Anda di halaman 1dari 17

Nama : Okti Komalasari

Nim : 045295398

Prodi : Manajemen

Mata Kuliah : Pendidikan Kwarganegaraan

Tugas 3 Tutorial Online Pendidikan Kwarganegaraan

Mohon izin untuk merevisi jawaban tugas pendidikan kwarganegaraan saya

Indonesia merupakan negara yang besar baik dari segi wilayahnya maupun dari segi
penduduknya. Indonesia merupakan negara kepualaian dengan jumlah lebih dari 17.000 yang
sudah cukup dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia. Oleh karena itu, Indonesia mempunyai gagasan tentang otonomi daerah. Bersamaan
dengan bergulirnya era reformasi di Tahun 1998 yang memunculkan tuntutan dari
masyarakat tentang perlunya managemen pemerintahan yang baru. Hal tersebut disebabkan
bahwa pemerintahan yang sentralistik pada kenyataannya masih banyak kekurangan.
Tuntutan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan disahkannya UU No. 22 tahun 1999
Tentang Pemerintah daerah.

Soal 1 (skor 25)

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat memperngaruhi keberhasilan
otonomi daerah di Indonesia!

(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang otonomi daerah yang ada dalam
BMP MKDU4111)

Soal 2 (skor 25)

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam melaksanakan
otonomi daerah di Indonesia!
(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang pelaksanaan otonomi yang ada
di BMP MKDU4111)

Soal 3 (skor 25)

Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi daerah sejak disahkan UU
No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah sudah banyak yang dicapai, namun amsih
banyak hal yang belum bisa ditangani terkait dengan upaya dalam mengatasi implementasi
kebijakan otonomi daerah. Contoh keberhasilan dari otonomi daerah dalah semakin luasnya
kewenangan dari DPRD selaku Lembaga legeslatif serta kewenangan kepala daerah selaku
eksekutif dan semakin terbukanya informasi serta partisipasi dari masyarakan dalam hal
pengambilan keputusan dan penagwasan terhadap jalannya pemerintahan di tingkat daerah.
Namun, keberhasilan tersebut juga diiringi dengan hambatan seperti munculnya istilah raja-
raja kecil di daerah dan banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sehingga
menyebabkan anggaran yang seharusnya untuk membangun daerahnya dikorupsi dan
pembangunan menjadi terhambat.

Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai masyarakat
untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah!

(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang hambatan otonomi daerah yang
ada di dalam BMP MKDU4111)

Soal 4 (skor 25)

Pada praktek good governance menyaratkan harus terdapat transparasi dalam proses
penyelenggaraan pemerintah secara keseluruhan. Transparasi merupakan konsep yang
penting yang mengringi kuatnyakeinginan untuk praktek good governance. Masyarakat
diberikan kesempatan yang luas untuk mengetahui informasi mengenai penyelenggaraan
pemerintahan, sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian keberpihakan pemerintah
terhadap kepentingan public. Oleh karena itu, masyarakat dapat dengan mudah menetukan
apakah akan memerikan dukungan kepada pemerintah atau malah sebaliknya.
Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan
praktek good governance!

(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlbih dahulu tentang good governance yang ada di
dalam BMP MKDU4111!)

Jawaban:

1. Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat memperngaruhi


keberhasilan otonomi daerah di Indonesia!

Jawab:

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasa system


penyelenggaraan pemerintahan merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Karena
tidak mungkin pembahasan masalah otonomi daerah dibahas tanpa mempersandingkan
dengan konsep desentralisasi. Bahkan menurut banyak kalangan otonomi daerah adalah
desentralisasi itu sendiri. Pembahasan mengenai otonomi daerah akan diluaskan dengan
memakai istilah desentralisasi.

Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-


organ penyelenggara negara. Sedangkan otonomi menyangkut hak yang mengikuti
pembagian wewenang tersebut.

Otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan social,  ekonomi,


penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan politik yang edektif. Hak otonomi
memberikan peluang bagi masyarakat  untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, menunjukkan bahwa pemerintah telah


berupaya secara terus menerus untuk mencari titik keseimbangan yang tepat dalam
meletakkan bobot desentralisasi dan otonomi daerah. Secara formal jurisdiksi pemerintah
daerah bergeser di antara dua kutub nilai, yaitu nilai pembangunan bangsa (nation building)
dan stabilitas nasional disatu fihak, dan nilai otonomi daerah di lain fihak. Respon juridis
formal pemerintah Indonesia terhadap dilema ini, ternyata bervariasi dari waktu ke waktu,
tergantung kepada konfigurasi konstitusional dan konfigurasi politik pada suatu waktu
tertentu.
Secara konseptual rumusan kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia sudah
dilakukan dengan maksimal. Akan tetapi, kenyataannya pada tingkat implementasi
pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan pelaksanaan otonomi daerah yang dimaksud
belum berjalan sebagaimana diharapkan. Karena itu, dalam makalah ini akan dicoba dibahas
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi otonomi daerah.

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang


diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab


dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Rondineli mendedfinisikan desentralisasi sebagai transfer tanggung jawwab dalam


perencanaan, manajemen, dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-
agennya kepada unit kementrian pemerintah pusat, atau unit yang ada dibawah pemerintah.

M. Tuner dan d. Hulme berpandangan bahwa yan dimaksud dengan desentralisasi


adalah transfer kewenagan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan public dari
pemerintah pusat kepada agen yang lebih dekat kepada publik yang dilayani. Dalam hal ini
pemerintah pusat menempatkan kerenangan kepada level pemerintah yang lebih rendahdalam
wilayah hirarkis yang secara geogradfis lebih dekat dengan yang dilayani.

Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah di Indonesia


adalah sebagai berikut:

a. Faktor Sumber Daya Manusia


Manusia sebagai pelaku pemerintahan daerah harus mampu menjalankan
tugasnya dalam mengurus rumah tangga daerah demi tercapainya tujuan. Salah satu
kunci kesuksesan penyelenggaraan otonomi daerah sangatlah bergantung pada sumber
daya manusianya. Disamping perlunya aparatur yang kompeten, pembangunan daerak
juga tidak mungkin dapat berjalan lancar tanpa adanya kerjasama antara pemerintah
dan masyarakat. Untuk itu tidak hanya kualitas aparatur yang harus ditingkatkan
tetapi juga kualitas partisipasi masyarakat.
Dalam mensukseskan pembangunan dibutuhkan masyarakat yang
berpengetahuan tinggi, keterampilan tinggi, dan kemauna tinggi. Sehingga benar
benar mampu menjadi innovator yang mampu menciptakan tenaga kerja yang
burkualitas.
b. Kemampuan Struktural Organisasi
Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala
aktivitas dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, jumlah dan ragam unit cukup
mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang
cukup jelas.
c. Kemampuan Mendorong Partisipasi Masyarakat
Pemerintah daerah harus mampu mendorong peran serta masyarakat dalam
pembangunan.
d. Kemampuan Keuangan Daerah
Keuangan daerah harus mampu mendukung pembiayaan kegiatan
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Pemerintah daerah harus mampu
membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara
keseluruhan sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan pengurusan rumah
tangganya sendiri. Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau sebagian
dari subsidi pemerintah pusat.
e. Faktor Anggaran
Sebagai alat utama dalam pengendalian keuangan daerah, sehingga
dibutuhkan rencana anggaran yang tepat guna.
f. Faktor Peralatan
Setiap alat yang digunakan harus mampu memperlancar kegiatan pemerintah
daerah.
g. Faktor organisasi dan manajemen
Yang merupakan sarana untuk melakukan penyelenggaraan pemerintahan
daerah secara baik, efisien, dan efektif.
h. Manajemen yang Baik
Susunan organisasi beserta pejabat, tugas,dan wewenang harus memiliki
hubungan yang baik dalam rangka mencapai tujuan.
i. Kemampuan aparatur pemerintah daerah 
Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran
saling menunjang tercapainya tujuan yang diinginkan.
Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa
hal yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor
peralatan, serta faktor organisasi dan manajerial.
a) Pertama, manusia adalah faktor yang esensial dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah karena merupakan subyek dalam setiap aktivitas
pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam
sistem pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan pada lingkup
penulisan ini sebagai faktor penting dalam melihat derajat kemandirian suatu
daerah otonom untuk dapat mengukur, mengurus dan membiayai urusan
rumah tangganya. Ketiga, peralatan adalah setiap benda atau alat yang
dipergunakan untuk memperlancar kegiatan pemerintah daerah. Keempat,
untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik maka diperlukan organisasi
dan pola manajemen yang baik. 
Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh
dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah manusia sebagai pelaksana yang
baik. Manusia ialah faktor yang paling esensial dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam
sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan dengan
baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus
baik pula. 
Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun
pusat hanya dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti
yang diinginkan apabila manusia sebagai subyek sudah baik pula. 
b) Selanjutnya, faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat
mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan. Mamesah mengutip pendapat Manulang (1995: 23) yang
menyebutkan bahwa dalam kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara
sangat penting. Semakin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil
pula kedudukan pemerintah dalam negara tersebut. Sebaliknya kalau kondisi
keuangan negara buruk, maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan
dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang telah diberikan
kepadanya. 
c) Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan
daerah, sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya.
Anggaran berisi rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan
pandangan ke muka yang bijaksana, karena itu untuk menciptakan pemerintah
daerah yang baik untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak
diperlukan anggaran yang baik pula. 
d) Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat
digunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah.
Peralatan yang baik akan mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk
mencapai tujuannya, seperti alat-alat kantor, transportasi, alat komunikasi dan
lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai tersebut tergantung pula
pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari aparat yang
menggunakannya. 
e) Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam
struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta
pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. 
Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan
dalam usaha kerjasama, sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai.
Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan suatu
pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau
tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang
bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak
sebagai manajer daerah.
2. Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam
melaksanakan otonomi daerah di Indonesia!

