Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Terdapat sejumlah masalah yang melatarbelakangi perlunya menggagas
pendidikan Islam Holistik dan Komprehensif sebagai berikut.1
Pertama, sebagai dampak era globalisasi yang terjadi saat ini telah terjadi
proses integrasi ekonomi, fragmentasi, politik, hig technology, interpendensi dan
new colonization in culture.
Kedua, sebgai dampak dari budaya masyarakat global dan masyarakat urban
yang cenderung ingin serba cepat, instan, rasional, efisien, pragmatis, hedonis,
materialistic, maka telah terjadi tingkat persaingan dalam memperebutkan
berbagai kebutuhan hidup uang makin tinggi.
Ketiga, sebagai proses pembangunan yang lebih menekankan segi-segi
materi dan hal-hal yang bersifat kebutuhan jangka pendek telah mendorong
lahirnya berbagai kegiatan usaha di bidang industry dan jasa yang meningkat.
Keempat, sebagai akibat dari sulitnya mendapatkan berbagai kebutuhan
hidup serta adanya budaya yang kurang sehat, yakni budaya hipokrit yang
menghalalkan segala cara mengakibatkan manusia harus bersifat bohong atau
bersikap mendua.
Kelima, sebagai akibat dari suasana kehidupan yang makin individualistic
dan banyaknya hal-hal pribadi yang bersifat rahasia dan berbahaya jika diketahui
orang lain, menyebabkan timbulnya sikap hidup menyendiri dan perasaan terasing
dan terisolir dari sebuah kehidupan.
Keenam, munculnya kegala perasaan hidup yang kurang bermakna, sebagai
akibat darii pandangan hidup yang terlampau menekankan aspek materi yang
tidak pernah ada batas kepuasan.
Ketujuh, pelaksanaan pendidikan yang cenderung mengutamakan aspek
kognitif dan meninggalkan aspek afektif dan psikomotorik; pendidikan yang
terlampau mengutamakan kecerdasan intelektual, keterampilan dan pancaindra

1
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 263-
270

1
dan kurang memperhatikan kecerdasan emosional, spiritual, sosial dan berbagai
kecerdasan lainnya.
Kedelapan, bahwa dalam merancang dan merumuskan konsep pendidikan
kurang melibatkan berbagai pendekatan yang bersifat holistic, terutama
pendekatan agama dan filsafat.
Untuk itu, tulisan ini akan diarahkan pada upaya mengagas pendidikan yang
holistic dengan pendekatan agama dan filsafat dengan tidak mengabaikan
pendekatan disiplin ilmu lainnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian pendidikan holistic komprehensif?
2. Bagaimana landasan pendidikan komprehensif?
3. Bagaimana konsep pendidikan holistic komprehensif?

2
BAB II
PENDIDIKAN HOLISTIK KOMPREHENSIF
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN HOLISTIK KOMPREHENSIF
Pendidikan yang holistik komprehensif adalah pendidikan yang bertujuan
memberikan kebebasan siswa didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara
intelektual, tetapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara
keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang
mampu mengangkat harkat bangsa mewujudkan manusia yang merdeka
sebagaimana diungkapkan Ki Hajar Dewantara, yaitu manusia utuh merdeka yang
hidup lahir batinnya tidak tergantung kepada orang lain akan tetapi bersandar atas
kekuatan sendiri.2 Pendidikan holistik komprehensif adalah pendidikan holistik
yang berbasis pada multi pendekatan, seperti pendekatan psikologi, pendekatan
karakter, pendekatan sosial, pendekatan emosional, spiritual, intelektual, dan lain
sebagainya. Pendidikan holistik yang terjadi pada seluruh aspek atau komponen
pendidikan: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses, belajar mengajar, dan lain
sebagainya.3
Sehubungan dengan itu, Indonesia Heritage foundation di Jakarta misalnya
mempelopori praktek model pendidikan holistik yang berbasis karakter untuk
level Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Model pendidikan ini menerapkan
teori-teori sosial, emosi, kognitif, fisik, moral dan spiritual. Model ini diharapkan
dapat memanfaatkan siswa berkembang sebagai individu yang terintegrasi dengan
baik secara spiritual, intelektual, sosial, fisik dan emosi yang berpikir kreatif
secara mandiri dan bertanggung jawab. Pendidikan holistik yang berbasis
berkarakter ini bertujuan untuk membangun Seluruh dimensi manusia dengan
pendekatan pada pengalaman belajar yang menyenangkan dan inspiratif untuk
siswa. Guru akan diperlengkapi dengan pengetahuan teoritis dan praktis mengenai
pendidikan yang patut dan menyenangkan, pembelajaran yang ramah otak,
kecerdasan emosi, komunikasi efektif, penerapan pendidikan sembilan pilar

