Anda di halaman 1dari 28

RINGKASAN MATERI

PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

Materi I:
KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Pengertian Kurikulum dan Unsur-Unsurnya
1) Etimologi
Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam
bidang olahraga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang
harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish.Pengertian
ini kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan.1
2) Terminologi
Hilda taba dalam bukunya Curriculum Develoment menuliskan “curriculum is
after all, a way of preparing young to participate as productive members of our
culturer” artinya : Kurikulum adalah cara mempersiapkan manusia untuk
berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dar suatu budaya.
Kurikulum sebagai program pendidikan mencakup :
 Sejumlah mata pelajaran atau organisasi pengetahuan
 Pengalaman belajar atau kegiatan belajar
 Program belajar (plan of learning) bagi siswa
 Hasil belajar yang diharapkan.2
3) Unsur-Unsur Kurikulum
a) Goal (Cita-Cita/Tujuan) : Tujuan pendidikan nasional dan Tujuan lembaga
pendidikan.
b) Matter (Bahan Pelajaran) : Sesuai dengan tujuan, silabus pelajaran, dan
pengetahuan ilmiah.
c) Organizing (Strategi Pelaksanaan Kurikulum)
d) Evaluating (Evaluasi Kurikulum ) : Penilaian terhadap Input
pelajaran(semua SDA sebelum menempuh program berupa dana, sarana
prasarana dan siswa.), Proses pembelajaran, Out put pembelajaran(Penilaian
terhadap lulusan pendidikan ) dan Out come pembelajaran (Kemampuan
lulusan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab).3
B. Perbedaan PAI dengan Pendidikan Islam

1 Prof.Dr.H.Muhaimin,M.A, Pengambangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (di


Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi),(PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2012),h.1
2 Drs.H.M.Arsyad Meru,M.Ag, Pengembangan Kurikulum (STAI
As’adiyah,Sengkang:2008)h.3
3 Lihat,S.Nasution, Asas-Asas Pengembangan Kurikulum, (Bumi Aksara, Jakarta :
2008),h.6
Tafsir (2004) membedakan antara Pendidikan Agama Islam (PAI) dan
Pendidikan Islam (PI).PAI dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikkan Agama
Islam.Kata “Pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran, dalam
hal ini PAI sejajar atau sekatagori dengan Pendidikan Matematika, Pendidikan
Olahraga, Pendidikan Biologi dan seterusnya. 4 Jadi PAI dipandang sebagai Mata
Pelajaran yang isinya berupa kegiatan mendidikkan Agama Islam, diantaranya :
Al-Qur’an Hadist, Fiqih, Akidah Ahlaq dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Sedangkan PI adalah nama sistem , yaitu sistem pendidikan yang islami,
yang memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung
terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan, teori-teorinya disusun berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadis.[5]
C. Pengembangan Kurikulum PAI
Pengembangan Kurikulum PAI ialah Kegiatan menghasilkan Kurikulum PAI
dengan mengaitkan satu komponen dengan komponen lainnya berupa kegiatan
penyusunan (Desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum
PAI untuk menghasilkan Kurikulum PAI yang lebih baik.[6]
D. Fungsi Kurikulum PAI
1. Bagi Madrasah yang bersangkutan
uü Alat untuk mencapai tujuan PAI yang diinginkan
uü Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan PAI
uü Menghindari keterulangan yang memboroskan waktu
uü Menjaga kesinambungan
2. Bagi Masyarakat
uü Masyarakat sebagai pengguna lulusan (User), Oleh karena itu Madrasah / Sekolah
harus meengetahui kebutuhan masyarakat dalam konteks pengembangan PAI
uü Kerjasama yang harmonis dalam pengembangan kurikulum PAI dengan
Sekolah/Madrasah

E. Proses Pengembangan Kurikulum


1. Perencanaan => Ide (Asal dari : (1) Visi (pernyataan tentang harapan yang ingin
dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam jangka panjang) (2) Kebutuhan
pengguna (pelajar, masyarakat,pengguna lulusan) dan studi lanjut (3) Hasil
evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan iptek juga zaman.
(4) Pandangan para Ahli pendidikan (5) Era globalisasi. => 5 ide diatas akan
dievaluasi untuk di kembangkan menjadi Program berupa Dokumen/Berkas
yang berisi : Informasi dan jenis dokumen, Format silabus dan komponen
kurikulum yang harus dikembangkan.
2. Implementasi => Melakukan sosialisasi dan pengembangan Program berupa
pengembangan kurikulum dalam bentuk RPP atau SAP (Satuan Acara

4 Lihat Prof.Dr.H.Muhaimin,M.A,.Op.Cit.,h.6
Pembelajaran), proses pembelajaran di dalam dan diluar kelas, serta evaluasi
pembelajaran untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi Program
tersebut.
3. Evaluasi => dari evaluasi ini akan di peroleh feedback (umpan balik) yang akan
digunakan dalam penyempurnaan kurikulum berikutnya.[7]

II. Pengembangan PAI di Sekolah dan Perguruan Tinggi

A. PAI dalam Sorotan


Tingginya kasus korupsi dan Krisis akhlak yang terjadi di Indonesia seperti yang
kita ketahui, secara langsung atau tidak berhubungan dengan persoalan
“pendidikan”. Hal ini pun menimbulkan opini mengenai kegagalan PAI sebagai
faktor utama krisis ini, mengingat PAI yang seharusnya menciptakan
akhlakulkarimah bagi para peserta didiknya.
Namun, Opini ini tidak boleh kita telan mentah-mentah begitu saja karena Krisis
moral yang terjadi bukan karena kegagalan PAI saja namun begitu juga dengan
pendidikan yang lainnya, dan sangat tidak adil jika mengkambinghitamkan PAI
yang hanya beberapa jam di sekolah untuk menghadapi arus globalisasi yang
menyeret pada dekadensi moral tersebut, sekiranya lingkungan masyarakat dan
keluarga memiliki peran yang lebih besar dalam peningkatan akhlak para
peserta didik dan masyarakat.
B. Berbagai Kritik terhadap PAI
Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang ada disekolah masih banyak
kelemahan. Mochtar Buchori (1922) menilai pendidikan agama masih
gagal.kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya
memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai
(agama) , dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif – volitif, yakni
kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.akibatnya
terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan .(Harun
Nasution,1995)
Dalam konteks sistempembelajaran, agaknya titik lemah pendidikan
agama lebih terletak pada komponen metodologinya.titik kelemahan tersebut
dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan
nilai atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang
perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik
2. Kurang dapat berjalan bersama dan bekerjasama dengan program-program
pendidikan non-agama
3. Kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya, dan atau bersifat statis
skontekstual dan lepas dari sejarah, sehingga peserta didik kurang menghayati
nilai-nilai agama sebagai nilai hidup dalam keseharian.
Dan pemunduran peran PAI dalam meningkatkan nilai dan moral juga di
karenakan budaya rasionalisme yang semakin besar pengaruhnya dalam era
globalisasi dan merasuk kedalam pemikiran-pemikiran para masyarakat
Modern , Zaman ini.Jadi jika kita tidak ingin terbebani dan terbawa arus
globalisasi dan budaya-budaya buruk kita harus memfilter diri dengan
pengalaman agama yang baik.
C. Paradigma Pengembangan PAI di Sekolah/ Perguruan Tinggi
Ada 3 paradigma pengembangan pendidikan agama islam[8] :
1. Paradigma Dikotomis
Didalam paradigma ini , semua aspek kehidupan dipandang dengan 2 sisi yang
berbeda dan berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan. Dan PAI hanya
dipandang sebagai pendidikan yang berkonsentrasi pada bidang agama, ritual
dan spritual saja ,
Implikasi dari paradigma ini peserta didik diarahkan untuk menjadi pelaku
(aktor) dan loyal (setia) , memiliki sifat komitmen , dan dedikasi yang tinggi
terhadap agama yang dipelajari. Sementara kajian-kajian keilmuan yang bersifat
empiris , rasional, analitis-kritis, dianggap dapat menggoyahkan iman, sehingga
perlu ditindih oleh pendekatan keagamaan yang normatif dan doktriner
tersebut.
2. Paradigma Mekanisme
Didalam KBBI berarti : hal kerja mesin, cara kerja suatu organisasi, atau hal
saling bekerja seperti mesin , yang mssing-masing bergerak sesuai dengan
fungsinya. Implikasi dari paradigma ini para guru /dosen agama harus
menguasai ilmu agama dan memahami substansi ilmu-ilmu umum, sebaliknya
dosen / guru umum dituntut untuk mengeuasai ilmu yang di ampuhnya dan ilmu
agama, guru/dosen dituntut untuk mampu menyusun buku-buku teks
keagamaan yang dapat menjelaskan hubungan antar keduanya.
3. Paradigma Organism
Dalam konteks pendidikan islam paradigma organism bertolak dari pandangan
bahwa aktivitas kependidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas
komponen-komponen yang hidup bersama dan bekerja sama secara terpadu
menuju tujuan tertentu, yaitu terwujudnya hidup yang religius atau dijiwai oleh
ajaran dan nilai-nilai agama.
Paradigma tersebut tampaknya mulai dirintis dan dikembangkan dalam sistem
pendidikan di madrasah, yang dideklarasikan sebagai sekolah umum yang
berciri khas agama Islam.Dalam hal ini madrasah membuat kebijakan yang
terdiri atas 3 kepentingan utama :
· Sebagai wahana membina ruh dan praktik hidup keislaman
· Mempertegas keberadaan madrasah sederajat dengan sistem sekolah, sebagai
wahana pembinaan masyarakat yang berkepribadian , berpengetahuan , cerdas
dan bermoral
· Mampu merespon tuntutan masa depan, dan menghadapi Era globalisasi.
III. PAI di Sekolah /Madrasah dan Perguruan Tinggi