Jawab:

a. Sumber daya manusia di beberapa daerah kurang memadai bahkan


kualitasnya tergolong rendah.
Kualitas sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam setiap
gerak pembangunan. Hanya dari sumber daya manusia yang berkualitas tinggilah
yang dapat mempercepat pembangunan. Mengenai kulaitas SDM di daerah, hal
ini terkait dengan bagaimana pendidikan di daerah. Beberapa daerah di
Indonesia, khususnya daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal,) masih rendah
akan kualitas serta sarana dan prasarana. Permasalahan ini adalah suatu hal yang
mendasar untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang memadai.
Seharusnya pemerintah lebih peduli terhadap pendidikan yang ada di
daerah. Setidaknya pemerintah membangunkan sarana prasarana untuk menunjang
terlaksananya pendidikan di daerah itu tersebut. Kualitas pengajar juga harus di
perhatikan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar yang ada. Dua hal penting
itulah yang akan membangun SDM Indonesia yang berkualitas dan memadai
untuk menyamakan pendidikan yang terjadi di Indonesia.
b. Pelayanan publik yang kurang optimal
Sebagai acuan penyediaan pelayanan masyarakat, pemerintah daerah
harus berpedoman kepada PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang akan
dijabarkan dalam bentuk peraturan menteri yang bersangkutan. Untuk itu setiap
pemerintah daerah diwajibkan menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat
target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM.
Rencana pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renstra SKPD). Untuk target tahunan pencapaian SPM, dituangkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana
Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai
klasifikasi belanja daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah.
c. Kurangnya pembinaan dan pengawasan
Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah.
Pemerintah Pusat melalui Menteri dan Pimpinan Lembaga Non Departemen
melakukan pembinaan sesuai dengan kewenangan teknis masing-masing yang
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pembinaan provinsi dan
dikoordinasikan oleh Gubernur untuk tingkat kabupaten/kota.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kegiatan
yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan
rencana dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pengawasan
pemerintah terutama dilakukan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala
daerah. Dalam upaya mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan,
pemberian sanksi akan dilakukan apabila diketemukan adanya penyimpangan dan
pelanggaraan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Salah satu pedoman dalam pembinaan dan pengawasan ini, telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007
tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Kepada Masyarakat. Disamping itu Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasann
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
d. Penataan kepegawaian daerah yang tidak setara
Sejalan dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor
8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sistem manajemen Pegawai
Negeri Sipil (PNS) menggunakan gabungan dari unified system dan separated
system. PNS baik di Pusat maupun di Daerah diharapkan memiliki kualitas
yang setara dan memiliki norma, standar, dan prosedur manajemen kepegawaian
yang sama. Selain itu, pelaksanaan mutasi kepegawaian baik vertikal maupun
horisontal perlu dikonsultasikan kepada organisasi pemerintah di atasnya agar
terwujud prinsip pembinaan karier PNS yang utuh dalam kerangka Negara
Kesatuan RI. Hal tersebut akan sangat membantu dalam mewujudkan akurasi
data mutasi pegawai dalam mendukung pengalokasian dana perimbangan secara
nasional.
Dengan penataan urusan pemerintahan secara benar, pembentukan
kelembagaan secara tepat, dan personil yang memiliki kapasitas dan
profesionalisme memadai, penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan akan
semakin membaik dan mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
Pada saat ini sedang disusun pola pengembangan karier PNS meliputi
standar kompetensi, kebijakan minus growth, perencanaan karir dan
pengembangan karir dan pengembangan jabatan untuk fungsional (mengurangi
tekanan pada jabatan struktural)

