Anda di halaman 1dari 14

SISTEM KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: DRS. BUDIMAN, MA.1


Abstrak:
Kurikulum pendidikan Islam berbeda isinya karena kaum
muslimin berada di dalam lingkungan dan negeri yang berbedabeda. Namun ada kesepakatan bahwa kitab suci Alquran dijadikan
sumber pokok ilmu pengetahuan. Sistem kurikulum pendidikan
Islam dapat didekati dengan menggunakan multi analisis (telaah
historis, sistemik, tematik, filosofis) terhadap kebijakan kurikulum
yang telah berlangsung di lembaga pendidikan Islam. Mulai dari
tingkatan kurikulum dan jenis ilmu pengetahuan yang diajarkan
(Naqliah, aqliah, ladunni), terjadinya klasifikasi ilmu pengetahuan
dan dikotomi ilmu pengetahuan serta rekonstruksi kurikulum masa
depan. Hakekat kurikulum adalah sebagai suatu program yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuantujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pada dasamya ditujukan
untuk mengantar peserta didik pada tingkatan pendidikan,
perilaku, dan intelektual yang diharapkan membawa mereka
menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama dan
bangsanya. Kemudian yang menjadi pokok dari materi kurikulum
pendidikan Islam ialah bahan-bahan, aktivitas dan pengalaman
mengandung unsur ketauhidan, kemanusiaan dan kealaman.
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu
Curir yang berarti pelari dan curere yang artinya tempat berpacu.
Dengan demikian istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga
pada zaman Romawi Kuno di Yunani, mengandung pengertian
jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis
finish. Selanjutnya istilah kurikulum ini digunakan dalam dunia
pendidikan dan mengalami perubahan makna sesuai dengan
perkembangan dan dinamika yang ada dalam dunia pendidikan.
Secara garis besar, kurikulum dapat diartikan dengan seperangkat
materi pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada peserta
didik

sesuai

dengan

tujuan

pendidikan

yang

akan

dicapai.

Penulis adalah Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah


Ibtidaiyah (PGMI) STAIN Langsa.
1

Kurikulum dalam pendidikan Islam, menurut Syaibany, merupakan


suatu jalan terang yang dilalui oleh pendidik dan peserta didik
untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Kurikulum dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan kata manhaj
(kurikulum), bermakna jalan yang terang, atau jalan terang yang
dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Selain
itu, pengertian manhaj (kurikulum) tesebut merupakan pengertian
yang sempit atau terbatas dan berjalan terus sampai akhirnya pada
pertengahan abad ke-19, pengertian tersebut mengadaptasi pada
pendidikan modem dengan konsep-konsepnya yang baru dan luas
tentang kurikulum.2 Terjadinya perluasan jangkauan kurikulum di
zaman modern terlihat dari definisi yang dikembangkan oleh
Hasan

Langgulung,

pengalaman

yakni

pendidikan,

kurikulum

kebudayaan,

merupakan
sosial,

olah

sejumlah
raga

dan

kesenian yang disediakan oleh lembaga pendidikan untuk peserta


didiknya, baik di dalam maupun di luar sekolah dengan maksud
menolong

peserta

didik

agar

dapat

berkembang

secara

menyeluruh dalam semua aspek potensinya serta mengubah


tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.3
Kurikulum pada dasamya ditujukan untuk mengantarkan
peserta didik agar sampai pada jenjang pendidikan, dengan
intelektual, emosional, perilaku dan spiritualitas yang diharapkan
dapat

membawa

mereka

menjadi

anggota

masyarakat

yang

berguna bagi agama dan bangsanya. Bila dikaitkan dengan filsafat


dan

sistem

pendidikan

Islam,

kurikulum

pendidikan

Islam

mengandung makna sebagai suatu rangkaian program yang


Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj.
Hasan Langulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 478-479.
3
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam : Konsep dan
Perkembangan Pemikirannya (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994 ), hlm. 44.
2

