Anda di halaman 1dari 21

“ Analisis dan Evaluasi Kebijakan Merdeka Belajar

dan Implikasinya Terhadap PAI”

Anatun Nisa Mun’amah


Pascasarjana UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Email: anatunnisa.munamah@gmail.com

Pendahuluan
Pada hakikatnya, sejarah manusia tidak dapat dilepaskan dari pendidikan. Sejak
penciptaan Adam sebagai manusia pertama, Allah SWT telah menginformasikan bahwa
Adam di ajarkan berbagai hal termasuk berbagai nama-nama benda, setelah diajarkan
nama-nama benda, Allah SWT kemudian menguji kemampuannya dengan meminta
Adam menyebutkan semua nama-nama benda tersebut. (Firman Allah dalam QS. Al-
Baqarah/2: 31). Ayat tersebut mengindikasikan dua hal: pertama, bahwa sejarah
pendidikan lahir bersamaan dengan sejarah kedatangan manusia, dan kedua,
pendidikan inheren dengan kehidupan manusia.
Informasi Al-Qur’an tentang manusia pertama (Adam) yang di ajarkan langsung
oleh Allah SWT, menegaskan posisi Islam tentang Pendidikan. Islam telah
menempatkan pendidikan sebagai Center Point kehidupan dan menjadikan pendidikan
sebagai bagian dari keabadian manusia. Pendidikan merupakan bagian yang inheren
dengan kehidupan. Pemahaman seperti ini mungkin terkesan dipaksakan, tetapi jikan
mencoba menurut alur dan proses kehidupan manusia, maka tidak dapat dipungkiri
bahwa pendidikan telah mewarnai jalan panjang kehidupan manusia dari awal sampai
akhir. Pendidikan menjadi pengawal sejati dan menjadi kebutuhan asasi manusia.
Perdebatan tentang pendidikan, sebenarnya bukan terletak pada perlu atau
tidaknya pendidikan bagi manusia, tetapi lebih kepada bagaimana pendidikan itu
dilaksanakan (How), apa saja yang harus dicapai (Goal) dan bagaimana tata kerja para
pelaksana (Teacher).

1
Di dalam Al-Qur’an semangat pendidikan jelas tertuang di ayat pertama yang
turun kepada Rasulullah SAW, yaitu perintah “Iqro’.” Bahwa islam dibangkitkan dengan
cara mengajak manusia untuk berpikir. Hal ini di maknai sebagai titik point urgensi
pendidikan bagi setiap manusia, karena melatih berpikir adalah bagian dari tugas
pendidikan. Arti penting pendidikan, menempatkannya pada strata tertinggi kebutuhan
manusia. Karena itu pendidikan menjadi barometer kemajuan dan peradaban.
Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat pendidikan bangsa tersebut. Tidaklah
mengherankan jika kemudian Negara mengatur dan menjadikan pendidikan sebagai
salah satu persoalan penting yang harus dibenahi sebaik-baiknya.
Di Indonesia, pendidikan merupakan satu bidang yang menjadi tanggung jawab
Negara. Hal ini tercantum dengan jelas pada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :
“Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Amanat tersebut dituangkan dalam Undang-
undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, disebutkan bahwa:
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara”.
Dari definisi tersebut, terlihat bahwa usaha pendidikan berupaya mengarahkan
seluruh potensi peserta didik secara maksimal agar terwujud suatu kepribadian yang
paripurna pada dirinya. Harapan terhadap dunia pendidikan sangat besar untuk
membawa peserta didik kearah kualitas hidup yang sebaik-baiknya.

A. Merdeka Belajar di Indonesia

2
Progresivisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan modern yang
menginginkan adanya perubahan mendasar terhadap pelaksanaan pendidikan ke arah
yang lebih baik, berkualitas dan memberikan kemanfaatan yang nyata bagi peserta
didik. Aliran progresivisme menekankan pentingnya dasar-dasar kemerdekaan dan
kebebasan kepada peserta didik. Peserta didik diberikan keleluasaan untuk
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa
terhambat aturan-aturan formal yang terkadang justeru membelenggu kreativitas dan
daya pikirnya untuk menjadi lebih baik. 1 Dalam konteks pendidikan di Indonesia, konsep
“merdeka belajar” yang dicanangkan oleh Mendikbud RI yang baru dinilai sebagai
kebijakan besar untuk menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dan
semakin maju. Selain itu, konsep “merdeka belajar” memiliki arah dan tujuan yang sama
dengan konsep aliran filsafat pendidikan progresivisme John Dewey. 2 Keduanya sama-
sama menawarkan kemerdekaan dan keleluasaan kepada lembaga pendidikan untuk
mengekplorasi potensi peserta didiknya secara maksimal dengan menyesuaikan minat,
bakat serta kecendrungan masing-masing peserta didik. Dengan kemerdekaan dan
kebebasan ini, diharapkan pendidikan di Indonesia menjadi semakin maju dan
berkualitas, yang ke depannya mampu memberikan dampak positif secara langsung
terhadap kemajuan bangsa dan negara.
Pandangan progresivisme mengenai belajar bertumpu pada pandangan
mengenai peserta didik sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan
makhluk lainnya. Kelebihan tersebut dimunculkan melalui potensi akal dan kecerdasan
yang bersifat dinamis dan kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Potensi
peserta didik tersebut perlu ditingkatkan dengan memberikan perhatian dan tanggung
jawab dunia pendidikan. Selain itu, potensi yang sudah dimiliki peserta didik diharapkan
dapat difungsikan secara aktif dalam mengambil bagian dari beberapa kejadian yang

