Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN
Tatanan kehidupan masyarakat yang semerawut (chaos) merupakan akibat dari sistem
perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan masyarakat bangsa pada krisis
berkepanjangan. Krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan sebenarnya bersumber
dari rendahnya kualitas, kemampuan, dan semangat kerja. Secara jujur dapat kita katakana
bahwa bangsa ini belum mampu mandiri dan terlalu banyak mengandalkan interverensi pihak
asing. Meskipun agenda reformasi terus digulirkan untuk memperbaiki sendi-sendi kekuatan
dengan menetapkan prioritas tertentu, hal tersebut belum berlangsung secara kaffah
(menyeluruh), baru pada tahap mencari siapa bersalah.
Kekuatan reformasi yang hakiki sebenarnya dari sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, serta memiliki visi, transparansi, dan pandangan jauh kedapan, yang tidak hanya
mementtingkan diri dan kelompokknya, tetapi senantiasa mengedepankan kepentingan bangsa
dan Negara dalam berbagai kehidupan kebermasyarakatan. Hal tersebut, sekerang, banyak
diabadikan, bahkan kualitas sumber daya manusia Indonesia rendah jika diabndingkan dengan
Negara-negara lain, dari empat puluh tiga Negara, hampir dalam berbagai bidang kehidupan.
Indonesia berada pada urutan sepuluh terakhir. Untuk itu, dalam proses reformasi peningkatan
kualitas SDM merupakan hal yang pertama dan utama.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai
tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatan kualitas SDM tersrbut adalah
pendidikan sehingga kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Sebagai faktor penentu
keberhasilan pembangunan, pada tempatnyalah kualitas SDM ditingkatkan melalui berbagai
program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan
yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan dilandasi oleh
keimanan dan ketakwaan (Imtak).
Pendidikan memberikan konstrubusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan
merupakan wahana dalam menejermahkan pesan-pesan kosntitusi serta sarana dalam
membangun watak bangsa ( Nation Charakter Building). Masyarakat yang cerdas akan member
nuansa yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa
yang sedemikian merupakan investasi besar untuk berjuang ke luar dari krisis dan menghadapi
dunia global.
Era reformasi yang sedang kita jalani, ditandai oleh beberapa perubahan dalam berbagai
bidang kehidupan : politik, moneter, hankam dan berbagai kebijakan lain. Diantara perubahan
tersebut adalah lahirnya Undang-Undang No 25 tentang Pertimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah. Undang-Undang tersebut membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan
daerah sehingga lebih otonom, termasuk dibidang pendidikan.
Keinginan pemerintah, yang digariskan dalam haluan Negara agar pengelolaan pendidikan
diarahkan pada desentralisasi, menuntut partisipasi masyarakat secara aktif untuk merealisasikan
otonomi daerah. Karena itu pula perlu kesiapan sekolah, sebagai ujung tembak pelaksanaan
operasioanl pendidikan, pada garis bawah. Sistem pendidikan yang dapat mengakomodasikan
seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah kabupaten dan kota sebagai
penerima wewenang otonomi. Pendidikan yang selama ini di kelola secara terpusat (sentralisasi)
harus diubah untuk mengikuti irama yang sedang berkembang. Otonomi daerah sebagai kebiakan
politik ditingkat marko akan member imbas terhadap otonomi sekolah sebagai subsistem
pendidikan nasional.
Kebijakan yang sudah ada, terkait dan sepadan (link and match) dengan pengoperasian
muatan local (local content), masih belum tuntas dilkasanakan. Sekarang dihadapkan pada
otonomi daerah yang menuntuk pengelolaan pendiidkan secara otonomi dengan model
manajemen berbasis sekolah (MBS) atau “school based management” (SBM). Kondisi ini
menuntut pemikiran-pemikiran yang sistematis, untuk merumuskan bentuk hubungan kerja yang
sesuai dengan dasar dalam kaitannya dengan otonomi daerah dan relevan pendidikan.

A. OTONOMI DAERAH
Diundangkannya UU No. 22 tentang pemerintahan daerah pada hakikatnya member
kewenangan dan keleluasan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut perkasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Kewenangan diberikan kepada daerah kabupaten dan kota
berdasarkan asas desentralisasi dalam wujud otonomi luas, dan bertanggung jawab.