A. Peranan Guru PAI


Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya “Guru Dan Anak Didik
dalam Interaksi Edukatif ”, menyebutkan peranan guru agama Islam adalah
seperti diuraikan di bawah ini.
a. Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan
mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda itu harus betul-betul dipahami
dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki
dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah.
Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-
kultural masyarakat dimana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya.
b. Inspirator
Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi
kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik.
Guru harus dapat memberikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik.
c. Informator
Guru harus bisa memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang
telah diprogramkan dalam kurikulum. Untuk menjadi informator yang baik dan
efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan
bahan yang akan diberikan kepada anak didik. Informator yang baik adalah guru
yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik.

d. Organisator
Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari
guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik,
menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya.
Semua diorganisasikan sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam
belajar pada diri anak didik.
e. Motivator
Sebagai motivator guru hendaklah dapat mendorong anak didik agar
bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat
menganalisis motiv-motiv yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan
menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai
motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada diantara anak
didik yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan
dengan memperhatikan kebutuhan anak didik. Penganekaragaman cara belajar
memberikan penguatan dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada
anak didik untuk lebih bergairah dalam belajar.
f. Inisiator
Dalam peranannya sebagai inisiator guru harus dapat menjadi pencetus
ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.Kompetensi guru harus
diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus
diperbaharui sesuai kemajuan media komunikasi dan informasi abad ini.
g. Fasilitator
Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang
memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik.
h. Pembimbing
Kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi
manusia dewasa susila yang cakap.Kekurangmampuan anak didik menyebabkan
lebih banyak tergantung pada bantuan guru. Semakin dewasa, ketergantungan
anak didik semakin berkurang. Jadi, bagaimanapun juga bimbingan dari guru
sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri).
i. Pengelola Kelas
Tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan
menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar
agar mencapai hasil yang baik dan optimal. Berdasarkan kondisi demikian sangat
diperlukan motivasi dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang
jalannya interaksi edukatif.
j. Evaluator
Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran),
tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua kegiatan ini akan
mendapatkan umpan balik (feedback) tentang pelaksanaan interaksi edukatif
yang telah dilakukan.
B. Model- Model Evaluasi Pembelajaran PAI
1. Penilaian Acuan Kelompok
a. Asumsi
· Mengakui perbedaan individual
· Normalitas distribusi populasi
· Isomorphisme : adanya kesejajaran antara matematika dan alam semesta,
maksudnya hasil belajar dapat berubah seperti perubahan yang terjadi pada
alam semesta.
b. Implikasinya terhadap :
· Tujuan pembelajaran : kemampuan berkembang peserta didik lebih
diutamakan dari pada penguasaan materi.
· Proses Belajar Mengajar : CBSA, mengembangkan kompetisi sehat antar siswa
· Kriteria : Berkembang sesuai kelompoknya
2. Penilaian acuan patokan
a. Harapan
· Beda sebelum dan sesudah belajar
· Mereduksi keragaman
· Mempunyai kemampuan sesuai dengan yang dipelajari
b. Implikasinya tetrhadap :
· Tujuan pembelajaran : kemampuan penguasaan materi dan kemampuan
menjalankan tugas tertentu lebih diutamakan.
· Proses Belajar Mengajar : belajar tuntas, modulasi, paket belajar, belajar
mandiri
· Kriteria : sesuai dengan tujuan pembelajaran
3. Penilaian acuan etik
a. Asumsi :
· Manusia asalnya fitrah / baik
· Pendidikan berusaha mengembangkan fitrah
· Satunya iman , ilmu dan amal
b. Implikasinya terhadap :
· Tujuan pembelajaran : menjadikan manusia “ baik” , bermoral, neriman dan
bertaqwa.
· Proses Belajar Mengajar : sistem mengajar berwawasan nilai,
· Kriteria : kriteria benar/baik bersifat mutlak.

C. Penciptaan Suasana Religius di Sekolah /Madrasah dan Perguruan Tinggi


Dalam menciptakan suasana religius di sekolah PAI merupakan icon yang
sangat besar perannya dalam hal ini , berbagai persfektif tentang PAI yang
berkembang tentunya telah membuka paradigma baru tentang penciptaan
suasana religius di sekolah/madrasah dan perguruan tinggi, terutama karena
disiplin ilmu yang di olah didalamnya adalah bersifat spiritual yang mengatur
segala muamalah dan sistem sosial masyarakat secara teratur dan
sistematis.Guru PAI dalam hal ini memiliki peran yang sangat besar demi
terwujudnya suasana religius di sekolah/madrasah dan perguruan tinggi.