2
Ninik Rubiyanto dan Dany Haryanto, Stategi Pembelajaran Holistik di Sekolah, (Jakarta:
Prestasi Pustakarya, 2010), hal. 1
3
Abuddin Nata, Op.cit., hal. 271

3
karakter secara eksplisit yaitu mengetahui, merasakan dan melakukan kecerdasan
majemuk, pembelajaran kooperatif, pembelajaran kontekstual, pembelajaran
berbasis pertanyaan, manajemen kelas efektif, pembelajaran siswa, whole
language, aplikasi modul pendidikan holistik berbasis karakter, aplikasi model
karakter di ruang kelas, teknik bercerita, kreativitas, dan lain sebagainya. 4
Pendidikan holistik komprehensif adalah pendidikan yang bertolak dari
filsafat tentang Tuhan, manusia, masyarakat alam jagat raya, ilmu pengetahuan
dan akhlak mulia yang didasarkan pada nilai-nilai agama. Hasil kajian terhadap
semua aspek ini selanjutnya digunakan untuk merumuskan berbagai komponen
pendidikan yakni visi, misi, tujuan, kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan,
peserta didik, proses belajar mengajar, sarana prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, lingkungan, kerjasama dan penilaian. Dengan demikian, pendidikan
holistik komprehensif memiliki ciri-ciri dan corak yang bersifat reflektif, integrasi
kurikulum, mengutamakan pembelajaran yang menyenangkan, pengembangan
Sumber Daya Manusia dan memanfaatkan seluruh pendekatan dan metode
pembelajaran yang memadukan antara yang berbasis pada guru dengan yang
berbasis pada siswa.
B. SEJARAH PENDIDIKAN HOLISTIK KOMPREHENSIF
Pendidikan holistic lahir sebagai respons positif dan bijaksana atas krisis
ekologi, budaya dan tantangan moral abad ini, ynag bertujuan untuk mendorong
kaum muda sebagai generasi penerus agar dapat bertahan hidup dengan bijaksana
dan bertanggung jawab dalam suatu masyarakat yang saling pengertian dan secara
berkelanjutan serta ikut berperan dalam pembangunan masyarakat.5
Pendidikan holistic berkembang sekitar tahun 1960-1970 sebagai akibat
keprihatinan merebaknya krisis ekologis, dampak nuklir, polusi kimia dan radiasi,
kehancuran keluarga, hilangnya masyarakat tradisional, hancurnya nilai-nilai
tradisional serta institusinya. Namun, sampai saat ini banyak model pendidikan
yang berdasarkan pandangan abad ke-19 yang menekankan pada reductionisme,
linear thinking dan positivism yang membuat siswa sulit untuk memahami

