Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL POLITIK : KEBIJAKAN

PUBLIK DALAM OTONOMI


DAERAH
KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PEMBERIAN OTONOMI DAERAH
( DI TINJAU DARI SEGI PENDIDIKAN )
Oleh :
Indra Nuansa H Silaban
3123311022
A Ekstensi
Email: Indra.nuansa@yahoo.com

Abstrak
Undang-Undang no.22 dan 25 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, memberi dampak
terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan. Pemberlakuan undang-undang tersebut
menuntut adanya perubahan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik kepada
yang bersifat desentralistik. Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan
diperkuatnya landasan pendidikan yang demokratis, transparan efisien dan melibatkan
partisipasi masyarakat. Walaupun sistem desentralisasi dilakukan dalam bidang pendidikan
untuk mengurus masalah-masalah pendidikan dibutuhkan juga intervensi pemeritahan dan
penguasa. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemberlakuan sistem
pendidikan Indonesia yang terdapat didaerah-daerah akibat dari otonomi daerah dan
kesinambungan pendidikan perkotaan dan pedesaan (daerah). Kualitas dan kuantitas guru
sangat diperlukan dalam sistem pendidikan saat ini dalam pengembanan tugas dalam sikap
para anak didik serta bagaimana kondisi pendidikan diperkotaan dan dipedesaan dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang baik. Melihat sikap dan moral anak didik saat ini
dipertanyakan bagaimana sitem pendidikan yang dianut oleh negara Indonesia.

Key word : otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, kualitas para guru, dan sistem
pendidikan Indonesia
Halaman 1

A. Pendahuluan

Tulisan sederhana ini dibuat untuk untuk mengenapi mata kuliah Ilmu Politik yang
diajarkan oleh Drs. Halking, M.Si. dan wakilnya Budi Alimukmin, S.IP., M.A serta memberi
pengetahuan yang baru bagi para pembaca mengenai kebijakan publik, terutama kebijakan
publik dalam sistem desentralisai akibat dari otonomi yang ditinjau dari segi pendidikan
yang telah terjadi. Analisis dalam artikel ini kebanyak dikutip oleh penulis dari berbagai
buku dan artikel dari internet yang di baca serta di pahami penulis. Bukan merupakan suatu
pengetahuan yang diketahui penulis.
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22
Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan
pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas
kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era
kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan
desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dalam pembangunan pendidikan di
Indonesia. Serta sesuai dengan UUD RI Tahun 1945 menyatakan bahwa salah tujuan
membentuk negara kesatuan Republik Indonesia ialah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu menghadapi kesulitan yang dihadapi.
Untuk mencerdasakan kehidupan bangsa, tunjangan dari pendidikan formal dan non formal
sangat mempengaruhinya. Setiap generasi ingin mewariskan sesuatu kepada generasi
penerusnya. Sesuatu itu dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang
merupakan produk budaya. Sebagai alat atau suatu saran pewarisan tersebut sering
menggunakan pendidikan. Pemberlakuan dalam desentralisasi pendidikan mengharuskan
diperkuatnya landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan
melibatkan partisipasi masyarakat daerah. (Muctar Buchori dalam Marihot 2001)
menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia,
karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan
kebudayaan

Halaman 2

Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi


pendidikan yang dikemukakan oleh Marihot Manullang dalam tulisannya, yaitu :
1. Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih
leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki;
2. Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal
dan mengurangi biaya operasional;
3. Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan
menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat;
4. Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah
pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.
Dari yang dikemukakan oleh Marihot Manullang, penulis memberi kesimpulan
bahwa dari sistem desentralisasi pendidikan memberi pengaruh dalam meningkatkan mutu
pendidikan yang lebih baik. Dengan melakukan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh
pihak sekolah untuk melaksanakan pendidikan yang diinginkan dan sesuai dengan undang-
undang yang berlaku.
Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu Dekonstrasi,
Delegasi, dan Devolusi (Fiorestal dalam Marihot 1997). Dekonstrasi adalah proses
pelimpahan sebagai kewenangan kepada pemerintahan atau lembaga yang lebih rendah
dengan supervisi dan pusat. Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan
kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervisi dan pemerintah pusat.
Pada tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi : 1. Terpisahnya
peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat, 2. Kebebasan
lembaga daerah dalam mengelola pendidikan, 3. Lepas dari supervise hirarkhis dan pusat,
dan 4. Kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Menurut
penulis ke tiga tingkatan itu digunakan untuk mengetahui bagaimana sebuah sekolah
mendapat otonom penuh dalam mengurusi pendidikan di sekolah tersebut. Apabila sekolah
tersebut dianggap telah mampu melakukan mutualisme pendidikan maka pelimpaham
otonom sepenuhnya akan diberikan oleh pemerintah.