IV. Asas-Asas Pengembangan Kurikulum

A. Filsafat Pendidikan
Seorang pengembang kurikulum dalam mengambil keputusan menganai
kurikulum harus memperhatikan falsafah , baik falsafah bangsa, falsafah lembaga
pendidikan dan falsafah pendidik.Secara etimologis filsafat berasal dari 2 kata
yaitu Philare yang berarti cinta dan Shopia yang berarti kebijaksanaan.Filsafat
adalah cinta kebijaksanaan.
B. Konsepsi Tentang Fungsi Sekolah
Pandangan filsafat sangat erat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama
dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Pandangan yang dianut oleh
suatu bangsa / kelompok masyarakat tertentu atau perseorangan akan sangat
memengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai , sedangkan pendidikan
sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang kompherehensif mengenai apa
yang seharusnya dicapai. Tujuan pendidikan memuat pertanyaan-pertanyaan
mengenai berbagai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik
selaras dengan sistem nilai dan falsafah yang dianutnya . Dengan demikian suatu
komunitas akan memiliki keterkaitan sangat erat dengan rumusan tujuan
pendidikan yang dihasilkannya.
C. Analisa Masyarakat
Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau
landasan berfikir . Kajian – kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya
menjawab permasalahan –permaslahan berkisar :
1. Bagaimana seharusnya tujuan pendidikan itu dirumuskan
2. Isi atau materi pendidikan yang bagaimana seharusnya disajikan kepada siswa .
3. Metode pendidikan apa yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik .
Menurut Redja Mudyaharjo (1989) , terdapat 3 sistem pemikiran filsafat yang
sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan
pendidikan di indonesia pada khususnya , yaitu Idealisme, Realisme, dan
Pragmatisme.

D. Anak Didik
Perkembangan anak – fisik, emosional, sosial, dan mentalintelektual –
faktor yang sangat penting untuk diperhitungkan dalam pengembangan
kurikulum. Berdasarkan berbagai penelitian itu, maka diperoleh sejumlah
kesimpulan, antara lain :
uü Anak berkembang melalui tahap – tahap . Antara terhadap tahap – tahap itu
sebenarnya tidak ada batas tertentu yang tegas, karena perkembangan itu
berjalan secara berangsur – angsur .
uü Kecepatan perkembangan itu tidak merata. Ada saat – saat cepat atau akselerasi,
ada masa tenang seakan – akan tidak ada perubahan yang disebut “ plateau ”
atau dataran, ada pula saat yang lambat perkembangannya atau retardasi.
uü Ada perbedaan pola perkembangan antara anak – anak. Memaksa anak
mempelajari sesuatu sebelum saat kematangan hanya menimbulkan frustasi
yang menyulitkan hidup anak serta menimbulkan rasa benci terhadap sekolah
selain memberi konsep – diri rendah pada anak.
uü Adanya pola umum dalam perkembangan anak memungkinkan pengembangan
kurikulum untuk memperkirakan bahan apa yang akan sesuai kepada kelompok
umur tertentu.
E. Teori dan Prinsip Belajar
1. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
Keseluruhan lebih dari jumlah – jumlah bagian. Bagian – bagian hanya
mengandung arti dalam hubungannya dengan keseluruhan. Mengubah bagian
akan mengubah juga keseluruhannya. Sebuah kalimat lebih berarti daripada
jumlah kata – kata atau hurufnya.
Demikian pula pendidik – pendidik modern berpendapat bahwa mata
pelajaran – mata pelajaran yang lepas – lepas kurang manfaatnya sebab tidak
berdasarkan atas keseluruhan ini. Itu sebabnya maka orang berusaha untuk
mengadakan hubungan antara pelbagai mata pelajaran yang disebut korelasi
antara mata pelajaran, malahan dapat juga meniadakan segala batas – batas
antara mata pelajaran – mata pelajaran dengan meng integrasikannya.
2. Anak yang belajar merupakan keseluruhan
Anak itu tidak hanya dipandang sebagai murid sekolah saja; pribadi anak
tidak dapat dilepaskan dari kehidupannya di luar sekolah, di rumah, dan di
lingkungkungan sekitarnya. Suasana di sekolah sedapat-dapatnya diselaraskan
dengan suasana rumah. Sekolah hendaknya dijadikan bukan hanya tempat anak
mempelajari berbagai-bagai ilmu, akan tetapi juga tempat mereka hidup dan
belajar hidup. Kurikulum di sekolah disesuaikan dengan apa yang diperlukan
anak bagi kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian dicegah adanya jurang
yang sering terdapat antara sekolah dengan kehidupan di luar sekolah untuk
mencapai integrasi pribadi murid.
3. Belajar berkat “insight”
Teori asosiasi mementingkan ulangan dan pembiasaan dalam proses
belajar. Belajar serupa ini bersifat mekanis. Bagi pembinaan kurikulum, prinsip,
“insight” ini berarti bahwa anak – anak harus dihadapkan kepada masalah –
masalah, dalam bentuk proyek atau unik yang mengandung problema –
problema yang harus dipecahkan dengan kemampuan alamiah yang disebut “
insight”.
4. Belajar berdasarkan pengalaman
Belajar memberi hasil yang sebaiknya – baiknya bila didasarkan pada
pengalaman.
Dianjurkan oleh penganut – penganut prinsip – prinsip belajar yang telah
tersebut di atas betapa perlunya diusahakan, agar kurikulum itu berupa
problema – problema yang dihadapkan kepada anak – anak untuk
dipecahkannya agar ia belajar.
5. Belajar ialah suatu proses perkembangan
Manusia ialah suatu organisme yang tumbuh dan berkembang menurut
cara – cara tertentu. Kesiapan anak untuk mempelajari sesuatu tidak hanya
ditentukan oleh kematanagan atau taraf pertumbuhan batiniah, tetapi juga
dipengaruhi oleh lingkungan, yakni oleh pengalaman – pengalaman yang talah
diperoleh anak itu.
6. Belajar ialah proses yang kontinu
Kontinuitas juga diusahakan dengan meniadakan tinggal kelas. Anak yang
tinggal kelas tidak kontinu pelajarannya oleh sebab ia harus mengulangi bahan
yang sama selama satu tahun. Kurikulum hendaknya disusun sedemikian,
sehingga tiap anak terus maju sesuai dengan kecepatannya masing – masing.
7. Belajar lebih berhasil bila dihubungka dengan minat keinginan dan tujuan anak
Hal ini tetcapai apabila pelajran itu langsung berhubungan dengan apa
yang diperlukanmurid – murid dalam kehidupannya sehari – hari atau apabila
mereka tahu dan menerima tujuannya.
V. Kurikulum Pendidikan Islam dan Prinsip-Prinsip Pengembangannya

A. Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam


1. Menonjolkan tujuan agama dan akhlaq pada berbagai tujuan, kandungan,
metode, alat dan teknik bercorak agama.
2. Meluasnya perhatian dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya.
3. Ciri-ciri keseimbangan yang relative diantara kandungan kurikulum dari ilmu
dan seni atau kemesti-mestian, pengalaman dan kegiatan pengajaran yang
bermacam.

B. Prinsip Umum dan Khusus Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam


1. Berasaskan Islam
2. Mengarah pada tujuan
3. Prinsip integritas antar mata pelajaran
4. Relevansi pendidikan dengan kehidupan dan tuntutan masa depan
5. Fleksibilitas dalam peimlihan program maupun pengembangan pengajaran
6. Integritas kurikulum dengan strutur kehidupan akhirat
7. Efisiensi/ daya guna
8. Kontuniutas
9. Individualitas dalam memerhatikan objek kurikulum
10. Demokratis
11. Dinamis dengan era
C. Kategori Kurikulum PAI
Kategori disebut juga dengan komponen Ahmad Tafsir (2006) menjelaskan:
1. Tujuan yang ingin dicapai
2. Isi Kurikulum
3. Media (sarana dan prasarana)
4. Strategi
5. Proses pembelajaran
6. Evaluasi
VI. Filsafat Pendidikan Islam dan Implikasinya terhadap Pengembangan
Kurikulum PAI