4
Ninik Rubiyanto dan Dany Haryanto, Op.cit., hal. 31
5
Ibid., hal. 32

4
relevansi dan nilai antara yang dipelajari disekolah dengan kehidupannya. Oleh
karena itu, sangat dibutuhkan adanya sistem pendidikan yang terpusat pada siswa
yang dibangun berdasarkan asumsu komuunikatif, menyeluruh dan demi
pemenuhan jati diri siswa dan guru. Sistem pendidikan holistic inilah yang
mampu memenuhi cita-cita pendidikan ini.6
Perkembangan gagasan pendidikan holistic mulai mengalami kemajuan
yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi pertama pendidikan holistic
nasional yang diselenggarakan oleh Universitas California pada Juli 1979, dengan
meenghardirkan The Mandala Society dan The National Center for the
Exploration of Human Potential. Enam tahun kemudian, para penganut
pendidikan holistic mulai memperkenalkan tentang dasar pendidikan holistic
dengann sebutan 3 R’s, yaitu akronim dari relationship, responsibility dan
reverence. Berbeda dengan pendidikan pada umumnya, dasar pendidikan 3 R’s ini
lebih diartikan sebagai writing, reading dan arithmetic yang selanjutnya di
Indonesia dikenal dengan sebutan “calistung”.
Dari semenjak itu pendidikan holistic mulai diperkenalkan dan dipraktikkan
dibegrbagai lebaga pendidikan di Indonesia dengan sebutan yang berbeda-beda.
Namun, telah seberapa jauh pendidikan holistic dikenal dan dilaksanakan di
sekolah-sekolah tersebut belum ada data yang dapat dijadikan pegangan. Untuk
sebuah penelitian dalam rangka untuk mengetahui seberapa jauh para pengelola
lembaga pendidikan telah menenal konsep pendidikan holistic, serta apa saja
faktor-faktor pendukung dan penghambatnya, tampaknya perlu dijadikan objek
penelitian tersebut. dari hasil penelitian tersebut dapat ditawarkan sebuah strategi
yang efektif untuk mendukung pelaksanaan pendidikan holistic tersebut.
C. AKAR-AKAR LANDASAN PENDIDIKAN HOLISTIK
KOMPREHENSIF
Pendidikan holistik komprehensif sebagaimana dikemukakan diatas
memiliki beberapa landasan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:7

6
Ninik Rubiyanto dan Dany Haryanto, Op.cit., hal. 47
7
Abuddin Nata, Op.cit., hal. 275

5
Pertama, secara normatif pendidikan holistik komprehensif dapat dijumpai
dalam berbagai ajaran agama yang berdasarkan wahyu yang diturunkan Tuhan
serta penjelasannya yang diberikan para Nabi.
Di dalam kitab suci Alquran, Allah swt. Berfirman: Hai orang-orang yang
beriman masuklah kamu kedalam Islam keseluruhannya dan janganlah Kamu
turuti langkah-langkah setan sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu. (Qs.
Albaqarah 2:208);
Dan kami mengutus kamu melainkan kepada umat dan seluruhnya
sebagaimana pembawa berita gembira dan pemberi peringatan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Qs. Saba’ 34:28).
Di dalam ayat-ayat tersebut terdapat kata Kaffah yang diartikan seluruhnya,
yang mengandung arti seluruh ajaran Islam yakni dimensi aqidah, ibadah,
muamalah atau dimensi Iman, Islam dan Ihsan atau dimensi teologi, ritual dan
filosofis dan juga memeluk Islam bukan hanya ucapan tetapi juga keyakinan
perbuatan. Selain itu, di dalam Alquran juga terdapat istilah insan yang mengacu
kepada manusia selain pada dimensi proses kejadiannya, juga mengacu kepada
manusia sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan intelektual, spiritual dan
emosional, istilah an-nas yang mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial
dan Al Basyar yang mengacu kepada manusia sebagai makhluk biologis yang
memiliki fisik dan pancaindra. Selanjutnya di dalam hadisnya, Rasulullah saw.
Bersabda Sesungguhnya Allah tidak hanya akan melihat rupamu melainkan juga
pada hati dan perbuatanmu. (HR Baihaqi); Setiap anak yang dilahirkan memiliki
Fitrah (rasa ingin tahu) rasa suka pada kebaikan (etika) dan rasa keindahan
(estetika) perpaduan antara ilmu, etika dan keindahan itulah yang akan
membentuk manusia yang cerdas yang dilandasi dengan nilai akhlak dan
kelembutan hati.8
Kedua, akar landasan pendidikan holistik dan komprehensif secara filsuf
dapat dijumpai pada penjelasan dari para filsuf sejak zaman Yunani kuno, Filsuf
Muslim hingga saat ini yang mengemukakan tentang jiwa manusia secara utuh.