Faktor penghambat dalam melaksanakan otonomi daerah di Indonesia adalah :    

a. Tidak semua daerah otonom di Indonesia memiliki sumber daya manusia yang tinggi
sehingga masih memerlukan bantuan dari pusat atau daerah lain
b. Para pejabat di daerah merasa tidak lagi bergantung kepada pejabat tingkat pusat
c. Pemerintah pusat tidak mau lagi mengurusi kegiatan pejabat-pejabat pemerintah
daerah
d. Pejabat tingkat pusat merasa kekuasaannya berkurang sehingga kurang semangat
dalam bekerja
e. Pemerintah pusat tidak memiliki dana yang cukup untuk membantu pemerintah
daerah
f. Tidak semua daerah otonom memiliki sumber daya alam ( SDA ) yang tinggi,
sehingga sulit mendapatkan pemasukan kas daerah dari potensi alam.
g. Adanya Tarik menarik antar pemerintah pusat dan daerah tentang wewenang masalah.
h. Ada kebiasaan sentralisasi, sehingga kreativitas daerah sulit berkembang.
i. Sebagian besar daerah otonom masih bergantung pada pemerintah pusat.
j. Kesulitan dalam mengatur sumber daya alam ( SDA ) yang dimiliki oleh daerah yang
berbatasan.

Faktor-faktor yang dapat menghambat jalannya otonomi daerah di Indonesia adalah:

a. Komitmen Politik
Penyelenggaraan otonomi daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat
selama ini cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi.
b. Masih Terpaku pada Sentralisai
Daerah masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap pusat, sehingga
mematikan kreativitas masyarakat dan perangkat pemerintahan di daerah.
c. Kesenjangan Antardaerah
Kesenjangan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, serta intra struktur
ekonomi.
d. Ketimpangan Sumber Daya Alam
Daerah yang tidak memiliki kekayaan sumber daya alam tetapi populasi
penduduknya tinggi akan terengah-engah dalam melaksanakan otonomi.
e. Benturan Kepentingan
Adanya perbedaan kepentingan yang sangat melekat pada berbagai pihak yang
menghambat proses otonomi daerah, seperti benturan keinginan pimpinan daerah
dengan kepentingan partai politik.
f. Keinginan Politik atau Political Will
Keinginan politik yang tidak seragam dari pemerintah daerah untuk menata
kembali hubungan kekuasaan pusat dan daerah.
g. Perubahan perilaku elit lokal
Elit lokal mengalami perubahan perilaku dalam penyelenggaraan pemerintah
daerah karena pengaruh kekuasaan yang dimilikinya.
3. Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai
masyarakat untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah!

Jawab:

Yang dapat dilakukan masyarakat untuk menanggulangi hambatan dalam pelaksanaan


otonomi daerah diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah


b. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan
tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi
Daerah
c. Masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka
menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah Untuk mengatur lebih lanjut
mengenai partisipasi masyarakat tersebut, juga telah dikeluarkan Peraturan (PP)
Nomor 45 Tahun 2017 Tentang partisipasi masyarakat.

Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam PP tersebut telah diatur bahwa


partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui konsultasi publik, penyampaian aspirasi,
rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi hingga seminar, lokakarya,
dan/atau diskusi. Kemudian beberapa cakupan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang perlu dipelajari dan dipahami oleh masyarakat
itu sendiri ialah meliputi partisipasi masyarakat dalam penyusunan Peraturan Daerah dan
kebijakan daerah, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemonitoran, dan
pengevaluasian pembangunan daerah, pengelolaan aset dan/atau sumber daya alam daerah,
dan penyelenggaraan pelayanan publik.

Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Peraturan dan Kebijakan Daerah

Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat


dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, masyarakat berhak memberikan masukan
baik secara lisan maupun tertulis dalam penyusunan peraturan dan kebijakan daerah.
Masukan tersebut dapat diberikan melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja,
sosialisasi dan/atau seminar, lokakarya dan/atau diskusi (Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah).

Pada proses pembentukan peraturan daerah (perencanaan, penyusunan,


pembahasan dan penetapan, dan pengundangan), aspirasi masyarakat tersebut dapat
ditampung mulai dari tahap perencanaan dalam penyusunan. Hal ini dilakukan sebagai
usaha meningkatkan kualitas pengambilan kebijakan, karena masyarakatlah yang akan
terkena dampak akibat kebijakan tersebut. Oleh sebab itu, diharapkan pihak eksekutif
maupun legislatif dapat menangkap pandangan dan kebutuhan dari masyarakat yang
kemudian dituangkan dalam suatu peraturan daerah.

Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Ada berbagai bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat pada setiap
proses pembangunan daerah tersebut. Pada saat perencanaan pembangunan masayarakat
dapat berpartisipasi dalam bentuk penyampaian aspirasi konsultasi publik, diskusi dan
musyawarah pada tahapan penyusunan rancangan awal maupun pada musrenbang.
Dalam penganggaran, penyampaian aspirasi juga dilakukan dengan konsultasi publik
diskusi, dan musyawarah untuk mengawasi kesesuaian antara Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) dengan Kebijakan Umum Anggaran/ Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (KUA/PPAS), Selanjutnya pada pelaksanaan, masyarakat dapat melibatkan diri
sebagai mitra dalam bentuk pemberian hibah kepada pemerintah daerah dalam bentuk
uang, barang, dan/atau jasa. Terakhir, pada pengawasan dan evaluasi masyarakat dapat
memastikan kesesuaian antara jenis kegiatan, volume dan kualitas pekerjaan, waktu
pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan, dan/atau spesifikasi dan mutu hasil pekerjaan
dengan rencana pembangunan daerah yang telah ditetapkan (Pasal Pasal 14 ayat (1) PP
Nomor 45 Tahun 2017).

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Aset dan Sumber Daya Alam Daerah

Pemerintah Daerah harus mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan


aset dan sumber daya alam daerah tersebut yang meliputi penggunaan, pemanfaatan,
pengamanan, dan/atau pemeliharaannya sesuai dengan amanat Pasal 15 ayat (1) PP
Nomor 45 Tahun 2017. Partisipasi masyarakat dalam penggunaan dan pengamanan
dilaksanakan dalam bentuk pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh
pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah. Partisipasi
dalam pemanfaatan, dapat dilakukan dengan bentuk sewa, kerja sama pemanfaatan, dan
kerja sama penyediaan infrastruktur sehingga bisa berdampak positif bagi masyarakat.
Sedangkan partisipasi dalam bentuk pemeliharaan dapat dilaksanakan masyarakat dalam
bentuk kerja sama pemeliharaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik


Dalam PP Nomor 45 Tahun 2017, telah diatur tentang bagaiamana
pengikutsertaan masyarakat dalam pelayanan publik yang meliputi:

a. Penyusunan kebijakan Pelayanan Publik;


b. Penyusunan Standar Pelayanan;
c. Pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan Pelayanan Publik; dan
d. Pemberian penghargaan.