1
Mustaghfiroh, S. (2020). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme John Dewey. Jurnal Studi
Guru Dan Pembelajaran, 3(1), 144–147.
2
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. (2020). Buku Panduan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI.

3
terjadi disekitarnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa lembaga pendidikan
merupakan miniatur dari kehidupan di masyarakat, yang dalam keseharianya perlu
bersosialisasi dan berprinsip dalam menjalankan kehidupannya, yang dalam dunia
pendidikan dikenal dengan belajar edukatif. Belajar edukatif adalah belajar yang
merdeka, yang dapat dilaksanakan di dalam dan di luar kelas. 3
Terdapat lima hal yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran yang edukatif
selama dalam dunia pendidikan, yaitu: 1) Pendidik berperan sebagai fasilitator bagi
peserta didik sebagai subjek dalam proses pembelajaran dengan sistem Cara Belajar
Siswa Aktif, 2) Proses pembelajaran tidak monoton dan metode yang digunakan tidak
mengekslusifkan pada buku, 3) Proses pelaksanaannya tidak condong kepada metode
hafalan, karena hafalan hanya dapat membuat peserta didik bersifat pasif dan kurang
memahami inti materi, 4) Pendidikan harus bersifat terbuka dengan kenyataan sosial
yang bersifat luwes sesuai kondisi kenyataan yang bersifat dinamis, dan 5) Pengajaran
tidak diperkenankan memberikan hukuman fisik. Hal yang telah diuraikan sebelumnya
jika dilaksanakan dan diterapkan maka akan mengakibatkan peserta didik dan
berkembang.4

Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa kondisi yang


memunculkan merdeka belajar menjadi faktor dasar dalam menentukan konsep
merdeka belajar itu sendiri. Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang
direncanakan oleh Mendikbud Nadiem Anwar Makarim . 5 Nadiem membuat kebijakan
merdeka belajar bukan tanpa alasan. Pasalnya, penelitian Programme for International
Student Assessment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada peserta
didik Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika

3
Barnadib, I. (1997). Filsafat Pendidikan: Sistem & Metode (9th ed.). Yogyakarta: ANDI Offset.
4
Ornstein, A. C., & Levine, D. U. (1989). Foundations of Education (4th ed.). Houghton: Mifflin Company.
5
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. (2020). Buku Panduan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI.

4
dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara. 6 Menyikapi hal itu,
Nadiem pun membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum, meliputi literasi,
numerasi dan survey karakter. Literasi bukan hanya mengukur kemampuan membaca,
tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami konsep dibaliknya.
Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran matematika, tetapi penilaian
terhadap kemampuan peserta didik dalam menerapkan konsep numerik dalam
kehidupan nyata. Satu aspek sisanya, yakni Survei Karakter, bukanlah sebuah tes,
melainkan pencarian sejauh mana penerapan nilai-nilai budi pekerti, agama, dan
Pancasila yang telah dipraktekkan oleh peserta didik.
Esensi kemerdekaan berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru
sebelum mereka mengajarkannya pada peserta didik. Nadiem menyebut, dalam
kompetensi guru di level apapun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi
dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.
Pada tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya
bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih
nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class,
dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter
peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan,
berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa
survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak
memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan
terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan
masyarakat. Konsep Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim terdorong karena
keinginannya menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan
pencapaian skor atau nilai tertentu. Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI,
yaitu:

6
Pratiwi, I. (2019). Efek Program Pisa Terhadap Kurikulum di Indonesia. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 4(1),
51–71.

5
1. Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan
numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA. Berbeda dengan UN yang
dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 4,
8, dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi lembaga pendidikan untuk
memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik
menyelesaikan pendidikannya.
2. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut
Kemendikbud, sekolah diberikan kemerdekaan dalam menentukan bentuk
penilaian, seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya.
3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem
Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan
administrasi, diharapkan waktu guru yang tersita untuk proses pembuatan
administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi.
4. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak
termasuk daerah 3T. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi,
diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah
diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini. 7

Berdasarkan pemaparan konsep kebijakan “Merdeka Belajar” yang


dicanangkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim tesebut di atas, terdapat kesejajaran
antara konsep “merdeka belajar” dengan konsep pendidikan menurut aliran filsafat
progresivisme John Dewey. Kedua konsep tersebut sama-sama menekankan adanya
kemerdekaan dan keleluasaan lembaga pendidikan dalam mengeksplorasi secara
maksimal kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yang secara alamiah
memiliki kemampuan dan potensi yang beragam. Jika dirumuskan kedua konsep
tersebut sama-sama mengandung makna yang senada yaitu, peserta didik harus bebas
dan berkembang secara natural. Pengalaman langsung adalah rangsangan terbaik
dalam pembelajaran. Guru harus bisa memandu dan menjadi fasilitator yang baik.
Lembaga pendidikan harus menjadi laboratorium pendidikan untuk perubahan peserta
didik, Aktivitas di lembaga pendidikan dan di rumah harus dapat dikooperasikan.