A. Hakikat Filsafat Pendidikan Islam


Dikalangan para ahli filsafat pendidikan pada umumnya, seperti Broody
(1961) menyatakan bahwa filsafat pendidikan dipandang sebagai pembahasan
yang sistimatis tentang masalah-masalah pendidikan pada tingkatan filosofis
yaitu menyelidiki suatu persoalan pendidikan hingga direduksi kedalam pokok
persoalanmetafisika, epistemologi, etika, logika, estetika maupun dari kombinasi
dari semuanya itu[9] .
1. Ontologi
“Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan,
yang menjadi obyek filsafat” [10] . . “Seluruh aktivitas hidup dan kehidupan
manusia adalah transformasi pendidikan” [11].
2. Epistemologi
“Epistemologi adalah teori pengetahuan , yaitu membahas bagaimana
cara mendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin diketahui/difikirkan”
[12] . Apa yang tercantum dalam al-Quran dan al-Hadits merupakan dasar dari
filsafat pendidikan Islam[13] .
3. Aksiologi
Axiologi adalah teori tentang nilai, yang membahas tentang nilai ,
manfaat atau fungsi sesuatu yang diketahui tersebut dalam hubungannya dengan
keseluruhan apa yang telah diketahui tersebut[14]. Karena itu, perumusan
tujuan pendidikan Islam . “Filsafat pendidikan Islam adalah sejumlah prinsip ,
kepercayaan dan premis yang diambil dari ajaran Islam atau sesuai dengan
semangatnya dan mempunyai kepentingan terapan dan bimbingan dalam bidang
pendidikan” [15].
B. Urgensi Filsafat Pendidikan Islam
Secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan Islam banyak
berperan dalam memberikan alternatif-alternatif pemecahan berbagai macam
problem yang dihadapi oleh pendidikan Islam, dan memberikan pengarahan
terhadap perkembangan pendidikan Islam[16] .
C. Tipologi Filsafat Pendidikan Islam Persfektif Pemahaman Islam
1. Tipologi Perenial-Esensialis Salafi
Tipologi Perenial-Esensial Salafi merupakan tipologi pemikiran
pendidikan yang menonjolkan wawasan kependidikan era salaf (era kenabian
dan sahabat).
2. Tipologi Perenial-Esensialis Madzhabi
Tipologi ini menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang tradisional
dan memiliki kecenderuangan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin
serta pemahaman pemikiran-pemikiran masa lampau yang dianggap sudah
mapan.
3. Tipologi Modernis
Tipologi Modernis adalah tipologi filsafat pendidikan yang menonjolkan
wawasan kependidikan yang bebas modifikatif, progresif, dan dinamis dalam
menghadapi tuntutan serta kebutuhan dari lingkungannya.
4. Tipologi Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid
Tipologi Rekonstruksi Sosial merupakan tipologi dalam filsafat
pendidikan Islam yang lebih mengedepankan sikap proaktif dan antisipatifnya
dalam pengembangan pendidikan.
5. Tipologi Perenial- Esensialis Kontekstual-Falsifikatif
Aliran ini mengambil jalan tengah antara kebali ke masa lalu dengan jalan
melakukan kontekstualisasi serta uji falsifikasi dan mengembangkan wawasan
kependidikan Islam masa kini selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perubahan sosial.
D. Implikasinya terhadap Pengembangan Kurikulum PAI
1. Tipologi Perenial-Esensialis Salafi
Tipologi ini menonjolkan wawasan kependidikan era salaf (era kenabian
dan sahabat). Pendidikan diorientasikan kepada penemuan dan internalisasi
kebenaran masa lalu yang dilakukan oleh anak didik, menjelaskan dan
menyebarkan warisan salaf melalui inti pengetahuan yang terakumulasi dan
telah berlaku sepanjang masa dan penting untuk diketahui semua orang. Materi
pendidikan agama Islam yang lebih diutamakan adalah doktrin-doktrin agama,
kitab-kitab besar, kembali kepada hal-hal yang mendasar dan esensial, serta
mata pelajaran kognitif sebagaimana yang ada pada era salaf. Metode
pembelajran yang digunakan adalah metode ceramah, dialog, diskusi, debat, dan
pemberian tugas. Manajemen kelas diarahkan pada pembentukan karakter,
keteraturan, keseragaman, bersifat kaku dan terstruktur tepat serta sesuai
tatanan, dan teratur dalam menjalankan tugas. Evaluasi menggunakan ujian-
ujian objektif terstandarisasi berupa essay test, tes diagnostik, tes hasil belajar,
dan tes kompetensi barbasis amaliah. Guru memliki otoritas tinggi, paham dan
meyakini kebijakan serta kebenaran masa lalu, dan orang/sarjana yang ahli
dalam bidangnya.
2. Tipologi Perenial-Esensialis Madzhabi

Materi pendidikan agama Islam diarahkan pada doktrin-doktrin dan nilai-


nilai agama sebagaimana tertuang dalam kitab-kitab karya ulama terdahulu yang
berisi hal-hal mendasar dan esensial, serta mata pelajaran kognitif yang ada pada
masa pasca salaf. Bidang akidah dan ibadah khusus (shalat, puasa, zakat, haji,
nikah, dan lain-lain), dan membaca al-Quran dimaksudkan untuk melestarikan
dan mempertahankan, serta menyebarkan pemikiran akidah dan amaliah
ubudiyah hasil karya imam-iamam madzhab terdahulu dan mengamalkannya
sesuai dengan pandangan mereka tanpa adanya kritik dan perubahan kecuali
hanya memberikan syarh dan hasiyyah terhadap pemikiran mereka. Pelanggaran
terhadap ajaran dan nilai-nilai yang sesuai dengan pandangan atau pemikiran
para pendahulu dianggap penyelewengan pada bidang-bidang tersebut. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah metode ceramah, dialog, diskusi, debat,
dan pemberian tugas. Manajemen kelas diarahkan pada pembentukan karakter,
keteraturan, keseragaman, bersifat kaku dan terstruktur, tepat serta sesuai
tatanan, dan teratur dalam menjalankan tugas. Evaluasi menggunakan ujian-
ujian objektif terstandarisasi berupa essay test, tes diagnostik, tes hasil belajar,
dan tes kompetensi barbasis amaliah. Guru memliki otoritas tinggi, paham dan
meyakini kebijakan serta kebenaran masa lalu, dan orang/sarjana yang ahli
dalam bidangnya.
3. Tipologi Modernis

Materi pendidikan agama Islam diarahkan pada penggalian problematika


yang berkembang di lingkungan atau yang dihadapi oleh peserta didik, untuk
selanjutnya dilatih dan diajarkan kepada peserta didik untuk memecahkan
masalah tersebut dalam perspektif ajaran dan nilai-nilai agama Islam. Metode
yang digunakan adalah cooverative learning, metode proyek, dan metode ilmiah,
yaitu dengan mengidentifikasi masalah-masalah, merumuskan hipotesis, dan
melaksanakan penelitian di lapangan. Manajemen kelas lebih diarahkan pada
pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dan aktif
dalam pembelajaran, serta mencptakan suasana belajar yang demokratis. Guru
berperan sebagai sebagai fasilitator dan pengatur pembelajaran. Evaluasi lebih
banyak menggunakan evaluasi formatif dengan asumsi bahwa masing-masing
peserta didik memiliki kelebihan tertentu yang berbeda-beda antara yang satu
dengan lainnya, di mana kelebihan-kelebiahn atau kemampuan-kemampuan
tersebut perlu dikembangkan. Diperlukan penggunaan on going feedback atau
usaha mencari dan menemukan umpan balik secara terus menerus.
4. Tipologi Perenial-Esensialis Kontekstual-Falsifikatif