Halaman 3

Sedangkan menurut Tilaar (dalam Sam M. Chan & Tuti T. Sam 2005 : 1)
mempertegaskan bahwa desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan. Menurutnya,
ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan, yaitu: 1.
Pembangunan masyarakat demokrasi, 2. Pengembangan social capital, dan 3. Peningkatan
daya saing bangsa. Dikarenakan ketiga hal tersebut dijadikan alasan mengapa
desentralisasi pendidikan harus dilakukan oleh bangsa Indonesia
Marihot Manullang mempertegas bahwa dalam konteks otonomi pendidikan, secara
alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk
memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi
pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi
manajemen pendidikan kelembagaan.
Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum
berjalan sebagaimana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah
bagi daerah-daerah di Indonesia antara lain: 1. Sumber daya manusia (SDM) mereka belum
memadai, 2. Sarana dan prasarana mereka belum tersedia, 3. Anggaran pendapatan asli
daerah (PAD) mereka sangat rendah, 4. Kurangnya kesiapan mental terhadap sebuah
perubahan, dan 5. Cenderung takut terhadap upaya perubahan. Hala-hal tersebut dilihat
dari ketidak siapan daerah menerima wewenang sepenuhnya.
Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna
demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga
tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan
masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam UUD RI Tahun 1945. Berdasarkan
masalah-masalah tersebut, maka pengurusan-pengurusan pendidikan dibutuhkan intervensi
pemerintah untuk membuat pendidikan itu lebih baik. Walaupun berlaku nya UU No 22
tahun 1999 tentang desentralisasi pendidikan, tanpa intervensi pemerintah sistem
desentralisasi pendidikan akan timpang dikarenakan pendidikan dianggap sekedar peristiwa
sosial oleh masyarakat.

Halaman 4

B. Pembahasan

Suatu negara pasti memiliki berbagai masalah dalam kehidupan masyarakatnya.


Negara atau pemerintahan memegang tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya, negara
atau pemerintahan harus mampu menyelesaikan segala permasalahan-permasalahan yang
terjadi. Untuk mengatasinya diperlukan kebijakan yang berupa kebijakan publik atau
kebijakan yang berlaku secara umum bagi rakyatnya. Kebijakan publik yang akan
dikeluarkan diharapkan menjadi solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut. Berikut
penjelasan/ pengertian kebijakan menurut beberapa ahli:
1. Mustopadidjaja (2002) kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk
tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan
oleh instansi pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
2. Thomas R.Dye (1981) kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun dilakukan
pemerintah.
3. Easton (1969) kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh
masyarakat yang keberadaannya mengikat.
4. Anderson (1975) kebijakn publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan
atau pejabat-pejabat pemerintahan.
5. Chandler dan Plano (1998) kebijakan publik adalah pemanfaatn yang strategis terhadap
sumberdaya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah.
Menurut penulis kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikeluarkan
pemerintah untuk mengatasi segala masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakatnya.
Kebijakan publik menitik beratkan pemerintahan sebagai pembuat keputusan. Sebelum
pemerintah memberikan kebijakan publik, terdapat proses analisis kebijakan. Dunn
(1994), menyatakan bahwa proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam
proses kegiatan yang bersifat politis.

Halaman 5

Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan
sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu : 1. Penyusunan agenda, 2.
Formulasi kebijakan, 3. Adopsi kebijakan, 4. Implementasi kebijakan, 5. Penilaian kebijakan.
Sedangkan menurut Wayne Parsons dalam bukunya PUBLIK POLICY, menyatakan
analisis proses kebijakan adalah bagaimana cara mendefinisikan problem, menetapkan
agenda, merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, serta mengevaluasi dan
mengimplementtasikan kebijakan.
Karena begitu banyaknya terdapat hal-hal yang mengenai kebijakan publik, bahasan
yang akan dibahasa dalam penulisan ini adalah otonomi daerah ditinjau dari segi
pendidikan yang terjadi. Berbicara mengenai otonomi daerah maka kita harus mengerti apa
itu otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Yang menjadi dasar hukum otonomi daerah adalah UUD RI Tahun 1945 pasal 18,
UU No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun
2003. Ada pun tujuan otonomi daerah antara lain: 1. Peningkatan pelayanan masyarakat
yang semakin baik, 2. Pengembangan kehidupan demokrasi, 3. Keadilan, 4. Pemerataan, 5.
Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara daerah dalam
rangka keutuhan NKRI, 6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat, 7. Menumbuhkan
prakarsa dan kreatifitas meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan
fungsi DPRD. Ketika tujuan umum dari sutu organisasi telah ditentukan, itu bukan berarti
bahwa proses keputusan telah selesai, tugas memutuskan ada di seluruh bagian
administrasi organisasi (Simon dalam Wayne Parsons, 2005 : 247).
Untuk memberi hak otonom kepada suatu daerah setidaknya daerah harus mencukupi
tiga aspek yang menjadi syarat, sebagai berikut:
1. Administrasi
a. untuk provinsi meliputi persetujuan DPRD provinsi dan gubernur
b. untuk kabupaten meliputi persetujuan DPD kabupaten atau Bupati