Dari beberapa lingkup partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan


publik tersebut di atas, masyarakat dapat menyampaikan masukan, tanggapan, laporan, dan
pengaduan kepada penyelenggara atau pihak terkait. Maka dari itu, pemerintah daerah
juga harus memberikan informasi yang dibutuhkan serta menindaklanjuti masukan
masyarakat tersebut.

Solusi untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah yakni dengan :

a. Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas


penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan
pemerintahan dan antar pemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
b. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan
meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat tingkat daerah yang paling dekat
dengan masyarakat.
c. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu
diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat
untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan
koreksi membangun atas kebijakan dan Tindakan aparat pemeritah yang merugikan
masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah. Karena pada dasarnya otonomi
daerah diajukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu
masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan
pelaksanaan otonomi daerah.
4. Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa dalam upaya
mewujudkan praktek good governance!

Jawab:

Menurut Kooiman (dalam Sedarmayanti, 2012:15-16), good governance


merupakan sebuah pergeseran paradigma dari pemerintahan (government) menjadi
kepemerintahan (governance) sebagai wujud interaksi sosial politik antara pemerintah
dengan masyarakat dalam menghadapi berbagai permasalahan kontemporer yang
demikian kompleks, dinamis dan beraneka ragam. Hal ini berkaitan erat dengan reformasi
pemerintahan yang sedang berlangsung, khususnya dalam upaya pencegahan Kolusi,
Korupsi, dan Nepotisme. Tak hanya itu, good governance menuntut pada profesionalitas
serta kemampuan aparatur dalam pelayanan publik.

Good governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara


bersama-sama oleh pemerintah dan istitusi-institusi lainnya yaitu seperti masyarakat
sipil baik individu atau kelompok di mana salah satunya adalah Lembaga Swadaya
Masyakarat dan juga perusahaan swasta. Bahkan institusi nonpemerintah bisa mendapat
peran dominan dalam governance tersebut atau bahkan lebih dari itu pemerintah tidak
mengambil peran apapun – <governance without government=. Lembaga-lembaga atau
institusi-institusi yang telah dijelaskan diatas mempunyai peran penting terhadap jalannya
good governance, yakni memiliki fungsi dalam mengawasi dan juga mengendalikan
jalannya pemerintahan dan pelayanan publik.

LSM sendiri memiliki tempat yang berbeda dalam mengisi perannya sebagai
salah satu elemen dalam masyarakat sipil (civil society). LSM memegang peranan yang
penting karena sifatnya yang tidak menggantungkan diri pada pemerintah, terutama dalam
support capital dan sarana prasarana. LSM berperan dalam pemberdayaan masyarakat
dengan melakukan berbagai kajian terhadap beragam isu-isu yang berkembang dan
menyangkut proses berjalannya sistem demokrasi dalam sebuah negara. Selain itu LSM
juga memberikan pendidikan politik, agar masyarakat dapat terbuka dan ikut berpartisipasi
baik dalam pembangunan negara.

Organisasi masyarakat sipil merupakan sebuah komitmen kepedulian warga


negara atau masyarakat terhadap berbagai persoalan yang dihadapi rakyat di berbagai
aspek. Terlebih keikutsertaan LSM sebagai suatu organisasi nonpemerintah yang
berpengaruh besar terhadap jalannya kepemerintahan yang saat ini memegang peran
penting sebagai salah satu kekuatan politik di Indonesia. LSM juga berperan sebagai civil
society yang bersinergi dengan masyarakat untuk membantu terwujudnya good
governance. Hal ini karena LSM sendiri merupakan kepanjangan tangan antara
masyarakat dengan pemerintah.