B. Kampus Merdeka
7
Kemendikbud. (2019b). Mendikbud Tetapkan Empat Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar.” Retrieved from
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/mendikbud-tetapkan-empat-pokok-kebijakan-pendidikan-
merdeka-belajar

6
Merdeka Belajar – Kampus Merdeka merupakan salah satu kebijakan dari
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem. Salah satu program dari
kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka adalah Hak Belajar Tiga Semester di
Luar Program Studi. Program tersebut merupakan amanah dari berbagai
regulasi/landasan hukum pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan mutu
pembelajaran dan lulusan pendidikan tinggi. Landasan hukum pelaksanaan program
kebijakan Hak Belajar Tiga Semester di Luar Program Studi diantaranya, sebagai
berikut:

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.


2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi.
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, tentang Desa.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2014, tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.
5. Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2012, tentang KKNI.
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2020, tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
7. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 11 Tahun 2019, tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.
8. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 16 Tahun 2019, tentang Musyawarah Desa.
9. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 17 Tahun 2019, tentang Pedoman Umum Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa.
10. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 18 Tahun 2019, tentang Pedoman Umum Pendampingan Masyarakat
Desa.

Kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka diharapkan dapat menjadi


jawaban atas tuntutan tersebut. Kampus Merdeka merupakan wujud pembelajaran di
perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga tercipta kultur belajar yang
inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.
Terdapat empat pokok kebijakan merdeka belajar dalam kampus merdeka: 1)
Pembukaan program studi baru menyesuaikan, 2) Sistem akreditasi perguruan tinggi, 3)
perguruan tinggi negeri badan hokum, dan 4) hak belajar tiga semester diluar program

7
studi. Pada pelaksanaan kebijakan merdeka belajar pokok kebijakan yang mendapat
perhatian lebih adalah program “hak belajar tiga semester di luar program studi”, hal ini
memunculkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa dan
perguruan tinggi, yaitu: mahasiswa berasal dari program studi yang sudah terakreditasi
dan sebagai mahasiswa aktif yang terdaftar dalam PDDikti. Selaij itu, perguruan tinggi
diharapkan dapat memberikan pengembangan dan memfasilitasi pelaksanaan program
merdeka belajar tersebut dengan membuat pedoman akademik. Kegiatan-kegiatan
dalam pembelajaran sesuai dengan Permendikbud No. 3 Tahun 2020 Pasal 15 ayat 1
yang dapat dilakukan di dalam dan di luar program studi meliputi:

a. Pertukaran
pelajar

8
Pertukaran pelajar diselenggarakan untuk membentuk beberapa
sikap mahasiswa yang termaktub di dalam Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020, yaitu menghargai
keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan, serta
pendapat atau temuan orisinal orang lain; serta bekerja sama dan
memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan
lingkungan.
b. Magang/ Praktik kerja
Program magang 1-2 semester, memberikan pengalaman yang
cukup kepada mahasiswa, pembelajaran langsung di tempat kerja
(experiential learning). Selama magang mahasiswa akan mendapatkan
hardskills (keterampilan, complex problem solving, analytical skills, dsb.),
maupun soft skills (etika profesi/kerja, komunikasi, kerjasama, dsb.).
Sementara industri mendapatkan talenta yang bila cocok nantinya bisa
langsung di-recruit, sehingga mengurangi biaya recruitment dan training
awal/ induksi. Mahasiswa yang sudah mengenal tempat kerja tersebut
akan lebih mantab dalam memasuki dunia kerja dan karirnya. Melalui
kegiatan ini, permasalahan industri akan mengalir ke perguruan tinggi
sehingga meng-update bahan ajar dan pembelajaran dosen serta topik-
topik riset di perguruan tinggi akan makin relevan.
c. Asistensi mengajar di satuan pendidikan
Tujuan program asistensi mengajar di satuan pendidikan antara lain:
 Memberikan kesempatan bagi mahasiswa yang memiliki minat
dalam bidang pendidikan untuk turut serta mengajarkan dan
memperdalam ilmunya dengan cara menjadi guru di satuan
pendidikan.
 Membantu meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan, serta
relevansi pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan
tinggi dan perkembangan zaman.