halaman 6
2. Teknis
a. kemampuan ekonomi
b. potensi daerah
c. sosial budaya
d. sosial politik
e. kependudukan
f. luas daerah
g. pertahanan
h. keamanan
i. faktor lain yang memungkinkan terselengaranya otonomi daerah
3. Fisik
a. paling sedikit 5 kabupaten untuk provinsi
b. paling sedikit 4 kecamatan untuk kabupaten
Bagaiman cara melihat bahwa suatu daerah itu dikatakan berhasil menjalankan
otonomi daerahnya atau bagaiman suatu daerah menjalankan pemerintahannya dapat
dilihat dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut dapat berupa pendapatan asli daerah
(PAD), sumber daya manusia (SDM), mutu pendidikan dan lain-lain.
Yang akan di bahas dalam penulisan ini adalah bagaiman kualitas pendidikan
Indonesia sejak pendidikan itu berubah arah dari sentralistik menjadi desentralistik. Sejauh
mana daerah-daerah menyiapkan diri selama ini mengubah mutu pendidikan dan bagaiman
kualitas para guru selama reformasi ini.
Otonomi daerah dalam pendidikan dapat juga disebut otonomi pendidikan, karena
daerah-daerah diberi mandat kebebasan mengatur manajemen pendidikan di setiap
daerahnya masing-masing. Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara,
Orang tua, masyarakat dan Pemerintah.

Halaman 7

Walaupun pemberian hak otonom kepada daerah untuk menjalankan sendiri


pendidikan di daerahnya, pemerintah pusat juga mempunyai hak atau wewenang untuk
melakukan intervensi pendidikan berupa standard kompetensi siswa, pengaturan kurikulum
nasional dan penilaian secara nasional, standard materi pelajaran pokok, gelar akademik,
biaya peyelenggaraan pendidikan, penerimaan perpindahan, sertifikasi siswa/mahasiswa,
benda cagar budaya, dan kalender akademik.
Berikut konsep otonomi pendidikan dalam konteks desentralisasi pendidikan menurut
Tilaar yang mencakup enam aspek, yakni: 1. Pengaturan perimbangan kewenangan pusat
dan daerah, 2. Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan, 3. Penguatan
kapasitas manajemen pemerintahan daerah, 4. Pemberdayaan bersama sumber daya
pendidikan, 5. Hubungan kemitraan stakeholder pendidikan, dan 6. Pengembangan
infrastruktur sosial. Dari penjelasan Tilaar dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi
pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi
pendidikan serta manajemen pendididkan itu sendiri.
Secara implikasinya bahwa setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi
pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan pengkajian yang mendalam dan meluas
sesuai dengan perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk
masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya. Kemandirian daerah harus diawali dengan
evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu
gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga penyusunan strategi yang matang dan
mantab dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya
dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang produktif.
Untuk mengoptimalkan desentralisasi pendidikan yang dilakukan daerah-daerah
memerlukan peran masyarakat, karena sistem berfikir masyarakat adalah tongkat mutu
pendidikan suatu daerah. Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan,
tidak sekedar dipandang sebagai loyalitas rakyat atas pemerintahnya, melainkan kebijakan
tersebut harus dianggap oleh masyarakat sebagai miliknya (Ali Imron 2008: 80).

