Selain dampak negatif tentu saja disentralisasi pendidikan juga telah membuktikan
keberhasilan antara lain:
a. Mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri.
Rakyat harus berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut
b. Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan
pendidikan.
c. Mampu membangun partisipasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevan,
karena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat.
d. Mampu menyelenggarakan pendidikan dengan cara menfasilitasi proses belajar mengajar
yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
KELEMAHANDESENTRALISASI:
a. Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar sekolah antar individu
warga masyarakat.
b. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah
anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu sebelumnya, sehingga akan menurunkan
motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolah untuk melakukan pembaruan.
c. Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggarandi alokasikan untuk
menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
d. Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif
berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
e. Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahami sepenuhnya permasalahandan
pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
f. Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi daerah
yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan
kecemburuan sosial.
g. Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
B. Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi pendidikan merupakan kecendrungan yang sangat dominan di antara
berbagai fenomena global. Ada pun tuntutan dan kebutuhan desentralisasi pendidikan muncul
dan berkembang sebagai bagian dari agenda besar gelobal tentang demokratisasi dan
desentralisasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan tata pemerintah yang baik.
Desentralisasi pendidikan menjadi bentuk dari penerapan neoliberalisme di satu sisi,
tetapi disisi lain adalah pengurangan hak negara terhadap intervensi yang terlalu kuat dalam
proses pendidikan dengan mengembalikan pada rakyat untuk lebih berperan dalam proses
pendidikna.
Desentralisasi pendidikan diterapkan untuk peningkatan mutu pendidikan. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa dampak positif atas kebijakan desentralisasi pendidikan,
meliputi:
1. Peningkatan mutu;
2. Efisien keuangan;
3. Efisien administrasi;
4. Perluasan/pemerataan.
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan memrlukan the stakeholder society, yang oleh
Ackerman dan Alscott sebagaimana dikutip oleh Dwiyanto, yang diformulasikan secara
sederhan, yakni sebagai masyarakat yang para anggotanya mempunyai kepentingan bersama
untuk membangun masyarakatnya sendiri. Terdapat lima pemain dalam the stakeholder
society, yaitu:
1. Masyarakat lokal;
2. Orang tua;
3. Peserta didik;
4. Negara;
5. Pengelola profesional pendidik.
C. Implikasi Desentralisasi Pendidikan
Permasalah dasar pendidikan di indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada
setiap jenjang dan satuan pendidikan dasar dan menengah. Sedikitnya ada tiga faktor utama
yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan yang merata.
1. Faktor pertama, kebijakan penyelenggara pendidikan nasional menggunakan
pendekatan education production function atau input output analisys yang tidak dilaksanakan
secara konsekuen. Pendekatan ini gagal karena kurang memperhatikan proses pendidikan.
2. Faktor kedua penyelenggara pendidikan nasional dilakukan secara birokratif-
sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat
tergantung pada keputusan birokratis yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan
kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat.
3. Faktor ketiga, peranan serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan sangat minim. partisipasi masyarakat lebih banyak bersifat
dukungan (dana), bukan pada proses pendidikan (pengembalian keputusan, monitoring,
evaluasi, dan akuntabilitas ).
Hal-hal yang menguatkan bahwa pendidkan adalah sebuah proses sebagai mana yang
di paparkan H.A.R. Tilaar bahwa dalam perspektif mikro yang dijadikan pusat perhatian
adalah peserta didik dalam proses belajar mengajar. Perserta didik dalam proses belajar
berkaitan dengan tujuan pendidikan, metodologi, evaluasi hasil belajar. Semua masalah
tersebut termasuk dalam sistem pendidikan di sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut didukung
oleh sistem internal, yaitu:
1. Pembuatan kebijakan,
2. Manajemen,
3. Service.
Selanjutnya, keseluruhan sistem tersebut didukung oleh sistem eksternal yaitu:
1. Budaya,
2. Kekuatan politik,
3. Kondisi ekonomi.
Kekuatan pandangan mikro adalah menempatkan peserta didik sebagai objek utama
dalam menyelenggarakan pendidikan. Kelemahan pandangan mikro adalah seakan-akan
proses pendidikan peserta didik akan menentukan segala-galannya atas suksesnya sistem
pendidikan nasional.