9
d. Penelitian/Riset
Bagi mahasiswa yang memiliki passion menjadi peneliti, merdeka
belajar dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan penelitian di Lembaga
riset/pusat studi. Melalui penelitian mahasiswa dapat membangung cara
berpikir kritis, hal yang sangat dibutuhkan untuk berbagai rumpun
keilmuan pada jenjang pendidikan tinggi. Dengan kemampuan berpikir
kritis mahasiswa akan lebih mendalami, memahami, dan mampu
melakukan metode riset secara lebih baik. Bagi mahasiswa yang memiliki
minat dan keinginan berprofesi dalam bidang riset, peluang untuk magang
di laboratorium pusat riset merupakan dambaan mereka. Selain itu,
Laboratorium/ Lembaga riset terkadang kekurangan asisten peneliti saat
mengerjakan proyek riset yang berjangka pendek (1 semester – 1 tahun).
Tujuan program penelitian/riset antara lain:
1) Penelitian mahasiswa diharapkan dapat ditingkatkan mutunya. Selain
itu, pengalaman mahasiswa dalam proyek riset yang besar akan
memperkuat pool talent peneliti secara topikal.
2) Mahasiswa mendapatkan kompetensi penelitian melalui
pembimbingan langsung oleh peneliti di lembaga riset/pusat studi.
3) Meningkatkan ekosistem dan kualitas riset di laboratorium dan
lembaga riset Indonesia dengan memberikan sumber daya peneliti dan
regenerasi peneliti sejak dini.
e. Proyek Kemanusiaan
Indonesia banyak mengalami bencana alam, baik berupa gempa
bumi, erupsi gunung berapi, tsunami, bencana hidrologi, dsb. Perguruan
tinggi selama ini banyak membantu mengatasi bencana melalui program-
program kemanusiaan. Pelibatan mahasiswa selama ini bersifat voluntary
dan hanya berjangka pendek. Selain itu, banyak lembaga Internasional
(UNESCO, UNICEF, WHO, dsb) yang telah melakukan kajian mendalam
dan membuat pilot project pembangunan di Indonesia maupun negara

10
berkembang lainnya. Mahasiswa dengan jiwa muda, kompetensi ilmu,
dan minatnya dapat menjadi “foot soldiers” dalam proyek-proyek
kemanusiaan dan pembangunan lainnya baik di Indonesia maupun di luar
negeri. Tujuan program proyek kemanusiaan antara lain:
1) Menyiapkan mahasiswa unggul yang menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral,
dan etika.
2) Melatih mahasiswa memiliki kepekaan sosial untuk menggali dan
menyelami permasalahan yang ada serta turut memberikan solusi
sesuai dengan minat dan keahliannya masing-masing.
f. Kegiatan Wirausaha
Berdasarkan Global Entrepreneurship Index (GEI) pada tahun
2018, Indonesia hanya memiliki skor 21% wirausahawan dari berbagai
bidang pekerjaan, atau peringkat 94 dari 137 negara yang disurvei.
Sementara menurut riset darn IDN Research Institute tahun 2019, 69,1%
millennial di Indonesia memiliki minat untuk berwirausaha. Sayangnya,
potensi wirausaha bagi generasi milenial tersebut belum dapat dikelola
dengan baik selama ini. Kebijakan Kampus Merdeka mendorong
pengembangan minat wirausaha mahasiswa dengan program kegiatan
belajar yang sesuai. Tujuan program kegiatan wirausaha antara lain:
1) Memberikan mahasiswa yang memiliki minat berwirausaha untuk
mengembangkan usahanya lebih dini dan terbimbing.
2) Menangani permasalahan pengangguran yang menghasilkan
pengangguran intelektual dari kalangan sarjana.

g. Studi/ Proyek Independen


Banyak mahasiswa yang memiliki passion untuk mewujudkan karya
besar yang dilombakan di tingkat internasional atau karya dari ide yang

11
inovatif. Idealnya, studi/ proyek independen dijalankan untuk menjadi
pelengkap dari kurikulum yang sudah diambil oleh mahasiswa. Perguruan
tinggi atau fakultas juga dapat menjadikan studi independen untuk
melangkapi topik yang tidak termasuk dalam jadwal perkuliahan, tetapi
masih tersedia dalam silabus program studi atau fakultas. Kegiatan
proyek independent dapat dilakukan dalam bentuk kerja kelompok lintas
disiplin keilmuan. Tujuan program studi/proyek independen antara lain:
1) Mewujudkan gagasan mahasiswa dalam mengembangkan produk
inovatif yang menjadi gagasannya.
2) Menyelenggarakan pendidikan berbasis riset dan pengembangan
(R&D).
3) Meningkatkan prestasi mahasiswa dalam ajang nasional dan
internasional.
h. Membangun desa/ Kuliah kerja nyata tematik
Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT) merupakan suatu bentuk
pendidikan dengan cara memberikan pengalaman belajar kepada
mahasiswa untuk hidup di tengah masyarakat di luar kampus, yang
secara langsung bersama-sama masyarakat mengidentifikasi potensi dan
menangani masalah sehingga diharapkan mampu mengembangkan
potensi desa/daerah dan meramu solusi untuk masalah yang ada di desa.
Kegiatan KKNT diharapkan dapat mengasah softskill kemitraan,
kerjasama tim lintas disiplin/keilmuan (lintas kompetensi), dan leadership
mahasiswa dalam mengelola program pembangunan di wilayah
perdesaan. Sejauh ini perguruan tinggi sudah menjalankan program
KKNT, hanya saja Satuan Kredit Semesternya (SKS) belum bisa atau
dapat diakui sesuai dengan program kampus merdeka yang pengakuan
kreditnya setara 6 – 12 bulan atau 20 – 40 SKS, dengan pelaksanaannya
berdasarkan beberapa model. Diharapkan juga setelah pelaksanaan

