1
William F. O’Neill, Ideologi-Ideologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 472.
2
Usman, “Ideologi Pendidikan Islam Pesantren Di Indonesia Perspektif Muhammad Jawwad Ridla Dan William F.
O’neal,” Tadris 14 (2014). 128.
3
O’Neill, Ideologi-Ideologi Pendidikan, 468-471.
anak tentang perlunya corak-corak aksi sosial tertentu. Intinya sekolah harus secara aktif
‘mendakwahkan prinsip-prinsip demokratis di dalam sistem yang sudah ada.
Liberasionalisme reformis saat ini terwakili oleh lima gerakan ‘reformis’ dalam
masyarakat Amerika diantaranya:
a. Gerakan pembebasan masyarakat kulit hitam (Afro-Amerika)
b. Gerakan pembebasan perempuan
c. Gerakan pembebasan kaum Hispanik-Amerika
d. Gerakan pembebasan masyarakat pribumu Amerika (India-Amerika)
Dari kelima gerakan tersebut terdapat dua gerakan yang oaling berhasil menangguk
perhatian yaitu gerakan pembebasan masyarakat Afro-Amerika dan gerakan pembebasan
hak-hak perempuan.
2. Liberasionisme Radikal
Kaum liberasionisme radikal akan menggunakan-sekolah-sekolah untuk
mengkritik dan membangun kembali dasr-dasar kebudayaan. Sebagaimana mereka
melihatnya, kita perlu memikirkan kembali dan memperbaiki secara radikal lembaga-
lembaga tertentu yang plaing fundamental yang menyangga berdirinya masyarajat
misalnya gereja-gereja tradisional, kapitalisme, demokrasi, gender, keluarga, dan
seterusnya.
Kaum liberasionalis radikal, sebuah kelompok uang tertentang sejak John Dewey
hingga ke tokoh-tokoh kontemporer seperti Paulo Freire, terbagi menjadi dua sudut
pandang utama yaitu:
a. Yang bisa disebut liberasionisme ‘pra-revolusioner’ mebgajukan jenis pendidikan yang
perlu untuk menciptakan kesadaran revolusioner sebagai sebuah jalan untuk
menimbulkan tuntutan rakyat untuk menyusun kembali sistem sosio-ekonomi yang ada
sekarang
b. Yang dinamakan liberasionisme ‘paska-revolusioner’ terutama mempedulikan jenis
pendidikan yang dibutuhkan untuk membangun dan memperkokoh sebuah begara
sosialis berundang-undang dasar baru dalam era sesudah tercapainya rebolusi politik.
3. Liberasionisme Revolusioner
Kaum liberasionis revolusioner menganggap bahwa, karena sekolah merupakan
lembaga yang melayani kepentingan-kepentingan budaya pada umumnya, dan karena
budaya itu sendiri adalah kekuatan pendidika utama dalam kehidupan anak-anak, maka
sekolah-sekolah itu sendiri tidak bisa berharap secara realistis untuk membangun kembali
masyarakat lewat kritik internal apapun juga terhadap praktik-praktik yang ada. Satu-
satunya cara supaya sekolah-sekolah secara efektif dapat menandingi sebuah sistem sosial
yang tidak memanusiakan manusia adalah dengan cara menghapuskan segala kepura-puran
dalam mendidik anak-anak. Hanya masyarakat jenis baru seperti inilah yang pada
puncaknya akan memungkinkan penetapan ‘sekolah-sekolah yang nyata’ daripada agen-
agen pendidikan palsu dalam penindasan sosial yang selama ini ada
Dengan kata lain, kaum liberasionis revolusioner yakin bahwa sekolah harus
menjadi agen dasar bagi penyebarluasan revolusi sosial. Pendekatan ini terwakili oleh
‘Pengawal Merah’ Republik Rakyat Cina di akhir 1960-an dimana para siswa diaktifkan
sebagai kekuayan tandungan untuk memerangi ancaman-ancaman reaksioner terhadap
kekuasaan ketua Mao.