mengarahkan kegiatan pembelajaran yang terencana dengan


sistematis dan metodologis ke arah tujuan cita-cita ajaran Islam.
Kurikulum pendidikan Islam bersumber dari tujuan pendidikan
Islam. Tujuan pendidikan Islam berbeda jika dibandingkan dengan
tujuan pendidikan lain. Misalnya tujuan pendidikan menurut
paham pragmatisme, yang menitik beratkan pada kesenangan
hidup manusia di dunia dan standar ukurannya sangat relatif serta
bergantung pada kebudayaan atau peradaban manusia. Sedangkan
rumusan tujuan pendidikan Islam meralisasikan manusia muslim
yang beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan yang mampu
mengabdikan dirinya kepada khalik-Nya melalui peribadatan serta
menyerahkan diri kepada-Nya dalam segala aspek kehidupan
dalam rangka mencari keridhoan-Nya.4 Filsafat pendidikan Islam
memandang kurikulum mesti menyatu (integral) dengan ajaran
Islam itu sendiri. Kemudian yang menjadi pokok dari materi
kurikulum pendidikan Islam ialah bahan-bahan, aktivitas dan
pengalaman

mengandung

unsur

ketauhidan.

Kalimat

tauhid

melalui suara azan yang diperdengarkan ketelinga bayi yang baru


lahir merupakan materi kurikulum pendidikan Islam yang pertama
diberikan kepada anak (bayi) dalam penidikan Islam, melalui
muatan azan. Fungsi azan yang berintikan ketauhidan itu, dalam
pandangan pendidikan Islam, sangat penting untuk ditanamkan ke
dalam pribadi anak muslim sedini mungkin, dengan harapan
mereka senentiasa terbimbing kesuasana dan kondisi yang sejalan
dengan hakekat penciptaannya, sebagai pengabdi Allah swt.

Islam sebagai agama wahyu sangat mementingkan hidup masa


Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat : Suatu
Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial dan Kultural (Jakarta: Golden
Terayon Press, 1994) hlm. 237.
5
Jalaluddin dan Said, Filsafat, hlm. 45.
4

depan yang berorientasi duniawi-ukhrwi telah menempatkan


dasar teoritis dalam ayat-ayat Alquran.6 Dapat dipahami bahwa
orientasi

pendidikan

Islam,

memiliki

keterkaitan

dengan

pemahaman akan fungsi keberadaan manusia di muka bumi, yakni


sebagai khalifah. Agar fungsi kekhalifahan ini dapat berjalan
dengan

sempurna,

maka

peran

ilmu

pengetahuan

sangat

diperlukan guna menjaga hubungan manusia dengan khaliknya


(hablum min Allah), hubungan manusia dengan manusia (hablum
min al-ns), dan hubungan dengan alam sekitar (hablum min
al-alam). Orientasi kurikulum pendidikan Islam pada dasarnya
memerlukan
mempunyai

pengembangan
proyeksi

ke

ketiga

depan,

aspek

bersifat

tersebut,

inovatif

yang

(inovative

learning), bukan semata-mata melestarikan apa yang ada (maintenance learning), tidak pasif serta dogmatis. Pemahamannya bahwa
konsep kurikulum pendidikan Islam mempunyai jangkauan ke
masa depan bagi peserta didik, yakni berupaya menciptakan
kepribadian yang diupayakan melalui pendidikan. Pengembangan
sosok pribadi yang dikehendaki tersebut dapat dicapai melalui
kurikulum pendidikan Islam, yakni menyangkut bahan atau jenisjenis

mata

pelajaran

yang

diberikan

kepada

peserta

didik

sebagaimana terdapat dalam kurikulum pendidikan Islam.7 Sumber


bahan

dan

materi

kurikulum

pendidikan

Islam

dapat

dikembangkan melalui bahan yang terdapat dalam na dan realitas


kehidupan. Semua jenis ilmu yang dikembangkan oleh pakar
pendidikan Islam dan bersumberkan Alquran adalah ilmu Islam.
Hanya saja dalam hal pengklasifikastan materi ilmu dari Alquran
6

Q.S. Al-Hasyr/59: 18.