8
Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Fungsi Alquran Dalam Kehidupan, (Bandung:
Mizan, 1994), cet. I, hal. 87-89

6
Al-Farbi misalnya mengatakan bahwa jiwa manusia memiliki tiga daya yaitu daya
al-muharrikah (makan, memelihara dan berkembang), daya al-mudrikah (merasa
dan imajinasi) dan daya al-nathiqah (akal praktis dan akal teoritis). Akal teoritis
ini terbagi 3 yaitu akal potensial yang baru mempunyai potensi berpikir dalam arti
melepaskan arti arti atau bentuk dari materinya; akal aktual yang telah dapat
melepaskan arti dari materinya dan arti-arti itu telah mempunyai wujud dalam
akal dengan sebenarnya, bukan lagi dalam bentuk potensi, tetapi dalam bentuk
aktual dan akal mustafad yang telah dapat menenangkan bentuk semata-mata.
Terdapat pada diri manusia potensi atau daya tumbuh-tumbuhan, binatang
dan manusia. Jiwa tumbuhan-tumbuhan berkaitan dengan potensi yang bersifat
jasmani dan kecenderungannya, jiwa binatang yang berkaitan dengan fisik dan
hal-hal yang bersifat hedonistic, syahwat dan ghadab dan jiwa manusia yang
berkaitan dengan hal-hal yang abstrak dan nilai-nilai spiritual. Sifat seseorang
tergantung pada jiwa manusia dari ketiga macam jiwa tersebut yang berpengaruh
pada dirinya. Jika jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang yang berkuasa pada
dirinya, maka manusia itu menyerupai binatang. Tetapi jika jiwa manusia
mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang tersebut dapat menyerupai
malaikat dan dekat pada kesempurnaan. Dalam hal ini daya praktis mempunyai
kedudukan penting. Daya inilah yang berusaha mengontrol badan manusia
sehingga hawa nafsu yang terdapat dalam badan tidak menjadi halangan bagi daya
teoritis untuk membawa manusia kepada tingkatan yang tinggi dalam usaha
mencapai kesempurnaan.9
Landasan psikologis ini juga dapat dijumpai pada teori multiple intelegensi
yang berasal dari Howard Gardner. Menurutnya, bahwa manusia memiliki
kecerdasan linguistic, logika matematika, spasial, music, kinestetik-jasmani,
interpersonal, intrapersonal dan naturalis.
Ketiga, pendidikan holistik dan komprehensif dapat menggunakan landasan
sosiologis yaitu sebuah ilmu yang didalamnya membahas tentang sekumpulan
manusia yang berada di sebuah teoritis tertentu yang memiliki tujuan dan cita-cita

9
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisime dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), cet.
III, hal. 29-30

