Abstrak
Undang-Undang no.22 dan 25 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, memberi dampak
terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan. Pemberlakuan undang-undang tersebut
menuntut adanya perubahan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik kepada
yang bersifat desentralistik. Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan
diperkuatnya landasan pendidikan yang demokratis, transparan efisien dan melibatkan
partisipasi masyarakat. Walaupun sistem desentralisasi dilakukan dalam bidang pendidikan
untuk mengurus masalah-masalah pendidikan dibutuhkan juga intervensi pemeritahan dan
penguasa. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemberlakuan sistem
pendidikan Indonesia yang terdapat didaerah-daerah akibat dari otonomi daerah dan
kesinambungan pendidikan perkotaan dan pedesaan (daerah). Kualitas dan kuantitas guru
sangat diperlukan dalam sistem pendidikan saat ini dalam pengembanan tugas dalam sikap
para anak didik serta bagaimana kondisi pendidikan diperkotaan dan dipedesaan dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang baik. Melihat sikap dan moral anak didik saat ini
dipertanyakan bagaimana sitem pendidikan yang dianut oleh negara Indonesia.
Key word : otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, kualitas para guru, dan sistem
pendidikan Indonesia
Halaman 1
A. Pendahuluan
Tulisan sederhana ini dibuat untuk untuk mengenapi mata kuliah Ilmu Politik yang
diajarkan oleh Drs. Halking, M.Si. dan wakilnya Budi Alimukmin, S.IP., M.A serta memberi
pengetahuan yang baru bagi para pembaca mengenai kebijakan publik, terutama kebijakan
publik dalam sistem desentralisai akibat dari otonomi yang ditinjau dari segi pendidikan
yang telah terjadi. Analisis dalam artikel ini kebanyak dikutip oleh penulis dari berbagai
buku dan artikel dari internet yang di baca serta di pahami penulis. Bukan merupakan suatu
pengetahuan yang diketahui penulis.
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22
Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan
pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas
kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era
kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan
desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dalam pembangunan pendidikan di
Indonesia. Serta sesuai dengan UUD RI Tahun 1945 menyatakan bahwa salah tujuan
membentuk negara kesatuan Republik Indonesia ialah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu menghadapi kesulitan yang dihadapi.
Untuk mencerdasakan kehidupan bangsa, tunjangan dari pendidikan formal dan non formal
sangat mempengaruhinya. Setiap generasi ingin mewariskan sesuatu kepada generasi
penerusnya. Sesuatu itu dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang
merupakan produk budaya. Sebagai alat atau suatu saran pewarisan tersebut sering
menggunakan pendidikan. Pemberlakuan dalam desentralisasi pendidikan mengharuskan
diperkuatnya landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan
melibatkan partisipasi masyarakat daerah. (Muctar Buchori dalam Marihot 2001)
menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia,
karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan
kebudayaan
Halaman 2
Halaman 3
Sedangkan menurut Tilaar (dalam Sam M. Chan & Tuti T. Sam 2005 : 1)
mempertegaskan bahwa desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan. Menurutnya,
ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan, yaitu: 1.
Pembangunan masyarakat demokrasi, 2. Pengembangan social capital, dan 3. Peningkatan
daya saing bangsa. Dikarenakan ketiga hal tersebut dijadikan alasan mengapa
desentralisasi pendidikan harus dilakukan oleh bangsa Indonesia
Marihot Manullang mempertegas bahwa dalam konteks otonomi pendidikan, secara
alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk
memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi
pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi
manajemen pendidikan kelembagaan.
Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum
berjalan sebagaimana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah
bagi daerah-daerah di Indonesia antara lain: 1. Sumber daya manusia (SDM) mereka belum
memadai, 2. Sarana dan prasarana mereka belum tersedia, 3. Anggaran pendapatan asli
daerah (PAD) mereka sangat rendah, 4. Kurangnya kesiapan mental terhadap sebuah
perubahan, dan 5. Cenderung takut terhadap upaya perubahan. Hala-hal tersebut dilihat
dari ketidak siapan daerah menerima wewenang sepenuhnya.
Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna
demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga
tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan
masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam UUD RI Tahun 1945. Berdasarkan
masalah-masalah tersebut, maka pengurusan-pengurusan pendidikan dibutuhkan intervensi
pemerintah untuk membuat pendidikan itu lebih baik. Walaupun berlaku nya UU No 22
tahun 1999 tentang desentralisasi pendidikan, tanpa intervensi pemerintah sistem
desentralisasi pendidikan akan timpang dikarenakan pendidikan dianggap sekedar peristiwa
sosial oleh masyarakat.
Halaman 4
B. Pembahasan
Halaman 5
Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan
sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu : 1. Penyusunan agenda, 2.
Formulasi kebijakan, 3. Adopsi kebijakan, 4. Implementasi kebijakan, 5. Penilaian kebijakan.
Sedangkan menurut Wayne Parsons dalam bukunya PUBLIK POLICY, menyatakan
analisis proses kebijakan adalah bagaimana cara mendefinisikan problem, menetapkan
agenda, merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, serta mengevaluasi dan
mengimplementtasikan kebijakan.