Halaman 8

Apabila pendidikan disingkirkan dari tanggung jawab dan partisipasi masyarakat,


maka pendidikan itu akan menjadi asing dari masyarakat karena tidak memberikan jawab
terhadap kebudayaan nyata. Dengan kata lain pendidikan yang terlepas dari masyarakat
dan budaya masyarakatnya, adalah pendidikan yang tidak mempunyai akuntabilitas.
Semakin besar partisipasi masyarakat didalam pendidikannya, semakin tinggi pula
akuntabilitas pendidikan tersebut, termasuk di dalam relevansi pendidikan terhadap
kebutuhan yang nyata dalam masyarakat. Sistem desentralisasi pendidikan yang telah
dianut, memungkinkan peningkatan partisipasi masyarakat di dalam usahanya untuk
menciptakan masyarakat yang madani. Masyarakat madani Indonesia yang secara
keseluruhan menentukan akuntabilitas dan relevansi pendidikan.
Dalam perjalanan bangsa Indonesia telah melalui banyak rintangan dalam dan
masalah-masalah didalamnya. Tilaar mencatat setelah Indonesia telah merdeka selama 54
tahun, terdapat 4 indikator perkembangan sistem pendidikan nasionala, yaitu: 1.
Popularisasi pendidikan, 2. Sitematisasi pendidikan, 3. Poliferasi pendidikan, dan 4.
Politisasi pendidikan. Di dalam ke empat indikator tersebut yang paling sangat di mengerti
dalam sitematisasi pendidikan, yaitu bagaimana peran para guru untuk mengajarkan
sistematisasi pendidikan kepada anak didik secara baik sesuai dengan manajemen
pendidikan yang dibuat oleh daerah dan pusat. Secara kasat mata manajemen pendidikan
yang dilakukan daerah serta intervensi dari pusat merupakan manajemen pendidikan yang
sangat baik.
Namun bagaimana menjalankan manajemen pendidikan ini secara total kepada
daerah-daerah agar mencipatakan mutu pendidikan yang lebih baik apabila keinginan
pemerintah daerah tidak berniat untuk melakukan perubahan, dan kualitas guru masih
dalam bilangan rendah. Guru yang baik dalam berbagai aspek adalah bentukan dari
perguruan tinggi yang dianut oleh guru tersebut. Perguruan tinggi harus mampu mencetak
para guru yang handal dan baik dalam bidangnya. Kurangnya banyak para guru yang
tercipta saat ini membuat carut marut pendidikan kita belum memiliki perubahan yang
signifikan. Sikap moral yang semakin melorot dari para anak didik, kurangnya keinginan
belajar, apatisme para anak didik, dan hal-hal lainnya semakin membuat pendidikan saat ini
terbilang buruk.

Halaman 9

Masalah kuantitas dan kualitas guru saat ini, merupakan hal yang dilematis. Secara
objektif dilapangan jumlah guru saat ini memang kurang memadai, namun hal ni tidak dapat
dipukul rata begitu saja karena ternyata jumlah yang sedikit ini salah satu indikatornya
adalah masalah pemerataan guru. Idealnya dalam satu sekolah, seperti SD, memiliki enam
orang guru kelas, dua guru bidang studi, satu kepala sekolah dan satu pesuruh (minimal
sepuluh orang). Namun kenyataanya dibanyak pedesaan, jumlah guru sekolah hanya sekitar
3-4 orang,. Bahkan ada yang satu guru untuk satu sekolah, juga pesuruh blum lagi sarana
dan prasarana yang belum memadai. Sementara di perkotaan, yang sarana dan
prasarananya bagus terjadi penumpukan guru.
Kuantitas guru yang amat dilematis ini jika digeneralisasikan secara umum memang
masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Mengenai kualitas, seorang guru
memiliki posisi strategis dalam usaha tercapainya kualitas pendidikan yang semakin baika
amat dituntut kemampuan profesionalnya. Menurut Surya (dalam Kunandar 2007 : 47) guru
yang professional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai
dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Seperti kebijakan sertifikasi yang
dilakukan saat ini mudah-mudahan kebijakan itu mampu mendorong kulitas dan kuantitas
guru kearah yang lebih baik lagi.
Tujuan sertifikasi guru antara lain : 1. Menetukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, 2. Peningkatan proses dan mutu hasil-hasil pendidikan, 3. Peningkatan
profesionalisme guru. Sedangkan manfaat dari sertifikasi guru adalah melindungi profesi
guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru,
melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualifikasi dan tidak
professional, dan menjaga lembaga penyelenggara tenaga kependidikan (LPTK) dan
keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
berlaku. Sertifikasi guru merupakan keniscayaan masa depan untuk meningkatkan kualias
dan martabat guru, menjawab arus globalisasi dan menyisiasati sistem desentralisasi.