7
bersama, serta berinteraksi dan berkomunikasi antara satu sama lainnya. Selain itu
di dalam sosiologi juga dibahas tentang adanya stratifikasi dan struktur sosial,
nilai nilai, tradisi, budaya, agama, tingkat pendidikan, ekonomi dan kesehatan
masyarakat, kepemimpinan, integrasi dan konflik, pranata sosial, ekonomi, politik
dan sebagainya, keadaan iklim cuaca, tingkat kesuburan tanah, keadaan geografis
berupa daratan dan lautan, tingkat kepadatan penduduk, jalur transportasi,
berbagai peralatan komunikasi, dan sebagainya.
Berbagai informasi yang diberikan ilmu sosiologi yang demikian itu harus
dipertimbangkan dalam merancang pendidikan yang holistik dan komprehensif,
terutama dalam merumuskan visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar
mengajar, sarana prasarana, pembiayaan dan lingkungan pendidikan. Dengan cara
demikian, maka pendidikan tidak akan kehilangan makna dan orientasinya dalam
mengembangkan masyarakat.10
Keempat, pendidikan holistik dan Konferensi juga dapat menggunakan
landasan kultural yaitu landasan yang melihat bahwa kehidupan manusia
ditentukan oleh sistem budaya yang dianutnya yakni nilai-nilai yang sanggup
nilai-nilai yang dianggap luhur, teruji dan ampuh yang selanjutnya secara selektif
dijadikan sebagai acuan, referensi atau blueprint dalam menghadapi dan
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Nilai-nilai tersebut ada di dalam
mindset atau pola pikir seorang yang tertanam kuat dan pribadi dalam karakter
hidupnya. Nilai-nilai budaya tersebut ada yang terkait dengan masalah
komunikasi dan interaksi, hubungan orang tua dan anak, rakyat dan pemimpin,
peribadatan transaksi jual beli, hubungan kekeluargaan, perkawinan bertutur kata,
berpakaian, penghargaan terhadap orang lain, toleransi dan sebagainya. Nilai-nilai
budaya tersebut ada yang bersifat seragam sebagaimana yang dijumpai pada
masyarakat argaris pedesaan dan ada pula yang bersifat aneka ragam sebagaimana
terlihat pada masyarakat perkotaan. Selain itu, nilai-nilai budaya tersebut ada yang
didominasi oleh keyakinan keagamaan tertentu seperti nilai budaya yang
berkembang di pesantren di pedesaan atau nilai budaya yang berkembang di

10
Abuddin Nata, Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidispliner, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 20100, cet. I, hal. 187-190

8
kalangan gereja; dan ada pula nilai-nilai budaya yang dipengaruhi oleh ideologi
tertentu seperti ideologi komunis dan kapitalis; dan ada pula nilai-nilai budaya
yang dipengaruhi oleh filsafat hidup seperti filsafat pragmatism, kapitalisme,
hedonism, liberalism, humanism, egalitarianisme dan sebagainya. Selain itu nilai-
nilai budaya tersebut juga dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi sebagaimana yang terjadi
saat ini.
Dengan adanya landasan kultural tersebut, maka pendidikan holistik dan
komprehensif akan bersikap bijaksana adil dan akhir yakni memperlakukan dan
menghargai nilai-nilai budaya tersebut sebagaimana sebuah keyakinan yang dapat
membangun kekuatan dan identitas masyarakat serta akan menjamin stabilitas
masyarakat yang dinamis. Dengan landasan kultural ini dapat dikembangkan
konsep pendidikan yang berbasis multikultural yaitu pendidikan yang menghargai
adanya perbedaan budaya di masyarakat dan menggunakannya sebagai dasar bagi
pengembangan setiap anggota masyarakat
Kelima, pendidikan holistik dan komprehensif dapat pula menggunakan
landasan filsafat keilmuan yaitu sebuah filsafat yang mengkaji tentang dimensi
ontologi (sumber ilmu) epistemologi (cara dan metode dalam mengembangkan
ilmu) serta aksiologi (cara memanfaatkan ilmu).
Keenam, pendidikan holistik dan komprehensif juga dapat menggunakan
landasan manajemen mutu terpadu (Total Quality Management), yaitu manajemen
yang melihat bahwa seluruh aspek yang terkait dengan fungsi manajemen, yakni
planning, organizing, actuating, controling, supervising, evaluating dan revicing
sebagai suatu kesatuan yang saling berkaitan, antara strengtenth, weakness,
opportunity dan treathment harus saling berkaitan dalam mendukung lahirnya
sebuah rencana pengembangan. Selain itu, dalam manajemen mutu ini juga harus
melihat pelanggan sebagai titik sentral yang harus mendapatkan perhatian, baik
pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.11 Penilaian terhadap sesuatu
yang bermutu bukan hanya dari segi hasilnya saja, melainkan juga input, proses,
kemasan, pemasaran, pelayanan, penyajian, pasca penggunaan produk dan
11
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 288