Mulkan AM, Paradigma Intlektual Muslinm, Pengantar
Pendidikan Islam dan Dakwah (Yogyakarta: Sipress, 1993), hlm. 247.
7

Filsafat

tersebut pakar pendidikan Islam memiliki perbedaan dalam bentuk


dan istilah yang digunakan. Al-Farabi, mengklasifikasikan ilmuilmu bersumberkan dari Alquran yang disebut science (ilmu
pengetahuan) meliputi: 1) ilmu bahasa, 2) logika, 3) sains
persiapan, berhitung, geometri, optika, astronomi, musik (praktis
dan

teoritis),

ilmu

pengukuran

(timbangan),

ilmu

tentang

pembuatan instrumen-instrumen (yang dipakai dalam seni, sain,


astronomi, dan lain-lain), 4) fisika (ilmu alam) dan metafisika, 5)
ilmu kemasyarakatan (hukum atau syari'ah) dan ilmu retorika (ilmu
berpidato). Sedangkan Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ilmu-ilmu
pengetahuan Islam yang bermula dari Alquran adalah: 1) Ilmu
pengetahuan (sains), filosofis, dan intelektual. Ilmu-ilmu ini terdiri
dari;

logika, ilmu alam atau fisika (tentang ilmu medis dan

pertanian), metafisika, (tentang ilmu tenung, sihir, jimat-jimat,


yang tertulis dalam huruf alfabetis, alkemi), ilmu yang berkaitan
dengan kuantitas yaitu geometri, aritmatika, (yang berkaitan
dengan sifat bilangan, cara menghitung, aljabar, akunting, dan
fari (pembagian warisan), dan juga ilmu musik, astronomi dan
astrologi. Khusus untuk ilmu sihir, astrologi untuk meramal nasib,
jimat-jimat, tidak diperkenankan untuk dipelajari. Dan Ilmu-ilmu
pengetahuan (sain) yang disampaikan (transmitted sciences).
Alquran (tafsir dan cara membacanya atau tajwid), Ilmu Hadis,
Qaul Nabi saw., sanad-sanadnya (terdapat dalam ulm al Hads),
ilmu pikih (jurisprodensi), teologi, tasawuf, ilmu bahasa, termasuk
gramatika, leksikologi dan sastra.8 Dalam kaitannya dengan
kurikulum,

para

pakar

pendidikan

Islam

juga

mempunyai

perbedaan, dalam hal istilah dan bentuk dari ilmu bersumber dari
8

Arifin, Pendidikan, hlm. 183-188.

Alquran

dan

hadis

yang

dimasukkan

ke

dalam

kurikulum

pendidikan Islam. Ibn Khaldun (732 H atau 1332 M) menetapkan


kategori ilmu pengetahuan Islam yang harus dijadikan materi
kurikulum pendidikan menjadi 3 (tiga) aspek: 1. Ilmu lisan (bahasa)
yang terdiri dari ilmu luah, nahwu, araf,
balaah, ma'n, bayn,

adab (sastra) atau syair-syair. 2. llmu naqly, yakni ilmu-ilmu yang


di nukilkan dari Alquran dan Hadis,

yang terdiri dari: Qir'ah

Alquran dan llmu Tafsir, sanad-sanad hadis dan istinba tentang


qnun fiqhiyah-nya. 3. llmu 'aqly, ialah ilmu untuk mengembangkan
daya pikir manusia kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan
lainnya. Kelompok ilmu ini antara lain; logika (ilmu mantiq), ilmu
alam, tekologi, ilmu teknik, ilmu bintang, dan lain sebagainya. 9
Sedangkan

aI-Ghazali,

merekomendasikan

ilmu

pengetahuan

berikut agar dijadikan bahan kurikulum lembaga pendidikan,


yakni: Ilmu far u 'ain (wajib dipelajari), yakni ilmu agama yang
bersumber dari Alquran; pikih, Hadis dan Tafsir. Ilmu Far u
Kifyah (untuk menyokong kehidupan, di dunia) yakni, metafisika,
ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian dan industri.10
Pada dasarnya para pemikir Islam (terutama dalam hal
kurikulum pendidikan Islam) mempunyai pendapat bahwa ilmu
pengetahuan