Materi pendidikan agama Islam diarahkan pada doktrin-doktrin bidang


akidah dan ibadah khusus (shalat, puasa, zakat, haji, nikah, dan lain-lain) atau
nilai-nilai esensial dalam Islam yang telah teruji oleh sejarah seperti akhlaq al-
kariimah, keutamaan jihad fii sabiili Allah, menjauhi akhlaq al-
mazhmuumah.Metode pembelajaran yang digunakan dalam hal-hal yang bersifat
doktriner adalah metode ceramah, dialog, debat, diskusi, dan pemberian tugas.
Manajemen kelas diarahkan pada pembentukan karakter, keteraturan,
keseragaman, bersifat kaku dan terstruktur tepat serta sesuai tatanan, dan
teratur dalam menjalankan tugas. Guru berperan sebagai figur yang memiliki
otoritas tinggi serta ahli dalam bidangnya. Sedangkan dalam hal-hal yang
bersifat aktual metode yang digunakan adalah cooverative learning, metode
proyek, dan metode ilmiah. Manajemen kelas lebih diarahkan pada pemberian
kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dan aktif dalam
pembelajaran, serta menciptakan suasana belajar yang demokratis. Guru
berperan sebagai sebagai fasilitator dan pengatur pembelajaran ketika
menghadapi hal-hal yang bersifat aktual. Evaluasi untuk hal-hal yang bersifat
doktrin adalah tes objektif dan terstandarisasi, atau tes essay, tes diagnostik, dan
tes kompetensi berbasis amaliah. Adapun untk hal-hal aktual, evaluasi lebih
banyak menggunakan evaluasi formatif dengan asumsi bahwa masing-masing
peserta didik memiliki kelebihan tertentu yang berbeda-beda antara yang satu
dengan lainnya, di mana kelebihan-kelebiahn atau kemampuan-kemampuan
tersebut perlu dikembangkan. Diperlukan penggunaan on going feedback atau
usaha mencari dan menemukan umpan balik secara terus menerus.
5. Tipologi Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid

Materi pendidikan agama Islam diarahkan pada masalah-masalah sosial


dan budaya yang dihadapi masyarakat, dan diharapkan peserta didik dapat
menyelesaikan masalah tersebut melalui konsep dan pengetahuan yang telah
dimiliki. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode simulasi, bermain
peran, menerjunkan peserta didik ke masyarakat yang menjadi sasaran proyek
(internship), dan belajar bekerja di masyarakat (work study). Manajemen dalam
pembelajaran ini tidak terlalu terikat pada kelas, tetapi lebih banyak di luar kelas,
tidak membedakan jenis kelamin dan ras, serta membangun masyarakat.
Interaksi guru dan murid lebih bersifat dinamis, kritis, progresif, terbuka, bahkan
bersikap proaktif, dan antisipatif, tetapi juga mengembangkan nilai-nilai
kooperatif dan kolaboratif, toleran, serta komitmen pada hak dan kewajiban
asasi manusia. Evaluasi pembelajaran mengedepankan evaluasi formatif dengan
asumsi bahwa masing-masing peserta didik memiliki kemampuan untuk tumbuh
dan berkembang lebih maju dan meningkat secara berkelanjutan serta memiliki
kemampuan untuk membangun masyarakat yang lebih baik dengan menerapkan
ilmu dalam memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat, sehingga
diperlukan upaya peningkatan kemampuan, minat, bakat, dan prestasi belajar
secara terus menerus melalui umpan balik.
Filsafat Pendidikan Islam tidak hanya semata-mata membahas tentang
bagaimana umat islam dalam beragama namun secara umum juga membahas
permasalahan yang lebih luas tentang kepentingan pendidikan yang
menciptakan sukses bagi umat islam di dunia hingga akhirat. Perbedaan esensial
antara filsafat pendidikan Islam dengan filsafat pendidikan pada umumnya adalah
bahwa di dalam filsafat pendidikan Islam, semua masalah kependidikan selalu
didasarkan pada ajaran Islam yang bersumberkan al-Qur'an dan al-Hadits.
Mencermati implikasi kelima tipologi filsafat pendidikan Islam terhadap
pengembangan komponen-komponen kurikulum pendidikan agama Islam
tersebut, agaknya tipologi perenial-esensialis kontekstual-falsifikatif merupakan
tipologi yang dapat mengakomodir kelompok tradisional maupun kelompok
kontemporer. Selain itu tipologi ini sangat relevan untuk diterapkan pada
generasi masa kini yang sedang menghadapi tantangan kemerosotan nilai-nilai
moral dan sekaligus menghadapi tantangan globalisasi serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

VII. Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum PAI


Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan
yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu : pendekatan
subjek akademis; pendekatan humanistis ; pendekatan teknologis ; pendekatan
rekonstruksi sosial[17]
A. Pendekatan Subjek Akademis
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program
pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplim ilmu masung-masing.Setiap
ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang saling
berbeda.pengembangan kurikulum dilakukan dengan menetapkan lebih dahulu
mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang
diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.Misalnya, untuk aspek
keimanan atau mata pelajaran akidah menggunakan sistematisasi ilmu tauhid,
aspek/mata pelajaran Al-Qur’an menggunakan sistematisasi ilmu Al-Qur’an atau
Tafsir, Akhlaq menggunakan sistematisasi ilmu Akhlaq, Ibadah /Muamalah
menggunakan sistematisasi Ilmu Fiqih,Tarikh/Sejarah menggunakan
sistematisasi Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam. Namun demikian, dalam
pembinaannya harus memperhatikan kaitan antara aspek /mata pelajaran yang
satu dengan lainnya.
B. Pendekatan Humanistis
Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulim bertolak dari ide
“memanusiakan manusia” .Penciptaan konteks yang akan memberi peluang
manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia
merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan
program pendidikan.Dalam kaitannya dengan penentuan strategi pembelajaran
PAI, maka pendekatan humanistis lebih menekankan kepada “pembelajaran
aktif” dimana dalam proses pembelajaran peserta didik di posisikan sebagai
orang yang berpengetahuan dan berpengalaman dan guru sebagai fasilitator
yang membimbing dan mengarahkan pembelajaran ; memposisikan pelajar
sebagai orang yang belajar , mengaktualisasi dan membangun segala potensi-
potensi peserta didik.
C. Pendekatan Teknologis
KBK termasuk dalam kategori pendekatan teknologis karena materi yang
diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai
dengan analisis tugas tersebut.Dalam pengembangan kurkikulum PAI ,
pendekatan tersebut dapat digunakan untuk pembelajaran PAI yang
menekankan pada cara menjalankan tugas-tugas tertentu . misalnya cara
menjalankan shalat, haji, puasa, zakat, mengkafani mayit, shalat jenazah, dan
seterusnya.
D. Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Dalam menyusun kurikulum pendekatan ini bertolak pada masalah-masalah
yang dihadapi masyarakat .Proses pendidikan atau pengalaman peserta didik
berbentuk kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerjasama ,
antar peserta didik , dan peserta didik dengan guru .Karena itu dalam menyusun
kurikulum PAI bertolak dari problem masyarakat sebagai isi PAI ,sedangkan
pengalaman peserta didik adalah dengan cara memerankan ilmu-ilmu dan
teknologi , serta bekerja sama secara berkelompok untuk memecahkan masalah
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.Guru melakukan kegiatan
penilaian sepanjang kegiatan belajar.
VIII. Model Pengembangan Kurikulum di Madrasah