Pendidikan sebagai proses dalam analisis mikro dapat dipahami dalam perspektif studi
kultural. Dalam konteks ini sistem pendidikan merupakan bagian yang terintegrasi dari sistem
budaya, sosial, politik, dan ekonomi sebagai suatu keseluruhan. Dalam kaitan antar
negara,pendidikan merupakan sistem yang terintegrasi dalam sistem kekuasaan. Kekuatan
dalam perspektif ini adalah sistem pendidikan dapat mengubah tingkah laku seseorang dalam
berpikir yang lebih terbuka dan reflektif. Peranan negara dalam perspektif ini dapat bersifat
positif apabila lembaga-lembaga pendidikan mempunyai kontrol terhadap kekuasaan negara.
Dalam kaitanya dengan hal-hal di atas, menunjukan bahwa peran negara dalam
pembangunan pendidikan dalam perspektif mikro dan mikro menunjukkan proses perubahan
yang cukup signifikan. Sebagai diuraikan H.A.R. Tilaar tentang perubahan peran negara
dalam pendidikan.
Tabel Perubahan Peran Negara dalam Pendidikan
PERANA MASA LALU SEKARANG dan
MASA DEPAN
Pemerataan Birorientasi target Birorientasi
Pendidikan Kualitas
Kualitas Dicapai melalui Sebagai prioritas
evaluasi dan standarisasi utama yang sesuai
semua melalui ujian dengan kebutuhan
terpusat dan kurikulum daerah.
baku yang bersifat
nasional.
proses Tidak Sangat penting
dipentingkan; yang karena yang
penting ialah tercapainya dipentingkan ialah
target kuantitatif perubahan tingkah laku
dan outcome
pendidikan
Metodologi Indoktrinasi Dialogis
Manajemen Negara dan Manajemen
birokrasinya memegang berpusat pada institusi
peranan sentral sekolah
Pelaksanaan servis Pelaku utama Pemerintah sebagi
pendidikan patner yang cukup
menetapkan arah
Perubahan sosial Terarah dan Demokrasi dan
opresif grass-root
Perkembangan Menentukan Mengembangkan
demokrasi bingkai kehidupan perubahan tingkah laku
berdemokrasi terbatas demokratis secara
pada prosedur substantif
Perkembangan Bukan menjadi Salah satu
sosial-ekonomi bahan pertimbangan komponen pokok
masyarakat setempat penyusunan kurikulum penyusunan kurikulum
Perkembangan Ditentukan oleh Berakar dari
nilai-nilai moral dan pemerintah pusat budaya dan agama
agama setempat
Nasionalisme Pemaksaan dari Pendekatan
atas dan bersifat multikultural
formalisti. Mengabaikan
identitas daerh
pendanaan Seluruhnya Selektif sebagai
penanggung pembiyaan lembaga pemersatu
pendidikan. Dana nasional dalam
sebagai alat pelestarian pemerataan, kualita, dan
kekuasaan pemerintah. persatuan nasional
Pelaksanaan wajib Ditentukan secara Sesuai dengan
belajar 9-12 tahun pusat oleh pemerintah kondisi dan kemampuan
pusat daerah. Pelaksanaanya
secara bertahap sesuai
dengan kondisi sosial-
ekonomi daerah
Lebih jauh tentang desentralisasi dan otonomi pendidikan mempunyai makna sebagai
pewujudan penghargaan atas hak dan kewajiban rakyat untuk memutuskan sendiri pendidikan
untuk anak-anaknya. Proses tersebut intinya ialah memberikan kesempatan pada rakyat untuk
mengambil keputusan tetang bentuk, proses, keberadaan lembaga pendidikan yang sesuai
dengan tuntutan kehidupanya. Dengan kata lain, desentralisasi dan otonomi pendidikan
bertujuan memberdayakan rakyat. Oleh karena itu, desentralisasi dan otonomi pendidikan
mempunyai dua makna, yaitu: pertama, pengambilan keputusan dari rakyat secara langsung,
atau partisipasi dalam mengambil keputusan. Kedua partisipasi dalam manajemen situasional
atau manajemen kepemimpinan oleh rakyat dalam bidang pendidikan.
Tindakan pemerintah melakukan reorientas pendidikan langkah strategis bagi perbaikan
mutu pendidikan dasar yang secara legal formal memiliki kekuatan hukum. Dalam hal ini,
pemerintah melalui UU No. 32 dan 33 dan 2004 tentang otonomi daerah menuntut
pembangunan pendidikan dioptimalkan didaerah. Selanjutnya peran bupati dan walikota
diharapkan lebih serius dalam melaksanakan otonomi pendidikan dengan mengacu pada
empat argumen pokok dalam membuat kebijakan pendidikan, yakni : 1) peningkatan mutu; 2)
efisiensi keuangan; 3) efisien administrasi; dan 4) perluasan /pemerataan. Wewenang paling
besar untuk sektor pendidikan sejak dari pra-sekolah sampai pendidikan menengah atas
merupakan urusan pemerintah kabupaten atau kota. Oleh karen itu, daerah diberi kesempatan
membuat grand design yang secara kontekstual sesuai dangan wilayahnya.
