010)
2.Haynayya Salsabila (20.102.117.202.012)
PMTK II
A.AYAT AL-QUR'AN
Rasulullah bersabda:
َ َ َوإِنَّ أَبْغ, َ الَّذِينَ يَأْلَفُونَ َوي ُْؤلَفُون, ْالم َُو َّط ُئونَ أَ ْك َنا ًفا, إِنَّ أَحَ َّب ُك ْم إِلَيَّ أَحَ اسِ ُن ُك ْم أَ ْخاَل ًقا
َ ْالم ُْل َت ِمسُونَ ل ِْلبُرَ آ ِء ْالعَ نَت, ْال ُم َفرِّ قُونَ َب ْينَ اأْل َ ِح َّب ِة, م إِلَيَّ ْال َم َّشاءُونَ ِبال َّنمِي َم ِةLْ ض ُك
“Orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah yang paling bagus akhlaknya, paling lapang jiwanya, serta yang
mudah menerima orang lain dan mudah diterima orang lain. Sedangkan orang yang paling aku benci adalah yang
suka mengadu domba, memutus hubungan di antara orang-orang yang saling mencintai, dan mencari-cari kesalahan
orang lain yang tidak bersalah.”4
B.HADIST AL-QUR'AN
Di dalam Al-Quran ada banyak ayat yang memerintahkan kita agar menghiasi diri dengan akhlak-akhlak yang terpuji,
dan menjanjikan balasan kebaikan di dunia serta pahala yang sangat besar di akhirat.
Allah berfirman:
ِ ْن إِحْ سَ ا ًنا َوذِي ْالقُرْ ب َٰى َو ْال َي َتام َٰى َو ْال َمسَاك
ِ ِين َوقُولُوا لِل َّن
اس ُحسْ ًنا ِ اَل َتعْ ُب ُدونَ ِإاَّل اللَّـ َه َو ِب ْال َوالِ َدي
“Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia” (QS. Al-Baqarah [2]: 83)
Ayat ini berisi perintah supaya mentauhidkan Allah. Setelah perintah yang agung tersebut, Dia mengiringinya dengan
seruan agar seorang hamba selalu berbuat kebajikan dan berakhlak mulia kepada seluruh manusia.
Tatkala menafsirkan firman-Nya: “Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia,” Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘Anhu mengatakan, ” Yaitu terhadap setiap manusia.”1
Senada dengan itu, Atha menjelaskan: “Ayat ini memerintahkan kita agar memperlakukan umat manusia dengan
baik, yang Mukmin maupun yang musyrik.”2
Demikianlah Allah memerintahkan para hamba-Nya agar bersikap santun dan berlaku baik kepada setiap orang;
kawan maupun lawan
C.REFERENSI
Hikmah 28 Januari 2015
Peranan Akhlak Dalam Kehidupan Seorang Muslim
Dr. H. Tata Fathurrohman, SH., MH (Ketua LSI & Dosen Fakultas Hukum)- Kata akhlak berasal dari bahasa Arab
“khuluq”, jamaknya “akhlâq” yang berarti tabiat atau budi pekerti. Ahmad Amin, dikutif Hamzah Yaqub,
mendefinisikan akhlak adalah “suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang harus
dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya yang menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. ” Sedangkan yang dimaksud
dengan ilmu akhlak ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela,
tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Senada dengan pengertian ini ulama lain menjelaskan
bahwa ilmu akhlak adalah “ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang
mengajarkan pegaulan manusia dan pernyataan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan
mereka. ” Kata akhlak di dalam al-Quran ayat pada surat al-Qalam (68): 4, sedangkan di dalam haditsdijelaskan
pada sebuah hadits yang diriwayatkan dari imam Ahmad.
Ayat al-Quran tersebut, menentukan harta tentang syariah, yakni memberikan yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-
minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendidik salat, dan menunaikan zakat. Kemudian ayat ini tentang
pembinaan tentang akhlak, yatu orang-orang yang menepati janjinya, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.