12
KKNT, mahasiswa dapat menuliskan hal-hal yang dilakukannya beserta
hasilnya dalam bentuk tugas akhir.
Pelaksanaan KKNT dilakukan untuk mendukung kerja sama
bersama Kementerian Desa PDTT serta Kementerian/stakeholder
lainnya. Pemerintah melalui Kementerian Desa PDTT menyalurkan dana
desa 1 milyar per desa kepada sejumlah 74.957 desa di Indonesia, yang
berdasarkan data Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2019, terdapat
desa sangat tertinggal sebanyak 6.549 dan desa tertinggal 20.128.
Pelaksanaan KKNT dapat dilakukan pada desa sangat tertinggal,
tertinggal dan berkembang, yang sumber daya manusianya belum
memiliki kemampuan perencanaan pembangunan dengan fasilitas dana
yang besar tersebut. Sehingga efektivitas penggunaan dana desa untuk
menggerakkan pertumbuhan ekonomi masih perlu ditingkatkan, salah
satunya melalui mahasiswa yang dapat menjadi sumber daya manusia
yang lebih memberdayakan dana desa. Tujuan program membangun
desa/kuliah kerja nyata antara lain:
1) Kehadiran mahasiswa selama 6 – 12 bulan dapat memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk memanfaatkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan keterampilan yang dimilikinya
bekerjasama dengan banyak pemangku kepentingan di lapangan.
2) Membantu percepatan pembangunan di wilayah pedesaan bersama
dengan Kementerian Desa PDTT.

C. Sekolah Merdeka

13
Program Merdeka Belajar menurut Mendikbud akan menjadi arah pembelajaran
ke depan yang fokus pada meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana
arahan bapak presiden dan wakil presiden. Program Merdeka Belajar merupakan
bentuk penyesuaian kebijakan untuk mengembalikan esensi dari asesmen yang
semakin dilupakan. "Konsepnya, mengembalikan kepada esensi undang-undang kita
untuk memberikan kemerdekaan sekolah menginterpretasi kompetensi-kompetensi
dasar kurikulum, menjadi penilaian mereka sendiri, seperti disampaikan Dirjen Guru dan
Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud Supriano. 8

Berikut ditunjukkan gambaran konsep merdeka belajar.

Program pendidikan “Merdeka Belajar” meliputi empat pokok kebijakan,


antara lain: 1) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN); 2) Ujian Nasional
(UN); 3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaan (RPP), dan 4) Peraturan
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi. Bila dicermati dari isi pokok
kebijakan merdeka belajar jelas lebih difokuskan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah, meskipun pada perkembangan selanjutnya berdimensi juga ke
8
Kemendikbud. (2019a). Dorong Kemerdekaan Belajar, Kemendikbud Lakukan Penyesuaian Ujian Sekolah dan
Ujian Nasional. Retrieved from https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/dorong-kemerdekaan-belajar-
kemendikbud-lakukan-penyesuaian-ujian-sekolah-dan-ujian-nasional

14
jenjang pendidikan tinggi (Dikti) melalui program “Kampus Merdeka”. Pastinya
program “Merdeka Belajar” bukanlah sebuah kebijakan yang secara tiba-tiba
muncul, melainkan melalui serangkaian proses yang panjang dan matang,
setelah beberapa waktu lalu pasca dilantik menjadi Mendikbud banyak
melakukan kajian komprehensif dengan mengundang dan mendatangi para
pakar pendidikan, pengawas, kepala sekolah, guru-guru, organisasi profesi guru
dan lain sebagainya, untuk mendengar berbagai masukan terkait permasalahan
praktik pendidikan. Lebih jelasnya lagi keempat prinsip merdeka belajar tersebut
diuraian sebagai berikut:
1. USBN 2020
Berdasarkan Permendikbud Nomor 43 Tahun 2019, tentang
Penyelenggaraan Ujian yang Diselengarakan Satuan Pendidikan dan Ujian
Nasional,  khususnya pada Pasal 2, ayat 1; menyatakan bahwa ujian yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan merupakan penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan yang bertujuan untuk menilai pencapaian standar
kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Selanjutnya dijelaskan pada
Pasal 5, ayat 1, bahwa; bentuk ujian yang diselenggarakan oleh Satuan
Pendidikan berupa portofolio, penugasan, tes tertulis, atau bentuk kegiatan lain
yang ditetapkan Satuan Pendidikan sesuai dengan kompetensi yang diukur
berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. Ditambahkan pula pada penjelasan
Pasal 6, ayat 2, bahwa; untuk kelulusan peserta didik ditetapkan oleh satuan
pendidikan/program pendidikan yang bersangkungan. Dengan demikian jika
melihat isi Permendikbud tersebut menunjukkan, bahwa Guru dan sekolah
lebih merdeka untuk menilai hasil belajar siswa.

2. Ujian Nasional
UN adalah kegiatan pengukuran capaian kompetensi lulusan pada mata
pelajaran tertentu secara nasional dengan mengacu pada standar kompetensi

15
lulusan. Merupakan penilaian hasil belajar oleh pemerintah pusat yang
bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada
mata pelajaran tertentu (Permendikbud No. 43 Tahun 2019). Terkait untuk
pelaksanaan UN tahun 2020, sebagaimana disampaikan Mendikbud
merupakan kegiatan UN yang terakhir kalinya, selanjutnya ditahun 2021
mendatang UN akan digantikan dengan  istilah lain yaitu Asesmen Kompetensi
Minimun dan Survey Karakter. Asesmen dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan peserta didik untuk bernalar menggunakan bahasa dan literasi,
kemampuan bernalar menggunakan matematika atau numerasi, dan
penguatan pendidikan karakter. Adapun untuk teknis pelaksanaan ujian
tersebut akan dilakukan ditengah jenjang sekolah. Misalnya di kelas 4, 8, 11,
dengan maksud dapat mendorong guru dan sekolah untuk memetakan kondisi
pembelajaran, serta mengevaluasi sehingga dapat memperbiki mutu
pembelajaran.  Dengan kata lain, agar bisa diperbaiki kalau ada hal yang
belum tercapai. Sebagai catatan hasil ujian ini tidak digunakan sebagai tolok
ukur seleksi siswa kejenjang berikutnya. Adapun untuk standarisasi ujian, arah
kebijakan ini telah mengacu pada level internasional, mengikuti  tolok ukur
penilain yang termuat dalam Programme for International Student
Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS), tetapi penuh dengan kearifan local. Untuk kompetensi PISA
lebih difokuskan pada penilaian kemampuan membaca, matematika, dan
sains, yang diberlakukan pada negara-negara yang tergabung
dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD),
sedangkan untuk kompetensi TIMSS lebih menekankan pada penilaian
kemampuan  matematika, dan sains, sebagai indikator kualitas pendidikan,
yang tergabung dalam wadah International Association for the Evaluation of
Educational Achievement, berpusat di Boston, Amerika Serikat.
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

16
Berdasarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 14 Tahun 2019, tentang
Penyederhanaan RPP, isinya meliputi: (1) penyusunan RPP dilakukan dengan
prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada siswa; (2) Dari 13 komponen RPP
yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, yang menjadi
komponen inti adalah tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran,
dan penilaian pembelajaran (assesment) yang wajib dilaksanakan oleh guru,
sedangkan sisanya hanya sebagai pelengkap; dan (3) Sekolah, Kelompok
Guru Mata Pelajaran dalam sekolah, Kelompok Kerja Guru/Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (KKG/MGMP) dan individu guru secara bebas dapat memilih,
membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP secara mandiri
untuk sebesar-besarnya keberhasilan belajar siswa. Adapun RPP yang telah
dibuat dapat digunakan dan dapat disesuaikan dengan ketentuan
sebagaimana maksud pada angka 1, 2, dan 3. Pada penyusunannya dapat
lebih disederhanakan dengan memangkas beberapa komponen. Guru dapat
dengan leluasa dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk memilih,
membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP, sebab gurulah
yang mengetahui kebutuhan siswa didiknya dan kebutuhan khusus yang
diperlukan oleh siswa di daerahnya, karena karakter dan kebutuhan siswa di
masing-masing daerah bisa berbeda.
4. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
Berdasarkan Permendikbud baru Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB
2020, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 11, dalam persentase
pembagiannya meliputi: (1) untuk jalur zonasi paling sedikit 50 persen; (2) jalur
afirmasi paling sedikit 15 persen; (3) jalur perpindahan tugas orang tua/wali
lima persen; dan (4) jalur prestasi (sisa kuota dari pelaksanaan jalur zonasi,
afirmasi dan perpindahan orang tua /wali (0-30 persen). Jelas ini berbeda
dengan kebijakan PPDB  pada tahun-tahun sebelumnya, setidaknya terdapat
dua hal penting:  (1) kuota penerimaan siswa baru lewat jalur berprestasi,
semula 15 persen, sekarang menjadi 30 persen; dan (2) adanya satu

17
penambahan baru jalur PPDB, yaitu melalui jalur afirmasi, yang ditujukan
terutama bagi mereka yang memegang Kartu Indonesia Pintar (KIP). Dengan
demikian untuk PPDB 2020 masih tetap menggunakan sistem zonasi, akan
tetapi dalam pelaksanaannya lebih bersifat fleksibel, dengan maksud agar
dapat mengakomodir ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.

