A. Pendahuluan
Terdapat berbagai jenis ideologi dalam pendidikan, yang kemudian dipetakan oleh
O’Neill (1981) yang membagi ideologi pendidikan menjadi 2 (dua) kelompok,
yaitu pertama ideologi konservatif, meliputi ideologi pendidikan fundamentalisme,
ideologi pendidikan intelektualisme, dan ideologi pendidikan konservatisme;
kedua ideologi liberal, meliputi ideologi pendidikan liberalisme, ideologi
pendidikan liberasionisme, dan ideologi pendidikan anarkisme. Ideologi
pendidikan anarkisme, bersudut pandang pembela
penghapusan/pemusnahan/pelenyapan seluruh kekangan terlembaga atas
kebebasan manusia. Penghapusan kekangan ini diyakini sebagai jalan untuk
menyediakan peluang penuh atas potensi-potensi manusia yang dibebaskan.
Hal yang paling mendasar yang ingin dicapai oleh seorang anarkisme pendidikan
adalah menekankan minimalisasi dan atau menghapuskan pembatasan
kelembagaan-kelembagaan terhadap perilaku personal, sejauh mana kita mampu
mendeinstitusionalkan masyarakat—membuat masyarakat bebas lembaga dengan
berbagai pertimbangan yang telah dilembagakan sendiri (Wisarja dan Sudarsana.
2017). Anarkisme pendidikan lebih pada sebuah bentuk konsepsi pemikiran
bagaimana cara merasionalisasikan pendidikan, meskipun paradigma ini
cenderung menolak secara tegas dari tatanan yang sudah ada.
Tokoh lainnya yaitu Max Stirner dikenal sebagai tokoh anarkis-individualis karena
pandangannya yang cenderung anti-sosial. Stirner percaya bahwa pengetahuan
seharusnya jangan diajarkan, karena proses penyerapan pengetahuan mengubah
individu menjadi pelajar dan bukannya menjadi sosok pribadi yang kreatif. Leo
Tolstoy juga memiliki pandangan tersendiri mengenai pendidikan. Tolstoy
berpendapat bahwa persekolahan harusnya menjadi proses kebudayaan dan bukan
proses pendidikan. Pendidikan adalah suatu kebudayaan yang dikekang,
sedangkan kebudayaan sesuatu yang bebas. Dari situ kemudian Tolstoy
berpendapat bahwa sekolah harusnya adalah tempat tanpa pewajiban dan tanpa
campur tangan. Para murid bebas belajar apa yang mereka inginkan tanpa paksaan.
Sedikit berbeda dengan Stimer dan Tolstoy, Paul Goodman berpendapat bahwa
pendidikan individu yang paling berharga berupa pengalaman yang ada di luar
sekolah. Partisipasi dalam kegiatan masyarakat harus menjadi sarana utama
pembelajaran. Dimana siswa dapat secara aktif berpartisipasi dalam pendidikan
mereka dan langsung bersentuhan dengan realitas disekitarnya (Wikipedia).
Pendapat Goodman tidak beda jauh dengan pendapat Max Stirner, Tolstoy,
William Godwin, ataupun Ivan Illich. Keempat tokoh ini mengkhendaki agar
pendidikan memberikan kebebasan kepada murid untuk menentukan sendiri apa
yang dipelajari. Dan murid diberi kesempatan penuh untuk mengembangkan
kreativitas dalam dirinya.
Pada kondisi realita sekarang menurut pandangan anarkisme, sekolah bukan lagi
tempat bermain, sekolah justru menjadi tempat yang penuh dengan berbagai aturan
yang cenderung menakutkan para murid. Sekolah saat ini juga bukanlah tempat
seorang anak mempelajari apa yang ia ingin pelajari. Sekolah justru menjadi
lembaga yang kaku dan memaksa murid untuk mempelajari apa yang ia belum
tentu inginkan.
G. Penutup
Daftar Pustaka
Ivan Illich: Deschooling, Conviviality And The Possibilities For Informal Education
And Lifelong Learning” (online), http://www.infed.org/thinkers/et-illic.htm,
diakses tanggal 3 November 2011.
Wisarja dan Sudarsana. 201). Refleksi Kritis Ideologi Pendidikan Konservatisme Dan
Libralisme Menuju Paradigma Baru Pendidikan. Journal of Education Research
and Evaluation. Vol.1 (4) Pp. 283-291.
ANARKISME PENDIDIKAN
Oleh :