Islam pembantuan ukur berakhlak adalah berdasarkan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, apa yang
dipandang baik oleh Allah dan Rasul-Nya, pasti baik dalam esensinya. Begitu pula sebaliknya, tidak mungkin Dia
menilai kepalsuan sebagai kelakuan baik, karena kepalsuan esensinya pasti buruk. Selain itu Allah selalu
memperagakan, bahkan Dia memiliki sifat yang terpuji, seperti al-Quran surat Thaha (20): 8 menjelaskan: “(Dialah)
Allah, tiada Tuhan selain Dia, Dia mempunyai sifat-sifat yang terpuji (al-Asmȃˋ al -Husnȃ). ” Demikian juga Sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad meriwayatkan Aisyah ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw.,
Beliau menjawab: “Akhlak Nabi Saw. adalah al-Quran. ”
Semua sifat Allah Swt. Koreksi di dalam al-Quran yang diberikan di dalam hadits. Sifat-sifat Allah ini merupakan satu
kesatuan. Dia Esa di dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Oleh karena itu, tidak wajar jika sifat-sifat itu tidak saling
bertentangan. Maksudnya semua sifat memiliki tempatnya masing-masing. Ada tempat untuk keperkasaan dan
keangkuhan Allah, ada tempat untuk kasih sayang dan kelemahlembutan-Nya. Ketika seorang muslim meneladani
sifat al-Kibriyâ (Keangkuhan Allah), ia harus ingat bahwa sifat itu tidak akan disandang oleh Allah Swt., Kecuali
dalam konteks ancaman terhadap para pembangkang atau terhadap orang yang merasa dirinya superior. Ketika
Rasulullah Saw. melihat seseorang yang berjalan dengan angkuh di medan perang, beliau bersabda: “itu adalah
cara berjalan yang dibenci Allah, kecuali dalam kondisi ini. ”Seseorang yang berusaha meneladani sifat al-Kibriyâ
tidak akan meneladaninya kecuali terhadap manusia-manusia yang angkuh. Berkaitan dengan hal ini ada riwayat
yang menyebutkan: “Bersikap angkuh terhadap orang-orang yang angkuh adalah sedekah.”
Ketika seorang Muslim berusaha meneladani kekuatan dan kebesaran Ilahi, harus diingat bahwa sebagai makhluk ia
terdiri dari jasad dan ruh, sehingga kekurangan harus sama-sama kuat. Kekuatan dan kebesaran ini harus diarahkan
untuk membantu yang lemah, dan tidak boleh digunakan untuk mendukung kejahatan atau kesewenang-wenangan.
Karena ketika al-Quran mengulang-ngulang kebesaran Allah, al-Quran juga mengatakan bahwa: “Sesungguhnya
Allah tidak suka kepada orang yang angkuh lagi melaporkan diri (QS Luqman [31]: 18).
Contoh akhlak tercela ini di dalam hadits Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. telah bersabda: “Ada empat perkara,
barangsiapa yang memiliki semuanya itu dalam dirinya, maka ia adalah seorang munafik, sedang barangsiapa yang
memiliki salah satu dari sifat-sifat itu di dalam dirinya, maka ia memiliki salah satu sifat kemunafikan, sehingga ia
meninggalkan sifat tadi . Empat perkara itu adalah jika berbicara dusta, jika ada yang menyalahi, menanyakan
sesuatu tentang sesuatu cidera, dan jika bermusuhan dengan curang. ” Termasuk juga akhlak yang tercela adalah
ghibah, yang didalam hadits Muslim, Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa ghibah adalah jika Anda menyebutkan
perihal saudaramu dengan sesuatu yang tidak masuk olehnya. Hal-hal yang menyebabkan ghibah di antaranya:
ingin melenyapkan kemegahan diri, kedengkian, penghinaan, dan lain-lain.