A. Madrasah & Semangat Desentralisasi Pendidikan


Dilihat dari sejarahnya setidak-tidaknya ada dua faktor penting yang
melatarbelakangi kemunculan madrasah, yaitu: pertama, adanya pandangan
yang mengatakan bahwa sistem pendidikan islam tradisional dirasakan kurang
bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat; kedua, adanya kekhawatiran
atas cepatnya perkembangan persekolahan belanda yang akan menimbulkan
pemikiran sekular di masyarakat. Untuk menyeimbangkan perkembangan
sekularisme, maka masyarakat muslim terutama para reformis berusaha
melakukan reformasi melalui upaya pengembangan pendidikan dan
pemberdayaan madrasah.
Di antara yang menjadi faktor-faktor latar belakang desentralisasi
pendidikan menurut Isbandi antara lain :
a. Mutu pendidikan Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan
dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui
consensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat.
b. Efesiensi Peningkatan efesiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada
pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan yang
lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia
bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan;
c. Relevansi pendidikan Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada
pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran serta orang tua dan
masyarakat pada level kebijakan (pengambil keputusan) dan level operasional
melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru
senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa. Peran komite
sekolah meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi program
kerja sekolah;
d. Pemerataan dan Keseimbangan. Para digma baru lainnya yang
dituangkan dalam UU sisdiknas yang baru adalah konsep kesetaraan, antara
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat.
UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu kesatuan yang
sistemik (pasal 4 ayat 2) Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 1945,
telah memberikan keseimbangan antara peningkatan iman dan takwa serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tergambar
dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3). Hal itu selain tercermin dari
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, juga dalam penyusunan kurikulum (pasal
36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa, akhlak mulia, kecerdasan, ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu. Partisipasi
Masyarakat Kondisi sumber daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk
seluruh Indonesia. Untuk itu pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh
masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang dimiliki pemerintah
daerah, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar
opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turutserta
memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
B. Perlunya Madrasah Merespon Tantangan Pendidikan Nasional
Secara umum pendidikan nasional sedang menghadapi dua tantangan
yang berat,yaitu tantangan internal dan eksternal. Secara internal, kita telah
dihadapkan pada hasil-hasil studi internasioal yang selalu menempatkan kita
dalam posisi jurukunci untuk pendidikan dan ranking atas untuk
korupsi.Menghadapi kedua tantangan tersebut, maka perubahan, inovasi dan
pembaruan .
Pendidikan keterampilan, ketika ada siswa yang tidak dapat melanjutkan
sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi seperti universitas misalnya, maka siswa
dengan bekal keterampilan yang sudah pernah didapatnya ketika di madrasah
tidak akan kesulitan lagi dalam upaya mencari pekerjaan.Jadi, kiranya penting
bagi madrasah untuk mengembangkan pendidikan keterampilan tersebut.
C. Menyoroti Keberadaan Kurikulum Madrasah

Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada periode H.A. Mukti Ali


( mantan menteri Agama RI), ia menawarkan konsep alternatif pengembangan
madrasah melalui kebijakan SKB 3 menteri, yang berusaha menyejajarkan
kualitas madrasah dengan non-madrasah, derngan porsi kurikulum 70% umum
dan 30 % agama. Konsep madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas
agama Islam.Untuk kedang kalan pengetahuan agama lulusan madrasah, Menteri
Agama Munawir Sadzali mencoba menawarkan MAPK ( Madrasah Aliyah
Program Khusus). Hal ini dimaksudkan untuk menjawab problem kelangkaan
ulama dan/atau kelangkaan umat yang menguasai kitab-kitab berbahasa Arab
serta ilmu-ilmu keislaman. Sedangkan menteri Agama Tarmizi Taher Mencoba
menawarkan kebijakan dengan jargon ” madrasah sebagi sekolah umum yang
berciri khas agama Islam”,yang muatan kurikulumnya sama dengan sekolah non-
madrasah. Kebijakan ini ditindak lanjuti oleh Menteri Agama berikutnya.
D. Gambaran Umum Pengembangan Kurikulum Madrasah (Sebuah
Model Alternatif)
1) Model Rasional atau Tujuan
Model ini menekankan pada urutan elemen kurikulum, yang dimulai
dengan tujuan, kemudian materi, metode dan diakhiri dengan evaluasi. Ada 2
model.
1. Model Ralph Tyler. Menurut Tyler kurikulum harus disusun secara logis
dan sistematis. Untuk menyusun kurikulum.
2. Model Hilda Taba. Model ini merupakan modifikasi dari model
Tyler menjadi model pengembangan kurikulum yang sesuai di
sekolah/madrasah. Agar kurikulum bermanfaat bagi siswa, menurut Taba,
kebutuhan-kebutuhan siswa harus di diagnosis terlebih dahulu. Ada tujuh
langkah pengembangan kurikulum menurut Taba,(1) mendiagnosis kebutuhan,
(2) merumuskan tujuan,( 3) memilih isi, (4) mengorganisasi isi, (5) memilih
pengalaman belajar; (6) mengorganisasi pengalaman belajar dan (7)
menentukan alat evaluasi.
2) Model siklus
(1) pemilihan tujuan (2) pemilihan pengalaman belajar, (3) pemilihan isi, (4)
pengorganisasian dan pengintegrasian pengalaman belajar dengan isi, dan (5)
evaluasi masing-masing tahap dan pencapaian tujuan.
3) Model Dinamik atau Interaktif
Model dinamik ini berangkat dari pendekatan deskriptif terhadap
kurikulum dimana para peneliti telah mengadakan observasi tingkah laku guru
dan pengembang kurikulum karena pada dasarnya merekalah yang menyusun
kurikulum
Tahap pertama statemen platform diakui oleh para pengembang
kurikulum. Statemen ini terdiri atas sejumlah gagasan, pandangan, pilihan,
kepercayaan, dannilai. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi pembentukan dasar
platform. Tahap kedua adalah tahap pertimbangan yang mendalam. Pada
tahanpan ini setiap pengembang kurikulum mempertahankan platformnya dan
memusyawarahkannya untuk mencapai kesepakatan.Tahap terakhir adalah
mendesain kurikulum. Pada tahapini, setelah mendiskusikan secara panjang
lebar, mereka membuat keputusan beberapa komponen proses. Keputusan
tersebut dicatat dan menjadi landasan dokumen kurikulum.
4) Model Eclectic Murry Print
Model pengembangan kurikulum eklektik ini dirancang untuk
menawarkan pendekatan pengembangan kurikulum yang dapat dipahami secara
mudah.Pendekatan ini diadopsi dari pendekatan sistematis-logis dan dinamik.
Pendekatan sistematis
(1)Organisasi.
Terdapat tiga pertanyaan mendasar yang harus diajukan pada tahap ini
yaitu
a) siapa yang terlibat dalam pengembangan kurikulum,
b) konsep kurikulum apa yang mereka bawa dan
c) kekuatan-kekuatan apa yang mempengaruhi cara berpikir mereka.
(2) Pengembangan.
Pada tahap ini semua orang yang terlibat dalam penyusunan kurikulum
berkumpul untuk menyusun kurikulum yang dapat dilaksanakan. Untuk
mencapai tahap ini pengembang mengikuti prosedur siklus yang dimulai dari
analisis situasi, tujuan, isi, kegiatan belajar, dan evaluasi kemudian kembali ke
analisis situasi lagi.
(3) Aplikasi.
Pada tahap ini terdapat tigakegiatan yang tergabung yaitu :
1) implementasi kurikulum,
b) monitoring dan umpan baik pada kurikulum, dan
c) penentuan data umpan balik pada kelompok
IX. Model Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
Berbasis Kompetensi
A. Gambaran Umum tentang KBK di PTAI