9
sebagainya. Berbagai kekurangan, kritik dan saran yang diajukan pelanggan harus
dilihat sebagai masukan berharga untuk perbaikan di masa depan.
Ketujuh, pendidikan yang holistik dan komprehensif juga dapat
menggunakan landasan ideologi, yaitu pandangan dan cita-cita yang mendalam,
sistematik dan sistematik yang digunakan sebagai kerangka konseptual dalam
melaksanakan suatu usaha.12 Pendidika sebagai usaha besar dan strategis juga
memiliki ideology. Dalam kajian beberapa literature terdapat ideology-ideologi
pendidikan, intelektual pendidikan dan konservatisme pendidikan; dan ideology-
ideologi pendidikan liberal, yang terdiri dari liberalism pendidikan, liberasionisme
pendidikan dan anarkhisme pendidikan. Ideologi pendidikan ini bersifat
dikhotomis, karena hanya berdasarkan pada kehendak Tuhan semata-mata (theo-
centris, dan berdasarkan manusia (anthropo-centris). Ideologi pendidikan Barat
yang dikhotomis inilah yang memengaruhi dunia pendidikan modern saat ini,
sebagaimana terlihat pada pendidikan progesivisme dan pragmatism yang hanya
mengandalkan pembinaan intelektual dan keterampilan manusia semata namun
moralitas dan spiritualnya kosong. Dalam membangun pendidikan yang holistic
dan komprehensif seharusnya yang dijadikan landasan adalah ideology
pendidikan Islam ynag bercorak humanism theo-centris yaitu keberhasilan
pendidikan bukan hanya ditentukan oleh usaha manusa atau Tuhan semata-mata,
melainkan ditentukan oleh usaha manusia dan Tuhan bersama.
Dalam Islam pendidikan diibiaratkan seperti bertani yang keberhasilannya
bukan hanya ditentukan oleh keadaan bibit tanaman yang unggul (nativisme) dan
tanah yang subur (empirisme) melainkan juga kehendak Tuhan. Dalam kitab suci
Alquran, Allah swt Berfirman: Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang
kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya atau Kami yang
menumbuhkannya? (Qs. Alwaqiah 56 : 63-64). Pandangan yang demikian itu
dapat dilihat dari pendidikan yang dilaksanakan oleh Luqman kepada anaknya.
Allah swt. memerintahkan kepada anaknya agar dahulu berterimakasih kepada
Allah, sebelum berterimakasih kepada Luqman, karena Allah-lah yang

12
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 289

10
menjadikan dan memberikan kemampuan kepada Luqman untuk mendidik. (Lihat
Qs. Luqman 31 : 12-14)
Kedelapan, konsep pendidikan holistik dan komprehensif dapat pula
berlandasan pada konsep insan kamil sebagaimana yang dijumpai pada paham
tasawuf sebagaimana dijumpai pada pemikiran al-Jilli. Insan kamil adalah suatu
tema yang berhubungan dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap
mutlak. Tuhan Yang Maha Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat
tertentu yang baik dan sempurna. Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh
manusia. Konsep pendidikan yang holistik dan komprehensif dapat memanfaatkan
pandangan insan kamil tersebut dalam membangun berbagai komponennya.13
D. DESAIN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM HOLISTIK
KOMPREHENSIF
Desain konsep pendidikan islam holistik komprehensif pada dasarnya
adalah upaya mengonstruksi seluruh komponen pendidikan : visi, misi, tujuan,
kurikulum, proses belajar mengajar, pendidik dan tenaga kependidikan, lulusan,
pengelolaan, saranaprasarana, pembiayaan, lingkungan, kerjasama dan evaluasi
dengan berdasarkan pada akar-akar landasan normatif, psikologis, sosiologis,
kultural, filsafat keilmuan, manajemen, ideologi, dan tasawuf, sehingga konsep
pendidikan tersebut mampu melahirkan manusia seutuhnya. Kajian yang bersifat
akademis terhadap pendidikan holistik komprehensif ini sesungguhnya telah lama
dilakukan di Barat. Sedangkan di Indonesia kajian tersebaut secara akademik
belum banyak dilakukan, walaupun dalam ucapan dan kebijakan sering
disinggung.14
Ditengah-tengah dunia pendidikan yang tampaknya kurang berdaya dalam
menjawab berbagai masalah yang ditimbulkan dampak era globalisasi,
sebagaimana tersebut diatas, kajian terhadap konsep pendidikan yang holistic dan
komprehensif ini mulai dilakukan para ahli. Pendidikan holistic dan komprehensif
inilah yang tampaknya menjadi salah satu alternative yang amat diharapkan untuk