Otonomi luas adalah kewenangan dan keleluasan pemerintah dalam menyelengarakan
seluruh bidang kehidupan kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter
dan fiscal, agama serta bidang yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah (pasal7). Otonomi luas
secara menyeluruh penyelenggaraan pemerintah mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Otonomi nyata adalah keluasan daerah melaksanakan
kewenangan pemerintahan dalam bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta
tumbuh, hidup, dan berkembang didaerah. Otonomi yang bertanggung jawab merupakan
perwujudan dan pertanggungjawaban terhadap pemberian hak dan wewenang kepada daerah.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk tugas dan kewajiban yang harus ditambah oleh daerah untuk
mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat, daerah, dan antardaerah
dalam rangka menjaga kebutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewenangan daerah kabupaten dan kota, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 11,
mencakup semua bidang pemerintahan, yakni pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan, insdustri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan
hidup, pertahanan, koperasi serta tenaga kerja. Dengan demikian, jelaslah bahwa kebijakan
pendidikan berada dibawah kewenangan daerah kabupaten dan kota.
Pelimpahan wewenang kepada daerah membawa konsekuensi terhadap pembiyaan guna
mendukung proses desentralisasi sebagaimana termuat dalam pasal 8 Undang-undang No. 22
tahun 1999. Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang bertujuan
memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem
pembiyaan daerah yang adil, proposional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab
dan pasti, serta mewujudkan sistem pertimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang jelas.
Undang-undang tersebut mengatur sumber penerimaan daerah yang lebih besar. Undang-undang
tersebut mengatur sumber penerimaan daerah yang lebih besar, tidak hanya diperbolehkan dari
pendapatan asli daerah (PAD), tetapi juga perimbangan dana dari APBN, dan kemungkinan
pinjaman daerah (pasal 3). Besarnya dana perimbangan daerah sebagaimana diuraikan dalam
pasal 6 terutama diperoleh dari pajak bumi dan bangunan (80%), sekor kehutanan dan
pertambangan umum (80%), serta minyak bumi dan gas alam (15%) dan (30%).
Secara substansif pembahsan undang-undang tentang pemerintahan daerah berkaitan erat
dengan undang-undang tentang pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Hal ini menunjukkan
bahwa daerah kabupaten dan kota memegang peranan penting dalam kewenangan dan
pembiayaan. Demikian halnya dengan pengembangan pendidikan, sangat bergantung atas
kebijakan pemerintah daerah sebagai bagian dari kewenangan yang dilimpahkan. Melalui
ononomi pengelolaan pendidikan diharapkan pemenuhan kebutuhan masyarakat, lebih cepat,
tepat, efesien dan efektif. Selain itu, diharapkan aparat yang bersih dan berwibawa, bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), terbentuk. Ketentuan otonomi daerah yang dilandasi oleh
Undang-Undang nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 sebagaimana diuraikan diatas, termasuk
penyelenggaraan pendidikan. Bila sebelumnya manajemen pendidijkan merupakan wewenang
pusat, dengan berlakunya undang-undang tersebut, kewenangan tersebut tersebut dialihkan
kepemerintah kota dan kabupaten. Sehubungan dengan itu Sidi (2000) mengemukakan empat isu
kebijakan penyelengaraan pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam rangka otonomi
daerah, berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, efesiensi pengelolaan pendidikan, serta
relevansi pendidikan dan pemerataan pelayanan pendidikan sebagai berikut :
1. Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar
kompetensi pendidikan, yaitu melalui consensus nasional antara pemerintah dengan
seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda
antarsekolah atau antardaerah akan menghasilkan standar kompetensi nasioanl dalam
tingkatan standar minimal, normal (mainstream), dan unggulan.
2. Peningkatan efesiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan
berbasis sekoalh, dengan member kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk
mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang
diharapkan.
3. Peningkatan relevensi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat.
Peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambilan
keputusan) dan level operasional melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas
kepala sekolah, guru senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa.
Peran komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, seta evaluasi program
kerja sekolah.
4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini
berkenaan dengan penerapan formula pembiyaan pendidikan yang adil dan transparan,
upaya pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal, serta
pemerataan pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai