Anda di halaman 1dari 16

CHRIS MONICA SAPUTRI (16144100020)

DINDA RATIH LUSIANA DEVY(16144100023)


RIFKIYANTO UKKI SUSILO (16144100028)
Kebijakan Desentralisasi Pemerintahan dan
Desentralisasi Pendidikan

 Desentralisasi Pemerintahan
sesuai dengan amanat Undang-Undang 32 Tahun 2004
tentang pemerintah daerah, pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah.
Dalam menyelenggarkan urusan daerah yang menjadi
kewenangan daerah tersebut, pemerintah daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Penyelenggaraan desentralisai mensyaratkan
pembagian urusan pemerintahan antara
pemerintah dengan pemerintah daerah.
Urusan pemerintah antara lain :
a. Urusan pemerintah yang sepenuhnya menjadi
kewenangan pemerintah yaitu urusan dalam
bidang politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi
dan agama .
b. Urusan pemerintahan yang dikelola secara
bersama antar tingkatan dan susunan
pemerintahan (kongruen).
Untuk mewujudkan pembagian urusan
pemerintahan yang bersifat konkuren tersebut
secara profesional antara pemerintah, pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota maka ditetapkan 3 buah kreteria
pembagian urusan pemerintahan yang meliputi
eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.
Penggunaan ketiga kreteria tersebut diterapkan
secara kumulatif sebagai satu kesatuan dengan
mempertimbangkan keserasian dan keadilan
hubungan antar tingkatan dan susuan pemerintah.
Dengan penerapan ketiga kreteria eksternalitas
dan akuntabilitas, serta semangat ekonomis yang
diwujudkan melalui kreteria efisiensi dapat
disinergikan dalam rangka mewujudkan melalui
kreteria efisiensi dapat disenergikan dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
demokratisasi sebagai esensi dasar dari kebijakan
desentralisasi.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri
dari :
a. Urusan wajib
b. Urusan pilihan
 Desentralisasi Pendidikan
Pelimpahan wewenang kepada daerah membawa
kosekuensi terhadap pembiayaan guna mendukung
proses desentralisasi sebagaimana termuat dalam
pasal 12 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2004 bahwa
urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah
disertai dengan sumber pendanaan(money),
pengalihan sarana dan prasarana(material),
kepegawaian(man) sesuai dengan urusan yang
didesentralisasikan.
Dengan itu dikeluarkan UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, yang bertujuan
memberdayakan dan meningkatkan kemampuan
perekonomian daerah, menciptakan sistem
pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional,
transparan, partisipatif, bertanggung jawab dan pasti
seta mewujudkan sistem perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah yang jelas.
Desentralisasi pendidikan merupakan sebuah sistem
menajemen untuk mewujudkan pembangunan
pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan. Ada
beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan
desentralisasi pendidikan yaitu :
1. Pola dan pelaksanaan manajemen harus demokratis
2. Pemberdayaan masyarakat harus menjadi tujuan
utama
3. Peran serta masyarakat bukan hanya pada
stakeholders, tetapi harus menjadi bagian mutlak
dari sistem pengelolaan
4. Pelayanan harus lebih cepat, efisien, efektif, melebihi
pelayanan era sentralisasi demi kepentingan peserta
didik dan rakyat banyak
5. Keanekaragaman aspirasi dan nilai serta kearifan
lokal harus dihargai dalam kerangka dan demi
penguatan sistem pendidkan nasional.
Desentralisasi pendidikan berbeda dengan
desentralisasi bidang pemerintahan yang lainnya.
Desentralisasi bidang bidang pemerintah lain berada
pada pemerintahan ditingkat kabupaten/kota, maka
desentralisasi dibidang pendidikan tidak terhenti pada
tingkat kabupaten/kota, tetapi justru pada lembaga
pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak
pelaksanaan pendidikan. Dalam praktik desntralisasi
pendidikan dikembangkan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS).
Dalam konteks desentralisasi ini membangun pendidikan
yang mandiri dan profesional. Salah satu sasaran
pembangunan adalah mewujudkan desentralisai daerah
yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Titik berat
desentralisasi diletakkan pada kabupaten/kota. Oleh
karena itu, peningkatan kualitas aparatur pendidikan
didaerah amatlah mendasar perannya, terutama pada
lapisan yang terdekat dengan rakyat yang mendapat
pelayanan. Efektifitas pelayanan pendidikan penting untuk
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam
pembangunan pendidikan.
a. Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam UU Nomor 25 tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas), dinyatakan
bahwa ada tiga tantangan besar dalam bidang
pendidikan di Indonesia yaitu:
1. Mempertahankan hasil-hasil pembangunan
pendidikan yang telah dicapai.
2. Mempersiapkan sumber daya manusia yang
kompeten dan mampu bersaing dalam pasar global.
3. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah,
sistem pendidikan nasional dituntut untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga
dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih
demokratis, memperhatikan keberagaman,
memperhatikan kebutuhan daerah dan peserta
didik, serta mendorong peningkatan partisipasi
masyarakat.
Menguatkan aspirasi bagi otonomisasi dan
desntralisasi pendidikan tidak terlepas dari kenyataan
selama ini adanya kelemahan konseptual dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu :
1. Kebijakan pendidikan nasional sangat sentralistik
dan serba seragam, yang pada gilirannya
mengabaikan keragaman sesuai dengan realitas
kondisi, ekonomi, budaya masyarakat indonesia
diberbagai daerah
2. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional
lebih berorientasi pada pencapaian target-terget
tertentu, seperti target kurikulum, yang pada
gilirannya mengabaikan proses pembelajaran yang
efektif dan mampu menjangkau seluruh ranah dan
potensi anak didik.
b. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah sebagai terjemahan
School Based Manajemen, oleh beberapa pakar
diartikan sebagai pengalihan dalam pengambilan
keputusan dari tingkat pusat sampai ketingkat
sekolah. MBS dapat diartikan sebagai wujud dari
“reformasi pendidikan” yang menginginkan adanya
perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju
kondisi yang lebih baik dengan memberikam
kewenangan(otoritas) kepada sekolah untuk
memberdayakan dirinya. MBS pada prinsipnya
menempatkan kewenangan yang bertumpu kepada
sekolah dan masyarakat, menghindarkan format
sentralisasi dan birokratisasi yang dapat menyebabkan
hilangnya fungsi manajemen sekolah.
Dalam konteks ini MBS dipandang sebagai
sesuatu pendekatan politik untuk merancang
kembali dan memodifikasi stuktur pemerintahan
dengan memindahkan otoritas kesekolah,
memindahkan keputusan pemerintah pusat
kelokal, dengan mempertaruhkan pemberdayaan
sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan
nasional. Hal tersebut sejalan dengan jiwa dan
semangat desentralisasi dan otonomi di sektor
pendidikan. Perihal kekuasaan (power), perlu
memperhatikan tiga unsur yaitu :
1. Kewajiban (responsibility)
2. Wewenang (authority)
3. Pertanggung jawaban (accountability)
MBS memandang sekolah sebagai sesuatu
lembaga yang harus dikembangkan. Prestasi kerja
sekolah diukur dari perkembangannya. Oleh
karena itu semua kegiatan program sekolah
ditunjukan untuk memberi pelayanan kepada
pesrta didik secara optimal. MBS adalah bentuk
reformasi pendidikan yang pada prinsipnya
sekolah memperoleh kewajiban (responsibility),
kewenangan (authority) dan tanggung jawab
(acccountability) yang tinggi dalam meningkatkan
kinerja. MBS memiliki potensi yang besar dalam
menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola
sistem pendidikan (administrator) secara
profesional.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai