c.
Inovasi kurikulum.
Inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesarbesarnya untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua
peserta didik. Kurikulum disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik
di daerah atau sekolah. Pada kurikulum 2004 yang telah diberlakukan, pusat
hanya akan menetapkan kompetensi-kompetensi lulusan dan materi-materi
minimal. Daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus (GBPP)
nya yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan daerah. Pada
umumnya program pendidikan yang tercermin dalam silabus sangat erat
dengan program-program pembangunan daerah. Sebagai contoh, suatu
daerah yang menetapkan untuk mengembangkan ekonomi daerahnya
melalui bidang pertanian, implikasinya silabus IPA akan diperkaya dengan
materi-materi biologi pertanian dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
pertanian. Manajemen berbasis lokasi yang merujuk ke sekolah, akan
meningkatkan otonomi sekolah dan memberikan kesempatan kepada tenaga
sekolah, orangtua, siswa, dan anggota masyarakat dalam pembuatan
keputusan. Misi desentralisasi pendidikan adalah meningkatkan partisipasi
masyarakat
dalam
penyelenggaraan
pendidikan,
meningkatkan
pendayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur kelembagaan yang
menunjang terselengaranya sistem pendidikan yang relevan dengan tuntutan
jaman, antara lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi, dan
demokrasi dalam pendidikan.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
b.
c.
d.
KELEMAHANDESENTRALISASI:
a.
Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar
sekolah antar individu warga masyarakat.
b.
Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang
tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari
waktu sebelumnya, sehingga akan menurunkan motivasi dan
kreatifitas tenaga kependidikan di sekolah untuk melakukan
pembaruan.
c.
Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggarandi
alokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru
didistribusikan ke sekolah.
d.
Kebijakan
pemerintah
daerah
yang
tidak
memperioritaskan
pendidikan, secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan
pendidikan.
e.
Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahami
sepenuhnya permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada
akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
f.
Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan
perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan
kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
g.
Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat
ke daerah.
Berbagai studi tentang desentalisasi menunjukkan bahwa pekerjaan
yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim, mengandung unsur
ketidakpastian, dan berada dalam lingkungan yang cepat berubah tidak bisa
dikelola secara sentralistik. Pendidikan dan secara khusus lagi sekolah yang
selama ini dikelola secara sentralistik justru menimbulkan banyak masalah.
Maka
sekolah
yang
memiliki
karakteristik
seperti
itu
harus
didesentralisasikan. Salah satu model desentralisasi pendidikan adalah
Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management).
Dalam bidang pendidikan, desentralisasi mengandung arti sebagai
pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelolaan pendidikan
yang ada didaerah baik pada tingkat provinsi maupun lokal, sebagai
perpanjangan aparat pusat untuk menigkatkan efisiensi kerja dalam
pengelolaan pendidikan di daerah. Dalam manajemen pendidikan dasar,
desentralisasi memang dapat melemahkan tumbuhnya perasaan nasional
yang sehat, dapat menimbulkan rasa kedaerahaan yang berlebihan, serta
akan menjurus kepada isolasi dan pertentangan. Namun, dengan pengakuan
dan kesepakatan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas
bangsa dan negara, kecenderungan separatisme dapat dikurangi dan ditekan
seminimal mungkin.
Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan pikirannya
untuk mengkaji model MBS yang cocok dengan kondisi negeri ini. Namun
jarang sekali yang menyinggung masalah isi (content) yang tak lain
merupakan hakikat desentralisasi itu sendiri. Hakikat desentralisasi
pendidikan adalah apa dan kepada siapa (what and to whom) dan bukan
aturan-aturannya (regulation).
Menurut Wohlstetter dan Mohrman (1993) terdapat empat sumber
daya yang harus didesentralisasikan yaitu power/authority, knowledge,
information dan reward. Pertama, kekuasaan/kewenangan (power/authority)
harus didesentralisasikan ke sekolah-sekolah secara langsung yaitu melalui
dewan sekolah. Sedikitnya terhadap tiga bidang penting yaitu budget,
personnel dan curriculum. Termasuk dalam kewenangan ini adalah
menyangkut pengangkatan dan pemperhentian kepala sekolah, guru dan
staff sekolah.
Kedua, pengetahuan (knowledge) juga harus didesentralisasikan
sehingga sumberdaya manusia di sekolah mampu memberikan kontribusi
yang
berarti
bagi
kinerja
sekolah.
Pengetahuan
yang
perlu
didesentralisasikan meliputi : keterampilan yang terkait dengan pekerjaan
secara langsung (job skills), keterampilan kelompok (teamwork skills) dan
pengetahuan keorganisasian (organizational knowledge). Keterampilan
kelompok diantaranya adalah pemecahan masalah, pengambilan keputusan
dan
keterampilan
berkomunikasi.
Termasuk
dalam
pengetahuan
keorganisasian adalah pemahaman lingkungan dan strategi merespon
perubahan.
Ketiga, hakikat lain yang harus didensentralisasikan adalah informasi
(information). Pada model sentralistik informasi hanya dimiliki para pimpinan
puncak, maka pada model MBS harus didistribusikan ke seluruh constituent
sekolah bahkan ke seluruh stakeholder. Apa yang perlu disebarluaskan?
Antara lain berupa visi, misi, strategi, sasaran dan tujuan sekolah, keuangan
dan struktur biaya, isu-isu sekitar sekolah, kinerja sekolah dan para
pelanggannya. Penyebaran informasi bisa secara vertikal dan horizontal baik
dengan cara tatap muka maupun tulisan.
Keempat, pengaharhaan (reward) adalah hal penting lainnya yang
harus didesentralisasikan. Penghargaan bisa berupa fisik maupun non-fisik
yang semuanya didasarkan atas prestasi kerja. Penghargaan fisik bisa berupa
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.