Halaman 10

Tantangan globalisasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,


tugas dan peranalam guru dari hari kehari semakin berat. Diharapkan dengan kebijakan
pemerintah mengenai guru ditanah air, guru selaku komponen utama dalam dunia
pendidikan mampu mengimbangi bahkan melampaui IPTEK yang berkembang pesat
dimasyarakat.
Menurut Kunandar terdapat 5 tantangan globalisasi yang harus disikapi guru
dengan mengedepankan profesionalismenya, sebagai berikut: 1. IPTEK yang cepat dan
mendasar, 2. Krisis moral yang melanda negara Indonesia akibat dari perkembangan
IPTEK, 3. Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang
terjadi dimasyarakat akibat dari industry dan kapitalisme, 4. Krisis indentitas sebagai
bagian dari bangsa Indonesia, dan 5. Adanya perdagangan bebas. Proses pembelajaran
antara guru dan anak didik disertai dengan lingkungan sehingga terjadi perilaku kea rah
yang lebih baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengondisikan
lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku anak didik.
Menurut Djahiri (dalam Kunandar 2007 : 287) mengatakan dalam proses
pembelajaran prinsip utamanya adalah adanya proses keterlibatan seluruh atau sebagian
besar potensi dari anak didik dan kebermaknaannya bagi diri dan kehidupannya saat ini dan
dimasa yang akan datang. Setelah melakukan pembelajaran para guru diharapkan mampu
melakukan evaluasi hasil belajar.
Alasan mengapa evaluasi sangat diperlukan antara lain: 1. Dengan evaluasi hasil
belajar dapat diketahui apakah tujuan pendidikan sudah tercapai dengan baik untuk
memperbaiki serta mengarahkan pelaksanaan proses belajar mengajar, 2. Kegiatan
mengevaluasi terhadap hasil belajar merupakan salah satu ciri dari pendidikan professional,
dan 3. Bila dilihat dari pendekatan kelembagaan, kegiatan pendidikan adalah merupakan
kegiatan manajemen, yang meliputi kegiatan planning, programming, organizing, actuating,
controlling dan evaluating. Tujuan dari pada evaluasi untuk mengetahui tercapai tidaknya
kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Program evaluasi yang hendaknya dimiliki sekolah
adalah: 1. Perinciaan tujuan, 2. Perinciaan aspek pertumbuhan, 3. Metode evaluasi, 4.
Masalah alat evaluasi, 5. Criteria dan skala yang digunakan dan 6. Jadwal evaluasi.

Halaman 11

C. Kesimpulan Dan Saran


Desentralisasi pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis depan dalam
berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap
perbedaan kemampuan dan keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya. Perubahan
paradigma sistem pendidikan membutuhkan masa transisi. Reformasi pendidikan merupakan
realitas yang harus dilaksanakan, sehingga diharapkan para pelaku maupun penyelenggara
pendidikan harus proaktif, kritis dan mau berubah.
Belajar dari pengalaman sebelumnya yang sentralistik dan kurang demokratis
membuat bangsa ini menjadi terpuruk. Marilah kita melihat kepentingan bangsa dalam arti
luas dari pada kepentingan pribadi atau golongan atau kepentingan pemerintah pusat
semata dengan menyelenggarakan otonomi pendidikan sepenuh hati dan konsisten dalam
rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa dan masyarakat yang berbudaya dan
berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini duduk sejajar dengan bangsa-bangsa maju di
dunia.
Demokratisasi pendidkan(desentralistik pendidikan) harus dimulai dari proses
evaluasi pengembangan kurikulum, dan tidak hanya sekedar konteks pe-nyusunan kurikulum
sekolah secara keseluruhan, tetapi juga pengimplementasinya pada setiap mata pelajaran
disetiap level tertentu. Mengenai guru, sebaiknya guru melakukan tes kompetensi kepada
siswanya di awal pembelajaran untuk menetapkan batas-batas awal kurikulum yang harus
dibelajarkan, serta mengukur waktu yang diperlukan untuk mencapai batas kompetensi
tertentu dengan kualitas input yang mereka terima. Proses pembelajaran yang dilakukan
guru harus demokratis, yakni semua siswa dalam semua kategori memperoleh layanan yang
wajar dari guru, bahkan guru sebaiknya bertanya pada siswanya tentang pokok bahasan
yang ingin mereka pelajari, berikut bentuk-bentuk penugasannya, lalu dibahas bersama
sehingga sampai pada kesepakatan dengan tidak mengabaiakan tujuan pembelajaran, dan
target-target kurikuler yang harus dicapai. Pendekatan collaborative learning diharapkan
mampu menumbuhkan rasa memiliki siswa terhadapa program pembelajaran yang
dilakukan, penghargaan yang wajar pada siswa, dan gairah belajar siswa harus
ditingkatkan

Anda mungkin juga menyukai