Contoh akhlak tercela di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari sahabat Ibn Masud ra bahwa Rasulullah
Saw. Telah bersabda: “Sehubungan kamu bertiga, maka janganlah dua orang berbisik-bisik dengan meninggalkan
yang lain, tetapi kemudianlah kamu bercampur dengan sesama manusia, karena sikap yang demikian akan
menjadikan dia kecewa.” Rasulullah Saw. sendiri mengajarkan doa agar dihindarkan dari hal-hal yang jelek,
termasuk salah satunya dari akhlak yang tercela. Doa Rasulullah tersebut berbunyi: “Ya Allah jauhkanlah aku dari
akhlak, amal, kemauan, dan penyakit yang jelek”.
SASARAN AKHLAK
Akhlak mempunyai makna yang luas, yang dapat mencakup sifat lahiriyah maupun batiniah. Akhlak pandangan Islam
mencakup berbagai aspek, dapat mencakup akhlak terhadap Allah dan sesama makhluk seperti manusia dan
lingkungan.
Bertitik tolak dari uraian tentang kesempurnaan Allah Swt. tersebut, maka al-Quran memerintahkan manusia untuk
berserah diri kepada-Nya, karena segala yang bersumber dari Allah adalah baik, benar, indah, dan sempurna.
Berkaitan dengan hal ini, sebagian ayat al-Quran memerintahkan manusia untuk menjadikan Allah sebagai wakil,
seperti al-Quran surat al-Muzzammil (73): 9, menerangkan: “(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan, Dia,
maka jadikanlah Allah sebagai wakil (pelindung). ” Kata “wakil” dapat digunakan sebagai pelindung. Jika seseorang
mewakilkan kepada orang lain (untuk suatu masalah), maka ia telah menjadikan orang yang mewakili sebagai dirinya
sendiri dalam masalah masalah tersebut, sehingga sang wakil melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang yang
menyerahkan perwakilannya. Allah SWT., yang kepada-Nya diwakilkan segala masalah adalah Yang Maha Kuasa,
Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, dan semua Maha yang mengandung pujian. Manusia Agak, memiliki
keterbatasan pada segala hal. Oleh karena itu, maka perwakilan-Nya pun berbeda dengan perwakilan manusia. Jadi
jika seseorang menjadikan Allah sebagai wakil, sejak semula ia menyadari keterbatasan dirinya dan menyadari
Kemahamutlakan Allah Swt. Dan ia akan menerimanya dengan sepenuh hati, baik hati maupun tidak, suatu
perbuatan Tuhan. Seperti firman Allah Swt .: “Allah alarm dan kamu sekalian tidak tahu. (QS al-Baqarah [2]: 216),
dan lihat (QS al-Ahzab [33]: 36). maka perwakilan-Nya pun berbeda dengan perwakilan manusia. Jadi jika seseorang
menjadikan Allah sebagai wakil, sejak semula ia menyadari keterbatasan dirinya dan menyadari Kemahamutlakan
Allah Swt. Dan ia akan menerimanya dengan sepenuh hati, baik hati maupun tidak, suatu perbuatan Tuhan. Seperti
firman Allah Swt .: “Allah alarm dan kamu sekalian tidak tahu. (QS al-Baqarah [2]: 216), dan lihat (QS al-Ahzab [33]:
36). maka perwakilan-Nya pun berbeda dengan perwakilan manusia. Jadi jika seseorang menjadikan Allah sebagai
wakil, sejak semula ia menyadari keterbatasan dirinya dan menyadari Kemahamutlakan Allah Swt. Dan ia akan
menerimanya dengan sepenuh hati, baik hati maupun tidak, suatu perbuatan Tuhan. Seperti firman Allah Swt .:
“Allah alarm dan kamu sekalian tidak tahu. (QS al-Baqarah [2]: 216), dan lihat (QS al-Ahzab [33]: 36).