Kompetensi ialah seperangkat tindakan intelegen dan penuh tanggung


jawab yang harus dimiliki seorang sebagai syarat untuk dianggap mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu . sifat intelegen ini di
tunjukkan dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak . Sifat
penuh tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan , baik
dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Kelemahan
kurikulum PTAI , yaitu :
1. Kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat ; banyak program studi
yang tidak diminati masyarakat tetap di pertahankan
2. Kurang efektif , yakni tidak menjamin dihasilkannya lulusan yang sesuai
harapan
3. Kurang efisien, yakni banyaknya mata kuliah dan sks tidak menjamin
dihasilkannya lulusan yang sesuai harapan
4. Kurang fleksibel , yakni PTAI kurang berani secara kreatif dan
bertanggungjawab mengubah kurikulum guna menyesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat (setempat, nasional, atau global)
5. Readibility rendah , tidak komunikatif ( bisa menimbulkan banyak tafsir )
6. Hanya berupa deretan mata kuliah
7. Berbasis pada mata kuliah penyampaian materi, bukan pada tujuan
kurikuler /hasil belajar /mata lulusan; dan
8. Hubungan fungsional antar mata kuliah yang mengacu pada tujuan
kurikuler yang kurang jelas.
Untuk mengatasi permasalahan ini maka Direktur Pertais mengambil
kebijakan tentang pengembangan kurikulum yang lebih menekankan pada :
1. Kurikulum perlu dikembangkan dengan lebih menitik beratkan pada
pencapaian kompetensi dari pada penguasaan materi
2. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumberdaya
pendidikan yang tersedia
3. Memberikan kebebasan yang lebih bebas kepada pelaksana pendidikan di
PTAI untk mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan
sesuai dengan kebutuhan
4. Pengembangan kurikulum memuat sekelompok mata kuliah
pengembangan kepribadian (MPB) pada semua program studi , serta the
four pillars of education.

B. Landasan Pengembangan KBK

1. Hitoris
· Aspirasi umat islam pada umumnya dalam pengembangan
perguruan tinggi agama islam (PTAI) dengan tujuan melaksanakan pengkajian
dan pengembangan ilmu –ilmu agam islam pada tingkat yang lebih tinggi secara
lebih sistematis dan terarah.
2. Psikologis
· Setiap peserta didik memiliki potensi dasar yang perlu
diaktualisasikan dan ditumbuhkembangkan secara berkelanjutan untuk dapat
melaksanakan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifahnya di bumi. Setiap
peserta didik memiliki minat , bakat dan kemampuan yang berbeda.
3. Landasan hukum
· UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa salah satu
strategi pembangunan pendidikan nasional adalah mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi.

C. Macam-macam Kompetensi Lulusan PTAI

Kompetensi lulusan PTAI Menurut KEMENDIKNAS 045/U/2002 :


1. Kompetensi Utama, yaitu kompetensi inti yang diharapkan di kuasai oleh
lulusan dari bidang studi tersebut
2. Kompetensi pendukung , kompetensi yang menunjang kompetensi inti
3. Kompetensi lain, kompetensi yang dianggap perlu untuk melengkapi
kedua kompetensi diatas.
Kompetensi lulusan PTAI menurut keputusan Menteri Agama No.353
tahun 2004 tentang pedoman penyusunan kurikulum Pendidikan Tinggi Agama
Islam pasal 9 ada 4:
1. Kompetensi dasar , yaitu kompetensi yang dimiliki mahasiswa sebagai
dasar bagi kompetensi utama, pendukung dan lainnya
2. Kompetensi utama , yaitu kompetensi yang dicapai mahasiswa setalah
menyelesaikan pendidikan di studi tertentu
3. Kmpetensi pendukung , yaitu kompetensi yang mendukung kompetensi
utama
4. Kompetensi lain yaitu kompetensi yang dianggap perlu dikuasai
mahasiswa sebagai bekal mengabdi di masyarakat baik yang terkait
secara langsung maupun tidak terkait.

D. Kerangka Pikir Pengembang SKL

Sebagaimana uraian diatas , dalam menyusun KBK tentunya lebih dahulu


dilakukan analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk bisa melaksanakan tugas
tertentu . hasil analissi ini menghasilkan SKL.
SKL yaitu seperangkat kompetensi lulusan yang di bakukan dan
diwujudkan dengan hasil belajar peserta didik. SKL dijadikan acuan oleh dosen
sebagai dasar penilaian dan pemantauan proses kemajuan dan hasil belajar
peserta didik.
E. Langkah-langkah pengembang SKL
Landasan pengembangan Kurikulum => Fungsi dan tugas lulusan PTAI di
sahkan oleh akademisi, praktisi , pengambil kebijakan dan pengguna => SKL ,
Uraian Kompetensi, Indikator => Standar Kompetensi Bahan Kajian => Standar
Kompetensi Mata Kuliah => Silabus Mata Kuliah => RPP dan implementasinya.

X. Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Islam

A. Pengembangan dan Kriteria Penetapan Materi Pendidikan Islam


Ruang lingkup pendidikan agama islam dalam pengembangnanya meliputi
keserasian, keselaransan dan keseimbangan antara lain :
uü Hubungan Manusia dengan Allah SWT
uü Hubungan manusia dengan sesama manusia
uü Hubungan manusia dengan diri sendiri
uü Hubungan manusia dengan mahluk lain dan lingkungannya
Adapun ruang lingkup materi pendidikan agama islam meliputi :

B. Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Islam


Dalam pelaksanaan pendidikan agama islam pada sekolah emnengah umum
tidak lepas dari bagaimana penggunaan strategi pendekatan antara lain :
uü Pendekatan pengalaman, : memberikan pengalaman keagamaan kepada siswa.
uü Pendekatan pembiasaan : kesempatan pada siswa untuk melaksanakan ajaran
agama secara kontinue
uü Pendekatan emosional : menggugah perasaan siswa dalam myakini kebenaran
agama
uü Pendekatan fungsional untuk menekankan segi kemanfaatannya bagi siswa dalam
kehidupan sehari-hari dengan tingkat perkembangannya.
Adapun metode yang sering digunakan adalah metode “teladan” dimana guru
berfungsi sebagai model yang memberi contoh pada peserta didik , sedangkan
Zakiyah Drajat menekankan bahwa pendidikan akhlak adalah yang paling baik
dan pemberian contoh juga terbaik menurutnya.[18]
C. Ciri-Ciri Khusus Kurikulum Pendidikan Islam
uü Kurikulum PAI harus menonjol pada mata pelajaran agama (ibadah, muamalah,
syariah)
uü Kurikulum PAI memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa
yakni jasmani, akal, dan rohani.
uü Kurikulkum PAI memperhatikan keseimbangan antara peribadi dan msyarakat
dunia dan akhirat jasmani dan rohani serta akal manusia
uü Kurikulkum PAI memperhatikan seni dan budaya yang terdapat ditengah
masyarakat[19]

XI. Guru dan Pengembangan Kurikulum

A. Guru sebagai Pendidik Profesional


Guru pendidikan Agama Islam merupakan sosok pejabat fungsional yang
memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat berat , yaitu sebagaiujung
tombak yang melaksanakan pembinaann terhadap siswa melalui kwgiatan
mengajar, mendidik , dan melatih siswa agar kelah mereka menjadi manusia
Indonesia yang memiliki kualitas keimanan dan ketaqwaan yang tinggi serta
memiliki akhlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari sebagai mahluk
individu maupun sosial.[20]
B. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Ada 2 peranan guru dalam pengembangan kurikulum yaitu 1.Peranan Guru
dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentralisasi ,Di sini guru tidak
mempunyai peranan rancangan dan evaluasi yang bersifat makro mereka
berperan dalam kurikulum mikro. 2.Peranan Guru dalam Pengembangan
Kurikulum yang Bersifat Desentralisasi ,dimana guru turut berpartisipasi di
dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya. Di sini guru
juga berperan sebagai perencana ,pemikir ,penyusun ,pengembang dan juga
pelaksanaan kurikulum (Nurhayati,S.Pd.I,2008),Hambatan Pengembangan
kurikulum pertama ada pada guru[21].