Di Indonesia telah banyak LSM yang berdiri dan berfokus pada peningkatan
good governance terutama dalam fungsinya untuk mengawasi praktik-praktik korupsi dan
pelayanan publik. Di Kabupaten Tasikmalaya misalnya, ada salah satu organisasi
nonpemerintah yang terdiri dari mahasiswa dan rakyat Tasikmalaya itu sendiri.
Organisasi itu bernama Koalisi Mahasiswa dan Rakyat Tasikmalaya (yang selanjutkan akan
disingkat menjadi KMRT). KMRT adalah organisasi perkumpulan nonpemerintah yang
didirikan pada tanggal 09 Desember 2004 di tengah tidak berjalannya semangat reformasi
1998 di Tasikmalaya dengan implikasi semakin maraknya korupsi di sektor legislatif
dan eksekutif. Keberadaan KMRT bertujuan untuk mewujudkan good governance dan
mengembangkan partisipasi publik di Tasikmalaya. KMRT mengambil posisi untuk
bersama-sama rakyat dalam membangun gerakan sosial anti korupsi dan berupaya
mengimbangi persekongkolan kekuatan elit birokrasi pemerintah, DPRD dan bisnis.

KMRT yang sudah berdiri selama 14 tahun ini telah banyak berkonstribusi dalam
upaya mewujudkan good governance khususnya mengenai isu-isu korupsi dan pelayanan
publik di Tasikmalaya. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus ataupun dugaan
tindak pidana korupsi yang telah diterima dan ditangani oleh KMRT dari kurun waktu
tahun 2004-sekarang.

Terwujudnya good governance melibatkan seluruh pihak pelaku utama governance,


yaitu negara, bisnis dan masyarakat. Semua pihak harus memiliki pengetahuan,
kesadaran dan kemauan bersama untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi agar
negara mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Dikatakan tatakelola dan
akuntabilitas sektor publik-mencari bentuk pertanggungjawaban publik di Pemerintahan
Daerah. Akuntabilitas dan transparansi adalah esensi dari praktik tata kelola organisasi
publik yang baik atau Good Public Governance. Desentaralisasi fiskal negara memberi
keleluasaan daerah dalam mengelola keuangan secara mandiri dan sesuai aturan
perundangan yang berlaku.

Peran mahasiswa dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan


keuangan negara adalah mahasiswa berperan penting dalam memahami jalannnya roda
pemerintahan. Bukan hanya BPK para stake holder yang lain termasuk mahasiswa juga
LSM penting mengetahui dan ikut serta dalam partisipasi publik serta berkontribusi
membangun good governance. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia
sampai saat ini adalah korupsi. Berdasarkan sejumlah survei, beberapa kasus korupsi terjadi
pada tingkat pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satu upaya pencegahan
tindak pidana korupsi adalah transparansi dan akuntabilitas publik mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Akuntabilitas publik dalam
pemberantasan korupsi harus mendapat perhatian dan dukungan serta partisipasi
masyarakat. Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam mendukung upaya
pemberantasan korupsi. SDM yang dimiliki perguruan tinggi dapat berperan optimal
dalam pemberantasan korupsi. Di mana posisi mahasiswa dalam hal ini? Mahasiswa
merupakan agen perubahan di masyarakat. Menuju agen perubahan yang efektif
mahasiswa haruslah membumi dengan memahami problematika di daerahnya. Di
antaranya melakukan perubahan dengan mengkonstruksi pikiran positif dalam rangka
good governance serta melakukan partisipasi publik sebagai bagian pilar kampus
merdeka.

Peran mahasiswa sebagai kaum terpelajar dalam Good Governance yakni :

Memberikan pencerahan kepada seluruh masyarakat agar berpartisipasi dalam pemilu


dengan menggunakan hak pilih sebaik-baiknya, guna membawa bangsa dan NKRI maju
seperti negara lain di dunia.

Mendorong dan memandu masyarakat secara langsung atau pun tidak untuk memilih
parpol dan calon wakil rakyat yang jujur, amanah, cerdas, pejuang, berani, dan mempunyai
track record yang baik dan pantas untuk dipilih, agar hasil pemilu dapat membawa bangsa ini
semakin maju di bawah pemimpin yang tepat.

Memberikan aspirasi dan juga kritis atas kebijakan dan juga tindakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah yang didasari oleh penelitian atau kajian

Referensi:

Lasiyo, Retno Wikandaru, & Hastangka “Pendidikan Kwarganegaraan”,(Tanggerang Selatan:


Universitas Terbuka, 2022), hal 9.3-9.23

Anda mungkin juga menyukai