Karena begitu banyaknya terdapat hal-hal yang mengenai kebijakan publik, bahasan
yang akan dibahasa dalam penulisan ini adalah otonomi daerah ditinjau dari segi
pendidikan yang terjadi. Berbicara mengenai otonomi daerah maka kita harus mengerti apa
itu otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Yang menjadi dasar hukum otonomi daerah adalah UUD RI Tahun 1945 pasal 18,
UU No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun
2003. Ada pun tujuan otonomi daerah antara lain: 1. Peningkatan pelayanan masyarakat
yang semakin baik, 2. Pengembangan kehidupan demokrasi, 3. Keadilan, 4. Pemerataan, 5.
Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara daerah dalam
rangka keutuhan NKRI, 6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat, 7. Menumbuhkan
prakarsa dan kreatifitas meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan
fungsi DPRD. Ketika tujuan umum dari sutu organisasi telah ditentukan, itu bukan berarti
bahwa proses keputusan telah selesai, tugas memutuskan ada di seluruh bagian
administrasi organisasi (Simon dalam Wayne Parsons, 2005 : 247).
Untuk memberi hak otonom kepada suatu daerah setidaknya daerah harus mencukupi
tiga aspek yang menjadi syarat, sebagai berikut:
1. Administrasi
a. untuk provinsi meliputi persetujuan DPRD provinsi dan gubernur
b. untuk kabupaten meliputi persetujuan DPD kabupaten atau Bupati
halaman 6
2. Teknis
a. kemampuan ekonomi
b. potensi daerah
c. sosial budaya
d. sosial politik
e. kependudukan
f. luas daerah
g. pertahanan
h. keamanan
i. faktor lain yang memungkinkan terselengaranya otonomi daerah
3. Fisik
a. paling sedikit 5 kabupaten untuk provinsi
b. paling sedikit 4 kecamatan untuk kabupaten
Bagaiman cara melihat bahwa suatu daerah itu dikatakan berhasil menjalankan
otonomi daerahnya atau bagaiman suatu daerah menjalankan pemerintahannya dapat
dilihat dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut dapat berupa pendapatan asli daerah
(PAD), sumber daya manusia (SDM), mutu pendidikan dan lain-lain.
Yang akan di bahas dalam penulisan ini adalah bagaiman kualitas pendidikan
Indonesia sejak pendidikan itu berubah arah dari sentralistik menjadi desentralistik. Sejauh
mana daerah-daerah menyiapkan diri selama ini mengubah mutu pendidikan dan bagaiman
kualitas para guru selama reformasi ini.
Otonomi daerah dalam pendidikan dapat juga disebut otonomi pendidikan, karena
daerah-daerah diberi mandat kebebasan mengatur manajemen pendidikan di setiap
daerahnya masing-masing. Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara,
Orang tua, masyarakat dan Pemerintah.
Halaman 7
Halaman 8
Halaman 9
Masalah kuantitas dan kualitas guru saat ini, merupakan hal yang dilematis. Secara
objektif dilapangan jumlah guru saat ini memang kurang memadai, namun hal ni tidak dapat
dipukul rata begitu saja karena ternyata jumlah yang sedikit ini salah satu indikatornya
adalah masalah pemerataan guru. Idealnya dalam satu sekolah, seperti SD, memiliki enam
orang guru kelas, dua guru bidang studi, satu kepala sekolah dan satu pesuruh (minimal
sepuluh orang). Namun kenyataanya dibanyak pedesaan, jumlah guru sekolah hanya sekitar
3-4 orang,. Bahkan ada yang satu guru untuk satu sekolah, juga pesuruh blum lagi sarana
dan prasarana yang belum memadai. Sementara di perkotaan, yang sarana dan
prasarananya bagus terjadi penumpukan guru.
Kuantitas guru yang amat dilematis ini jika digeneralisasikan secara umum memang
masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Mengenai kualitas, seorang guru
memiliki posisi strategis dalam usaha tercapainya kualitas pendidikan yang semakin baika
amat dituntut kemampuan profesionalnya. Menurut Surya (dalam Kunandar 2007 : 47) guru
yang professional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai
dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Seperti kebijakan sertifikasi yang
dilakukan saat ini mudah-mudahan kebijakan itu mampu mendorong kulitas dan kuantitas
guru kearah yang lebih baik lagi.
Tujuan sertifikasi guru antara lain : 1. Menetukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, 2. Peningkatan proses dan mutu hasil-hasil pendidikan, 3. Peningkatan
profesionalisme guru. Sedangkan manfaat dari sertifikasi guru adalah melindungi profesi
guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru,
melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualifikasi dan tidak
professional, dan menjaga lembaga penyelenggara tenaga kependidikan (LPTK) dan
keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
berlaku. Sertifikasi guru merupakan keniscayaan masa depan untuk meningkatkan kualias
dan martabat guru, menjawab arus globalisasi dan menyisiasati sistem desentralisasi.
Halaman 10
Halaman 11