C. Pendidikan Guru
Kualifikasi akademik seorang guru tertuang dalam peraturan pemerintah RI
nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Suryosubroto,2010). Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal
yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dibuktikan dengan ijazah atau
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku .

XII. Kurikulum 2013

A. Organisasi Kompetensi
Mata pelajaran adalah unit organisasi Kompetensi Dasar yang
terkecil.Secara umum ada empat elemen perubahan yang akan dikembangkan
dalam kurikulum 2013 tersebut yaitu:
(1) Standar Kompetensi lulusan, dalam hal ini yang diharapkan pada peserta
didik yaitu adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang
meliputi aspek kompetensi dan pengetahuan
(2) Standar isi, Kompetensi yang semula diturunkan dari matapelajaran
berubah menjadi matapelajaran dikembangkan dari kompetensi.
Kompetensi dikembangkan melalui:
•Tematik Integratif dalam semua mata pelajaran (pada tingkat SD)
•Mata pelajaran (pada tingkat SMP dan SMA)
•Vokasinal (pada tingkat SMK) [22]
(3) Standar proses pembelajaran
a. Standar Proses yang semula terfokus pada Eksplorasi, Elaborasi, dan
Konfirmasi dilengkapi dengan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan,
Menyimpulkan, dan Mencipta.
b. Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah
dan masyarakat.
c. Guru bukan satu-satunya sumber belajar.
d. Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan
(4) Standar penilaian
a. Penilaian berbasis kompetensi.
b. Pergeseran dari penilain melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan
berdasarkan hasil saja), menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi
sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil).
c. Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar
didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal).
d. Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL.
e. Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen
utama penilaian.

B. Tujuan Satuan Pendidikan


Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan bertujuan membangun landasan bagi
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: .beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian
luhur;berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;.sehat, mandiri, dan percaya diri;
dan.toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.[23]
C. Struktur Kurikulum dan Beban Belajar
1. Struktur kurikulum
Struktur kurikulum adalah merupakan aplikasi konsep pengorganisasian
konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem
pembelajaran. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum
mengenai posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus
menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah
kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai
pilihan.
2. Beban belajar[24]
Lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/MTs tetap yaitu 40 menit dan
Beban belajar di SD/MI kelas I, II,dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan
untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/MI
adalah 35 menit.Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan
jumlah Kompetensi Dasar, guru memiliki keleluasaan waktu untuk
mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif belajar.
Proses pembelajaran yang dikembangkan guru menghendaki kesabaran dalam
menunggu respon peserta didik karena mereka belum terbiasa.Selain itu,
bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan
hasil belajar.

D. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar


SKL
SIKAP DAN PERILAKU: Menerima + Menjalankan + Menghargai +
Menghayati + Mengamalkan

1. Beriman, berakhlak mulia (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,


santun), rasa ingin tahu, estetika, percaya diri, motivasi internal
2. Toleransi, gotong royong, kerjasama, dan musyawarah
3. Pola hidup sehat, ramah lingkungan, patriotik, dan cinta
perdamaian
KETERAMPILAN: Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah +
Menyaji + Menalar + Mencipta
1. Membaca, menulis, menghitung, menggambar, mengarang
2. Menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, membuat,
mencipta

PENGETAHUAN: Mengetahui + Memahami + Menerapkan +


Menganalisa + Mengevaluasi

1. Ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya


2. Manusia, bangsa, negara, tanah air, dan dunia

Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama,
cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan menunjukan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan
ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan
metoda sesuai kaidah keilmuan.
Perbedaan Esensial Kurikulum 2013[25]
KTSP 2006 Kurikulum 2013 Ke
t
Mata pelajaran tertentu Tiap mata pelajaran mendukung Se
mendukung kompetensi semua kompetensi [sikap, mu
tertentu keterampilan, pengetahuan] a
Jen
jan
g
Mata pelajaran dirancang Mata pelajaran dirancang terkait satu Se
berdiri sendiri dan dengan yang lain dan memiliki mu
memiliki kompetensi dasar kompetensi dasar yang diikat oleh a
sendiri kompetensi inti tiap kelas Jen
jan
g
Bahasa Indonesia sejajar Bahasa Indonesia sebagai penghela SD
dengan mapel lain mapel lain [sikap dan keterampilan
berbahasa}
Tiap mata pelajaran Semua mata pelajaran diajarkan Se
diajarkan dengan dengan pendekatan yang sama mu
pendekatan berbeda [saintifik] melalui mengamati, a
menanya, mencoba, menalar,.... Jen
jan
g
Tiap jenis konten Bermacam jenis konten pembelajaran SD
pembelajaran diajarkan diajarkan terkait dan terpadu satu
terpisah [separated sama lain [cross curriculum atau
curriculum] integrated curriculum]
Konten ilmu pengetahuan SD
diintegrasikan dan dijadikan
penggerak konten pembelajaran
lainnya
Tematik untuk kelas Tematik Integratif untuk Kelas I – VI SD
I – III [belum
integratif]
TIK adalah mata TIK merupakan sarana pembelajaran, S
pelajaran sendiri dipergunakan sebagai media pembelajaran M
mata pelajaran lain P
Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi S
sebagai dan carrier of knowledge M
pengetahuan P/
S
M
A/
S
M
K
Untuk SMA, ada Tidak ada penjurusan di SMA. Ada mata S
penjurusan sejak pelajaran wajib, peminatan, antar minat, M
kelas XI dan pendalaman minat A/
S
M
K
SMA dan SMK tanpa SMA dan SMK memiliki mata pelajaran S
kesamaan wajib yang sama terkait dasar-dasar M
kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. A/
S
M
K

Penjurusan di SMK Penjurusan di SMK tidak terlalu S


sangat detil [sampai detil [sampai bidang studi], didalamnya M
keahlian] terdapat pengelompokkan peminatan dan A/
pendalaman S
M
K

KEPUSTAKAAN

Rujukan Umum
Muhaimin Prof.Dr.H.,M.A2012.Pengambangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi).Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Rujukan Tambahan
Arifin ,Muzayyin Prof.H.,M.Ed, 2003. Filsafat Pendidikan Islam Edisi Revisi . Jakarta :
PT.Bumi Aksara.
Daulay, Haidar Putra. 2009. Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT.
Rineka Putra.
Drajat ,Zakiyah et.al.1993.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara .
Meru,M.Arsyad Drs.H.M.Ag. 2008.Pengembangan Kurikulum.Sengkang: STAI As’adiyah.
Muhaimin, dkk,. 2002 . Paradigma Pendidikan Islam , Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Nasution,S. 2008. Asas-Asas Pengembangan Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.
Idi, Abdullah Drs.,M,Ed.1999.Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jakarta
:Penerbit Gaya Media Pratama
Paraba,Hadirja Drs. 2000. Wawasan Tugas Tenaga Guru Dan Pembina Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Friska Agung Insani.
Sabiq ,Sayyid. 1981. Unsur-Unsur Dinamika dalam Islam .Jakarta : Intermasa
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik,
.Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Syar’i,Ahmad. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Pirdaus .
Zuhairini,Dra. Dkk.2012. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta : Bumi Aksara .

Sumber Lainnya

Peran Guru Pada Implementasi Kurikulum 2013. Power Point


Draft kurikulum 2013,hasil rapat 22 nov. Power Point. Sheet 8
http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id
http://santribisa.blogspot.com/2011/11/makalah-ahad-20-nov-2012.html

Anda mungkin juga menyukai