2. Akhlak sesama sesama manusia.
Al-Quran menjelaskan, sesama manusia, baik berupa larangan, menyakiti badan atau harta tanpa alasan yang
benar, juga termasuk larangan sakiti hati, termasuk di dalam memberi. Lihat (QS al-Baqarah [2]: 263). Selain itu, al-
Quran menekankan bahwa setiap orang yang masuk secara wajar, termasuk Nabi Muhammad Saw. dinyatakan pula
sebagai manusia, namun dinyatakan pula beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas dasar ini
berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain, seperti dalam al-Quran (QS al-Hujurat [49]: 2; QS an-Nur
[24]: 63). Al-Quran juga menekankan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan pribadi), (QS an-Nur [24]: 27 dan
58); salam yang diucapkan wajib dijawab dengan salam yang serupa, dan agar yang disarankan dijawab dengan
salam yang lebih baik (QS an-Nisa [4]: 86); Setiap ucapan harus ucapan yang baik (QS al-Baqarah [2]: 83 dan QS al-
Ahzab [33]: 70) Seseorang tidak boleh boleh mengolok-olokkan orang lain atau kelompok lain dan tidak boleh
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Demikian juga seseorang tidak boleh berprasangka buruk, mencari
kesalahan orang lain, dan menggunjing orang lain. Al-Quran menjelaskan juga di antara ciri-ciri orang yang bertakwa
(QS Ali Imran [3]: 134-135). Selain itu, al-Quran menetapkan harus mendahulukan kepentingan orang lain
kepentingan diri sendiri (QS al-Hasyr [59]: 9). dan menggunjing orang lain. Al-Quran menjelaskan juga di antara ciri-
ciri orang yang bertakwa (QS Ali Imran [3]: 134-135). Selain itu, al-Quran menetapkan harus mendahulukan
kepentingan orang lain kepentingan diri sendiri (QS al-Hasyr [59]: 9). dan menggunjing orang lain. Al-Quran
menjelaskan juga di antara ciri-ciri orang yang bertakwa (QS Ali Imran [3]: 134-135). Selain itu, al-Quran menetapkan
harus mendahulukan kepentingan orang lain kepentingan diri sendiri (QS al-Hasyr [59]: 9).
Berkaitan dengan hal ini, al-Quran surat al-Anʻam (6): 38. bahwa binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-
burung yang terbang dengan kedua sayapnya merupakan umat-umat juga seperti manusia, sehingga semuanya
tidak boleh boleh secara aniaya , baik dalam masa damai maupun ketika terjadi peperangan. Termasuk mencabut
atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali jika sudah, tetapi inipun harus seizin Allah, dalam arti harus
sejalan dengan tujuan tercabut dan demi kemaslahatan (QS al-Hasyr [59]: 5). Dengan pengakuan semua milik Allah,
mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa siapa pun yang berada dalam genggaman-Nya, tidak lain kecuali
amanat yang harus dipertanggungjawabkan (QS at-Takatsur (102): 8. Manusia dituntut untuk memperhatikan apa
yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah Swt.
Pernyataan Allah dalam al-Quran surat al-Ahqaf (46): 3, mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya menyebut
kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja, tetapi juga harus berpikir dan membuktikan demi
kemaslahatan semua pihak. Manusia tidak boleh boleh sebagai penakluk alam. Yang menundukkan alam menurut
al-Quran adalah Allah. Mereka tidak sedikitpun mempunyai kemampuan, kecuali kemampuan yang dianugrahkan
Tuhan kepadanya (QS az-Zukhruf [43]: 13). Oleh karena itu manusia harus mengusahakan keselarasan dengan
alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus bersahabat. Al-Quran mengharuskan setiap orang
mukmin untuk meneladani Nabi Muhammad Saw. yang diutus membawa rahmat bagi seluruh alam. Selain itu,
Rasulullah Saw. diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,