13
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 291
14
Ninik Rubiyanto dan Dany Haryanto, Stategi Pembelajaran Holistik di Sekolah, (Jakarta:
Prestasi Pustakarya, 2010), hal. 50

11
memecahkan berbagai masalah pendidikan tersebut. dinatara masalah pendidikan
tersebut misalnya, lulusan pendidikan yang hanya memiliki keunggulan dari segi
moral, spiritual dan akhlak; pendidikan yang cenderung menjadi komditas yang
diperdagangkan dan dikelola dengan pendekatan bismis, pendidikan yang selalu
tertinggal dari perkembangan zaman, pendidikan yang kurang link and mach
dengan kebutuhan masyarakat, pendidikan yang cenderung membosai atau
mengkerdilkan peserta didik, pendidikan yang membosanan, pendidikan yang
belum mencerahkan, lingkungan pendidikan yang kurang kondusif dan berbagai
masalah lainnya.
Kajian terhadap konsep pendidikan holistic dan komprehensif telah
mencoba memaksimalkan aspek kreaif inovatif pendidikan, seperti pada
pembelajaran yang berbasis karakter, bercorak refletik, mengintegrasikan
kurikulum, mengutamakan pembelajaran yang menyenangkan, aktif dan
mencerahkan, menyempurnakan proses transformasi pendidian, memberdayakan
interaksi keilmuan yang dinamis, memfokuskan tujuan demi pendidikan masa
depan, pengalaman siswa, bercorak kontekstual, menumbuhkan spiritualitas anak,
mewujudkan pribadi berintegrasi, menegnalkan seni holistic untuk penggalian
metodologi pembelajarab, menjawab tantangan pendidika, menawarkan
transformasi sebagai sarana problem solving pembelajarab holistic, mengkritis
Penelitian Tindakan Kelas, pemeberian hak otonomi penuh pada sekolah,
Pendidikan Anak Usia Dini sebagai sarana pendidikan holistic, serta mencetakk
generasi yang berkualitas.15
Dilihat dari segi sifatnya yang holistik, komprehensif dan integralistik,
agama dan filsafat tampaknya memiliki peran dan fungsi yang amat strategis
dalam ikut serta membangun desain pendidikan holistik komprehensif.

15
Ninik Rubiyanto dan Dany Haryanto, Stategi Pembelajaran Holistik di Sekolah, (Jakarta:
Prestasi Pustakarya, 2010), hal. 114