D. Implikasi Merdeka Belajar dalam Pendidikan Islam


Merdeka dilihat dari makna bahasa, sebagaimana diterangkan dalam KBBI
berarti bebas dari penghambaan, penjajahan dan sebagainya. Jadi, merdeka belajar
bukan bermakna manusia terbebas dari kewajiban untuk belajar. Akan tetapi
terbebas dari tekanan atau intervensi pihak luar dalam belajar. Bebas dari
penjajahan sifat malas belajar. Terhindar dari perasaan puas dengan ilmu yang
dimiliki. Jadi, kemerdekaaan dalam belajar tatkala tidak ada lagi intervensi eksternal
yang menjadikan siswa terpaksa belajar. Faktor ekternal tersebut bisa berupa
tes/ujian/ataupun ancaman orang tua dan lainnya.
Mewujudkan kemerdekaan belajar dapat ditempuh dengan memahamkan
akan hubungan manusia dengan Tuhanya -al Khaliq-. Dimana Allah SWT
menghendaki manusia untuk belajar –menuntut ilmu- sebagaimana QS Al Alaq: 1-5
dan QS al Mujadillah: 11. Sehingga belajar adalah kewajiban sekaligus kebutuhan
manusia. Pemahaman demikian inilah yang mendorong seseorang untuk belajar
atas kesadarannya sendiri. Sehingga tidak ada keterpaksaan sekolah, tidak alergi
juga tidak takut dengan ujian/ ulangan/ tes. Karena ujian/ulangan merupakan bagian
integral dari belajar itu sendiri. Dan merupakan perkara alamiah yang dilakukan
guru/ lembaga/ negara dalam mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Dengan demikian, merdeka belajar akan tercapai ketika seseorang belajar
karena dorongan qimah ruhiyah –meraih ridha Allah SWT-. Dan memandang
belajar/sekolah/menuntut ilmu bagian dari ibadah kepada Sang Pemilik ilmu –Allah
SWT-. Merdeka belajar tidak terkait dengan adanya ulangan/ujian/tes yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan ataupun negara. Akan tetapi merdeka
belajar terkait dengam daya dorong seseorang untuk belajar. 

18
Tujuan pendidikan yang deselenggarakan oleh Negara islam adalah untuk
membentuk kepribadian islam bagi setiap muslim serta membekali dirinya dengan
berbagai ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan. Dan kurikulum
pendidikan dalam Negara islam dibagi dalam tiga komponen yaitu: pertama:
pembentukan kepribadian Islam, kedua: penguasaan tsaqofah islam, dan yang
ketiga: penguasaan ilmu kehidupan seperti: sains dan teknologi, kepakaran serta
kemahiran.
Belajar merdeka sebenarnya dimiliki dalam konsep Taman Siswa, sekolah
diidentikan sebagai sebuah tempat yang nyaman, membahagiakan, segar, sejuk,
bagi para siswa. Jadi tempat ini adalah tempat menyenangkan dan nyaman untuk
proses belajar seorang anak. Dalam psikologi pendidikan, ketika anak sudah dalam
kondisi bahagia, sudah mencintai pendidiknya, maka anak didik dengan mudah
menyerap pelajaran, dia bisa belajar dengan maksimal.
Disini pelajaran yang diajarkan guru tidak semua diminati siswa. Jadi jelas
disebagian pelajaran keadaan kelas tidak seperti taman (taman siswa). Pelajar
belajar tidak dalam keadaan bahagia, keadaan yang bisa jadi membuat anak dalam
kondisi tertekan, belum lagi beban pekerjaan rumah (PR), tugas tambahan,
persiapan ujian semester, persiapan ujian akhir semester les prifat sore hari, dll. Jadi
anak lebih terkondisikan untuk stress atau akhirnya malah abai. Karena merasa tidak
nyaman anak setiap pagi memang berangkat tapi hanya berangkat saja, masalah
belajar atau tidak tidak ada nilainya sama sekali untuk dia, menikmati bisa bertemu
dengan teman sekelas, bisa hang out setelah selesai kelas, nongkrong di Kafe dan
lain-lain. Sekolah menjadi tempat untuk membuang umur saja.
Bagaimana dengan Islam sendiri?, Apakah pendidikan dalam Islam adalah
pendidikan yang merdeka atau pendidikan yang kaku?. Kita tidak bisa menghukumi
begitu saja, karena bisa jadi islam sudah menawarkan pendidikan merdeka tapi hal
itu tidak disadari atau tidak dipraktikkan. Dalam Islam hal yang pertama adalah
belajar seputar aqidah, pelajaran aqidah sendiri lebih mengungkap apa yang sudah
ada dalam benak, secara fitrah dimiliki masing-masing manusia. Setelah itu baru ada
rasa perlu untuk belajar fikih serta ilmu yang lain, itu pun dalam koridor kebebasan,