yang

mereka

kategorikan

dan

dijadikan

mata

pelajaran (subject matters) di sekolah/madrasah secara esensial


tidak ditemukan perbedaan yang prinsipil. Baik ibn Khaldun, alGhazali, ibn Sina dan pemikir Islam lain, secara eksplisit sepakat
bahwa

pengklasifikasian

ilmu

pengetahuan

dalam

kurikulum

pendidikan Islam tetap merujuk pada na Alquran dan al-Hadis.


Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kurikulum pendidikan
9
10

Ibid., hlm. 189.


Ibid., hlm. 190.

Islam dirancang berdasarkan na Alquran dan al-Hadis, yang


bertujuan agar manusia mendapat kesejahteraan di dunia dan
tetap

dekat

kepada

Khaliknya.

Kurikulum

pendidikan

Islam

dirancang agar kehidupan duniawi dan ukhrawi menjadi milik


umat-Nya dengan modal iman, amal dan takwa kepada-Nya. Di
sinilah letak perbedaan prinsipil kurikulum pendidikan Islam
dengan

kurikulum

pendidikan

lain

yang

mempunyai

kecenderungan mengutamakan material dengan dominasi nilai


pragmatisme.
Konfrensi
Makkah

tahun

pendidikan
1977,

Islam

se-dunia

merumuskan

yang

konsep

pertama

tentang

di

tujuan

pendidikan, pengelompokan ilmu pengetahuan, kurikulum dan


silabus pengetahuan abadi, kurikulum dan sillabus pengetahuan
perolehan, pendidikan dan masyarakat (non formal), pendidikan
guru dan penerimaan guru, pendidikan wanita, pendidikan non
formal bagi kaum muda dan minoritas muslim.11 Pendidikan
bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dan membentuk
kepribadian yang menyeluruh meliputi aspek spiritual, intlektual,
imajinatif, pisik, ilmiah, bahasa, baik secara individu maupun
kolektif. Tujuan akhir pendidikan muslim adalah perwujudan
ketundukan kepada Allah. Untuk dapat menyusun pendidikan
secara sistematis sesuai dengan tujuan yang digariskan, maka
negeri-negeri muslim harus melaksanakan syariah Allah dan
membentuk kehidupan manusia berdasarkan asas-asas serta nilainilai Islam. Untuk pencapaian tujuan pendidikan, pengetahuan
dikelompokkan kepada dua kategori, yaitu pertama, pengetahuan
abadi (yang didasarkan pada Alquran dan Hadis) dan kedua,
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, Pengantar Sayid Husein
Nasr (Jakarta : Pustaka Firdaus, Cet. ke-2, 1993), hlm. 105 114.
11

pengetahuan perolehan (ilmu-ilmu sosial, alam dan terapan). Dari


kelompok ilmu pengetahuan abadi, kajian pada kitab suci Alquran
dijadikan sebagai dasar pembentukan iman, dasar penulisan bukubuku pelajaran dan studi hukum Islam dilakukan sesuai dengan
masalah yang dialami masyarakat muslim, studi kebudayaan Islam
harus menggugah umat untuk mencapai kejayaannya, penekanan
dilakukan pada pengajaran syariah di semua negeri muslim dan
bahasa

Arab

pendidikan.

khususnya
Studi

di

negeri

syariah

Arab

diberikan

pada

untuk

tiap

jenjang

mengimbangi

penerapan hukum-hukum sekuler dalam masyarakat kapitalis dan


pengajaran bahasa Arab untuk memberi kemampuan penelitian
terhadap naskah-naskah Islam klasik. Sedangkan dari kelompok
ilmu pengetahuan prolehan, pengkajian dilakukan pada studi
sastra, seni dan keterampilan, penggantian ilmu sosial dari Barat
dengan seperangkat ilmu sosial baru yang asasnya ditemukan
dalam Alquran dan sunnah seperti peranan dan prestasi kaum
muslimin

dalam

sejarah

ilmu

pengetahuan.