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan holistik komprehensif sebagaimana dikemukakan di atas,
memiliki landasan normatif, filosofis, psikologis, sosiologis, epistemologis dan
historis. Beberapa landasan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, secara normatif pendidikan holistik komprehensif dapat di jumpai
dalam berbagai ajaran agama yang berdasarkan wahyu yang diturunkan Tuhan,
serta penjelasannya yang diberikan para nabi.
Kedua, akar landasan pendidikan holistik dan komprehensif secara filsuf
dapat dijumpai pada penjelasan dari para filsuf sejak zaman Yunani Kuno, Filsuf
Muslim hingga saat ini, yang mengemukakan tentang jiwa manusia secara utuh.
Al-Farabi misalnya, mengatakan bahwa jiwa manusia memiliki tiga daya, yaitu
daya al-muharrikah (makan, memelihara, dan berkembang), daya al-mudrikah
(merasa dan imajinasi), daya al-nathiqah (akal praktis dan akal teoritis).
Ketiga, pendidikan holistik dan komprehensif dapat menggunakan landasan
sosiologis, yaitu sebuah ilmu yang di dalamnya membahas tentang sekumpulan
manusia yang berada di sebuah teritori tertentu yang memiliki tujuan dan cita-cita
bersama, serta berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dan lainnya. Berbagai
informasi yang diberikan ilmu sosiologi yang demikian itu harus dipertimbangkan
dalam merancang pendidikan yang holistik dan komprehensif, terutama dalam
merumuskan visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, sarana
prasarana, pembiayaan, dan lingkungan pendidikan. Dengan cara demikian, maka
pendidikan tidak akan kehilangan makna dan orientasinya dalam mengembangkan
masyarakat.
Keempat, pendidikan holistik dan komprehensif juga dapat menggunakan
landasan cultural, yaitu landasan yang melihat bahwa kehidupan manusia
ditentukan oleh sistem budaya yang dianutnya, yakni nilai-nilai yang dianggap
luhur, teruji, dan ampuh, yang selanjutnya secara selektif dijadikan sebagai acuan,
refrensi, atau blue print dalam menghadapi dan memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi. Nilai-nilai tersebut ada di dalam mindset atau pola pikir seseorang

13
yang tertanam kuat dan mempribadi dalam karakter hidupnya. Nilai-nilai budaya
tersebut ada yang terkait dengan masalah komunikasi dan interaksi dan
sebagainya. Dengan landasan kultural, maka pendidikan holistik dan
komprehensif akan bersikap bijaksana, adil dan arif, yakni memperlakukan dan
menghargai nilai-nilai budaya tersebut sebagai sebuah kekayaan yang dapat
membangun kekuatan dan identitas masyarakat, serta akan menjamin stabilitas
masyarakat yang dinamis. Dengan cara demikian, maka berbagai potensi yang ada
di masyarakat akan dapat dibangun dan diberdayakan, yang pada gilirannya akan
memperkuat ketahanan masyarakat dan negara.
Kelima, pendidikan holistik dan komprehensif dapat pula menggunakan
landasan fisafat keilmuan, yaitu sebuah filsafat yang mengkaji tentang dimensi
ontologi (sumber ilmu), epistemologi (cara dan metode dalam mengembangkan
ilmu), serta aksiologi (cara mamanfaatkan ilmu).
Keenam, pendidikan holistik dan komprehensif juga dapat menggunakan
landasan manajemen mutu terpadu (Total Quality Management), yaitu manajemen
yang melihat bahwa seluruh aspek yang terkait dengan fungsi manajemen, yakni
planning, organizing, actuating, controling, supervising, evaluating dan revicing
sebagai suatu kesatuan yang saling berkaitan, antara strengtenth, weakness,
opportunity dan treathment harus saling berkaitan dalam mendukung lahirnya
sebuah rencana pengembangan.
Ketujuh, pendidikan yang holistik dan komprehensif juga dapat
menggunakan landasan ideologi, yaitu pandangan dan cita-cita yang mendalam,
sistematik dan sistematik yang digunakan sebagai kerangka konseptual dalam
melaksanakan suatu usaha.
Kedelapan, konsep pendidikan holistik dan komprehensif dapat pula
berlandasan pada konsep insan kamil sebagaimana yang dijumpai pada paham
tasawuf sebagaimana dijumpai pada pemikiran al-Jilli. Insan kamil adalah suatu
tema yang berhubungan dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap
mutlak. Tuhan Yang Maha Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat
tertentu yang baik dan sempurna.

14
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun., 1978. Falsafat dan Mistisime dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
____________. 2010. Pendidikan Islam dengan Pendekatab Multidispliner. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Rubiyanto, Nanik dan Dany Haryanto. 2010. Strategi Pembelajaran Holistik di Sekolah.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Shihab, Quraish. 1996. Membumikan Alquran Peran Wahyu dalam Kehidupan. Bandung:
Mizan.

15

Anda mungkin juga menyukai