisme. Meskipun
pada paparan diatas tidak dijelaskan secara gamblang mengenai anarkisme
pendidikan di Indonesia, namun tertera pada penjelasan bahwa ideologi
pendidikan di Indonesia juga menggunakan ideologi liberal yang mana anarkisme
pendidikan tersebut termasuk dalam bagian dari ideologi liberal.

G. Penutup

Menurut aliran ini, pendidikan bertujuan untuk membawa perombakan berskala


besar dan segera dalam masyarakat dengan cara menghilangkan persekolahan
wajib. Anarkisme pendidikan merupakan rumusan baru dalam pencapaian
pencerahan dalam proses berpikir menuju arah kesadaran yang sebenarnya.
Terakhir bahwa pendidikan pada dasarnya sebagai pemberi seperangkat gagasan
serta ide yang memungkinkan di dalamnya membentuk kesadaran dalam berpikir.
Terlebih pada persoalan sejauh mana pendidikan menjadi sebuah alternatif pilihan
dalam pencapaian ilmu dan pengetahuan yang didapat. Terlepas dari pada ideologi
yang digunakan di Indonesia.

Daftar Pustaka

Fakih, Mansour. 2001. Ideologi dalam Pendidikan: sebuah pengantar”, dalam


William F. O‟neil, Ideologi-ideologi Pendidikan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Freire, Paulo. 2001. Pedagogi Pengharapan. (terj.) Yogyakarta: Kanisius.

Freire, Paulo, et all. 2004. Menggugat Pendidikan: Fundamentalis, Konservatif,


Liberal, Anarkis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Ivan Illich: Deschooling, Conviviality And The Possibilities For Informal Education
And Lifelong Learning” (online), http://www.infed.org/thinkers/et-illic.htm,
diakses tanggal 3 November 2011.

O’Neil. F., William, 1981. Educational Ideologies; Contemporary Expressions of


Educational Philosophies. Goodyear Publishing Company. Santa Monica,
California.

O’neil, F. William. 2008. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Soeharto, Karti. 2010. Ideolodi-Ideologi Pendidikan. Surabaya: Penerbit Unesa


University Press.

Wisarja dan Sudarsana. 201). Refleksi Kritis Ideologi Pendidikan Konservatisme Dan
Libralisme Menuju Paradigma Baru Pendidikan. Journal of Education Research
and Evaluation. Vol.1 (4) Pp. 283-291.

Wikipedia. 2019. Anarkisme Pendidikan (online),


https://en.m.wikipedia.org/wiki/Anarchism_and_education diakses tanggal 26
Oktober 2019

ANARKISME PENDIDIKAN

Disajikan untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester


Mata Kuliah Sejarah dan Ideologi Pendidikan

Oleh :

Caroline Claudia Anggina Neftyan (1823012012)

Dosen pengampu : Hasan Hariri, MBA, Ph.D


Dr. Sulton Djasmi, M. Pd

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019

Anda mungkin juga menyukai