Pendidikan

dan

masyarakat (non formal), menyarankan pada negara-negara Islam


untuk

menyajikan

program

ilmiah

dalam

berbagai

media

(elektronik, komunikasi) sebagai pengganti film dan drama yang


tak bermoral dan merusak akhlak generasi muda. Lalu dalam
bidang arsitektur, perencanaan kota dan suasana Islam, ummat
Islam perlu menciptakan lingkungan dan suasana yang sehat,
terutama perhatian terhadap kota suci Makkah, Madinah dan
Yerussalem. Pembahasan tentang guru dan penerimaan guru,
bahwa

para

guru

muslim

perlu

mendapatkan

pelatihan

berdasarkan konsep Islam, sehingga guru menjadi teladan bagi


peserta didiknya, guru-guru tidak diangkat berdasarkan kualifikasi

akademis semata, tetapi harus melihat tingkah lakunya dan para


guru perlu mendapatkan pemenuhan kebutuhan material dan
spiritual sehingga dapat meneruskan profesinya.
Konfrensi pendidikan Islam se-dunia kedua tahun 1980 di
Islamabad, memfokuskan pembahasan pada kurikulum pendidikan
berdasarkan pengelompokan ilmu pengetahuan kepada
pengetahuan abadi dan perolehan. Penyusunan kurikulum
pendidikan Islam yang mencakup pengetahuan abadi (perennial
knowledge) dan pengetahuan perolehan (acqueired knowledge),
harus dilakukan pada semua tingkat pendidikan. Adapun
perinciannya sebagai berikut: 1. Pengetahuan abadi (perennial
knowledge). 2. Pengetahuan perolehan (acqueired knowledge). 12
Kurikulum yang dihasilkan pada resolusi konfrensi ini,
menegaskan perencanaan pendidikan didasarkan pada klasifikasi
pengetahuan abadi yang berasal dari Alquran dan sunnah, berarti
semua pengetahuan yang berorientasi pada syariah dan klasifikasi
pengetahuan perolehan yang mengandung unsur persilangan
budaya, selama tetap konsisten dengan syariah sebagai sumber
nilai.13 Berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan yang dirumuskan,
maka tugas utama pendidik adalah menjalin hubungan antar ilmu
pengetahuan abadi dengan ilmu pengetahuan perolehan
sebagaimana terkandung dalam rancangan kurikulum yang
dikategorikan pada kurikulum tingkat pertama, kedua dan ketiga
berdasarkan tingkat pertumbuhan pisik dan perkembangan
psikologis anak.14 Kurikulum tingkat pertama atau dasar, pelajaran
yang diberikan adalah: Alquran (membaca dan menghapal), tauhid
Second World Conference on Muslim Education (Jakarta: Inter Islamic
University Cooperation of Indonesia, t.t), hlm. 2-4.
13
Konfrence Book, Universitas King Abdul Aziz (Jeddah: 1978), hlm. 78.
14
Ashraf, Horison, hlm. 117-123.
12