19
siapa yang ingin belajar maka dipersilahkan, jika tidak belajar tidak ada denda atau
hukuman.
Pada kesempatan kali ini mari kita telaah ayat dari surat Al’alaq [96] ayat 4-5

‫الَّ ِذيْ َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ۙ ِم َعلَّ َم ااْل ِ ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم‬
Artinya: “ yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa
yang tidak diketahuinya.”
Pengajar utama dalam ayat diatas adalah Allah swt, pengajar dalam arti salah
satunya dengan transfer ilmu. Transfer ilmu tanpa cacat, sesuai kadar yang dimiliki
manusia. Nabi Muhammad saw sebagai manusia paling sempurna memiliki
kesempatan ditransfer ilmu berupa Qur’an, sebuah ringkasan ilmu untuk semua jenis
jalan hidayah manusia menemukan jalan Tuhan. Sebuah ilmu yang tidak jarang
menyangkut bidang-bidang ilmu yang lain. Hudan lil muttaqin, petunjuk bagi orang-
orang yang bertaqwa, orang bertaqwa disini tidak melulu dari ahli sejarah, bisa juga
dari ahli fisika, ahli fikih, ahli ilmu kalam, ahli nuklir, ahli digital, dan ahli-ahli disegala
bidang lainnya. Jadi Qur’an juga bisa memberi hidayah sesuai bidang keilmuan
semua orang.
Dari sini dapat dipahami bahwa transfer keilmuan dari Allah kepada Nabi saw
adalah hal fenomenal, sangat luar biasa. Apakah ini hanya khusus bagi para Nabi?.
Poin penting disini adalah bahwa proses belajar disini pada mulanya dilakukan oleh
sang pelajar yakni Nabi saw. Beliau dengan ikhtiar beliau melakukan pencapaian-
pencapaian ruhani dengan bimbingan malaikat, sehingga beliau siap dan akhirnya
diangkat jadi seorang Nabi. Jadi beliau merdeka dalam belajar, dalam membangun
karakter diri beliau. Bukan karena diperintah atau disuruh, tapi merdeka
menggunakan ikhtiar beliau dalam mendidik diri, merdeka dalam belajar.
Ilmu Nabi sebagian diberikan pada saat beliau dialam mimpi, walau ada juga
yang ditransfer melalui malaikat pembawa wahyu. Manusia yang lain pun sama,
ketika kondisi ruhaniah sudah mencapai tingkat tertentu juga akan mendapatkan
kesempatan ini, diajari hikmah dalam mimpi mereka. Tidur mereka lebih berharga
dari para pelajar yang lalai. Hal ini bisa didapatkan dengan cara secara merdeka,

20
tidak terpaksa dalam balajar mendidik diri. Yang menjadi pengajar adalah Allah
langsung, ilmu dan hikmah akan diberikan langsung jadi tidak perlu dipelajari lagi.
Merdeka belajar akan tercapai ketika seseorang belajar karena dorongan
qimah ruhiyah atau untuk meraih ridha Allah SWT. Dan memandang belajar di
sekolah sekolah ataupun menuntut ilmu bagian dari ibadah kepada Sang Pemilik
ilmu yaitu Allah SWT. Merdeka belajar tidak terkait dengan adanya ulangan, ujian,
tes yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan ataupun negara. Akan tetapi
merdeka belajar terkait dengam daya dorong seseorang untuk belajar yang
bertujuan agar kelak bisa menjadi masyarakat yang produktif dan dapat
bersosialisasi dengan masyarakat lain dengan baik.

Daftar Pustaka
Barnadib, I. (1997). Filsafat Pendidikan: Sistem & Metode (9th ed.). Yogyakarta: ANDI
Offset.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. (2020). Buku Panduan Merdeka Belajar - Kampus
Merdeka. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI.
Kemendikbud. (2019a). Dorong Kemerdekaan Belajar, Kemendikbud Lakukan
Penyesuaian Ujian Sekolah dan Ujian Nasional. Retrieved from
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/dorong-kemerdekaan-belajar-
kemendikbud-lakukan-penyesuaian-ujian-sekolah-dan-ujian-nasional
Kemendikbud. (2019b). Mendikbud Tetapkan Empat Pokok Kebijakan Pendidikan
“Merdeka Belajar.” Retrieved from
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/mendikbud-tetapkan-empat-pokok-
kebijakan-pendidikan-merdeka-belajar
Mustaghfiroh, S. (2020). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme
John Dewey. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 3(1), 144–147.
Ornstein, A. C., & Levine, D. U. (1989). Foundations of Education (4th ed.). Houghton:
Mifflin Company.
Pratiwi, I. (2019). Efek Program Pisa Terhadap Kurikulum di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan, 4(1), 51–71.

21

Anda mungkin juga menyukai