Dengan adanya desentralisasi pendidikan akan memperkuat pemerintah daerah
membangun kapital sosial pada pemerintah daerah. Karena penerapan desentralisasi
pendidikan di indonesia diperkuat dengan adanya undang-undang No. 22 tahun 1999 yang
menekankan bahwa wewenang paling besar untuk sektor pendidikan sejak pendidikan pra-
sekolah sampai pendidikan menengah atas adalah urusan pemerintah kabupaten atau kota.
Undng-undang tersebut diperkuat lagi dengan munculnya UU No. 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasioanal mengenai kewajiban bagi orang tua untuk memberikan
pendidikan dasar bagi anaknya (pasal 7 ayat 2). Selanjutnya, kewajiabn bagi masyarakat
memberikan dukungan sumber daya dalam penyenggaraan pendidikan (pasal 9). Demikian
juga, tentang pendanaan peendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah,
pemerintah daerah , dan masyarakat (pasal 46 ayat 1).
Oleh karena itu, komitmen bupati walikota sebagai kepala pemerintah kabupaten/kota
terhadap bidang pendidikan akan memberi warna dan corak pendidikan diaerahnya.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi yang mulai dilaksanakan tahun 2000 membawa
konsekuensi besar perubahan pendidikan di indonesia. Dalam kaitanya dengan perubahan ini,
unit-unit di kabupaten dan kota perlu mengembangkan kapasita merumuskan kebijakan
operasional maupun kebijakan yang menjadi wewenangnya. Dibnyak kasus, kebijakan
semacam ini tidak eksplisit, dirumuskan secara jelas.
Sebagai akibatnya desentralisasi pendidikan belum dapat menghasilkan bahwa :
1. Setiap unit dan personil semakin menyadari dan memahami proses kebijakan
yang menjadi urusanya.
2. Pendidik dasar dapat memainkan peranan sentral dalam melaksankan
desentralisasi kehidupan masyarakat.
3. Pentingnya kemitraan, dialog, dan membangun belajar organisasi dalam
mencapai tujuan pendidikan dasar.
4. Pentingnya menyusun panduan dan pengembangan kapasitas unit-unit dan
personil di jajaran pendidikan kabupaten dan kota.
5. Pentingnya mengenali stakeholder pendidikan sedia serat mampu melibatkan
mereka dalam kegiatan dan manejemen pendidikan.
6. Perlunya meningkatkan kesadaran pentingnya membangun masyarakat belajar
dengan kemampuan dialog secara aktif.
Kegagalan kebijakan pendidikan desentralistik dapat diantisipasi dengan pemahaman
terhadap berbagai sumber masalah. Sebagai mana dijelaskan oleh Chapman dan Mahlck
bahwa kegagalan kebijakan pendidikan dari pusat yang gagal masuk dan dilaksanakan
disekolah-sekolah karena berbagai faktor yang menjadi sumber masalahnya, antara lain:
1. Kebijakan pusat tak dikomunikasikan ke sekolah; para kepala sekoalah dan
guru tak mengerti bahwa mereka harus mengerjakan hal yang berada dengan sebelumnya.
2. Kebijakan yang telah dikomunikasikan ke sekolah tetapi dalam ungkapan-
ungkapan yang tak jelas sehingga tak tahu apa yang harus mereka lakukan.
3. Tak jarang kepala sekolah dan guru beranggapan bahwa kebijakan dan
program-program itu tak cocok dengan realitas sekolah dan kelas.
4. Para guru dan personal taksiap mengerjakan kebijakan dan praktiknya.
5. Cara-cara dan dukungan untuk menerapkan kebijakan tak mencakupi.
6. Informasi sekolah yang tersedia di departemen tak mencantumkan informasi
praktik pedagogis di tingkat kelas.
7. Sering sekali terjadi interaksi praktik yang positif dan negatif.
Dalam kaitanya dengan uraian diatas, bahwa kegagalan kebijakan pendidikan
disebabkan kurang menekankan pada analisis proses.
DAFTAR PUSTAKA