dan pikih, sejarah Rasul dan sahabat serta tokoh muslim di negara
bersangkutan, cerita dan puisi yang bernapaskan Islam, geografi
wilayah dunia Islam khususnya), bahasa Arab, studi ilmu alam.
Kurikulum tingkat kedua atau lanjutan, pelajaran yang diberikan
adalah: Alquran (membaca, menghapal dan penafsiran), bahasa
Arab, bahasa nasional dan salah satu bahasa Eropa, matematika,
ilmu alam, geografi, sejarah Islam dan ketatanegaraan. Kurikulum
tingkat ketiga atau universitas, pelajaran yang diberikan harus
didasarkan pada tingkat dasar dan lanjutan dengan tujuan sebagai
berikut: Memberikan pemahaman yang mendalam tentang Islam,
mengarahkan tumbuhnya penguasaan dan spesialisasi disiplin
ilmu, tumbuhnya pribadi yang memiliki wawasan keilmuan yang
integral antara ilmu abadi dan ilmu perolehan.
Rancangan kurikulum pendidikan sebagaimana hasil
konfrensi ke dua, perlu didukung oleh buku teks yang dijadikan
pedoman pembelajaran, maka pada konfrensi pendidikan Islam sedunia ketiga tahun 1981 di Dhakka, pembahasan difokuskan pada
pembuatan buku teks. Sesuai dengan penjenjangan kurikulum
pendidikan, maka pembuatan buku teks harus berpedoman pada
tujuan pendidikan di masing-masing tingkatan. Konfrensi
pendidikan Islam ketiga merekomendasikan hal-hal berikut:15
Pembuatan buku teks untuk pendidikan tingkat dasar,
dilakukan dengan berpedoman kepada: Tujuan pendidikan dasar,
sasaran-sasaran tingkah laku, pedoman pengembangan dan
penulisan buku teks. Pembuatan buku teks untuk pendidikan
tingkat lanjutan, dilakukan dengan berpedoman kepada: Tujuan
pendidikan lanjutan, asaran-sasaran tingkah laku, pembuatan buku
15

Ibid., hlm. 128-137.

10

teks untuk pendidikan tinggi atau universitas, dilakukan dengan


berpedoman kepada: Penyusunan kembali kurikulum universitas,
buku tesk untuk pendidikan Islam umum.

Dengan selesainya pembahasan pembuatan buku teks pada


konfrensi ketiga pendidikan Islam se-dunia, maka pada konfrensi
keempat pendidikan Islam se-dunia

tahun 1982

di Jakarta,

pembahasan difokuskan pada perumusan metodologi pengajaran.


Konfrensi keempat ini juga menghasilkan rekomendasi sebagai
berikut: 1. Semua pemerintah muslim diminta melaksanakan
rekomendasi tiga konfrensi sebelumnya. 2. Lembaga-lembaga
pendidikan dan penelitian yang ada di negeri muslim berupaya
menjadikan pendidikan agar berciri keislaman. 3. Lembagalembaga dan penelitian yang ada di negeri muslim

dituntut

membentuk kelompok studi khusus merumuskan pedoman bagi


guru agar mengajar semua materi dari sudut pandang Islam. 4.
Metodologi pengajaran harus menunjukkan perlunya kesadaran
religius dari guru. 5. Setiap guru perlu menguasai dalil naqli yang
berkenaan

dengan

bahan

pelajaran

yang

diajarkannya.

6.

Metodologi pengajaran disesuaikan dengan tingkatan pendidikan


dasar, pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi. 7. Dasar yang
menjadi pegangan guru dalam menggunakan metode pengajaran di
berbagai tingkatan.
Pada

pendidikan

dasar,

metodologi

tidak

berperan

menanamkan dogmatis kaedah Islam, tetapi menanamkan dalam


diri anak nilai kehidupan yang dapat dipahaminya sesuai dengan
perkembangan pisik dan mental. Pendidikan lanjutan, guru perlu
menyajikan setiap disiplin ilmu dengan pendekatan ke-Islaman.
Pendidikan tinggi/universitas, metodologi pengajaran guru harus

11

dapat

membangkitkan

wawasan

spiritual

dan

kemampuan

intlektual religius dalam diri mahapeserta didik.16


Sesungguhnya,

pemikiran

tentang

integrasi

ilmu

pengetahuan sejak zaman pendidikan Islam klasik telah dikenal,


sebagaimana ibn Buthlan (w.460/1068), seorang ahli kedokteran,
berdasarkan riwayat ibn Abi Ushaybiah, mengelompokkan ulama
yang wafat sekitar pertengahan abad ke 5/11, ke dalam tiga
kelompok, berdasarkan cabang ilmu yang mereka tekuni, yaitu
ilmu-ilmu kegamaan, ilmu-ilmu klasik (ulm al-qudam) seperti
filsafat dan ilmu- ilmu alam yang berasal dari Yunani, Persia dan
ilmu-ilmu sastra.17 Dengan demikian, permasalahan interrelasi ilmu
pengetahuan telah mengakar sejak pendidikan Islam klasik.
Klasifikasi

ilmu

pengetahuan

abadi

dan

ilmu

pengetahuan

perolehan serta pengembangan kurikulum berdasarkan klasifikasi


tersebut pada konfrensi kedua, secara konsepsional, pembagian ini
sangat identik dengan pendapat Syed Naquib al-Attas tentang
penggolongan ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang kitab
suci Alquran dan kehidupan Rasul saw. dan pengetahuan yang
diperoleh

dari

pengalaman,

pengamatan

dan

penelitian.

Ditambahkannya bahwa mengetahui ilmu pengetahuan kelompok


pertama adalah kewajiban individu (far u ain) dan mengetahui
ilmu pengetahuan kelompok kedua menjadi kewajiban orang
tertentu (faru kifyah).18
Keempat

konfrensi

pendidikan

Islam

se-dunia

telah

menjelaskan kepada dunia Islam tentang kurikulum ideal yang


Ibid, hlm. 138-143.
Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Kajian atas
Lembaga-Lembaga Pendidikan (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 68.
18
Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Aims and Objectives of Islamic
Education (Jeddah: King Abdul Aziz University, 1979), hlm. 29-34.
16
17

12

harus dipersiapkan, pembuatan buku teks sesuai dengan tingkat


pendidikan

dan

metodologi

pengajaran

yang

dapat

mengembangkan potensi religius dan intlektual peserta didik.


Pengintegrasian antara ilmu-ilmu agama dan umum, di
Indonesia telah dilaksanakan dengan beberapa cara, yaitu: 1.
Memasukkan mata pelajaran agama ke sekolah umum dan mata
pelajaran umum ke Pesantren dan madrasah. 2.

Sekolah umum

plus Madrasah Diniyah. Oleh karena mata pelajaran agama di


sekolah Dasar Negeri sangat terbatas, maka Departemen Agama
membentuk Madrasah Diniyah. Madrasah ini sebagai pendamping
bagi peserta didik SDN. Dalam kenyataannya bentuk ini hanya
diminati masyarakat pada sekolah dasar, sedangkan pada tingkat
selanjutnya tidak terlaksana. 3. Menyelenggarakan Madrasah SKB
Tiga Menteri. 4. Memasukkan konsep Islam untuk disiplin ilmu
(IDI), melalui upaya Departemen Agama membantu perguruan
tinggi umum menyusun buku yang dikaitkan dengan nilai-nilai
ketuhanan.19
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Attas, al-Naquib, Syed Muhammad. Aims and Objectives of
Islamic Education, Jeddah : King Abdul Aziz University, 1979.
Al-Syaibany, al-Toumy, Muhammad, Omar. Falsafah Pendidikan
Islam, Terj. Hasan Langulung, Jakarta : Bulan Bintang, 1979.
AM, Mulkan. Paradigma Intlektual Muslim, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam dan Dakwah, Yogyakarta : Sipress, 1993.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
Jakarta : Ciputat Press, 2002.
Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat : Suatu
Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial dan Kultural,
akarta, Golden Terayon Press, 1994.

Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan


Madrasah (Yogyakarta : Tiara wacana Yogya, 2001), hlm. 155-156.
19

13

Asari, Hasan. Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Kajian atas


Lembaga-Lembaga Pendidikan, Bandung : Mizan, 1994.
Ashraf, Ali. Horison Baru Pendidikan Islam, Pengantar Sayid
Husein Nasr, Jakarta : Pustaka Firdaus, Cet. ke-2, 1993.
Daulay, Putra, Haidar. Historitas dan Eksistensi Pesantren,
Sekolah dan Madrasah, Yogyakarta : Tiara wacana Yogya,
2001.
Jalaluddin dan Said, Usman. Filsafat Pendidikan Islam : Konsep
dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1994.
Konfrence Book, Universitas King Abdul Aziz, Jeddah : 1978.
Second World Conference on Muslim Education, (Jakarta : Inter
Islamic University Cooperation of Indonesia, t.t).

14

Anda mungkin juga menyukai